کمالوندی

کمالوندی

Minggu, 20 Juni 2021 19:19

Islam dan Gaya Hidup (32)

 

Salah satu etika komunikasi adalah penggunaan kata-kata yang sopan dan juga penyampaian dengan baik. Kita semua tahu bahwa karakter dan kondisi emosional manusia memiliki pengaruh langsung pada perilaku dan gaya bicaranya.

Kita dapat memahami tingkat pertumbuhan kepribadian seseorang dari ucapan baik yang keluar dari lisannya dan kesantunannya dalam menyampaikan pesan. Pertumbuhan dan keluhuran kepribadian dengan sendirinya menjadi faktor untuk memelihara norma dan nilai-nilai sosial termasuk etika berbicara.

Individu yang memiliki etika dan kepribadian luhur tidak akan pernah bersedia mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai dengan karakternya, meski ia berada dalam kondisi sulit sekalipun. Etika berbicara sangat penting kedudukannya sehingga ajaran Islam memberikan banyak anjuran praktis untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lidah anak kecil untuk berbicara
Salah satu etika berbicara dalam Islam adalah memulai pembicaraan dengan ucapan salam. Dengan kata lain, kita memuliakan dan menghormati lawan bicara sebelum membuka pembicaraan. Kita mengawalinya dengan cara memberi salam sejahtera untuk lawan bicara.

Membuka pembicaraan dengan ucapan salam memiliki arti bahwa pembicara membawa misi persahabatan dan kasih sayang serta kecintaan kepada pendengar. Ia ingin membangkitkan emosi dan perasaan pendengar serta menarik kepercayaannya. Pada akhirnya, audien mendengar baik-baik materi pembicaraan yang ingin disampaikan oleh pembicara.

Mengingat tujuan pembicara adalah ingin menyampaikan pesan kepada audien, maka ia – sebagai langkah pertama – harus menarik konsentrasi dan perhatian pendengar sehingga seluruh fokusnya tertuju ke arahnya. Memberi ucapan salam merupakan cara ideal untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Ini adalah metode yang dipakai oleh malaikat ketika menyapa para nabi as, seperti disinggung dalam surat Hud ayat 69 dan Hijr ayat 52. Pengaruh ucapan salam sangat besar dalam membangun komunikasi dengan masyarakat sehingga Allah Swt dalam surat al-An’am ayat 54, memerintahkan Rasul Saw untuk menggunakan metode ini. “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah; ‘Salaamun alaikum.’”

Menyebut nama Allah Swt di awal pembicaraan, merupakan sebuah tradisi mulia yang bisa ditemukan dalam al-Quran, sabda Nabi Saw dan juga perkataan Ahlul Bait as. Tradisi baik ini selain memberikan nuansa sakralitas, juga dapat mengundang perhatian dan fokus para pendengar.

Menyebut nama Allah Swt akan menambah nilai dan keberkahan pembicaraan kita dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi. Tentu saja, kita tidak perlu menerapkan metode ini dalam kasus-kasus seperti, percakapan harian yang dilakukan berulang kali atau dalam memulai setiap komunikasi harian.

Poin lain etika berbicara adalah sikap proporsional dan menjaga keseimbangan. Sikap seimbang membuat pembicara terhindar dari kesalahan dalam menyampaikan materi dan pendengar juga tidak jenuh karena menyimak pembicaraan yang panjang.

Imam Ali as berkata, “Sebaik-baiknya perkataan adalah yang tidak melelahkan dan juga tidak terlalu sedikit.” Pada kesempatan lain, beliau juga berkata, “Banyak bicara membuat orang bijak terperosok dalam kesalahan dan menjadikan orang-orang yang sabar lelah.” (Ghurar al-Hikam, juz 2, hal 241)

Etika lain komunikasi adalah berbicara dengan rasional dan berpikir sebelum menggerakkan lisan. Dengan kata lain, kajian menyeluruh sebelum mulai berbicara akan mencegah potensi terjadinya kesalahan dan kekeliruan. Pada dasarnya, orang bijak berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara, sementara orang bodoh bersua dahulu dan kemudian baru berpikir.

Ucapan yang tidak terukur kadang akan menciptakan masalah besar bagi pembicara. Etika komunikasi juga melarang seseorang untuk menghina dan melecehkan pihak lain melalui ucapannya. Menghina dan mengubar aib orang lain akan memperluas ruang permusuhan di tengah masyarakat dan mengurangi semangat persaudaraan dan gotong royong.

Allah Swt mengajarkan kaum Muslim dengan seperangkat etika pada saat  memerintahkan Rasulullah Saw untuk membentuk Madinah Fadhilah. Ayat 11 surat al-Hujurat berkata, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Etika komunikasi dalam Islam juga melarang kita bergunjing (ghibah) yaitu, membicarakan keburukan orang lain di belakangnya. Al-Quran secara tegas memerangi kebiasaan buruk era Jahiliyah yang sampai sekarang masih ditemukan di tengah kaum Muslim.

Kitab suci ini menganggap ghibah seperti memakan bangkai saudara kita sendiri dan ayat 12 surat al-Hujurat berbunyi, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Akar ghibah adalah mencari-cari keburukan orang lain. Untuk itu, al-Quran pertama melarang perbuatan buruk tersebut dan kemudian melarang ghibah. Mencari-cari aib orang lain merupakan sebuah pekerjaan yang sangat buruk di mana membuat individu saling curiga terhadap sesama. Dalam gaya hidup Islami, menjauhi keburukan ini akan memunculkan keramahan dan persahabatan di tengah masyarakat.

Perlu diingat bahwa dalam etika Islam setiap perkataan ada tempatnya. Ada banyak ucapan dan omongan yang tidak boleh disampaikan di banyak tempat pula. Sebuah tamsil berbunyi, “Anak Adam hanya butuh waktu dua tahun untuk bisa berbicara, tapi mereka perlu waktu 30 tahun untuk belajar bagaimana dan dimana harus berbicara.” Kita harus menerima fakta ini bahwa siapa saja yang berbicara tidak pada tempat dan momen yang tepat, ia sama seperti ayam jantan yang telah lupa dengan waktu sahar dan akhirnya berkokok di siang hari yang membuat orang-orang terganggu.

Etika lain komunikasi adalah mengeluarkan ucapan yang bisa dimengerti. Seorang pembicara harus menyampaikan perkataannya dalam batas yang bisa dipahami oleh para pendengar. Imam Ali as berkata, “Sebaik-baiknya perkataan adalah ucapan yang tidak ditolak keluar oleh telinga dan juga tidak menyiksa orang yang berakal dalam memahaminya.” (Ghurar al-Hikam, juz 2)

Pembicara juga harus mengemasnya dengan baik dan menarik sehingga ucapannya berpengaruh besar pada diri audien. Perkataan seperti ini bisa menciptakan kredibilitas dan kepribadian bagi diri pembicara. Sebaliknya meski pembicara punya banyak pengetahuan, tapi tidak mampu mengemas dan menyampaikannya dengan baik, maka ia akan membuat para audien jenuh.

Profesor John J. B. Morgan dalam bukunya “Debrett's New Guide to Etiquette and Modern Manners” menulis, “Saat kita berkomunikasi dengan seseorang dan kita justru menyaksikannya fokus ke tempat lain, kita harus segera memahami poin ini bahwa kita tidak mampu menariknya ke arah kita. Ada jarak yang sangat jauh antara tema pembicaraan kita dengan perkara yang disukai oleh dia.”

Berbicara dengan lembut juga termasuk salah satu etika komunikasi dalam ajaran Islam, di mana ia berperan dalam mendidik masyarakat. Cara ini bahkan wajib dipakai untuk menghadapi orang-orang yang paling kejam sekalipun. Ketika Allah Swt memerintahkan Nabi Musa dan Harun as untuk bertemu Fir’aun, Dia berfirman, “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (Surat Taha, ayat 44)

Dari sisi lain jika kita berbicara dengan kata-kata kasar dan nada tinggi, sikap ini selain tidak beretika juga menyiksa telinga para pendengar dan membuat mereka berpaling dari kita. Imam Ali as dalam sebuah nasehatnya berkata, “Biasakanlah lisan kalian untuk berbicara dengan lembut dan mengucapkan salam sehingga memperbanyak jumlah sahabatmu dan mengurangi jumlah musuhmu.” Pada kesempatan lain, beliau juga berkata, “Cara orang-orang saleh adalah bertutur dengan lembut dan menyampaikan salam.” (Ghurar al-Hikam, hal 343 dan 377).

Minggu, 20 Juni 2021 19:18

Islam dan Gaya Hidup (31)

 

Interaksi pertama manusia antar sesama diawali dengan kontak face to face dan interaksi kedua mereka dilanjutkan dengan hubungan komunikasi. Kata dan kalimat merupakan sarana untuk membangun komunikasi antar sesama. Salah satu nikmat besar Allah Swt kepada manusia adalah bahasa dan kemampuan berbicara.

Tanpa karunia ini, manusia tidak mampu menjalin komunikasi dengan orang lain serta mentransfer informasi dan pengetahuannya. Kemampuan berbicara membuat manusia dengan mudah membangun kontak dengan pihak lain serta menularkan ilmu dan perasaannya.

Pelbagai bahasa dunia
Gaya komunikasi setiap individu mencerminkan kepribadian dirinya. Untuk itu, dalam Islam ditemukan banyak materi yang membahas tentang etika komunikasi. Dari ajaran Islam dapat kita pahami bahwa etika berbicara di agama ini terletak pada pemilihan kata yang baik, cara penyampaian yang santun, dan memiliki muatan yang terpuji.

Dengan kata lain, dalam logika Islam manusia harus menyampaikan ucapan yang baik dengan baik pula. Jelas ada perbedaan tipis antara dua konteks tersebut; ucapan yang baik berhubungan dengan konten pembicaraan, sementara berbicara dengan baik berkaitan dengan metode penyampaian.

Konten pembicaraan bersumber dari ilmu dan kebijaksanaan pembicara, sementara etika berkomunikasi mengindikasikan kesantunannya. Berkenaan dengan etika, kita harus memilih kalimat dan kata-kata yang baik dan terpuji. Sebab dalam ilmu linguistik, kalimat mengandung muatan positif atau negatif dan bahkan netral. Seni berbicara terletak pada keindahan kata dan kemampuan menggunakan kalimat yang efektif serta memiliki gaya yang menarik dan sopan. Semua orang kurang lebih ingin menguasai keahlian ini.

Hubungan komunikasi merupakan bagian penting dari interaksi antar sesama individu. Akan tetapi, hanya sedikit orang yang memiliki keahlian untuk melakukan sebuah komunikasi yang baik. Karena, seni komunikasi dan metode penyampaian merupakan keahlian yang harus dipelajari. Jika tidak menguasainya, maka hubungan akan berlangsung hampa, tidak efektif, atau bahkan menciptakan gesekan di antara berbagai komunitas mulai dari lingkungan keluarga hingga ke level masyarakat.

