
کمالوندی
Surat al-Syura ayat 36-39
فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (36)
Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. (42: 36)
Di ayat ini dijelaskan, semua yang diberikan Allah Swt kepada manusia di dunia adalah kenikmatan sementara, cepat berlalu dan fana, dan tidak boleh dianggap akan selalu bersama kita. Akan tetapi simpanan, dan kenikmatan di akhirat bersifat abadi, dan diperoleh orang-orang beriman dengan perbuatan baik di dunia. Maka dari itu jika manusia menukar kenikmatan materi yang cepat berlalu di dunia dengan kenikmatan abadi dan kekal di akhirat, berarti ia melakukan transaksi yang sangat menguntungkan.
Semua kenikmatan dunia diberikan kepada manusia, dan dalam hal ini Tuhan tidak membedakan orang beriman dan kafir, akan tetapi kenikmatan akhirat khusus orang-orang beriman, dan suci yang berhasil memanfaatkan dengan baik kenikmatan dunia demi akhiratnya. Jelas bahwa karena mematuhi aturan agama, orang beriman menghindari perbuatan tidak benar, dan bersabar atas sebagian kesulitan, karena Tuhan akan membalasnya di akhirat kelak, dan akan memberikan pahala yang lebih baik serta abadi kepadanya.
Tidak seperti orang-orang yang hatinya tertambat pada dunia, dan kikir dalam mengumpulkan harta, orang-orang beriman bertawakal kepada Allah Swt, dan lebih memikirkan untuk berinfak serta membantu fakir miskin, daripada mengumpulkan kekayaan.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia beriman memanfaatkan dunia, tapi tujuannya adalah akhirat, dan dengan motivasi ini ia meninggalkan semua hal yang fana.
2. Apa yang hilang dari tangan orang beriman di dunia akan dibalas Tuhan di akhirat dengan yang lebih baik. Kenikmatan di hari kiamat khusus orang-orang beriman yang bertawakal.
3. Tawakal kepada Tuhan daripada bersandar pada kekuatan dan kekayaannya sendiri, adalah tanda keimanan. Tawakal adalah keahlian orang-orang beriman.
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ (37)
Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. (42: 37)
Ayat ini menjelaskan dua karakteristik penting dari sisi akhlak, dan perilaku orang beriman. Orang-orang yang mendapatkan pahala Ilahi di akhirat, dikarenakan mereka tidak melakukan perbuatan buruk, dan jiwa mereka suci dari pencemaran, dan iman tidak sesuai dengan ketidaksucian.
Orang beriman menguasai dirinya. Di saat marah yang merupakan kondisi paling kritis manusia, mereka mampu mengontrol tangan dan ucapannya. Ucapan buruk tidak akan keluar dari mulutnya. Kemarahan hakikatnya adalah api membakar yang membara dalam diri manusia, dan banyak orang yang tidak mampu mengendalikan diri saat marah. Akan tetapi kemarahan adalah kondisi alami dan lumrah yang dialami setiap manusia, namun yang penting adalah pengendalian diri saat marah.
Keimanan dapat memperkuat rahmat, dan pengampunan pada diri manusia, sehingga ia mudah memaafkan orang lain. Oleh karena itu orang-orang beriman saat marah tidak akan kehilangan kontrol diri, sehingga berbuat buruk. Mereka mampu meredam kemarahannya dengan air maaf dan pengampunan, sehingga bisa membersihkan dendam, dan memaafkan orang bersalah. Di banyak riwayat disebutkan, kenalilah sahabatmu saat ia marah, apakah ia mampu mengendalikan diri atau tidak.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang beriman menguasai dorongan naluri, dan nafsunya, bukan sebaliknya.
2. Maaf dan pengampunan terhadap orang lain merupakan salah satu syarat iman. Orang yang tidak mau memaafkan orang lain bukanlah Mukmin sejati.
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (38) وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ (39)
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (42: 38)
Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. (42: 39)
Di kedua ayat ini dijelaskan tanda lain orang beriman bahwa mereka menyambut seruan Ilahi untuk mendapatkan hidayah di jalan yang lurus, ia tunduk total di hadapan perintah Allah Swt. Di hadapan Tuhan, ia hanya beribadah, dan melaksanakan shalat. Selain itu mereka membantu orang yang membutuhkan, dan memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang miskin.
Dalam urusan keluarga dan masyarakat, ia menghormati pendapat orang lain, dan menyelesaikan permasalahan dengan bermusyawarah. Sejarah awal Islam menunjukkan bahwa Rasulullah Saw dan para sahabat memiliki sifat ini. Bahkan Nabi Muhammad Saw yang terhubung dengan wahyu Ilahi, bermusyawarah dengan masyarakat, dan jika mayoritas masyarakat memberikan suaranya, beliau akan menghormati, meski tidak setuju dengan pendapat tersebut. Seperti yang terjadi pada perang Uhud, Rasulullah Saw melaksanakan metode perang berdasarkan suara terbanyak, meski pada akhirnya perang ini dimenangkan musuh, dan mengakibatkan gugurnya lebih dari 70 sahabat Nabi Muhammad Saw.
Akan tetapi jelas bahwa musyawarah yang dimaksud, terkait masalah-masalah keluarga, sosial, ekonomi, pengelolaan urusan masyarakat, dan selainnya, bukan terkait hukum Ilahi. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat Al Quran bahwa orang beriman bermusyawarah dalam urusan mereka, bukan dalam urusan-urusan yang hukumnya sudah ditetapkan Tuhan.
Hal yang menarik di antara semua karakteristik orang beriman adalah urgensitas musyawarah yang sangat ditekankan oleh Islam sehingga menjadi nama surat ini, Ash Shura.
Karakteristik terakhir orang beriman yang dijelaskan ayat ini adalah perlawanan terhadap penindasan dan orang-orang zalim. Orang beriman tidak akan pernah mau tunduk pada penindasan, dan dalam memerangi orang-orang zalim, ia meminta bantuan orang lain, sehingga kejahatan para penindas dapat dikalahkan. Seperti dijelaskan pada ayat lain bahwa orang beriman tidak menindas, juga tidak menerima penindasan.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam adalah agama komprehensif, dan sempurna yang memperhatikan berbagai dimensi kehidupan manusia seperti ekonomi, akhlak, sosial, ibadah, dan politik. Sejumlah contoh dijelaskan dalam ayat ini.
2. Pengakuan beriman harus dibuktikan dengan amal perbuatan. Perilaku seorang Mukmin di semua sisi baik individual maupun sosial, harus benar, dan mendapatkan ridha Tuhan, tidak hanya terpusat pada shalat dan ibabah, namun lalai terhadap urusan sosial.
3. Tirani suara bertentangan dengan iman, oleh karena itu Mukmin menghormati pendapat, dan pandangan orang lain.
4. Menerima penindasan, dan diam di hadapan kezaliman bertentangan dengan keimanan pada Tuhan. Oleh karena itu, Mukmin bangkit melawan para penindas, dan membela hak-haknya.
Surat al-Syura ayat 29-35
وَمِنْ آَيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِنْ دَابَّةٍ وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ (29)
Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. (42: 29)
Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa penciptaan langit dan bumi, dan tumbuhnya berbagai jenis makhluk hidup kecil maupun besar, merupakan tanda-tanda ilmu dan kekuatan Ilahi yang paling jelas.
Langit dan galaksi luas serta miliaran bintang yang membuat manusia tercengang saat memikirkannya, tanah dengan ragam tumbuhan yang berwarna warni, dan berbagai keindahannya, semua merupakan tanda-tanda Tuhan. Begitu juga makhluk hidup di bumi dan langit, beraneka ragam burung, binatang liar, dan ternak, ikan yang sangat kecil hingga paus besar yang menakjubkan, semuanya adalah ayat Tuhan Yang Maha Agung.
Jelas bahwa Dia yang menciptakan sistem yang sangat besar dan luas ini, mampu membangkitkan Hari Kiamat, dan mengumpulkan semua makhluk yang dikehendaki-Nya di hari itu.
Poin menarik dalam ayat ini, pertama, mengabarkan keberadaan makhluk hidup di langit, selain di muka bumi, kedua, berkumpulnya makhluk hidup selain manusia di Hari Kiamat.
Penghimpunan mahkluk selain manusia ini dapat dilakukan dengan dua tujuan, pertama, pahala dan siksaan, dengan asumsi mereka memiliki akal dan pemahaman, kedua, mereka merupakan makhluk yang diberikan kehidupan di akhirat kelak, namun kehidupan yang dikendalikan naluri bukan akal, tanpa pahala dan siksaan. Karena Al Quran di banyak ayatnya hanya berbicara soal pengumpulan makhluk hidup, dan tidak berbicara tentang hukuman dan pahala.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penciptaan awal makhluk hidup adalah tanda dapat diciptakannya kembali mereka di akhirat.