Interaksi antar sesama manusia lebih dominan terjadi melalui sarana komunikasi dan bahasa. Oleh karena itu, al-Quran menyeru kaum Muslim untuk berbicara dengan baik dan sopan. Dalam surat al-Baqarah ayat 83, Allah Swt berfirman, “… Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia….”

Berucap yang baik
Berpikir sebelum berbicara merupakan sebuah tema yang sangat ditekankan dalam Islam. Sebuah ucapan keliru bisa saja menciptakan masalah yang sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu, manusia yang bijak tentu saja akan berpikir terlebih dahulu sebelum menggerakkan lisannya, mereka memperhitungkan konsekuensi dan dampak yang mungkin akan muncul.

Selanjutnya jika dirasa perlu, mereka akan berbicara dengan ucapan yang bijak dan bahasa yang sopan. Imam Ali as berkata, “Orang beriman ketika ingin menyampaikan sesuatu, ia akan berpikir tentang kebaikan di dalamnya. Jika itu baik, ia akan mengutarakannya dan jika itu buruk, ia akan menyembunyikannya.”

Komunikasi bertujuan untuk memberi pemahaman dan kesepahaman tentang sesuatu dalam kehidupan sosial. Di tengah komunitas yang lebih kompleks dan hubungan yang lebih rumit, maka sangat penting untuk berkomunikasi dengan cara yang lebih baik dan juga memperhatikan etika.

Untuk itu, keahlian tersebut menjadi faktor untuk mengantarkan seseorang pada maksudnya dengan lebih cepat. Komunikasi mencakup bagian besar dari volume hubungan bahkan di zaman yang disebut era komunikasi ini dan setiap harinya dipasarkan perangkat baru untuk menyampaikan pesan dan suara manusia kepada pihak lain.

Komunikasi mencerminkan emosional, karakter, budaya, dan kompleksitas pikiran manusia. Dalam dimensi yang lebih luas, ia merefleksikan budaya dan peradaban masyarakat. Poin yang perlu diingat dalam hal ini adalah bahwa mengontrol lisan dan metode komunikasi berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan kematangan pikiran seseorang.

Oleh karena itu, kita senantiasa diminta untuk mengendalikan tali kekang lisan kita dan berbicara seperlunya. Imam Ali as berkata, “Barang siapa yang menjaga lisannya, maka Allah akan menutup aibnya.”

ilustrasi menjaga lisan
Kita di tengah kehidupan sosial, keluarga dan bahkan di tengah masyarakat yang lebih luas, mungkin pernah menyaksikan dampak-dampak positif mengontrol lisan dan bahaya-bahaya melepas kekangannya. Membiarkan lisan tanpa kendali akan membawa banyak mudharat.

Oleh sebab itu, Islam menekankan sikap diam kecuali sedikit berbicara, bijak, dan untuk perkara yang benar. Menjaga etika dan menghormati audien, adalah syarat pertama untuk membangun komunikasi yang efektif dan menyampaikan pesan.

Sikap menghina, melecehkan, dan tidak sopan akan melahirkan kondisi psikologis tertentu pada diri audien dan membuat mereka menolak ucapan kita dan bahkan bisa menciptakan kebencian. Jadi, menjaga etika dan kesopanan sangat penting meski lawan bicara kita tidak berkomitmen dengan nilai-nilai itu.

Al-Quran memperkenalkan Nabi Ibrahim as sebagai teladan dalam berkomunikasi dengan rasional dan sopan. Ketika Nabi Ibrahim as menghadapi sikap tidak sopan pamannya, Azar dan mendengar kata-kata ancaman, ia tetap menjaga kesantunan dan berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS, Maryam, ayat 47)

Ucapan yang baik secara efektif mempengaruhi audien dan tentu saja ia memiliki parameter dan unsur tertentu. Di antara unsur pentingnya adalah fasih dan lancar dalam menyampaikan maksud, menjaga etika komunikasi, menghindari ungkapan yang tidak pantas, dan bersikap lembut dan tegas dalam menjelaskan sesuatu. Perkataan yang lembut dan penuh kasih sayang, sama seperti alunan musik merdu yang menyejukkan hati, karena di situ pembicara memanfaatkan emosi dan perasaan para audien untuk mempengaruhi mereka.

Allah Swt memerintahkan Musa dan Harun as untuk menggunakan kata-kata yang lembut ketika menghadapi Fir’aun dengan harapan ia menerima kebenaran. Al-Quran menganggap rahasia kesuksesan Rasulullah Saw dalam menarik orang-orang dikarenakan kasih sayang beliau, di mana kasih sayang ini tampak jelas dalam ucapan dan perilaku Rasul. Meski demikian, kelembutan dalam berbicara akan berguna jika dibarengi dengan argumentasi-argumentasi yang rasional, sebab kelembutan berbicara adalah sarana untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang lebih baik.

Sirah Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya, menunjukkan bahwa mereka senantiasa memperhatikan etika dan menghormati masyarakat dalam menjelaskan kebenaran dan membimbing umat manusia. Meneladani pribadi-pribadi agung itu bisa membantu kita untuk memiliki sebuah gaya hidup yang terpuji.

Dalam sejarah disebutkan, Rasul Saw selalu yang pertama dalam mengucapkan salam kepada masyarakat, jika ingin berbicara dengan seseorang, beliau akan menengok dengan menghadapkan seluruh tubuhnya dan selalu berbicara dengan wajah tersenyum dan ramah.

Tidak perlu berbicara keras
Jika seseorang keliru dalam ucapannya, Rasul Saw tidak marah. Beliau memenuhi kebutuhan orang-orang miskin dan jika tidak memungkinkan, beliau memberi pengertian kepada mereka dengan bahasa yang lembut. Rasul Saw sedikit berbicara dan tidak memotong pembicaraan orang lain, beliau tidak mencela orang lain, dan mendengar dengan baik keluhan masyarakat. Rasul Saw telah mendidik para sahabatnya dengan baik sehingga setiap kali beliau berbicara, mereka menyimak sabda beliau dengan seksama, dan setiap kali beliau menyelesaikan pembicaraannya, para sahabat akan bertanya secara bergiliran tanpa saling berebut.

Perkataan Rasul Saw sarat dengan makna, indah, dan penuh pertimbangan. Tidak ada tempat untuk melebih-lebihkan atau mengurangi isi pembicaraannya. Beliau meninggalkan ucapan yang sia-sia dan berbicara dengan teratur dan lembut. Rasul Saw sangat fasih dalam berucap dan jujur. Dalam menyampaikan sesuatu, beliau memperhatikan tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat. Gaya bicara beliau sangat menarik dan mengesankan. Rasul Saw berbicara dengan nada yang rendah dan tidak menyakiti orang lain dengan lisannya.

Minggu, 20 Juni 2021 19:18

Islam dan Gaya Hidup (31)

 

Interaksi pertama manusia antar sesama diawali dengan kontak face to face dan interaksi kedua mereka dilanjutkan dengan hubungan komunikasi. Kata dan kalimat merupakan sarana untuk membangun komunikasi antar sesama. Salah satu nikmat besar Allah Swt kepada manusia adalah bahasa dan kemampuan berbicara.

Tanpa karunia ini, manusia tidak mampu menjalin komunikasi dengan orang lain serta mentransfer informasi dan pengetahuannya. Kemampuan berbicara membuat manusia dengan mudah membangun kontak dengan pihak lain serta menularkan ilmu dan perasaannya.

Pelbagai bahasa dunia
Gaya komunikasi setiap individu mencerminkan kepribadian dirinya. Untuk itu, dalam Islam ditemukan banyak materi yang membahas tentang etika komunikasi. Dari ajaran Islam dapat kita pahami bahwa etika berbicara di agama ini terletak pada pemilihan kata yang baik, cara penyampaian yang santun, dan memiliki muatan yang terpuji.

Dengan kata lain, dalam logika Islam manusia harus menyampaikan ucapan yang baik dengan baik pula. Jelas ada perbedaan tipis antara dua konteks tersebut; ucapan yang baik berhubungan dengan konten pembicaraan, sementara berbicara dengan baik berkaitan dengan metode penyampaian.

Konten pembicaraan bersumber dari ilmu dan kebijaksanaan pembicara, sementara etika berkomunikasi mengindikasikan kesantunannya. Berkenaan dengan etika, kita harus memilih kalimat dan kata-kata yang baik dan terpuji. Sebab dalam ilmu linguistik, kalimat mengandung muatan positif atau negatif dan bahkan netral. Seni berbicara terletak pada keindahan kata dan kemampuan menggunakan kalimat yang efektif serta memiliki gaya yang menarik dan sopan. Semua orang kurang lebih ingin menguasai keahlian ini.

Hubungan komunikasi merupakan bagian penting dari interaksi antar sesama individu. Akan tetapi, hanya sedikit orang yang memiliki keahlian untuk melakukan sebuah komunikasi yang baik. Karena, seni komunikasi dan metode penyampaian merupakan keahlian yang harus dipelajari. Jika tidak menguasainya, maka hubungan akan berlangsung hampa, tidak efektif, atau bahkan menciptakan gesekan di antara berbagai komunitas mulai dari lingkungan keluarga hingga ke level masyarakat.

Interaksi antar sesama manusia lebih dominan terjadi melalui sarana komunikasi dan bahasa. Oleh karena itu, al-Quran menyeru kaum Muslim untuk berbicara dengan baik dan sopan. Dalam surat al-Baqarah ayat 83, Allah Swt berfirman, “… Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia….”

Berucap yang baik
Berpikir sebelum berbicara merupakan sebuah tema yang sangat ditekankan dalam Islam. Sebuah ucapan keliru bisa saja menciptakan masalah yang sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu, manusia yang bijak tentu saja akan berpikir terlebih dahulu sebelum menggerakkan lisannya, mereka memperhitungkan konsekuensi dan dampak yang mungkin akan muncul.

Selanjutnya jika dirasa perlu, mereka akan berbicara dengan ucapan yang bijak dan bahasa yang sopan. Imam Ali as berkata, “Orang beriman ketika ingin menyampaikan sesuatu, ia akan berpikir tentang kebaikan di dalamnya. Jika itu baik, ia akan mengutarakannya dan jika itu buruk, ia akan menyembunyikannya.”

Komunikasi bertujuan untuk memberi pemahaman dan kesepahaman tentang sesuatu dalam kehidupan sosial. Di tengah komunitas yang lebih kompleks dan hubungan yang lebih rumit, maka sangat penting untuk berkomunikasi dengan cara yang lebih baik dan juga memperhatikan etika.