2. Makhluk hidup bukan hanya yang kita lihat hidup di muka bumi, di langitpun ada makhluk hidup.
3. Penyebaran makhluk hidup atau pengumpulannya patuh pada kehendak Ilahi, dan manusia tidak berperan apapun dalam hal ini.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الْأَرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (31)
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (42: 30)
Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. (42: 31)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa azab dan pahala bukannya tidak ada di dunia ini, dan apapun yang dilakukan manusia tidak dihukumi. Banyak perbuatan manusia yang dilakukan atas ikhtiar dan pilihannya, menimbulkan hukuman yang dirasakan manusia di dunia ini, dan ia akan merasakan getirnya dampak dari perbuatan tersebut. Inilah hukuman Tuhan di dunia dalam bentuk hukum alam.
Dengan demikian setiap perbuatan manusia selain membawa dampak di akhirat kelak, ia juga membawa akibat materi di dunia ini. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ar Rum ayat 41,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Selanjutnya ayat 30-31 Surat Ash Shura menjelaskan, sebagian manusia mengira bahwa mereka bisa lari dari perbuatannya di dunia, dan melanggar aturan serta sunatullah tanpa ada musibah apapun yang menimpanya, sehingga melakukan apapun yang diinginkan.
Padahal kemanapun manusia pergi, ke langit atau tetap tinggal di muka bumi, sunatullah atau hukum alam akan berlaku di manapun, dan tidak ada yang berkuasa atas dunia ini kecuali Tuhan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Banyak peristiwa pahit yang dirasakan manusia di dunia adalah buah dari perbuatannya sendiri.
2. Permasalahan manusia hanyalah akibat dari sebagian kesalahannya. Karena pengampunan Tuhan tidak meliputi dampak sebagian besar dari perbuatan buruk manusia.
3. Manusia di hadapan Tuhan sepenuhnya lemah, dan tidak punya jalan untuk lari dari kekuasaan-Nya.
وَمِنْ آَيَاتِهِ الْجَوَارِ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلَامِ (32) إِنْ يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَى ظَهْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (33) أَوْ يُوبِقْهُنَّ بِمَا كَسَبُوا وَيَعْفُ عَنْ كَثِيرٍ (34) وَيَعْلَمَ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آَيَاتِنَا مَا لَهُمْ مِنْ مَحِيصٍ (35)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal di tengah (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. (42: 32)
Jika Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaannya) bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur. (42: 33)
atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka atau Dia memberi maaf sebagian besar (dari mereka). (42: 34)
Dan supaya orang-orang yang membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui bahwa mereka sekali-kali tidak akan memperoleh jalan ke luar (dari siksaan). (42: 35)
Dalam ayat ini dijelaskan tentang peran angin dalam kehidupan manusia. Kapal-kapal besar pengangkut barang atau manusia yang berlayar di lautan, tidak tenggelam, adalah tanda kekuasaan Tuhan, karena Tuhan menganugerahi air dengan sifat ini bahwa kapal yang berlayar di atasnya tidak akan tenggelam. Kapal yang berlayar dengan bantuan angin juga merupakan tanda rahmat Ilahi.
Akan tetapi kapal-kapal besar hari ini berlayar menggunakan mesin kuat yang memungkinkannya mengarungi jarak ribuan kilometer di berbagai samudra, dan mengangkut muatan dalam jumlah yang sangat besar. Itu juga merupakan hukum alam yang ditetapkan Tuhan, dan manusia menemukan serta memanfaatkannya, dan menciptakan gaya gerak darinya, bukan manusia sendiri yang menciptakan aturan atau hukum alam, lalu berkata, ini hasil karyaku.
Ayat di atas selanjutnya menerangkan jika Allah Swt berkehendak, angin bisa saja berhenti berhembus sehingga kapal-kapal berhenti bergerak. Di antara tanda-tanda ini adalah untuk setiap orang yang mencapai kedudukan sabar, dan bersyukur.
Bagaimanapun juga diam atau bergeraknya kapal kecil dan besar, juga sampainya kapal-kapal itu dengan selamat ke tujuan, semua ada di tangan Tuhan. Karena jika Tuhan berkehendak, kapal itu bisa saja tenggelam bersama penumpanganya, tapi hal ini terjadi sebagai hukuman perbuatan manusia sendiri, di sisi lain, Tuhan mengampuni sebagian besar dosa mereka, karena jika setiap manusia harus dihukum atas semua perbuatannya, maka tidak akan ada manusia yang tersisa di muka bumi ini.
Namun orang-orang angkuh, dan sombong tidak akan bersedia mengakui kekuasaan Tuhan di alam semesta ini, dan selalu berusaha mengingkari tanda-tanda-Nya di bumi, serta berdebat dengan orang beriman. Suatu hari mereka akan menyadari bahwa mereka tidak akan bisa lari dari wilayah kekuasaan Tuhan.
Dari empat ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bukan hanya ciptaan, tapi aturan yang berlaku atas benda-benda padat, dan cair, semua adalah tanda kekuasaan dan rahmat Ilahi yang salah satunya kemampuan bergerak benda-benda besar, dan berat semacam kapal besar di atas air.
2. Saat kita berhadapan dengan nikmat Ilahi, selain harus bersabar kita juga harus bersyukur. Terkadang merupakan hikmah Ilahi bahwa kesulitan mengharuskan kita bersabar, terkadang kenikmatan hidup diberikan kepada manusia dan harus disyukuri.
3. Perbuatan kita manusia selalu memposisikan kita pada bahaya kebinasaan. Maka dari itu, jika kita selamat, itu berkat kebaikan Tuhan.
4. Kita tidak semestinya hanya menafsirkan dan menganalisa semesta ini secara materi semata, dan memperhatikan peran Tuhan dalam mengelola dan mengurus alam ini. Karena jika tidak, maka berarti kita menutup mata atas ilmu, kekuasaan, dan hikmah Ilahi dalam mengelola semesta ini.
Surat al-Syura ayat 24-28
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَإِنْ يَشَأِ اللَّهُ يَخْتِمْ عَلَى قَلْبِكَ وَيَمْحُ اللَّهُ الْبَاطِلَ وَيُحِقُّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (24)
Bahkan mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) telah mengada-adakan dusta terhadap Allah.” Maka jika Allah menghendaki niscaya Dia mengunci mati hatimu; dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak dengan kalimat-kalimat-Nya (Al Quran). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (42: 24)
Dalam ayat ini dijelaskan sebagian orang munafik menghina Nabi Muhammad Saw bahwa apa yang dikatakannya berasal dari dirinya sendiri, lalu mengatasnamakan Tuhan, dan apa yang dikatakannya tentang Al Quran, wahyu atau kecintaan pada Ahlul Bait tidak berasal dari Tuhan.
Allah Swt menjawab tuduhan orang-orang munafik dan berfirman, jika Nabi melakukan hal ini, maka Tuhan akan mengunci mati hati Nabi, dan tidak membiarkan apa-apa yang tidak berasal dari Tuhan dinisbatkan kepada-Nya. Karena jika Tuhan tidak mencegah tindakan itu, maka manusia akan tersesat, dan ini bertentangan dengan hikmah Ilahi untuk menghidayahi manusia. Seperti juga dijelaskan dalam Surat Al Haqqa ayat 44-46,
“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.”
Kelanjutan ayat ini menekankan bahwa Tuhan menghapus kebatilan, dan mengungkapnya, dan Dia tidak akan membiarkan kebatilan masuk ke dalam wahyu. Ia dengan kata-kata yang diturunkan-Nya mengukuhkan kebenaran.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang beriman menerima semua yang dibawa Rasul dari Tuhan, bukan hanya yang disenanginya, dan mengingkari atau mengabaikan semua yang tidak disenanginya.
2. Tuhan tidak pernah main-main dengan siapapun, bahkan jika Nabi-Nya mengatasnamakan perbuatan tidak benar kepada diri-Nya, maka Dia akan mengungkap dan menunjukkan kebohongan kata-katanya, dan mencegahnya dari wahyu.
3. Hancurnya kebatilan, dan menangnya kebenaran adalah janji pasti Tuhan kepada orang beriman.
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (25) وَيَسْتَجِيبُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَالْكَافِرُونَ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ (26)
Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. (42: 25)
Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat keras. (42: 26)
Salah satu anugerah terpenting yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah terbukanya selalu pintu kembali bagi hamba-hamba-Nya yang berdosa, dan tidak ada batasan apapun bagi mereka untuk bertobat. Kita manusia biasanya tidak akan menerima maaf orang yang mengulangi penindasannya kepada kita, kita bahkan tidak akan mengizinkan mereka meminta maaf.
Akan tetapi Tuhan berfirman, kapanpun hamba-hamba-Ku menyesali perbuatan buruknya, dan kembali, pintu tobat selalu terbuka bagi mereka, dan Aku akan mengampuni semua kesalahan mereka. Padahal Tuhan mengetahui lahir dan batin perbuatan kita, dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari pandangan-Nya.
Kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya selain pengampunan dosa adalah dikabulkannya doa. Artinya, Tuhan menerima permintaan orang beriman, dan lebih tinggi dari itu, yang mungkin sama sekali tidak terpikirkan, serta jauh melampaui keinginan-keinginan manusia, Tuhan memberi sesuatu kepada manusia atas dasar kasih sayang-Nya, inilah puncak rahmat Tuhan kepada orang beriman.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di dalam Islam, tidak ada jalan buntu, jalan kembali selalu terbuka, dan siapapun, dalam kondisi apapun bisa kembali.
2. Tuhan kepada para pendosa berjanji jika bertobat, dosa-dosa mereka akan diampuni. Kenyataannya dengan janji ini para pendosa diajak untuk kembali.
3. Syarat menjauhi dosa adalah beriman kepada Tuhan, dan melakukan perbuatan baik.
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ (27) وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ (28)
Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (42: 27)
Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (42: 28)
Kedua ayat ini menyinggung hikmah Ilahi yang menjadi pijakan seluruh urusan dunia. Allah Swt berfirman, alam semesta diciptakan sesuai ukuran kapasitas benda, dan manusia, dan Tuhan bisa menambah kemampuan kepada apapun atau siapapun, tapi pekerjaan tidak sesuai dengan hikmah-Nya, karena menyebabkan membuat manusia membangkang, dan merusak tatanan sosial.
Semua manusia memohon kepada Tuhan agar dilapangkan rezekinya, dan sangat mudah bagi Tuhan untuk melakukannya, tapi hikmah Tuhan tidak mengizinkan hal semacam ini terjadi.
Masalah pembagian rezeki didasarkan pada perhitungan yang sangat akurat, karena Tuhan mengetahui hamba-hamba-Nya. Dia mengetahui kapasitas wujud semua hamba. Maka dari itu, Dia membagikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya sesuai ukuran, dan maslahat.
Pengalaman sepanjang sejarah manusia membuktikan orang-orang yang memperoleh rezeki berlimpah biasanya melupakan Tuhan, dan menindas sesama serta mengabaikan perintah Tuhan. Karena nafsu manusia tidak pernah puas, dan kekuasaan serta kekayaan seberapapun besarnya tetap tidak cukup baginya. Ia ingin memiliki semua yang dimiliki orang lain, meski harus menindas, dan berbuat zalim. Oleh karena itu, Tuhan memberikan rezeki kepada manusia sesuai kebutuhan, dan maslahatnya.
Maka dari itu menjadi kewajiban kita sebagai manusia untuk bekerja mencari rezeki dan kesejehteraan hidup, pada batas yang wajar. Pada saat yang sama, kita harus tahu bahwa alam semesta, dan hikmah Ilahi tidak patuh pada keinginan kita, dan kita diberi rezeki sampai batas tertentu yang tidak sampai merusak keseimbangan sistem penciptaan.
Terkadang kekurangan harta justru disebabkan oleh kemalasan kita sendiri. Kekurangan harta, dan keterbatasan materi bukan kehendak pasti Tuhan, tapi buah dari amal perbuatan manusia. Maka dari itu jika kita tidak berusaha, dan diam menanti rezeki, pasti kita tidak akan mendapatkan apapun, karena Tuhan tidak pernah berjanji memberi rezeki kepada orang yang tidak bekerja.
Mungkin bukti paling jelas bahwa rezeki manusia ada di tangan Tuhan, adalah peristiwa turunnya hujan yang di dalamnya tidak ada keterlibatan manusia. Turunnya hujan merupakan salah satu tanda kekuasaan dan ilmu Tuhan. Jika hujan tidak turun, maka akan terjadi kekeringan dan kelaparan, tapi jika hujan turun, ia akan menumbuhkan tumbuhan yang bisa menambah kesejahteraan manusia.
Tuhan memperluas cakupan rahmat-Nya lewat hujan. Dengan perantara hujan, tanah-tanah yang mati hidup kembali, dan kebutuhan air minum manusia dan makhluk hidup lain terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan mengurus hamba-hamba-Nya dengan baik layaknya sebuah keluarga besar, dan Ia memuji mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dikabulkannya doa-doa manusia berdasarkan hikmah Ilahi, karena terkadang beberapa doa dan keinginan manusia dikabulkan justru membuatnya menjadi pembangkang.
2. Sistem penciptaan patuh pada perhitungan yang akurat, dan segala sesuatu dihitung sesuai dengan takarannya masing-masing.
3. Hujan adalah tanda rahmat Ilahi.
4. Satu-satunya tempat berlindung manusia dari semua permasalahan, dan keputusasaan adalah Tuhan.
Surat al-Syura ayat 19-23
اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ (19) مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ (20)
Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (42: 19)
Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (42: 20)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah Swt mengasihi semua hamba-Nya, dan Dia memberikan rezeki kepada semua, bahkan kepada mereka yang kafir, dan tidak beriman kepada-Nya. Namun rezeki Ilahi ini tergantung pada hikmah-Nya, dan di dunia serta akhirat, ia mengikuti ketetapan Allah Swt.
Sunatullah atau ketetapan Allah Swt itu ialah barangsiapa bekerja untuk akhiratnya maka ia akan mendapatkan kenikmatan di dunia, dan mendapatkan rahmat Ilahi di akhirat. Akan tetapi orang yang tidak meyakini hari kiamat, dan seluruh tujuannya adalah kehidupan dunia, maka dalam usia yang pendek dan terbatas di dunia, ia tidak akan mencapai semua tujuannya, di akhirat juga ia tidak akan mendapat apapun.
Al Quran dalam perumpamaan lembut, dan indah ini menyerupakan penduduk bumi sebagai petani yang sebagian di antaranya bekerja untuk akhirat, dan sekelompok lain bekerja untuk dunia. Mereka yang menginginkan pertanian akhirat maka Tuhan akan memberikan berkah kepadanya, dan Tuhan akan menambah hasil pertaniannya, tapi mereka yang bertani hanya untuk dunia, dan kerja kerasnya untuk kekayaan yang fana ini, maka Tuhan hanya akan memberikan sedikit dari yang mereka minta. Tapi di akhirat ia tidak akan mendapatkan apapun.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dunia adalah lahan pertanian kita, dan pekerjaan kita adalah menanam benih. Namun tidak semua benih sama. Sebagian benih akan membuahkan hasil yang tidak terbatas, abadi dan berlimpah, tapi sebagian benih memberikan hasil yang sangat sedikit, dan buah yang pahit dan tidak enak.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kasih sayang Tuhan meliputi semua hamba-Nya, orang beriman dan kafir, semua mendapatkan nikmat Tuhan.
2. Kita membandingkan lalu memilih. Orang-orang yang mendambakan akhirat akan mendapatkan kenikmatan dunia, walaupun mungkin saja sedikit atau terbatas. Tapi orang-orang yang mengejar dunia tidak akan mendapatkan apapun di akhirat.
3. Niat dan tujuan adalah dua hal yang penting, bukan hanya jenis pekerjaan karena seringkali banyak jenis pekerjaan yang tampak sama, namun dilakukan dengan tujuan berbeda.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (21) تَرَى الظَّالِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا كَسَبُوا وَهُوَ وَاقِعٌ بِهِمْ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فِي رَوْضَاتِ الْجَنَّاتِ لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ (22)
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (42: 21)
Kamu lihat orang-orang yang zalim sangat ketakutan karena kejahatan-kejahatan yang telah mereka kerjakan, sedang siksaan menimpa mereka. Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh (berada) di dalam taman-taman surga, mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian itu adalah karunia yang besar. (42: 22)
Ayat ini menyinggung orang-orang musyrik, apakah mereka memiliki sesembahan lain selain Tuhan Yang Maha Esa, yang menurunkan kitab dan syariat, dan mereka mengikuti ajarannya ? Padahal penetapan hukum dan aturan hanya bisa dilakukan oleh Tuhan Maha Pencipta, Maha Penguasa dan Maha Bijaksana, dan selain Dia tidak ada seorangpun yang berhak menetapkan aturan.
Di dunia hari ini, segala bentuk penepatan aturan, baik di tingkat nasional maupun internasional, jika bertentangan dengan aturan Tuhan, batil dan tidak bisa diterima. Secara prinsip, hukum semacam ini menindas umat manusia, karena telah menarik tangan manusia dari tangan Tuhan, dan meletakkannya pada tangan manusia lain yang selain lalai atas kebaikan hakiki untuk manusia, juga tidak mampu menutup mata atas kepentingan pribadinya saat menetapkan aturan.
Tuhan memberikan kesempatan kepada manusia di dunia, sehingga dengan kehendaknya sendiri ia memilih jalan. Apapun yang dilakukan manusia di dunia, hasilnya akan ia dapatkan di akhirat. Penindasan dan kekufuran akan menyeret pelakunya ke neraka, tapi amal baik dan keimanan, akan menunjukkan jalan kepada manusia untuk bisa mencapai taman surga tertinggi dan terindah.
Tidak diragukan, rahmat Ilahi untuk orang-orang beriman tidak sebatas ini. Orang-orang beriman terus diliputi rahmat Ilahi, sehingga apapun yang diinginkannya akan terkabul. Pahala mereka dari semua sisi tidak terbatas, dan lebih tinggi dari apapun, mereka akan mendapatkan pahala tertinggi yaitu kedekatan dengan Allah Swt.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kehidupan manusia membutukan aturan, dan syariat, dan jika kita mengambil aturan ini dari selain Tuhan, maka kita akan menindas diri kita sendiri dan manusia yang lain.