Untuk itu, keahlian tersebut menjadi faktor untuk mengantarkan seseorang pada maksudnya dengan lebih cepat. Komunikasi mencakup bagian besar dari volume hubungan bahkan di zaman yang disebut era komunikasi ini dan setiap harinya dipasarkan perangkat baru untuk menyampaikan pesan dan suara manusia kepada pihak lain.

Komunikasi mencerminkan emosional, karakter, budaya, dan kompleksitas pikiran manusia. Dalam dimensi yang lebih luas, ia merefleksikan budaya dan peradaban masyarakat. Poin yang perlu diingat dalam hal ini adalah bahwa mengontrol lisan dan metode komunikasi berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan kematangan pikiran seseorang.

Oleh karena itu, kita senantiasa diminta untuk mengendalikan tali kekang lisan kita dan berbicara seperlunya. Imam Ali as berkata, “Barang siapa yang menjaga lisannya, maka Allah akan menutup aibnya.”

ilustrasi menjaga lisan
Kita di tengah kehidupan sosial, keluarga dan bahkan di tengah masyarakat yang lebih luas, mungkin pernah menyaksikan dampak-dampak positif mengontrol lisan dan bahaya-bahaya melepas kekangannya. Membiarkan lisan tanpa kendali akan membawa banyak mudharat.

Oleh sebab itu, Islam menekankan sikap diam kecuali sedikit berbicara, bijak, dan untuk perkara yang benar. Menjaga etika dan menghormati audien, adalah syarat pertama untuk membangun komunikasi yang efektif dan menyampaikan pesan.

Sikap menghina, melecehkan, dan tidak sopan akan melahirkan kondisi psikologis tertentu pada diri audien dan membuat mereka menolak ucapan kita dan bahkan bisa menciptakan kebencian. Jadi, menjaga etika dan kesopanan sangat penting meski lawan bicara kita tidak berkomitmen dengan nilai-nilai itu.

Al-Quran memperkenalkan Nabi Ibrahim as sebagai teladan dalam berkomunikasi dengan rasional dan sopan. Ketika Nabi Ibrahim as menghadapi sikap tidak sopan pamannya, Azar dan mendengar kata-kata ancaman, ia tetap menjaga kesantunan dan berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS, Maryam, ayat 47)

Ucapan yang baik secara efektif mempengaruhi audien dan tentu saja ia memiliki parameter dan unsur tertentu. Di antara unsur pentingnya adalah fasih dan lancar dalam menyampaikan maksud, menjaga etika komunikasi, menghindari ungkapan yang tidak pantas, dan bersikap lembut dan tegas dalam menjelaskan sesuatu. Perkataan yang lembut dan penuh kasih sayang, sama seperti alunan musik merdu yang menyejukkan hati, karena di situ pembicara memanfaatkan emosi dan perasaan para audien untuk mempengaruhi mereka.

Allah Swt memerintahkan Musa dan Harun as untuk menggunakan kata-kata yang lembut ketika menghadapi Fir’aun dengan harapan ia menerima kebenaran. Al-Quran menganggap rahasia kesuksesan Rasulullah Saw dalam menarik orang-orang dikarenakan kasih sayang beliau, di mana kasih sayang ini tampak jelas dalam ucapan dan perilaku Rasul. Meski demikian, kelembutan dalam berbicara akan berguna jika dibarengi dengan argumentasi-argumentasi yang rasional, sebab kelembutan berbicara adalah sarana untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang lebih baik.

Sirah Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya, menunjukkan bahwa mereka senantiasa memperhatikan etika dan menghormati masyarakat dalam menjelaskan kebenaran dan membimbing umat manusia. Meneladani pribadi-pribadi agung itu bisa membantu kita untuk memiliki sebuah gaya hidup yang terpuji.

Dalam sejarah disebutkan, Rasul Saw selalu yang pertama dalam mengucapkan salam kepada masyarakat, jika ingin berbicara dengan seseorang, beliau akan menengok dengan menghadapkan seluruh tubuhnya dan selalu berbicara dengan wajah tersenyum dan ramah.

Tidak perlu berbicara keras
Jika seseorang keliru dalam ucapannya, Rasul Saw tidak marah. Beliau memenuhi kebutuhan orang-orang miskin dan jika tidak memungkinkan, beliau memberi pengertian kepada mereka dengan bahasa yang lembut. Rasul Saw sedikit berbicara dan tidak memotong pembicaraan orang lain, beliau tidak mencela orang lain, dan mendengar dengan baik keluhan masyarakat. Rasul Saw telah mendidik para sahabatnya dengan baik sehingga setiap kali beliau berbicara, mereka menyimak sabda beliau dengan seksama, dan setiap kali beliau menyelesaikan pembicaraannya, para sahabat akan bertanya secara bergiliran tanpa saling berebut.

Perkataan Rasul Saw sarat dengan makna, indah, dan penuh pertimbangan. Tidak ada tempat untuk melebih-lebihkan atau mengurangi isi pembicaraannya. Beliau meninggalkan ucapan yang sia-sia dan berbicara dengan teratur dan lembut. Rasul Saw sangat fasih dalam berucap dan jujur. Dalam menyampaikan sesuatu, beliau memperhatikan tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat. Gaya bicara beliau sangat menarik dan mengesankan. Rasul Saw berbicara dengan nada yang rendah dan tidak menyakiti orang lain dengan lisannya.

Rabu, 24 Februari 2021 20:55

Milad Agung Sang Putra Ka'bah

 

Tanggal 13 Rajab adalah hari kelahiran Imam Ali bin Abi Thalib as. Ia dilahirkan pada 13 Rajab, Aamul Fiil ke-30. Prosesi kelahiran Ali penuh keajaiban dan tidak pernah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Ia dilahirkan di dalam Ka'bah, Rumah Tuhan.

Imam Ali as adalah putra Abu Thalib, paman Nabi dan cucu Abdul Muthalib, putra Hasyim. Ibunda beliau bernama Fatimah, putri Assad bin Abdu Manaf.

Muhammad al-Maliki mengatakan, "Ali dilahirkan di dalam Ka'bah di Mekah pada hari ketiga belas bulan Tuhan, Rajab tahun ke-30 Tahun Gajah ... Sebelum dia, tidak ada yang lahir di dalam Ka'bah dan kelahiran ini merupakan keutamaan yang diberikan Allah Swt kepada Ali as, demi menghormatinya dan meningkatkan derajatnya serta mengungkapkan martabat dan kebesaran hatinya."

Hakim Neishaburi juga mengatakan, "Kabar kelahiran Ali as di dalam Ka'bah telah sampai dalam bentuk mutawatir. Sejauh ini belum ada yang mencapai keutamaan ini."

Ali as di kemudian hari dengan perilakunya membuktikan posisinya. Dia dianggap sebagai buah sukses dari pendidikan Nabi Muhammad Saw. Karena dia adalah nafas dan jiwa Nabi Saw, saudara laki-laki dan penggantinya. Rasulullah mengenalkannya sebagai pintu ilmu dan kebijakan dan berkata, "Saya adalah kota ilmu dan Ali sebagai pintu gerbangnya. Barang siapa yang menginginkan ilmu harus memasukinya lewat pintu ini."

Faktanya, kepribadian Ali as adalah kombinasi elemen yang masing-masing mampu mengantarkan manusia ke puncak kesempurnaan.

Masa kanak-kanak Imam Ali dihabiskan di bawah asuhan dan pendidikan Rasulullah Saw. Semakin tinggi ilmu yang didapat, Rasulullah semakin memperhatikan dan mendidik Ali. Sehubungan dengan hal ini, Imam Ali berkata, 'Aku mengikutinya seperti seekor anak unta mengikuti induknya."

Setiap hari beliau menunjukkan tanda akhlaknya kepadaku dan selalu mengajakku untuk mengikutinya. Saat kanak-kanak, ia selalu mendekapku di dadanya dan menidurkanku di tempat tidurnya, ia mendekatkan tubuh sucinya ke tubuhku sehingga aku mencium wangi tubuh beliau.


Ali yang menjadi saksi khalwat Rasul bersama Tuhan, adalah tokoh Islam yang utama, ia adalah sahabat Nabi pertama. Imam Ali berkata, Rasulullah setiap tahun berkhalwat di Gua Hira. Saya selalu melihatnya dan tidak ada seorang pun selain saya yang melihatnya. Kecuali di rumah Rasul dan Khadijah, tidak ada satu orang pun yang memeluk Islam dan saya adalah orang yang ketiga. Aku menyaksikan cahaya wahyu dan kenabian, dan menghirup wangi kenabian.

Dalam kesabaran dan memberi maaf, Ali mengalahkan semua orang. Tingkat kesabaran yang paling tinggi dapat dilihat dalam Perang Jamal dan dalam memperlakukan musuh, terutama Marwan bin Hakam dan Abdullah bin Zubair. Imam, sekalipun menguasai mereka, tapi memaafkan mereka. Ali as tidak mengutuk dan menghukum siapa pun dari mereka yang terlibat dalam Perang Jamal.

Di Perang Khandaq, Imam Ali berhadap-hadapan dengan Amr ibn Abd Al Wud, jawara Quraisy terkemuka. Imam Ali berhasil menjatuhkannya ke tanah, tapi tidak membunuhnya. Lalu kembali bertarung dan mengalahkannya namun tidak membunuhnya, dan mendekati Rasulullah.

Rasulullah Saw bertanya, "Mengapa setiap kali engkau bertarung dengannya, engkau tidak membunuhnya?" Ali menjawab, ia menghina ibuku dan meludahi mukaku. Aku takut membunuhnya karena kemarahan, aku biarkan dia sampai kemarahanku reda, setelah itu kubunuh.

Keadilan adalah salah satu bagian yang paling indah dari karakter Imam Ali as. Jika Ali as tidak ingin menghormati keadilan dan lebih memilih jabatannya daripada kepentingan dunia Muslim, ia akan menjadi khalifah yang paling sukses dan paling kuat. Tetapi, ia begitu tegar di jalan kebenaran sehingga ketika saudara laki-lakinya Aqil meminta sesuatu dari Baitul Mal, ia meletakkan api di tangannya dan mengingatkannya akan azab akhirat.

Keadilan Imam Ali as adalah simbol keadilan Islam. Dalam ajaran Imam Ali as dikatakan, "Allah menjadikan keadilan sebagai penunjang manusia. Keadilan adalah cahaya Islam. Islam tanpa keadilan adalah cahaya yang tidak bercahaya."

Makam Imam Ali di kota Najaf, Irak.
Hari kelahiran Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as diperingati di Republik Islam Iran sebagai Hari Ayah. Pada hari itu, setiap anak akan mengucapkan selamat kepada ayahnya dan memberikan hadiah kepadanya.