2. Takut akan hukuman Tuhan seharusnya mencegah manusia dari perbuatan buruk di dunia, karena jika tidak, maka ia tidak akan berguna di hari kiamat.
3. Prasyarat kepatuhan pada perintah agama adalah bersabar atas keterbatasan, dan kemiskinan. Tidak diragukan, sabar atas segala keterbatasan akan terbalas di surga, karena di sana apapun yang diminta orang-orang beriman pasti terkabul.
ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ (23)
Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (42: 23)
Ayat ini pertama menekankan bahwa jika orang-orang beriman bersabar atas sebagian kesulitan dan permasalahan di dunia, demi menjaga keimanannya, maka Tuhan akan membalasnya dan memberikan surga sebagai pahala besar kepada mereka.
Selanjutnya ayat ini memerintahkan Rasulullah Saw untuk mengabarkan kepada orang-orang beriman bahwa sebagaimana nabi-nabi terdahulu, aku tidak meminta imbalan dari kalian dalam menjalankan risalah Ilahi ini, kecuali kecintaan kalian kepada keluargaku. Pada kenyataannya apa yang aku lakukan adalah tugas yang diberikan Tuhan kepadaku. Akan tetapi sepeninggalku, yang membimbing kalian adalah kecintaan pada Ahlul Bait as, jadikanlah mereka sebagai teladan hidup kalian, dan dengarkan perkataan mereka untuk membedakan hak dan batil.
Seperti dijelaskan di ayat lain, apa yang diinginkan Nabi Muhammad Saw dari kita karena telah menjalankan tugasnya, sepenuhnya menguntungkan kita sendiri, dan memuluskan jalan kita menuju Allah Swt.
Kelanjutan ayat di atas menekankan bahwa orang beriman berusaha melakukan perbuatan baik, dan kebaikan mereka sampai kepada orang lain, sehingga Allah Swt memasukkan mereka ke dalam liputan rahmat-Nya, dan menambah kebaikan amal dan mengampuni kesalahannya.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi tidak menginginkan imbalan materi dari masyarakat, tapi ketaatan mereka pada aturan Ilahi dan mengikuti para penggatinya yang saleh, yang pada dasarnya menguntungkan umat manusia sendiri, bukan Tuhan ataupun Rasul-Nya.
2. Iman disebut sempurna ketika berujung dengan kecintaan pada Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw. Kecintaan ini memiliki dua prasyarat, pertama, pengenalan terhadap Ahlul Bait, karena selama manusia tidak mengenal mereka, kecintaannya tidak bermakna, dan kedua adalah kepatuhan kepada Ahlul Bait.
3. Rahmat dan pengampunan Allah Swt tergantung pada perbuatan baik kepada sesama manusia, dan amal baik serta terpuji.
Surat al-Syura ayat 15-18
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آَمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ (15) وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ (16)
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)". (42: 15)
Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras. (42: 16)
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa agama ilahi memiliki akar yang sama. Ayat ini melanjutkan ayat-ayat sebelumnya tentang firman Allah swt kepada Rasulullah Saw mengenai dakwah agama Islam kepada orang-orang Musyrik maupun Ahlul Kitab, sebab agama ini penutup agama ilahi, dan akhir syariat-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw menyampaikan kepada masyarakat tanpa penambahan maupun pengurangan, dan tetap teguhlah di jalan ini.
Allah swt dalam firmannya kepada Rasulullah Saw memerintahkan jangan memperdulikan hawa nafsu mereka, sehingga tidak menunaikan dengan baik dakwah ini. Sebab setiap kelompok mengutamakan kepentingannya masing-masing. Maka tetaplah di jalan yang benar, dan bimbinglah masyarakat menuju jalan ilahi.
Selain itu, ayat ini juga menjelaskan mengenai dakwah Nabi Muhammad saw kepada Ahlul Kitab dari Yahudi dan Nasrani, dengan mengatakan, "Aku [Nabi Muhammad Saw] mengimani semua kitab suci yang datang dari Allah swt. Aku menerima para Nabi dan kitab suci kalian, dan sedang melanjutkan risalah mereka. Kini agama yang aku bawa merupakan gabungan, sekaligus menyempurnakan agama-agama kalian".
Sebagaimana para Nabi sebelumnya yang diutus untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat, perilaku para Nabi sendiri harus menunjukkan keadilannya. Nabi Muhammad Saw menjelaskan risalah yang dibawanya dengan memulai dari kesamaan antara ajaran Islam dan agama-agama ilahi sebelumnya.
Rasulullah Saw mengatakan, "Tuhanku dan Tuhan kalian sama. Aku akan menyampaikan argumentasi mengenai kebenaran risalah yang aku bawa untuk kalian. Semua perbuatan kita menjadi tanggungjawab kita masing-masing. Aku hanya menunaikan kewajiban untuk menyampaikan risalah ini kepada kalian. Tidak ada yang perlu dijadikan debat kusir, dan aku tidak memiliki permusuhan dengan kalian. Allah swt akan mengumpulkan kita semua pada hari Kiamat kelak, dan hakim yang akan mengadili kita satu. Lihatlah nanti, bagaimana kita akan diadili kelak?".
Kelanjutan ayat ini menyatakan, orang-orang Musyrik membantah dan memusuhi Nabi Muhammad Saw yang menyampaikan dakwahnya, bahkan mereka menghina ajaran agama Islam. Sebab, mereka melihat begitu banyak orang yang memeluk agama Islam dan meninggalkan keyakinan sebelumnya.
Penentangan orang-orang Kafir dan Musyrik terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw tidak berpijak dari argumentasi logis. Alasan yang mereka sampaikan tidak bisa diterima dan batil, yang akan menyebabkan kemurkaan Allah dan azab-Nya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita tidak boleh melalaikan aturan ilahi demi menyenangkan orang lain, sebab kita harus berkomitmen dengan prinsip yang kita yakini.
2. Bersikap teguh harus berdasarkan keyakinan yang benar dan berdasarkan prinsip yang hak, bukan berdasarkan fanatisme atau penentangan yang tidak beralasan.
3. Terwujudnya keadilan di tengah masyarakat merupakan tujuan dari semua agama. Oleh karena itu penegakkan keadilan tidak akan terwujud tanpa legitimasi.
4. Dialog dan perdebatan bisa dilakukan secara logis untuk menemukan kebenaran. Tapi setelah kebenaran ditemukan, maka perdebatan dihentikan.
اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ (17) يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ أَلَا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ لَفِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ (18)
Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat? (42: 17)
Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh. (42: 18)
Pada ayat sebelumnya, Nabi Muhammad Saw mendakwahkan agama Islam kepada orang-orang Musyrik, tapi sebagian dari mereka menentangnya. Ayat ini mengungkapkan bahwa Rasulullah Saw menyatakan, "Tuhan yang kuimani adalah Tuhan yang membimbing manusia dengan menurunkan kitab suci sebagai pedoman untuk menentukan kebenaran dan kebatilan,". Oleh karena itu, manusia tidak bisa menentukan benar dan batil berdasarkan hawa nafsunya maupun kepentingannya masing-masing, tapi sesuai dengan ukuran yang ditetapkan Allah swt dalam kitab suci-Nya.
Pada hakikatnya Allah-lah pemilik sejati kebenaran. Oleh karena itu, apa saja yang datang dari-Nya merupakan kebenaran, dan tidak ada setitikpun kebatilan di dalamnya. Demikian juga dengan alam semesta ini dan Sunatullah yang ditentukan dengan hikmah-Nya. Wahyu yang disampaikan Allah swt kepada Rasulullah Saw sebagai pedoman bagi kehidupan manusia berdasarkan kebenaran.
Sebagian dari hakikat yang disampaikan kepada masyarakat tidak bisa dirasakan oleh panca indera. Salah satu hakikat penting yang memainkan peran kunci dalam kehidupan manusia dan dijelaskan dalam Al-Quran adalah hari Kiamat. Sebab, pada hari Kiamat nanti, hak dan keadilan akan diperhitungkan dengan seadil-adilnya. Al-Quran menjelaskan hari Kiamat dengan menggunakan kalimat, "Ketahuilah bahwasanya hari kebangkitan dekat !"
Tapi sebagian orang yang tidak mempercayai hari Kiamat menertawakan keyakinan ini tanpa didukung alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Mereka mengejek Nabi Muhammad saw dengan mengatakan, "Jika engkau berkata benar, maka segerakan hari Kiamat terjadi, supaya kalian masuk surga dan kami ke neraka !".
Keimanan terhadap hari Kiamat tertanam kuat di dalam diri orang-orang yang beriman. Mereka menjaga perkataan dan perilakunya karena takut akan pertanggungjawaban di hari keamanan kelak. Menurut pandangan mereka, dunia ini adalah pembukaan bagi dunia lainnya. Sebab, tanpa itu, penciptaan manusia dan alam semesta tidak bermakna sama sekali, dan bertentangan dengan hikmah maupun keadilan ilahi.