Hari Ayah di Iran merupakan hari libur nasional. Mereka yang memiliki kesempatan untuk menemui ayahnya, akan datang, mengucapkan selamat dan membawa hadiah buat orang yang membesarkan mereka itu. Selain itu, para istri juga biasa membelikan bunga atau bingkisan atau membuat makanan khusus untuk suaminya pada Hari Ayah.

Di akhir tahun ke-2 Hijriyah, Imam Ali as menikah dengan Putri Rasulullah Saw, Sayidah Fatimah az-Zahra as. Ia selalu mendampingi Rasulullah dalam suka dan duka demi menyebarkan Islam dan ikut dalam semua peperangan yang dihadiri Rasululllah Saw, kecuali dalam Perang Tabuk.

Imam Ali as selain dikenal karena keberaniannya, juga amat terkenal kedermawanan dan kelembutan hatinya. Ia selalu membantu dan melindungi fakir miskin, kaum tertindas, dan anak yatim.

Ketika menjadi khalifah kaum Muslim, Imam Ali as menjalankan pemerintahan dengan sangat adil. Dalam beribadah kepada Allah, ia dikenal sangat tekun dan khusyu', sampai-sampai ia tidak merasakan ada anak panah menancap di tubuhnya pada saat sedang shalat.

Salah satu hadis dari Imam Ali as adalah "Berperilakulah dengan baik kepada masyarakat, sehingga ketika engkau mati, mereka akan menangisimu dan ketika engkau hidup mereka akan baik kepadamu."

Dia adalah satu-satunya orang yang disinggung Rasulullah Saw dengan mengatakan, “Hak Ali atas umat, sama seperti hak seorang  ayah kepada putranya.” Ali adalah satu-satunya orang yang berkorban pada Lailatul Mabit, malam ketika Rasulullah Saw berhijrah dari Mekkah menuju Madinah, dan tidur menggantikan Nabi Muhammad Saw.

Dalam sebuah perjalanan, Imam Ali as melintasi rumah seorang perempuan miskin yang anak-anaknya menangis karena lapar. Sang ibu menyibukkan mereka dengan berbagai hal, kemudian memenuhi panci dengan air dan menyalakan api, sehingga itu dijadikan alasan agar anak-anaknya tertidur. Menyaksikan peristiwa itu, Imam Ali as bersama Qanbar segera pulang ke rumah dan mengambil kurma, serta memikul sekantung gandum, beras dan minyak, kemudian bergegas menuju rumah perempuan itu.

Setibanya di rumah perempuan itu, Imam Ali as meminta ijin masuk kemudian memasukkan beras dan sedikit minyak ke dalam panci untuk menyiapkan makanan. Kemudian beliau membangunan anak-anak perempuan itu serta menyuap mereka sampai kenyang. Kemudian untuk menghibur anak-anak perempuan itu beliau merangkak dan menaikkan mereka di atas punggungnya. Mereka tertawa riang. Setelah bermain, Imam Ali as menidurkan mereka dan meninggalkan rumah itu.

Qanbar bertanya, “Wahai junjunganku! Hari ini aku melihat dua hal darimu yang aku mengerti sebab dari salah satunya namun aku tidak mengerti sebab yang kedua. Pertama, kau sendiri yang membawa makanan itu di pundakmu dan tidak mengijinkanku membawanya, pasti karena besarnya pahala, akan tetapi aku tidak memahami kau merangkak dan menaikkan mereka (anak-anak itu) ke atas punggungmu.”

Imam Ali as menjawab, “Ketika aku melihat anak-anak itu, aku menyadari mereka sedang menangis karena lapar, dan debu-debu keyatiman menyelimuti mereka, aku ingin ketika aku keluar mereka kenyang dan

 

Angkatan Laut Militer Republik Islam Iran dalam beberapa tahun terakhir dilengkapi berbagai jenis kapal baru buatan dalam negeri. Kapal-kapal baru yang meliputi kapal permukaan dan kapal selam itu telah berubah menjadi kekuatan maritim besar di perairan Teluk Persia, dan wilayah utara Samudra Hindia.

Meski demikian untuk mewujudkan unsur strategis armada ini diperlukan kemampuan proyeksi kekuasaan (power projection) yaitu kemampuan menggunakan kekuatan militer, dan pelaksanaan operasi maritim di wilayah-wilayah yang jauh terutama di perairan bebas.
 
Untuk mencapai tujuan ini, dimilikinya kapal-kapal besar multiguna sebagai sebuah pangkalan apung bergerak yang mampu melakukan operasi di wilayah yang jauh, dinilai penting untuk menambah kekuatan baik dari sisi logistik, maupun peralatan perang dan kemampuan tempur. Kapal perang multiguna Makran berfungsi sebagai kapal pelabuhan bergerak dan merupakan salah satu infrastruktur kunci yang mendukung peralatan tempur laut yang sudah diperluas.
 
Kapal pelabuhan adalah kapal-kapal dengan cakupan area yang luas, dan biasanya tidak memiliki tugas-tugas baku, ia sepenuhnya tergantung pada level kebutuhan pasukan yang menggunakannya. Kapal jenis ini pada kenyataannya berfungsi seperti sebuah pelabuhan kecil yang memberikan pelayanan kepada kapal-kapal tempur di perairan bebas, sehingga kapal-kapal perang tidak perlu meminta pelayanan dari pelabuhan-pelabuah di sebuah negara. Kapal pelabuhan secara mandiri dapat memberikan pelayanan kepada kapal perang di manapun mereka berada.
 
AL Militer Iran untuk mengembangkan kemampuan logistik strategis kapal-kapal di perairan bebas, dan tugas-tugas jangka panjang, melakukan perubahan pada kapal-kapal non-militer menjadi pangkalan apung bergerak yang kemudian disebut sebagai kapal pelabuhan. Dengan demikian tugas jangka panjang armada laut AL Iran untuk melindungi kapal-kapal dagang dan tanker negara ini terutama dari perompak laut yang membutuhkan waktu hingga dua bulan, dapat dilakukan lebih maksimal dan komprehensif.
 
helikopter mendarat di geladak kapal pelabuhan Makran
 
Peningkatan Kemampuan Maritim
 
Seiring dengan dioperasikannya kapal pelabuhan Makran, kini AL Militer Iran dilengkapi sebuah kapal perang multiguna dan terbesar di Asia Barat, dan hal ini membantu meningkatkan kemampuan strategis Iran. Kapal pelabuhan Makran merupakan kapal pengangkut helikopter yang dimiliki Iran, dan merupakan salah satu kapal terbaru AL Iran yang mulai digunakan dalam manuver militer di Laut Oman pada 13 Januari 2021. Menurut Komandan AL Militer Iran, Laksamana Muda Hossein Khanzadi, kapal pelabuhan merupakan unsur asli sebuah armada tempur yang biasanya bersama beberapa kapal lain bergerak di lautan, dan kapal-kapal penyerta ini merupakan bagian dari keamanan armada tersebut.
 
Menurut Khanzadi, kapal pelabuhan Makran akan mengubah konstelasi pertahanan di kawasan, dan dengan memperhatikan prinsip bersandar pada kemampuan dalam negeri dan sebagai sebuah metode permanen di dunia, hal semacam ini akan terulang kembali di masa depan, kapal pelabuhan Makran juga bisa dimodifikasi bentuknya. Komandan AL Militer Iran menjelaskan, kapal pelabuhan Makran didesain sebagai kapal pendukung, dan memungkinkan armada laut tidak kembali ke pelabuhan hingga jarak 5-6 ribu kilometer untuk memenuhi kebutuhannya.
 
Kapal pelabuhan Makran bertugas memberikan dukungan kepada armada tempur AL Iran di perairan internasional dalam jarak jauh terutama di wilayah utara Samudra Hindia, Selat Bab El Mandeb, dan Laut Merah. Laksamana Khanzadi mengumumkan, dua bulan sebelumnya proses pembuatan kapal pelabuhan Makran sudah dimulai, dan seluruh peralatan yang diperlukan termasuk mesin kapal, transmisi (sistem pemindah tenaga atau gearbox) dan yang lainnya sudah dipersiapkan.
 
Makran memiliki desain yang sangat profesional dan akurat, di kapal ini, helikopter-helikopter dipindahkan ke bagian bawah kapal menggunakan hoist, dan pada dua geladak terdapat dua ruang rumah sakit seluas 400 meter, dan memiliki fasilitas yang sangat baik bagi tim operasi khusus.
 
Kemampuan Kapal Pelabuhan Makran
 
Walaupun kemampuan tinggi dalam memproduksi struktur dan badan kapal dimiliki industri perkapalan Iran, terdapat sejumlah pertimbangan lain yang menyebabkan pembuatan kapal-kapal besar semacam kapal pelabuhan, membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, metode pemanfaatan sebuah kapal superberat yang sudah siap, merupakan metode masuk akal untuk memenuhi kebutuhan segera yaitu pembuatan sebuah kapal pelabuhan. AL Militer Iran dengan memperhatikan kebutuhan khususnya, melakukan modifikasi pada sebuah kapal tanker buatan tahun 2009 untuk diubah menjadi kapal pelabuhan.
 
Untuk sekian lama, kapal tanker ini bersandar di pelabuhan Bandar Abbas, dan Agustus 2020 dipindahkan ke kompleks industri maritim Syahid Darvishi milik Kementerian Pertahanan Iran untuk menjalani proses modifikasi lanjutan. Setelah tiga bulan setengah, pada Desember 2020 ia dilepas ke laut, dan menjalani tahap akhir. 
 
kapal pelabuhan Makran
 
Proses overhaul (perbaikan mesin), rekonstruksi anjungan, struktur dan geladak kapal tanker ini, serta mengubahnya menjadi sebuah kapal pelabuhan, dilakukan atas kerja sama Departemen Jihad Kemandirian dan Riset Industri, AL Militer Iran. Kapal pelabuhan Makran secara resmi pada 13 Januari 2021 bergabung dengan AL Iran menggunakan nomor lambung 441. Pada pakar industri maritim Iran memproduksi kapal pelabuhan Makran hanya dalam waktu beberapa bulan, dan menghabiskan 72.000 jam. Makran yang dilengkapi geladak untuk helikopter berbobot 950 ton dengan luas 3.200 meter, berubah menjadi sebuah kapal pendukung total.
 
Kapal pelabuhan Makran lebih panjang 24 meter, dari kapal logistik Kharg yang selama ini merupakan kapal terbesar di Asia Barat. Lebar badan kapal di bagian geladak Makran sekitar 60 persen lebih besar dari Kharg, dan geladak kapal ini di bagian depan atapnya sekitar 15 kali lebih besar dari geladak lepas landas helikopter di kapal Kharg.
 