Jelas kiranya hari Kiamat pasti akan terjadi, tapi tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan waktunya. Bahkan Rasulullah Saw sendiri tidak mengetahuinya. Meskipun rincian waktu terjadinya hari Kiamat tidak diketahui oleh siapapun, tapi bukan alasan untuk menolak keberadaannya. Sebaliknya, ketidaktahuan mengenai masalah ini justru seharusnya membuat manusia senantiasa waspada dan menjaga seluruh perkatan dan perbuatannya.
Tapi orang yang menolak hari Kiamat, setiap hari terus menyebarkan keraguan mengenai terjadinya peristiwa besar ini. Sebenarnya ia lebih merugi dibandingkan orang lain. Al-Quran menjelaskan, "Orang-orang yang menentang hari Kiamat berada dalam kesesatan yang nyata,".
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran sebagai parameter untuk menentukan benar dan batil, sebab datang dari Allah swt dan tidak ada kebatilan di dalamnya.
2. Tidak ada manusia yang mengetahui kapan hari Kiamat akan terjadi. Oleh karena itu, jangan memimpikan sesuatu yang mustahil, karena bisa saja kiamat terjadi dalam waktu dekat.
3. Salah satu tanda keimanan adalah menjaga setiap perkataan dan perbuatan kita, karena seorang mukmin senantiasa mengkhawatirkan pertanggungjawaban di akhirat kelak.
4. Salah satu perilaku para penentang dakwah Rasulullah Saw adalah menciptakan keraguan di kalangan orang-orang yang beriman dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang meragukan isi dakwah tersebut.
Surat al-Syura ayat 11-14
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (11) لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (12)
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (42: 11)
Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (42: 12)
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai posisi dan kedudukan Allah swt sebagai pelindung dan tempat bergantung sejati manusia. Tapi sebagian orang menolaknya, dan tidak bersedia menaati perintah ilahi.
Ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya yang menegaskan bahwa seluruh alam semesta ini adalah ciptaan Allah swt, dan Allah-lah yang mengatur seluruh urusannya dengan Sunatullah. Di ayat ini disebutkan beberapa contoh dari pengaturan alam semesta yang dilakukan Allah swt seperti diciptakannya manusia berpasangan, demikian juga dengan hewan.
Manusia berpasangan untuk memperoleh ketenangan dan ketentraman dalam kehidupannya. Selain itu, untuk memperoleh keturunan sebagai generasi pelanjut. Allah swt menjadikan manusia dan hewan berpasangan demi keberlanjutan kehidupan di alam semesta ini. Siapakah yang memiliki ilmu seperti ini, kecuali Allah Yang Maha Kuasa?
Tapi amat disayangkan sebagian orang tidak meyakini kekuasaan Allah sebagai pencipta alam semesta ini, sekaligus pengatur urusannya. Ada yang meyakini Allah swt sebagai pencipta alam, tapi seluruh urusan diserahkan kepada manusia, dan tidak ada intervensi Tuhan Yang Maha Kuasa di alam semesta ini.
Al-Quran mengoreksi pandangan seperti ini dengan menegaskan bahwa Allah swt sebagai pencipta alam, sekaligus pengatur seluruh urusannya, yang maha melihat, maha mendengar dan maha mengetahui. Allah mengawasi seluruh sepak terjang dan perbuatan setiap manusia. Suatu hari seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini akan menyaksikan langsung bagaimana kekuatan Allah swt tersebut. Allah swt menurunkan rezeki dan menyebarkan ke seluruh makhluk dengan caranya sendiri dan kadarnya masing-masing yang berlainan berdasarkan ilmu dan hikmahnya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu Sunatullah dari kelanjutan kehidupan di dunia adalah adanya perkawinan yang mempersatukan pasangan laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri, bukan pasangan sesama jenis yang muncul dalam sebagian masyarakat.
2. Allah swt tidak menyerupai apapun dan tidak membutuhkan yang lain. Allah swt jelas tidak seperti manusia yang membutuhkan pasangan atau memiliki keturunan maupun keperluan lainnya.
3. Allah swt tidak membiarkan ciptaannya begitu saja, tapi selalu mengawasi dan mengatur urusan makhluknya.
4. Luas maupun sempitnya rezeki di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan hal ini tidak menunjukkan murkanya. Sebab bisa jadi, banyak orang Kafir yang kaya dan Mukmin yang miskin, ataupun sebaliknya.
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (13)
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (42: 13)
Ayat ini menjelaskan mengenai prinsip kesamaan dakwah para Nabi ilahi dengan mengatakan bahwa dakwah Nabi Muhammad Saw melanjutkan risalah para Nabi sebelumnya yang menyerukan ketauhidan. Oleh karena, itu tidak ada perbedaan dalam prinsip utama dakwah para utusan Allah swt.
Para Nabi dan Rasul menyerukan taatilah agama Allah swt, dan jangan ikuti hawa nafsu. Di ayat ini, kata agama dalam bentuk tunggal, yang menunjukkan bahwa prinsip dan akar agama ilahi sama. Meskipun demikian, kesempurnaan umat manusia menyebabkan syariat yang dibawa para Nabi juga mengalami penyempurnaan sepanjang sejarah, hingga berakhir agama Islam sebagai agama terakhir Nabi ilahi.
Kebanyakan agama sebelum Islam menghadapi masalah perpecahan yang disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah kecenderungan dan intervensi dari tokoh maupun kelompok tertentu terhadap agamanya. Oleh karena itu, Al-Quran mengingatkan para penganut agama ilahi untuk mewaspadai perpecahan di kalangan penganut agama.
Selain itu, dakwah tauhid menunjukkan penentangan terhadap segala bentuk kemusyrikan. Sebab, saking dalamnya pemikiran batil dan syirik yang tertanam di dalam diri orang-orang kafir, sehingga mereka sulit untuk mendengarkan seruan tauhid.
Di ayat ini juga dijelaskan bahwa para Nabi dipilih bukan oleh masyarakat, tapi langsung oleh Allah swt. Mereka dipilih oleh Allah dengan ilmu-Nya yang maha luas dan agung untuk membimbing manusia menuju jalan kebenaran.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dakwah para Nabi berasal dari satu sumber yang sama, yaitu menegakkan agama ilahi dan menjauhi perpecahan.
2. Nabi pertama yang membawa syariat adalah Nabi Nuh as dan berakhir dengan Nabi Muhammad Saw. Islam sebagai agama terakhir menjadikan agama ini lebih sempurna dari agama-agama sebelumnya.
3. Perpecahan merupakan masalah dalam beragama dan menjadi penghalang dalam menjalankan ajaran agama dengan baik.
4. Dipilihnya para Nabi oleh Allah swt dari orang-orang terbaik dan paling layak berdasarkan ilmu-Nya yang maha luas.
وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ أُورِثُوا الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِهِمْ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مُرِيبٍ (14)
Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu. (42: 14)
Ayat sebelumnya menjelaskan bahwa para Nabi berlepas tangan dari perpecahan di kalangan agamawan, karena dakwah para Nabi berasal dari sumber yang sama. Dengan datangnya Nabi, maka umat harus menerima menerima dakwahnya, bukan justru menentang dan mengatakan bahwa kami mengikuti ajaran Nabi terdahulu atau menyebut ajaran yang dibawa baru maupun menyebut orang yang menerima ajaran Nabi baru sebagai kafir. Penolakan tersebut kebanyakan disebabkan karena kedengkian dan hawa nafsu.
Pandangan keliru ini menyebabkan di zaman sekarang ini, sebagian penganut agama seperti Kristen dan Yahudi menolak menerima agama Islam. Amat disayangkan, sejumlah pemuka agama-agama ini gencar melancarkan propaganda, terutama di media untuk menciptakan keraguan mengenai hakikat Islam dan kebenarannya. Mereka melancarkan keraguan mengenai agama Islam supaya penganut agama mereka tidak memeluk Islam.
Kelanjutan ayat ini menyebutkan,"Jika bukan karena sesuatu ketetapan yang diturunkan dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, maka pastilah mereka telah dibinasakan,". Di akhir ayat mengenai pewaris kitab langit memiliki keraguan mengenai isi kitab suci agamanya. Mereka tidak akan bisa meraih hakikat, karena sumber keraguannya adalah pengingkaran dan hawa nafsu.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Agama Allah sumbernya satu, dan penyebaba perpecahan di kalangan umat beragama disebabkan faktor kedengkian, fanatisme dan permusuhan.
2. Para pemuka agama berkewajiban untuk mempersatukan umat beragama, bukan sebaliknya menjadi pemicu perpecahan antarpenganut agama.
3. Pemberiaan waktu untuk bertaubat kepada orang-orang yang berdosa merupakan salah satu Sunatullah.
4. Keraguan jika alamiah akan menyebabkan manusia melakukan penyelidikan untuk menemukan kebenaran. Tapi apabila disebabkan prasangka dan hawa nafsu, maka manusia tidk akan sampai pada kebenaran.