Kapal pelabuhan Makran mampu memberikan dukungan logistik pada 5 kapal perusak dengan memanfaatkan tangki besar dengan kapasitas total 100.000 ton. Kapal pelabuhan ini bisa mengangkut 5 helikopter dalam waktu bersamaan, 4 kapal cepat dan berbagai drone tempur, pesawat nirawak pelacak, dan satu kompi pasukan, serta dilengkapi berbagai fasilitas seperti rumah sakit, sehingga membuat Iran bisa mencapai perairan internasional yang lebih luas.
 
Urgensi mengatasi permasalahan pelayanan terhadap kapal-kapal tempur AL Iran di Teluk Aden menyebabkan proses pengembangan kapal pelabuhan Makran menjadi dua tahap, pada tahap pertama hanya dibutuhkan waktu tiga bulan, tahap kedua mencakup beberapa perubahan lain yang akan dilakukan beberapa bulan mendatang.
 
Fasilitas 
 
Pada kapal pelabuhan Makran, sesuai kebutuhan AL Iran, kapasitas tangki kapal tanker sebelumnya dipertahankan, dan hanya dilakukan sedikit perubahan dengan maksud untuk membawa bahan bakar, air dan peralatan. Makran juga mampu membawa 80.000 ton bahan bakar, dan 20.000 ton air, sehingga ia bisa mengelilingi bumi selama 93 hari sebanyak 10 kali tanpa perlu berlabuh ke pesisir pantai.
 
Ini di luar kemampuannya memberikan dukungan pada kapal-kapal tempur dalam tugasnya. Kapal Kharg bisa membawa 18.000 ton bahan bakar, dan saat mendukung kapal tempur pada waktu yang bersamaan, ketahanannya di laut lebih rendah dari Makran. Dari tampilan lahir, perubahan terpenting pada Makran dari kapal tanker adalah penambahan sebuah geladak untuk lepas landas helikopter di bagian depan dek yang berukuran sekitar sepertiga luas kapal, kurang lebih 90 meter, dan lebarnya sama dengan lebar badan kapal.
 
kapal pelabuhan Makran
 
Geladak luas ini memungkinkan penempatan 5 helikopter, dan menyalakan mesin serta persiapan untuk lepas landas pada waktu bersamaan. Kombinasi helikopter yang ditempatkan di atas kapal pelabuhan ini bisa seperti ini, 2 helikopter Bell 212, 2 helikopter Sea King, dan satu helikopter CH-53 Sea Stallion. Kapal pelabuhan Makran karena mampu membawa 5 helikopter dalam waktu bersamaan, dapat berfungsi sebagai sebuah pangkalan bergerak air-udara, dan bisa mendukung operasi pasukan elit dan operasi rudal, dengan memanfaatkan helikopter penyapu ranjau, anti-ranjau laut, dan pertempuran di permukaan laut.
 
Di bawah geladak lepas landas helikopter, ditambahkan sejumlah ruang kecil untuk berbagai keperluan yang dibuat dengan memperhatikan luasnya geladak, volume dan tingginya level kerja. Kapal pelabuhan Makran saat ini tidak dilengkapi hanggar helikopter, tapi tersiar kabar akan dibuat sebuah ruang baru di bagian tengah kapal, di depan landasan helikopter, hal ini membuka kemungkinan pembuatan hanggar helikopter pada bagian ini, di tahap kedua pengembangan. Sebuah crane besar ditempatkan di tengah geladak yang berjarak beberapa meter dari landasan helikopter, dengan maksud untuk membantu tugas kapal pelabuhan Makran.
 
Selain dua peluncur rudal, 6 tempat artileri pertahanan dan berbagai sistem perang elektronik juga dipasan di kapal pelabuhan Makran, hal ini dianggap sangat penting dalam atmosfir perang modern. Selain itu, Makran juga dilengkapi sistem pelacak dan pendukung elektronik buatan dalam negeri, ia juga memiliki radar laut X band, dan sistem komunikasi maritim. Kapal ini juga dilengkapi berbagai sistem canggih pengumpulan informasi sehingga ia bisa berfungsi sebagai sebuah kapal mata-mata, dan setiap informasi dikumpulkan, diolah dan dianalisa kemudian dikirim ke pusat komando dan kontrol di darat.
 
Jenis dan jumlah rudal yang dipasang di Makran masih belum jelas, tapi metode penempatan pembawa rudal untuk pertama kalinya dilakukan pada kapal pelabuhan Makran. Rudal-rudal jarak jauh Ghadir dengan jarak tempuh 300 kilometer dan Abu Mahdi dengan jarak tempuh 1000 kilometer, termasuk kandidat rudal ant-kapal yang mungkin dipasang di Makran dan disimpan di kontainer. Kontainer itu adalah kontainer dengan standar 40 kaki, memiliki panjang 12 meter, lebar 2,34 meter, dan tinggi 2,28 meter. 
 
Maka dari itu kemungkinan kontainer ini bisa digunakan untuk rudal dengan panjang 4 meter dari tipe Abu Mahdi. Makran juga bisa membawa empat perahu cepat dengan kapasitas 12 orang dilengkapi peluncur roket 11 lubang dengan lebar 107 milimeter, dan empat kapal selam operasi khusus Al Sabehat-15 dengan 150 pasukan elit.
 
pasukan AL Iran di atas kapal pelabuhan Makran
 
Selain itu kapal pelabuhan ini juga bisa membawa berbagai jenis drone yang mampu melakukan operasi dari atas kapal termasuk drone terbang vertikal Pelican dengan jarak tempuh 1.200 kilometer dan dilengkapi dengan sistem elektronik, serta mampu melakukan operasi pelacakan termasuk membidik target, dan pengawasan dari udara atas lokasi sekitar kapal dari berbagai jarak.
 
Salah satu poin penting seputar kapal pelabuhan Makran adalah kemampuan mendukung operasi serangan di pesisir pantai musuh dengan penambahan kapasitas pada tahap berikutnya, sehingga menambah kemampuan operasi air-udara militer Iran. Selain itu ada kabar kapal pelabuhan Makran juga akan dilengkapi dengan rudal-rudal jarak pendek.
 
Spesifikasi kapal pelabuhan Makran:
 
- panjang sekitar 228 meter dan lebar 42 meter, tonase perpindahan maksimal 121.000 ton, kecepatan maksimal 15 Knot setara dengan 27,5 kilometer perjam, tinggi 21,5 meter
- mampu membawa 5-7 unit helikopter berat terutama tiga tipe helikoper AL Iran termasuk Bell 212, Sea King dan Sea Stallion
- dilengkapi berbagai jenis senjata pertahanan dan peralatan perang elektronik
- dilengkapi sistem rudal jelajah anti-kapal
- mampu membawa dan menerbangkan drone termasuk drone Pelican
- memiliki lambung dua lapis, karena menggunakan badan kapal tanker sebagai bahan dasar
- kapasitas yang sangat besar untuk mengangkut puluhan ribu muatan mulai dari bahan bakar, air hingga logistik
- mampu menjelajahi samudra dalam waktu lama, mampu bertahan dan memiliki jarak tempuh yang jauh sekitar 7-10 kali mengelilingi bumi selain mendukung dua atau beberapa kapal tempur di dekatnya
- mengangkut tim operasi khusus dan perahu cepat serta mendukung operasi-operasi khusus lain
- bisa memberikan pelayanan teknis dan perbaikan unit kapal saat melakukan tugas di perairan bebas

 

Pada 22 Februari 2021 anggota Majelis Khobregan (Dewan Ahli Kepemimpinan) bertemu dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei di Tehran.

Di hadapan pada ulama dan pemuka agama ini, Rahbar mendahului pidatonya dengan menjelaskan poin-poin penting terkait kebutuhan masyarakat dewasa ini di bidang pemahaman dan nilai-nilai Islam serta urgensitas untuk memperbarui pemahaman ini.
 
Islam adalah agama yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari manusia dan aturan serta hukumnya tidak pernah usang. Oleh karena itu berdasarkan sumber dan tujuan Islam, dan dengan pengenalan yang akurat terkait waktu dan tempat, mekanisme efektif sesuai kebutuhan masyarakat dapat ditentukan.
 
Artinya inti sari ajaran Islam yang universal ini disimpulkan serta pemahaman falsafah, ajaran dan sistem Islam dicapai. Rahbar meminta Hauzah Ilmiah, pengajar hauzah dan universitas untuk membawa pemahaman Islam hingga ke tahap praktik di dunia nyata.
 
Ayatullah Khamenei mengatakan, sistem pengetahuan dan nilai Islam adalah serangkaian pemahaman yang jika dibawa ke tengah masyarakat, kemudian diterapkan dalam praktik keseharian, akan menjadi pekerjaan sangat besar dan penting. Di mana pun kita melakukan pekerjaan terkait masing-masing dari pemahaman yang akan saya jelaskan kemudian ini, bernilai bagi bangsa, negara, harga diri Islam, dan Republik Islam Iran, sebaliknya di mana pun kita lalai, kita akan tetap terbelakang.
 
Rahbar mengemukakan sejumlah contoh untuk memperjelas masalah, salah satu yang terbaru adalah wabah virus Corona. Ia mengatakan, konsep tolong menolong merupakan konsep bernilai di dalam sistem Islam, konsep ini dipraktikkan oleh rakyat, pemuda, instansi pemerintah, dan lembaga revolusi, kebangkitan besar dalam membantu sesama Mukmin di tengah wabah Corona, terbentuk dan berhasil mengatasi banyak permasalahan. Kenyataannya, konsep tolong menolong memiliki kapasitas yang bisa mempengaruhi masyarakat seperti sekarang ini.
 
Pada contoh lain Ayatullah Khamenei menyinggung kebijaksanaan dan keinginan Imam Khomeini untuk mempraktikkan konsep-konsep seperti tawakal, menjalankan kewajiban, pengorbanan, jihad dan martir. Ia menuturkan, semua ini sudah disampaikan, dan dengan munculnya Imam Khomeini, dengan pergerakan, pencerahan, dan tuntutan beliau yang menegaskan kehendak Ilahi, hal tersebut masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Hasilnya, selama delapan tahun, dalam sebuah perang yang realitasnya merupakan perang internasonal, kita berhasil menang atas para penentang.  
 
 Ayatullah Khamenei kemudian mengutip Surat An Nisa ayat 64,  “Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.” Menurutnya, ketaatan dan penyerahan diri tersebut bukan hanya terbatas pada pekerjaan-pekerjaan pribadi seperti salat dan puasa, melainkan harus dilaksanakan pada semua urusan kehidupan.
 
Sebagaimana Imam Khomeini menerapkan pandangan agama dengan menggunakan ayat-ayat ini pada ranah sosial dan pemerintahan. Imam Khomeini mengutip Surat Saba ayat 46, “Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri…..” kemudian beliau memulai sebuah kebangkitan Islam pada tahun 1963.
 
Ayatullah Khamenei berkata, setelah itu seiring berlalunya waktu para pemikir, para pendukung, pecinta, murid-murid Imam Khomeini, terutama Imam sendiri memupuk pemikiran ini hingga akhirnya melahirkan revolusi, munculnya revolusi dan kemenangan revolusi, serta terbentuknya pemerintahan yang bersumber dari revolusi. Artinya, perhatikanlah ajaran-ajaran Al Quran, dan Islam, ajaran makrifat Islam, semuanya mampu mempengaruhi kehidupan manusia ketika dipraktikkan. Ini merupakan sebuah contoh dari pengaruh luar biasa mekanisme dan gerakan ini.
 
Dari sudut pandang Rahbar, sekarang pemerintahan Islam sudah terbentuk, dan cita-citanya sudah disampaikan berdasarkan prinsip anti-imperialisme, anti-penindasan, kehidupan ideal, peningkatan akhlak manusia, dan penyebarluasan keutamaan. Hal itu menuntut tersedianya seluruh instrumen yang diperlukan untuk mencapai cita-cita, dan konsep-konsep yang termasuk dalam pemahaman spiritual dan sistem makrifat Islam, mesti ditemukan, dipahami, diamalkan dan dijalankan, artinya ini merupakan sebuah perangkat lunak bagi perangkat keras pemerintahan Islam.
 
Ayatullah Khamanei menambahkan, untuk mencapai cita-cita ini diperlukan seperangkat instrumen. Instrumen-instrumen yang mengantarkan kita kepada cita-cita tidak diragukan lagi-lagi bisa ditemukan dalam sistem Islam, karena tidak mungkin tujuan memberitahu kita dan membangkitkan kita menuju tujuan tersebut tapi tidak menunjukkan jalan kepada kita.
 
Ayatullah Khamenei meyakini pengalaman 42 tahun pemerintahan Islam di Iran menunjukkan bahwa semakin jauh melangkah, rintangan-rintangan baru, arena-arena baru, dan pekerjaan-pekerjaan baru muncul bagi Republik Islam, dan menuntut pemerintahan Islam untuk memperluas rangkaian pemikiran yang menopangnya. Perangkat lunak dan sistem spiritual tersebut kembali meniupkan napas baru kehidupan bagi pemerintahan Islam.  Rahbar menuntut hal ini dari para ulama dan pemikir Islam, yaitu mereka yang terhindar dari kejumudan pemikiran dan cara berpikir eklektik.
 
Rahbar bertemu Majelis Khobregan
 
“Ketika kami mengatakan pembaruan pemikiran Islam yaitu sistem makrifat Islam, sama sekali bukan berarti memanipulasi sistem spiritual, tapi sebuah kenyataan dalam Al Quran dan sunah Nabi Muhammad Saw yang akan luput dari perhatian kita jika kita merasa tidak membutuhkannya, kita tidak menyadarinya, tapi saat kita membutuhkan kita akan sadar,” paparnya.
 
Rahbar memberi contoh, saat Republik Islam Iran berada di bawah tekanan musuh, dan mereka menjanjikan pencabutan sanksi dengan satu atau beberapa syarat yang pelaksanaannya mungkin saja membuat kita sangat tersesat dan binasa, apa yang harus dilakukan pemerintahan Islam ? Ayatullah Khamenei menjelaskan, pada kondisi seperti ini konsep agama tentang kesabaran dan perlawanan harus diubah menjadi sebuah gerakan massal di tengah masyarakat, itupun pada kondisi ketika masyarakat berhadapan dengan permasalahan yang sebagian darinya disebabkan tekanan musuh.
 
Rahbar di bagian kedua pidatonya menjelaskan masalah nuklir. Sehubungan dengan masalah perjanjian nuklir JCPOA, Rahbar menilai sikap terbaru Amerika dan tiga negara Eropa terhadap Iran, sebagai sikap penjajah, penuntut, salah dan keliru.
 
Ayatullah Khamenei mengatakan, mereka terus membahas tentang komitmen nuklir Iran, karena Iran mencabut sebagian komitmen ini, tapi tidak menyadari mereka sendiri sejak hari pertama sama sekali tidak menjalankan komitmennya, artinya orang yang harus diingatkan adalah mereka sendiri.
 
Ia melanjutkan, Republik Islam Iran untuk waktu yang lama menjalankan semua komitmennya berdasarkan perintah Islam yang mewajibkan untuk menunaikan janji, namun setelah sekian lama menyaksikan bahwa mereka bersikap seperti ini, salah satunya Amerika yang keluar dari perjanjian dan mengajak yang lain bersamanya, Al Quran dalam Surat Al Anfal ayat 58 berfirman, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”.

Rahbar menyebut orang yang terus-menerus mengatakan kami tidak akan membiarkan Iran menguasai senjata nuklir, sebagai badut Zionisme global, dan ia mengatakan, apa urusannya dengan Anda sampai melarang Iran menguasai senjata nuklir. Jika kami memutuskan untuk menguasai senjata nuklir, Anda dan orang yang lebih besar dari Anda sekalipun tidak akan mampu mencegah kami. Ajaran Islam yang melarang kami menguasai senjata yang menyebabkan warga sipil, orang tidak bersenjata, dan rakyat biasa binasa. Senjata semacam ini terlarang.
 
Ia menambahkan, Anda sendiri tidak mematuhi komitmen kesepakatan ini, Amerika dalam sehari membantai 220.000 orang. Selama lima tahun jet-jet tempur negara Barat membombardir rakyat, gang-gang, pasar, masjid, rumah sakit, dan sekolah, mereka membunuh warga sipil, memblokade rakyat sedemikian rupa, ini pekerjaan mereka. Republik Islam Iran menolak cara-cara semacam ini, maka dari itu kami sama sekali tidak berpikir untuk menguasai senjata nuklir, tapi untuk pekerjaan lain di bidang ini kami punya sejumlah rencana. 
 
Batas pengayaan uranium kami bukan 20 persen, sejauh diperlukan dan merupakan kebutuhan negara, hal itu akan dilakukan, misalnya untuk propulsi nuklir atau pekerjaan lain mungkin kami akan mencapai pengayaan uranium hingga 60 persen.
 
Ayatullah Khamenei melanjutkan, sebuah kontrak beberapa tahun sudah disiapkan, jika mereka mematuhinya, kami juga akan mematuhinya selama beberapa tahun itu, tapi negara-negara Barat tahu dengan baik kami tidak berusaha menguasai senjata nuklir. "Masalah senjata nuklir hanya dalih, mereka juga menentang kami menguasai senjata konvensional, karena sebenarnya mereka ingin merebut komponen-komponen kekuatan dari Iran," ujarnya.
 
Ia menerangkan, negara-negara Barat ingin membuat Iran tergantung pada mereka, saat membutuhkan energi nuklir, dan mereka akan menjadikan kebutuhan kami ini sebagai alat untuk menerapkan pemaksaan, dan pemerasan. "Republik Islam Iran dalam masalah nuklir, sebagaimana dalam masalah-masalah lainnya, tidak akan mundur, dan akan terus melangkah maju di jalur kemaslahatan dan kebutuhan negara hari ini atau esok," pungkasnya.

 

Seorang perwira militer Amerika Serikat dan dua tentara mereka tewas dalam serangan roket di Pangkalan Ain al-Assad di Provinsi Anbar, Irak pada Rabu lalu (3 Maret 2021). Pemerintah AS berjanji akan menanggapi serangan itu dengan tegas tanpa tergesa-gesa.

Ini bukan pertama kalinya pangkalan AS di Irak menjadi sasaran serangan rudal. Kedutaan Besar AS dan pangkalan militernya berulang kali menjadi target serangan dalam setahun terakhir.

Aksi ini kemungkinan dipicu oleh beberapa hal, tetapi ada empat faktor utama yang melatari serangan tersebut.

Faktor pertama berkaitan dengan model pendekatan AS terhadap Irak. Militer AS berulang kali melanggar kedaulatan Irak dan membunuh sejumlah tentara Irak dan komandan pasukan perlawanan, puncaknya terjadi pada 3 Januari 2020.

Presiden AS waktu itu, Donald Trump secara langsung memerintahkan pembunuhan Komandan Pasukan Quds Iran Jenderal Qasem Soleimani dan Wakil Komandan Pasukan Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis pada 3 Januari 2020.

Setelah insiden tersebut, banyak analis dan bahkan para pejabat resmi dan politisi Amerika secara eksplisit menyatakan bahwa Irak tidak akan lagi aman bagi pasukan AS.

Selain itu, AS menggunakan wilayah Irak untuk menyerang pasukan perlawanan Irak atau Suriah. Sebagai contoh, jet-jet tempur AS menyerang posisi pasukan perlawanan di daerah Abu Kamal dan al-Qaem di perbatasan Suriah-Irak pada 26 Februari lalu. Serangan itu menyebabkan satu orang gugur dan empat lainnya terluka.

Faktor kedua berhubungan dengan model perilaku pemerintahan Mustafa al-Kadhimi di Irak. Ada dua kritikan terhadap pemerintah al-Kadhimi. Kritik pertama, resolusi parlemen Irak tentang pengusiran pasukan AS tidak ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah al-Kadhimi.

Dampak serangan roket ke Ain al-Assad.
Al-Kadhimi mengkritik serangan terhadap pangkalan Ain al-Assad dan mengatakan, "Pasukan AS datang ke sini atas permintaan pemerintah Irak, tetapi pemerintahan ini melakukan dialog strategis dengan Washington yang menyebabkan penarikan 60 persen pasukan koalisi dari Irak. Ini terjadi dengan bahasa dialog, bukan dengan senjata."

Namun, pernyataan al-Kadhimi benar-benar membuat kelompok-kelompok yang menentang kehadiran pasukan AS di Irak terkejut.

Kritik lainnya adalah pemerintah al-Kadhimi gagal mengidentifikasi para pelaku penyerangan terhadap Kedutaan Besar AS dan pangkalan militer mereka di Irak. Pemerintah al-Kadhimi memandang serangan itu dari segi politik ketimbang aspek keamanan atau hukum. Dia hanya sebatas menuduh beberapa kelompok perlawanan atau menekankan kembali posisi pemerintah bahwa Baghdad tidak akan membiarkan Irak menjadi zona konflik bagi aktor asing.

"Tanggung jawab nasional dan moral kami kepada rakyat adalah bahwa tidak membiarkan logika senjata mendahului logika pemerintah," tegas al-Kadhimi pada Sabtu (5/3/2021).