Surat al-Syura ayat 7-10
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنْذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيهِ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ (7)
Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam. (42: 7)
Pada pembahasan sebelumnya telah dikaji mengenai wahyu yang disampaikan Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw dan para Nabi sebelumnya sepanjang sejarah. Ayat ini menjelaskan posisi al-Quran sebagai wahyu Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa Arab untuk peringatan kepada penduduk Mekah dan negeri sekitarnya. Oleh karena itu, prioritas dakwah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw adalah penduduk Mekah supaya mereka mendapatkan hidayah. Selanjutnya, dakwah kepada negeri-negeri sekitarnya.
Kelanjutan ayat ini mengenai peringatan tentang datangnya hari Kiamat serta adanya Surga dan Neraka sebagai balasan seluruh perbuatan manusia selama di dunia. Orang-orang yang berbuat baik selama di dunia akan mendapatkan ganjaran Surga, sedangkan sebaliknya yang melakukan perbuatan dosa dan kesesatan akan dibawa ke Neraka.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Meskipun al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, tapi tidak dikhususkan untuk orang-orang Arab saja. Sebab ayat-ayat al-Quran sendiri tidak pernah menyebutkan kalimat 'wahai orang-orang Arab', tapi mengajak manusia secara keseluruhan.
2. Seruan dakwah harus memperhatikan tingkat kebutuhan orang yang dihadapi, dan prioritasnya.
3. Salah satu kelebihan al-Quran adalah penggunaan huruf dan lafadz sebagai sarana wahyu yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw, yang tidak pernah mengelami distorsi dan penyimpangan sepanjang.
4. Tidak ada alasan logis yang bisa membantah keberadaan hari Kiamat. Oleh karena itu, kita harus berbuat baik, dan sebaliknya tidak berbuat jahat maupun kerusakan selama di dunia ini supaya selamat di akhirat kelak.
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَهُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ وَالظَّالِمُونَ مَا لَهُمْ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (8) أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ فَاللَّهُ هُوَ الْوَلِيُّ وَهُوَ يُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (9)
Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong. (42: 8)
Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (42: 9)
Di akhir ayat sebelumnya dijelaskan bahwa pada hari Kiamat nanti, manusia akan terbagi dalam dua kelompok; yang masuk ke Surga dan Neraka. Di dunia juga manusia secara umum terbagi dalam dua kelompok, yaitu orang-orang yang melakukan perbuatan baik, dan orang-orang yang berbuat jahat maupun kerusakan.
Lalu, muncul pertanyaan mengapa Allah swt tidak menjadikan seluruh manusia berbuat baik, sehingga di akhirat kelak seluruhnya masuk surga? Ayat ini memberikan jawabannya. Bisa saja Allah swt menjadikan seluruh manusia menerima dakwah para Nabi dengan cara paksa, tapi hal itu tidak dilakukan. Sebab keimanan adalah ikhtiar yang tidak bisa dipaksa, dan setiap orang memiliki kebebasan untuk memilihnya.
Berdasarkan Sunatullah, manusia memilih beriman dilakukan dengan pilihannya sendiri, bukan paksaan, sebab kesempurnaan manusia terjadi karena pilihan, bukan paksaan terhadap sesuatu yang ditentukannya sendiri.
Salah satu karunia terbesar manusia dari Allah swt adalah kebebasan yang dipergunakan untuk menyempurnakan diri dengan mengikuti ajaran ilahi. Oleh karena itu, perbedaan setiap manusia berasal dari pilihannya masing-masing. Meskipun demikian, Allah Yang Maha Adil dan Pengasih tidak akan membebani manusia di luar dari kemampuannya.
Orang yang menolak beriman kepada Allah swt dan tidak menerima aturan ilahi akan mempertanggungjawabkan perilakunya tersebut. Kelanjutan ayat ini menceritakan tentang orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung, padahal sebaik-baiknya pelindung sejati hanya Allah swt. Sebab hanya Allah yang Maha Kuasa, dan memiliki kemampuan untuk menghidupkan orang-orang yang mati. Oleh karena itu, jadikanlah Allah sebagai tempat bergantung dan pelindung sejati yang layak disembah dan ditaati.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia memiliki ikhtiar untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. Berdasarkan Sunnatullah tidak boleh ada orang yang bisa menghilangkan hak ikhtiar orang lain.
2. Orang-orang Kafir dan Musyrik sebenarnya telah menzalimi dirinya sendiri sebelum mereka menzalimi agama Allah dan para Nabi-Nya.
3. Allah swt sebagai pelindung sejati manusia, karena Dia-lah yang menentukan hidup dan mati seluruh manusia.
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ (10)
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali. (42: 10)
Tetapi amat disayangkan, sebagian orang justru memilih jalan lain dengan bertumpu pada hawa nafsunya sendiri. Padahal setiap orang memiliki kecenderungan tertentu yang ditentukan oleh kepentingan individu maupun kelompoknya masing-masing.
Salah satu tanda keimanan adalah keyakinan terhadap aturan Allah swt dalam menyelesaikan perselisihan mengenai berbagai masalah dari pemikiran, sosial, politik, ekonomi hukum dan lainnya. Dengan kata lain, menjadikan al-Quran dan Sunah Rasulullah Saw serta Ahlul Baitnya sebagai pedoman akan membimbing manusia dari kesalahan dan kesesatan.
Tentu saja berpegang teguh kepada aturan Allah swt dan Rasul-Nya memiliki konsekuensi seperti penentangan dari keluarga maupun masyarakat. Meskipun demikian, tawakal kepada Allah swt dalam menghadapi berbagai rintangan menunjukkan tanda keimanan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Selain berisi masalah keyakinan dan akhlak, agama juga menjawab seluruh kebutuhan umat manusia seperti masalah ekonomi, politik dan keluarga. Oleh karena itu, agama memberikan tuntunan hidup secara komprehensif bagi umat manusia.
2. Daripada berlindung dan bergantung kepada kekuatan yang lemah dan rapuh, lebih baik kita bertawakal kepada Allah swt ketika menghadapi masalah dan kesulitan yang menghadang.
Surat al-Syura ayat 1-6
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
حم (1) عسق (2) كَذَلِكَ يُوحِي إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ اللَّهُ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (3) لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (4)
Haa Miim. (42: 1)
'Ain Siin Qaaf. (42: 2)
Demikianlah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, mewahyukan kepada kamu dan kepada orang-orang sebelum kamu. (3)
Kepunyaan-Nya-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (42: 4)
Surat Ash-Shura sebagaimana 28 surat al-Quran lainnya dimulai dengan huruf muqathaah. Tampaknya, Allah swt di surat ini ingin menjelaskan bahwa al-Quran dimulai dari huruf yang tersusun rapih dan indah sebagai ijaz al-Quran. Meskipun tersusun dari huruf-huruf hijaiyah yang biasa dipergunakan, tapi mampu membentuk susunan yang luar biasa dan tidak ada yang bisa menandinginya.
Setelah pembuka ayat yang terdiri dari huruf-huruf muqathaah, Allah swt mewahyukan al-Quran kepada Nabi Muhammad Saw, sebagaimana sebelumnya wahyu juga disampaikan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu. Oleh karena itu, sumber wahyu satu, dan isi secara keseluruhan wahyu yang diterima para Nabi dari Allah swt juga sama. Tapi hikmah Allah swt menjadikan wahyu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan umat masing-masing.
Penjelasan ayat selanjutnya mengenai segala sesuatu yang berada di alam semesta ini adalah ciptaan Allah swt. Selain pencipta alam dan seluruh isinya, termasuk manusia, Allah swt memberikan kitab suci dan pembawa risalah-Nya sebagai petunjuk umat manusia. Oleh karena itu, sumber syariat dan alam sama, sehingga tidak ada yang perlu dipertentangkan antara aspek tasyri dan takwin.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seluruh para Nabi dan Rasul terhubung dengan sumber yang sama dalam mendapatkan wahyu. Dengan demikian, prinsip dakwah seluruhnya sama dan tidak ada perbedaan antara Nabi pertama dan terakhir.
2. Wahyu datang dari Allah yang Maha Perkasa lagi Bijaksana, dan pengamalan wahyu dalam bentuk syariah menyebabkan kemuliaan manusia.
3. Hanya Allah swt sebagai pencipta alam dan isinya yang berhak untuk mengatur kehidupan manusia melalui syariat yang dibawa para Nabi dan Rasul-Nya.
تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْ فَوْقِهِنَّ وَالْمَلَائِكَةُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَلَا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (5) وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَولِيَاءَ اللَّهُ حَفِيظٌ عَلَيْهِمْ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (6)
Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atas (karena kebesaran Tuhan) dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Penyayang. (42: 5)
Dan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allah mengawasi (perbuatan) mereka; dan kamu (ya Muhammad) bukanlah orang yang diserahi mengawasi mereka. (42: 6)
Ayat sebelumnya mengenai wahyu dari Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw yang juga telah diberikan para Nabi sebelumnya. Melanjutkan pembahasan tersebut, ayat ini menyebutkan keagungan wahyu dan kalam ilahi yang membuat langit bisa terbelah, atau gunung akan pecah jika menerima wahyu, karena takut kepada Allah swt, sebagaimana dijelaskan surat Al-Hashr ayat 21.