Faktor ketiga, keberadaan berbagai kelompok bersenjata di Irak. Dalam dua dekade terakhir dan sebenarnya sejak invasi Amerika ke Irak tahun 2003, kebanyakan warga Irak telah mengangkat senjata. Mayoritas penduduk yang memiliki senjata tidak menggunakannya, tetapi sebagian besar menggunakannya dalam berbagai bentuk, termasuk membentuk kelompok bersenjata.

Ilustrasi pasukan Hashd al-Shaabi.
Dengan begitu, terbentuklah kelompok-kelompok bersenjata yang berada di luar kendali pemerintah, Organisasi Mobilisasi Rakyat (Hashd al-Shaabi), dan kelompok-kelompok identitas di Irak. Mereka punya kesamaan sikap dalam menentang AS dan melakukan serangan terhadap kedutaan atau pangkalan militer AS di Irak.

Faktor keempat, keberadaan kelompok bersenjata yang tidak mempedulikan isu kehadiran atau penarikan pasukan AS. Mereka berafiliasi dengan sebagian kelompok lokal atau negara asing yang berusaha memperkenalkan kubu perlawanan Irak atau Republik Islam Iran sebagai ancaman bagi keamanan Irak.

Dalam pandangan kelompok ini atau negara asing tadi, jalan terbaik untuk mencapai tujuan mereka adalah dengan menyerang kedutaan atau pangkalan militer AS di Irak, karena mengingat konflik nyata antara Iran dan AS atau antara kubu perlawanan Irak dan AS, maka sangat mudah untuk mengaitkan serangan tersebut atas nama Iran dan kubu perlawanan Irak.

Poin terakhir, terlepas dari siapa aktor dan pelaku serangan terhadap kedutaan atau pangkalan militer AS di Irak, dampak utama dari serangan tersebut adalah memperlemah posisi pemerintah di Irak, sebuah pemerintah yang masih goyah.

 

Imam Musa bin Jakfar al-Kazim as dilahirkan di tengah keluarga mukmin dan taat beragama. Ia adalah putra dari Imam Jakfar Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Hesein bin Ali bin Abi Thalib, dan ibunya bernama Hamidah Khatun.

Hamidah Khatun dikenal sosok yang bertakwa sehingga Imam Shadiq as memberinya gelar al-Musaffa, yaitu orang yang sudah terbebas dari semua aib dan noda. Mengenai penguasaannya tentang ilmu pengetahuan dan persoalan agama, Imam Shadiq as selalu meminta Hamidah mengajari dan memberikan bimbingan kepada komunitas perempuan Muslim.

Di masa kehidupan Imam Musa al-Kazim (Imam ketujuh umat Muslim Syiah), nilai-nilai Ilahi mulai memudar di tengah masyarakat Muslim. Para penguasa yang seharusnya mengabdi kepada masyarakat dan agama, justru terperosok dalam perilaku korup, ketamakan, dan penilapan kekayaan publik.

Ulama dan faqih kerajaan sibuk memuji para penguasa lalim dan dengan menjilat para penguasa Bani Abbasiyah, mereka menjustifikasi perilaku batil sebagai sebuah kebenaran di depan masyarakat.

Dalam situasi seperti itu, Imam al-Kazim as bangkit melawan mereka dan menggunakan setiap kesempatan untuk memberikan pencerahan sehingga publik memahami bahwa para penguasanya tidak bermoral dan berilmu. Imam mengajak masyarakat untuk berpikir dan mengingatkan bahwa segala sesuatu ada petunjuknya dan petunjuk orang yang berakal adalah berpikir. Beliau berkata, “Bukti akal adalah berpikir dan bukti dari berpikir adalah diam.”

Orang bijak akan memberikan nutrisi kepada akalnya dengan berdiam dan kemudian memperkuat akal dengan cara berpikir.

Salah satu kegiatan sentral Imam Kazim adalah mendidik ratusan ulama hadis, tafsir, dan mubaligh di berbagai bidang agama. Meskipun situasinya tidak kondusif untuk meningkatkan kegiatan ilmiah dan budaya sama seperti periode ayahnya Imam Shadiq as, namun Imam Kazim telah mengambil langkah besar untuk menyebarluaskan budaya Islam dan mendidik para ulama.

Para murid madrasah Imam al-Kazim sangat mahir di bidang fiqih, hadis, tafsir, dan kalam sehingga tidak ada yang sepadan dengan mereka. Dengan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan, mereka mampu menjawab paham-paham pemikiran dan teologi yang menjamur pada masa itu. Para pakar teologi masa itu takluk di hadapan mereka dan mengakui kelemahannya dalam setiap perdebatan dengan murid-murid Imam Kazim as.

Makam Imam Musa al-Kazim as di kota Kazimain, Irak.
Ketakwaan dan popularitas para murid Imam Kazim di tengah masyarakat, telah memicu ketakutan musuh terutama penguasa. Mereka sangat mengkhawatirkan kebangkitan para murid Imam yang berpeluang besar diikuti oleh masyarakat.

Penguasa Bani Abbasiyah, Harun al-Rasyid dalam sebuah ucapannya mengenai Hisyam bin Hakam (salah satu murid Imam al-Kazim) berkata, “Dia lebih berbahaya daripada ratusan pasukan berpedang.”

Salah satu kegiatan Imam Kazim as adalah memperluas badan perwakilan. Badan ini dibentuk pada masa Imam Shadiq dengan misi mengumpulkan dan mendistribusikan pengeluaran wajib seperti khumus, zakat, dan nazar. Di sini, para wakil Imam juga berperan sebagai jembatan antara Imam dan para pengikutnya.

Setelah ayahnya gugur syahid, Imam Kazim as mampu mempertahankan jaringan perwakilan ini dan bahkan memperluasnya. Para wakilnya tersebar di berbagai wilayah kekuasaan Islam seperti Kufah, Baghdad, Madinah, Mesir, dan daerah lain sehingga pengikut Syiah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan materialnya melalui jaringan perwakilan ini.

Kesabaran dan ketabahan telah menjadi salah satu identitas Ahlul Bait Nabi as. Imam Kazim juga menyandang sifat ini dan ia melewati segala kesulitan dan musibah dengan penuh kesabaran. Ia memilih menahan diri terhadap orang-orang yang menghinanya atas dasar kebodohan atau hasutan pihak lain, serta meredam kemarahannya demi meraih keridhaan Allah Swt.

Disebabkan kesabarannya yang besar dan kemampuannya mengendalikan amarah dalam menghadapi orang yang berperilaku buruk padanya sehingga ia digelari sebagai al-Kazim.

Tentu saja sifat ini tidak menghalangi Imam Kazim untuk bersikap keras di hadapan para penguasa lalim. Ia menunjukkan sikap yang tegas dalam menghadapi orang-orang zalim dan bahkan melarang muridnya untuk bekerja sama dengan rezim.

Salah seorang murid Imam, Ziyad bin Salamah menuturkan, “Aku memiliki keluarga dan aku bekerja di pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.” Imam Kazim berkata kepadanya, “Aku lebih memilih jatuh dari bangunan yang tinggi dan tercabik-cabik daripada harus memikul salah satu tugas dari tugas-tugas mereka atau menginjakkan kakiku di salah satu permadani mereka.”

Kompleks Makam Imam Musa al-Kazim dan Imam Muhammad al-Jawad di kota Kazimain.
Imam Kazim as memanfaatkan setiap kesempatan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, ia dikenal sebagai Zain al-Mujtahidin yaitu hiasan orang-orang yang beribadah dan berjuang di jalan Allah. Detik-detik terindah dalam hidupnya adalah ketika ia berkhalwat dengan Sang Pencipta dan puncak keindahan adalah ketika ia menunaikan shalat dan melaksanakan kewajiban Ilahi.

Jiwa dan raganya tenggelam dalam penghambaan kepada Allah, dan tetesan air matanya jatuh membasahi tempat sujudnya. Imam Kazim as memiliki suara yang merdu dalam membaca al-Quran, seakan suara ini keluar dari seluruh wujudnya. Bacaannya menggetarkan batin orang lain sehingga mereka tanpa sadar terdiam menyimak ayat-ayat yang keluar dari lisan Imam Kazim.

Lebih dari itu, Imam mempelajari pelajaran perlawanan dan kesabaran dari al-Quran dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Imam Kazim memikul tanggung jawab imamah (kepemimpinan) umat Islam hampir 35 tahun dan sebagian besarnya dihabiskan di penjara dan tempat pengasingan. Harun al-Rasyid telah memenjarakan Imam Kazim selama dua kali dan kali kedua berlangsung selama empat tahun.

Lingkungan penjara membuat orang-orang tertekan dan depresi, namun Imam Kazim dengan kegiatan ibadah telah mengubah penjara menjadi lingkungan yang ramah. Oleh karena itu, Harun al-Rasyid berulang kali memindahkan lokasi penahanan Imam sehingga para sipir penjara tidak terpengaruh olehnya.

Penjara terakhir tempat mengurung Imam Kazim dijaga oleh seorang sipir berhati batu yaitu Sandy bin Syahik. Disebutkan bahwa Harun al-Rasyid sangat terganggu atas hubungan umat Syiah dengan Imam Kazim dan juga karena ketakutan bahwa keyakinan Syiah pada imamah, akan melemahkan pemerintahannya.

Syeikh Mufid berkata, "Atas perintah Harun al-Rasyid, Sandy meracuni Imam Musa al-Kazim as dan tiga hari setelah itu ia gugur syahid.” Kesyahidannya bertepatan dengan 25 Rajab 183/799 H di kota Baghdad, Irak. 

Muhammad Saw – beberapa tahun sebelum pengangkatan – selalu berdiam diri di Gua Hira selama satu bulan di sepanjang tahun. Ia duduk di atas bongkahan batu sambil menatap bintang-bintang dan keindahan kota Makkah.

Ia duduk di sana merenungkan keagungan badan manusia, bumi, pepohonan dan tanaman, binatang, gunung-gunung dan ngarai, lautan yang luas dan gelombang yang menderu. Muhammad Saw bersujud di hadapan kekuasaan dan keagungan Sang Pencipta alam semesta.

Muhammad Saw juga gelisah dengan orang-orang yang menyembah berhala dan meninggalkan Sang Pencipta. Ia kadang memikirkan fenomena penindasan yang dilakukan oleh para pembesar kaum dan orang kaya terhadap masyarakat lemah dan miskin serta mencari solusinya. Saat rasa lelah menghadapi kondisi kala itu menderanya, Muhammad Saw akan bersimpuh di hadapan Allah Swt serta larut dalam ibadah dan munajat. Ia meminta bantuan Tuhan untuk mengakhiri penyimpangan akidah dan problema sosial dan moral masyarakat.