Para malaikat bertasbih karena Allah swt telah menyampaikan wahyu kepada Nabi. Mereka juga memuji Allah swt dan memohon ampunan kepada-Nya atas kegala kesalahan yang dilakukan umat manusia di bumi. Para Malaikat meyakini Allah Maha pengampun dan Penyayang.
Tentu saja, yang diampuni adalah dosa orang-orang yangdilakukan tidak sengaja, bukan yang melakukan dosa secara sengaja, apalagi dengan kesombongan. Oleh karena itu, ampunan ini tidak termasuk orang-orang yang sombong dan membanggakan dirinya.
Kelanjutan ayat ini mengenai sekelompok manusia yang tidak mau menaati Allah swt dan Rasul-Nya. Orang-orang Kafir maupun Musyrik tidak mau menerima seruan dakwah Rasulullah Saw. Allah swt berfirman bahwa Rasullah Saw tidak bertanggung jawab atas perilaku mereka yang mengingkari kebenaran, setelah seruan dakwah disampaikan.
Ayat ini menghibur Rasulullah Saw yang merasa sedih karena penolakan orang-orang Kafir dan Musyrik atas seruan dakwahnya. Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw mengatakan jangan bersedih, karena engkau bukan orang yang harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, tapi orang-orang Kafir dan Musyrik sendirilah yang bertanggungjawab. Sebab Allah swt memberikan kebebasan kepada manusia akan beriman ataukah kafir.
Setiap orang akan bertanggungjawab atas pilihan yang ditentukannya. Allah swt sebagai pencipta alam semesta ini mengawasi seluruh perbuatan manusia. Di akhirat kelak, mereka harus mempertanggungjwabkan setiap perbuatannya selama di dunia.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hati sebagian manusia lebih keras dari batu. Jika al-Quran diturunkan kepada langit, maka akan terbelah karena takut kepada Allah swt. Tapi manusia yang sombong dan ingkar tidak mau menerima seruan kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw.
2. Kita berdoa untuk seluruh penghuni bumi dan memohon ampunan dari Allah swt, sebagaimana dilakukan Malaikat yang mendoakan penghuni bumi.
3. Beriman kepada Allah swt berarti menolak penyembahan kepada selain-Nya.
4. Para Nabi diberi wahyu oleh Allah swt untuk membimbing manusia menuju jalan kebenaran.
Surat Fusshilat ayat 49-54
لَا يَسْأَمُ الْإِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ (49)
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (41: 49)
Manusia yang tidak beriman atau lemah imannya memiliki pandangan yang sempit dan seringkali putus harapan. Kehidupan mereka disibukkan dengan mencari harta dan menumpuknya. Mereka tidak pernah puas dalam mencari harta di dunia ini. Ketika ditimpa musibah, mereka putus asa seolah dunia akan berakhir. Namun ketika ditimpa kelapangan, mereka takabur dan sombong. Manusia seperti ini tumbuh dari lingkungan yang memuja materialism, dan segalanya diukur dengan uang maupun materi.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia secara alamiah memiliki sifat tamak dan rakus serta tidak pernah puas, sehingga ingin mendapatkan sesuatu yang menurutnya baik untuk dirinya sendiri. Tapi ajaran para Nabi dan Rasul menjadikan manusia sebagai makhluk yang sosial yang membantu orang dan tidak hanya memikirkan dirinya sendiri saja.
2. Rasa putus asa dan kebuntuan dalam hidup menunjukkan seseorang tidak beriman atau lemah imannya, sebab seorang Mukmin sejati tidak pernah putus asa.
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ (50) وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ (51)
Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya.” Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras. (41: 50)
Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa. (41: 51)
Ayat sebelumnya menjelaskan salah satu karakteristik orang yang tidak beriman atau lemah imannya, yaitu putus asa. Ayat ini melanjutkan pembahasan tersebut dengan menjelaskan orang-orang yang sombong dan takabur tidak pernah mencoba untuk menyaksikan peran Tuhan dalam kehidupannya.
Mereka mengira apa saja yang diterimanya bukan karunia dari Allah swt, tapi hasil jerih payahnya sendiri. Oleh karena itu, alih-alih bersyukur atas karunia Allah yang telah diberikan kepadanya, mereka menyatakan bahwa semua itu merupakan haknya dan tidak ada hubungan sama sekali dengan Tuhan.
Kesombongan ini menyebabkan manusia mengingkari hari akhir. Sebab, orang-orang yang mengingkari Kiamat juga dengan bangga mengatakan, "Kiamat tidak ada. Tapi jika Kiamat ada, maka kebenaran bersamaku dan kondisiku di sana akan baik-baik saja, dan menikmati ketenangan." Tapi Allah swt akan membalas perbuatan mereka hingga merasakan akibat dari kesombongannya di dunia pada hari Kiamat kelak.
Kelanjutan ayat ini menerangkan tentang orang-orang yang tidak beriman dengan menceritakan kehidupan mereka ketika berada dalam kelapangan hidup dengan melupakan Tuhan. Orang-orang yang takabur meyakini tidak ada peran Tuhan sama sekali dalam kehidupannya.Tapi ketika musibah dan malapetaka menimpanya, mereka memohon pertolongan dari Allah swt dan terus-menerus berdoa memohon diselesaikan masalah yang menimpanya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang yang tidak beriman dan tersesat cenderung memiliki sifat sombong. Ketika mereka berada dalam kelapangan hidup bersikap sombong dan tidak mau mensyukuri karunia Allah swt yang dilimpahkan kepadanya. Dia hanya melihat apa yang dianugerahkan oleh Allah tersebut sebagai hasil dari jerih payahnya saja.
2. Karunia ilahi diturunkan karena kasih sayang Allah swt kepada makhluk-Nya, bukan karena kelayakan atau kekhususan orang yang menerimanya. Sebab Tuhan tidak pernah berhutang kepada kita, tapi sebaliknya kitalah yang berutang kepada Allah swt. Oleh karena itu semua nikmat yang telah dianugerahkan harus selalu disyukuri.
3. Kekuatan, kekuasaan maupun kekayaan dan berbagai fasilitas dunia lainnya bukan ukuran yang menentukan manusia dekat dengan Allah swt. Oleh karena itu, ketika diakhirat kelak mereka jangan berharap memiliki kondisi yang sama ketika hidup di dunia.
4. Berhati-hatilah dalam kehidupan ini. Ketika berada dalam kelapangan hidup jangan takabur dan melupakan bersyukur kepada Allah swt, Jangan sampai nikmat berubah menjadi malapetaka bagi kita sendiri.
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كَانَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ثُمَّ كَفَرْتُمْ بِهِ مَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ هُوَ فِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (52) سَنُرِيهِمْ آَيَاتِنَا فِي الْآَفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (53) أَلَا إِنَّهُمْ فِي مِرْيَةٍ مِنْ لِقَاءِ رَبِّهِمْ أَلَا إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطٌ (54)
Katakanlah, “Bagaimana pendapatmu jika (Al Quran) itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya. Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh?” (41: 52)
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (41: 53)
Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu. (41: 54)
Melanjutkan ayat sebelumnya mengenai orang-orang Musyrik dan Kafir, ayat ini menjelaskan mengenai penentangan mereka terhadap al-Quran yang datang dari Allah swt. Jika kitab suci ini benar datang dari Tuhan, dan isinya mengenai surga dan neraka benar adanya, maka apa yang akan kalian lakukan ? Oleh karena itu, sadarlah dan jangan fanatik buta mengikuti tradisi salah nenek moyang mereka yang jauh dari jalan kebenaran.
Kemudian ayat selanjutnya menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Allah swt di alam semesta ini dan dalam diri manusia sendiri mengenai kebenaran Al-Quran. Jika masih ragu dengan kitab suci Al-Quran, apakah kalian juga masih ragu dengan kitab alam semesta ini yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta.
Ayat ilahi di alam dari matahari hingga bulan dan bintang dengan susunan yang sangat teratur, juga benda dan makhluk hidup dari tumbuhan hingga hewan dengan berbagai kelebihan dan keunikannya masing-masing, hingga kini masih menjadi rahasia yang belum terungkap seluruhnya oleh para ilmuwan dunia.
Ayat ilahi juga berada dalam diri manusia dengan susunan badan yang begitu kompeks tapi teratur dan tersusun rapi; dari sistem pernapasan, pencernaan, jantung hingga otak yang menakjubkan seperti buku hidup yang menunjukkan kemahaagungan penciptanya. Semakin tinggi ilmu pengetahuan menggali kekayaan alam ini, semakin terkuat keajaiban di dalamnya yang menunjukkan kekuasaan Allah swt sebagai Sang Maha Pencipta.
Tapi amat disayangkan, orang-orang yang takabur meragukan adanya awal penciptaan alam dan akhirnya. Keraguan mereka tidak alamiah, karena bukan berpijak dari penyelidikan, tapi karena prasangka buruk dan kesombongannya. Mereka berbuat sesukanya di dunia dengan melakukan perbuatan buruk dan tercela karena lupa akan bertemu dengan Tuhannya pada hari Kiamat kelak. Tapi ketahuilah bahwa Allah swt mengetahui seluruh perkara, dan semua perbuatan manusia selama di dunia akan dipertanggungjawabkan di pengadilan akhirat nanti.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia yang berakal, jika mempertimbangkan kerugian maupun ancaman besar yang akan menimpanya, maka akan berhati-hati dan menjauhi kemungkinan yang terburuk. Oleh karena itu, kemungkinan adanya Kiamat secara logis akan menjadikan manusia menjaga perbuatannya di dunia supaya terhindar dari dosa dan kesesatan.
2. Seluruh alam semesta sebagai pelajaran mengenai ketuhanan dari kehidupan manusia hingga keberadaan makhluk lain seperti tumbuhan dan hewan, juga tata surya dari matahari hingga bulan dan bintang yang bersinar di angkasa malam hari.
3. Keimanan terhadap awal dan akhir penciptaan alam semesta serta akhirat tidak bisa dipisahkan. Sebab awal dan akhir dunia diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa.
Surat Fusshilat ayat 45-48
وَلَقَدْ آَتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ فَاخْتُلِفَ فِيهِ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مُرِيبٍ (45)
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Taurat lalu diperselisihkan tentang Taurat itu. Kalau tidak ada keputusan yang telah terdahulu dari Rabb-mu, tentulah orang-orang kafir itu sudah dibinasakan. Dan Sesungguhnya mereka terhadap Al Quran benar-benar dalam keragu-raguan yang membingungkan. (41: 45)
Pada pembahasan sebelumnya, orang-orang Musyrik Mekah menolak al-Quran sebagai mukjizat dengan mengatakan,"Karena Al-Quran-mu berbahasa Arab, maka bukan mukjizat. Jika bisa datangkan kitab dengan bahasa lain sebagai mukjizat,".
Menanggapi pernyataan mereka, Rasulullah Saw bersabda, "Pada masa Nabi Musa, kaum Bani Israel menyampaikan alasan serupa yang mempersoalkan kebenaran kitab Taurat. Tapi Allah swt tidak segera mengazab mereka, karena ketergesa-gesaan dalam memberikan hukuman tidak sesuai dengan rahmat-Nya. Jika bukan karena Rahmat Allah swt, maka orang-orang Kafir di dunia ini akan segera diazab.
Keraguan orang-orang Musyrik yang dijelaskan dalam al-Quran bukan keraguan yang bersifat alamiah karena penyelidikan untuk mencari kebenaran.Tapi keraguan yang dilandasi prasangka buruk. Mereka setiap hari memberikan alasan bermacam-macam untuk menentang seruan dakwah para Nabi dan Rasul, serta menghalangi orang lain beriman.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Rahmat ilahi memberikan kesempatan kepada orang-orang yang berdosa dan Kafir untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Jika tidak, maka siapapun yang melakukan dosa maupun kesesatan, maka akan segera diazab dan berakhir usianya.
2. Keraguan adalah jalan menuju hakikat. Keraguan sebagai pintu pembuka untuk menyingkap kebenaran, bukan sebagai alat untuk menolak kebenaran dan prasangka buruk.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ (46)
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya. (41: 46)
Melanjutkan ayat sebelumnya mengenai Sunatullah tentang orang-orang Kafir, ayat ini juga menyinggung hukum universal mengenai perbuatan manusia bahwa siapapun yang melakukan perbuatan baik, maka manfaatnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Sebaliknya, perbuatan buruk juga akan kembali kepada orang yang melakukannya. Dengan kata lain, pahala dan hukuman disesuaikan dengan perbuatannya masing-masing. Sebab, Allah swt tidak pernah zalim kepada hambanya.
Selain itu, sistem ganjaran dan hukuman dalam tatanan masyarakat di dunia disesuaikan dengan kesepakatan dan perjanjian yang dicapai pihak tertentu. Tapi ganjaran dan hukuman ilahi bukan jenis kesepakatan, namun berdasarkan hubungan antara amal dan balasannya dengan ukuran yang seadil-adilnya.
Sebagai contoh, jika seseorang secara sadar mengkonsumsi makanan yang rusak atau beracun, maka ia akan menderita penyakit tertentu dan merasakan akibat tindakannya tersebut. Rasa sakit tersebut tentu saja hanya dialami oleh pelakunya saja, bukan orang lain yang tidak melakukannya.
Dosa dan kufur seperti makanan beracun yang merusak mental dan spiritual manusia. Dampaknya di dunia ini dalam berbagai bentuk yang dialami oleh pelakunya. Di akhirat kelak, mereka juga akan menghadapi siksaan neraka jahanan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika kita memiliki ikhtiar untuk melakukan sebuah perbuatan, maka perbuatan tersebut dan dampaknya hanya kita yang merasakan serta mempertanggungjawabkanya sendiri.
2. Ketika musibah dan peristiwa yang tidak menyenangkan menimpa kita, maka kita tidak bisa menyalahkan Tuhan, sebab musibah tersebut buah dari perbuatan kita sendiri dan Tuhan tidak pernah zalim kepada hambanya.
إِلَيْهِ يُرَدُّ عِلْمُ السَّاعَةِ وَمَا تَخْرُجُ مِنْ ثَمَرَاتٍ مِنْ أَكْمَامِهَا وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِ وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ أَيْنَ شُرَكَائِي قَالُوا آَذَنَّاكَ مَا مِنَّا مِنْ شَهِيدٍ (47) وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَدْعُونَ مِنْ قَبْلُ وَظَنُّوا مَا لَهُمْ مِنْ مَحِيصٍ (48)
Kepada-Nya-lah dikembalikan pengetahuan tentang hari Kiamat. Dan tidak ada buah-buahan keluar dari kelopaknya dan tidak seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Pada hari Tuhan memanggil mereka, “Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu?”, mereka menjawab, “Kami nyatakan kepada Engkau bahwa tidak ada seorangpun di antara kami yang memberi kesaksian (bahwa Engkau punya sekutu).” (41: 47)
Dan hilang lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka sembah dahulu, dan mereka yakin bahwa tidak ada bagi mereka satu jalan keluarpun. (41: 48)
Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa Allah swt memberikan ganjaran dan hukuman sesuai perbuatan yang dilakukan manusia sendiri, sebab Allah swt tidak pernah zalim terhadap hambanya.
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan waktunya terjadi Kiamat, karena yang mengetahuinya hanya Allah swt. Meskipun Allah swt mengabarkan berita tentang Kiamat kepada utusan-Nya yang diteruskan kepada umat manusia, tapi rahasia kepastian terjadinya masih tertutup dan tidak ada seorangpun yang tahu.
Kelanjutan ayat menjelaskan bahwa tidak hanya rahasia Kiamat yang masih jadi misteri, tapi kematian kitapun masih jadi rahasia yang hanya diketahui oleh Allah swt. Ilmu Allah swt meliputi semua rahasia yang ada di alam semesta ini, dari pohon yang akan berbuah, perempuan yang akan melahirkan dan lainnya, hingga akhir kehidupan ini, serta terjadinya Kiamat.
Ayat di atas juga menjelaskan mengenai orang-orang Musyrik yang mengingkari Kiamat dan nasib mereka ketika hari Kiamat tiba. Di pengadilan Kiamat mereka ditanya, "Sesuatu yang dijadikan sekutu Tuhan olehmu di mana sekarang, mengapa tidak bisa menyelamatkanmu?". Mereka menjawab,"Kami tidak memiliki bukti atas perbuatan ini. Hari ini kami paham apa yang telah kami katakan sepenuhnya keliru dan batil,". Mereka menangis dan menyesali perbuatannya yang menjadikan sekutu bagi Allah swt, dan yang dijadikan sandarannya itu tidak bisa membantunya sama sekali. Ketika itu, mereka tahu bahwa tidak ada yang bisa dijadikan sandaran kecuali Allah swt.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tidak diketahuinya waktu terjadi Kiamat bukan alasan untuk menolaknya. Sebab dalam kehidupan ini kita sendiri tidak mengetahui banyak hal, padahal peristiwa itu pasti terjadi seperti datangnya kematian.
2. Ilmu Allah swt tidak hanya berkaitan dengan keseluruhan alam semesta saja, tapi juga menjangkau hal-hal yang paling partikular, karena tidak ada yang tersembunyi sama sekali bagi Allah swt.
3. Jangan melakukan perbuatan di dunia yang tidak akan membantu kita di akhirat kelak. Orang-orang Musyrik di Akhirat tidak berdaya dan sembahannya selama di dunia yang dijadikan sebagai sekutu Allah swt oleh mereka tidak bisa berbuata apa-apa untuk membantuknya.
4. Pada hari Kiamat, kebenaran akan tampak jelas. Ketika itu terbukti kebatilan semua berhala yang disembah dan dijadikan sandaran oleh orang-orang Musyrik.