Setelah mengakhiri masa 'itikaf satu bulan di Gua Hira, Muhammad Saw kembali ke kota Makkah dengan hati yang tenang, wajah yang bercahaya, dan penuh optimis. Ia kemudian melakukan thawaf di Ka'bah dan selanjutnya pulang ke rumah untuk memulai rutinitas kehidupan. Muhammad Saw diutus menjadi Rasul pada usia 40 tahun ketika sedang berkhalwat di Gua Hira. Malaikat Jibril datang dan membawa wahyu kepadanya sambil berkata, "Bacalah!" "Aku tidak bisa membaca," jawab Muhammad.

"Bacalah," ulang Malaikat Jibri. Tapi Muhammad terus memberi jawaban yang sama sampai tiga kali dan akhirnya ia pun berkata, "Apa yang harus kubaca?" Jibril menjawab, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

Inilah wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dan inilah momen pengangkatan beliau sebagai Rasulullah, utusan Allah kepada seluruh umat manusia. Keagungan dan kandungan wahyu membuat tubuh Muhammad gemetar dan mengucurkan banyak keringat, dan ia pun kembali ke rumahnya.

Setelah menguasai dirinya, Muhammad menyaksikan gunung, bebatuan, dan apa saja yang dilewatinya menyampaikan salam kepadanya dan mereka berkata, "Salam atasmu wahai Muhammad. Salam atasmu wahai Wali Allah. Salam atasmu wahai Rasulullah. Berbahagialah karena Tuhan memberikan keutamaan dan keindahan kepadamu dan memuliakanmu atas segenap manusia dari yang pertama sampai yang terakhir. Orang yang utama adalah ia yang diberikan keutamaan oleh Tuhan dan orang yang terhormat adalah ia yang diberikan kehormatan oleh Tuhan. Jangan gelisah, Allah akan segera mengantarkanmu ke derajat yang paling tinggi dan kedudukan yang paling mulia." (Bihar al-Anwar, jilid 18)

Risalah kenabian Muhammad Saw memiliki keistimewaan yang khas dibanding risalah para nabi sebelumnya. Ciri khas risalah Rasul Saw adalah sebagai penutup, penghapus risalah sebelumnya, penyempurna risalah para nabi terdahulu, ditujukan untuk seluruh umat manusia, dan sebagai rahmat bagi semesta alam. Ciri-ciri ini dimiliki oleh Nabi Muhammad dan tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Risalah para nabi terdahulu hanya untuk kaum tertentu saja dan sesuai dengan kondisi pada masa itu. Sementara risalah Nabi Muhammad Saw diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan berlaku hingga akhir zaman.

Allah Swt mengangkat Muhammad al-Amin sebagai manusia yang paling layak dan paling sempurna. Muhammad Saw adalah sosok manusia sempurna dan moderat, di mana tidak pernah berbuat sesuatu secara ifrat (berlebihan) dan tafrit (pengurangan). Muhammad Saw diutus untuk menyelamatkan manusia yang tenggelam dalam penyembahan berhala dan kebodohan. Dengan bantuan akal dan fitrah mereka sendiri, ia membimbing masyarakat ke jalan tauhid dan meninggalkan berhala.

Pesan utama dan terpenting dari pengutusan Muhammad Saw adalah prinsip tauhid. Prinsip ini bersifat universal sehinggal Islam dikenal sebagai agama tauhid. Para nabi terdahulu juga membawa ajaran tauhid seperti yang disebutkan dalam suarat Al-Anbiya ayat 25, "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya; "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku."

Tauhid tentu saja bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan krisis-krisis di era Jahiliyah. Tauhid berarti membenci, menjauhi, dan menghapus segala bentuk syirik, menolak semua bentuk kezaliman, dan tidak mengandalkan semua kekuatan lain selain kekuasaan Allah. Tauhid seperti inilah yang sangat dibutuhkan oleh manusia modern.

Di antara misi pengutusan Nabi Muhammad Saw adalah menegakkan keadilan di tengah masyarakat. Dalam surat Al-Hadid ayat 25, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." Untuk menciptakan keadilan di masyarakat, pertama-tama harus mengenal keadilan itu sendiri dan kemudian motivasi untuk melaksanakannya di tengah masyarakat.

Rasulullah Saw telah memperjelas masalah keadilan baik secara teoritis maupun praktis. Semua manusia sama kedudukannya di hadapan beliau. Nabi Muhammad – tanpa alasan yang pantas – tidak pernah memuliakan seseorang dari yang lain atau merendahkan seseorang. Beliau bahkan mengarahkan pandangannya ke masyarakat secara adil. Demikian juga ketika mendengarkan pembicaraan masyarakat.

Para sahabat berkisah bahwa Rasulullah Saw menyimak pendapat kami sedemikian rupa sehingga kami berpikir beliau tidak mengerti apa-apa dan baru pertama kali mendengarnya. Padahal, beliau adalah sosok manusia sempurna yang selalu ditemani oleh Jibril.

Pendidikan dan pengajaran merupakan pilar utama kebahagiaan individu dan masyarakat. Semua nabi diutus untuk membimbing manusia ke jalan kebahagiaan dan kesempurnaan. Mereka adalah para guru dan pendidik sejati, di mana mengajarkan makrifat dan hukum-hukum Tuhan kepada manusia dengan ucapan dan amalan. Para nabi tidak pernah mengenal lelah dalam berdakwah demi menghapus kerusakan dan kebobrokan dari masyarakat.

Rasulullah Saw membaktikan seluruh hidupnya untuk mendidik dan membimbing masyarakat. Di tengah berkecamuknya Perang Uhud dan ketika beliau terluka parah dan giginya patah, sekelompok sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kutuklah mereka! Engkau berjuang untuk membimbing dan menyelamatkan mereka, tapi mereka justru berperang denganmu!" Rasul Saw kemudian meletakkan patahan giginya di telapak tangan dan mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berseru,"Ya Allah! Berilah mereka petunjuk, tunjuklah jalan kepada mereka. Mereka tidak mengetahui."

Dalam peristiwa Perang Badar, ketika para tawanan yang terikat rantai dibawa menghadap Rasulullah Saw, sebuah senyuman tersungging di bibir beliau. Salah satu tawanan kemudian berkata, "Seharusnya engkau tertawa karena telah mengalahkan kami dan sekarang kami menjadi tawananmu." Rasul bersabda, "Jangan salah! Senyuman saya, bukan senyuman kemenangan dan penaklukan, tapi ini karena harus mengantarkan orang-orang seperti kalian ke surga dengan rantai. Saya ingin menyelamatkan kalian dan kalian melakukan perlawanan terhadap saya, dan kalian menghunus pedang!"

Rasulullah telah mengubah gaya hidup dan hubungan kemanusiaan, budaya politik, budaya pemerintahan dan lain-lain. Beliau membuat masyarakat punya jati diri dan kepribadian, serta menjadikan mereka lebih bertanggung jawab. Rasul bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.”

Allah Swt telah menciptakan manusia dengan berbagai potensi dan kapasitas. Akal dan fitrah adalah dua sarana internal untuk memperoleh kemuliaan material dan spiritual. Namun mengingat akal dengan sendirinya tidak cukup untuk meniti jalan menuju Tuhan, maka Dia mengutus para nabi sebagai pembimbing eksternal, dan tentu ini tidak menciderai orisinalitas akal dan kedudukannya. Rasulullah Saw juga memberikan perhatian khusus kepada akal, ilmu pengetahuan, dan orisinalitas akal.

Akhir kata, peringatan hari pengutusan Rasulullah Saw merupakan sebuah kesempatan untuk kembali mendalami ajaran-ajaran Islam – penjamin kebahagiaan – dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Masyarakat modern harus kembali ke ja

 

Rezim Saddam selama era Perang Pertahanan Suci, telah melancarkan berbagai serangan bom kimia ke banyak kota Iran dan melakukan berbagai kejahatan kemanusiaan keji. Dalam serangan tersebut lebih dari 100 ribu warga gugur syahid atau terluka. Namun mengingat kebungkaman masyarakat internasional, rezim Saddam mengulangi kejahatannya pada 16 Maret 1988di kota Halabcheh, Kurdistan, Irak. Bombardir senjata kimia di Halabcheh telah merenggut nyawa 5.000 perempuan, laki-laki dan anak-anak.

Rezim Zionis pada pemboman kimia menggunakan gas-gas berbahaya dan mematikan termasuk gas sulfur mustard atau gas-gas yang melumpuhkan saraf. Republik Islam Iran, sebelum tragedi Halabcheh, telah melayangkan beberapa surat kepada Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyinggung penggunaan senjata kimia oleh rezim Saddam, serta mengharapkan pengiriman tim ahli PBB untuk menyelidiki kejahatan tersebut.

Korban senjata kimia Halabche
Pada bombardir kimia Halabcheh, 25 Juni 1988, kota Sardasht, di Iran Barat juga menjadi target bombardir kimia rezim Saddam. Dalam insiden tersebut lebih dari 100 warga sipil di kota itu gugur syahid dan delapan ribu lainnya terluka atau terkontaminasi gas-gas beracun mematikan. Ini merupakan kejahatan kimia pertama yang tercatat dalam sejarah terhadap sebuah kota dan seluruh warganya. Kebungkaman masyarakat internasional dan veto Barat atas resolusi PBB berisi kecaman terhadap kejahatan tersebut, telah membuat rezim Saddam merasa terlindungi untuk menggunakan kembali senjata pemusnah massal tersebut.

Pada tahun 1984, PBB merilis sebuah laporan semi-resmi dan ambigu seraya menyatakan bahwa Irak telah menggunakan gas beracun terhadap tentara Iran di medan tempur yang 30 kasus di antaranya terjadi di wilayah sipil perkotaan dan pedesaan. Sekjen PBB kala itu, empat tahun berikutnya ketika Halacheh menjadi target bombardir kimia, menunjukkan reaksi lambat pada 25 Maret 1988 dengan mengirim tim ahli ke Iran dan menuju lokasi serangan. Tim ahli itu menyerahkan laporan mereka kepada Sekjen PBB pada 25 April 1988, berdasarkan pemeriksaan korban luka akibat bombardir kimia di Iran dan Irak.

Dewan Keamanan PBB pada tanggal 9 Mei 1988, merilis resolusi 612, sebagai resolusi pertama terkait penggunaan senjata kimia. Penggunaan senjata kimia dikecam dalam resolusi itu, akan tetapi nama Irak sebagai pengguna senjata pemusnah massal itu tidak disebutkan di dalamnya. Resolusi pincang itu hanya mengimbau penghindaran penggunaan senjata kimia. Puluhan perusahaan asal Jerman, Belanda, Perancis, Belgia, Rusia dan Amerika Serikat terlibat dalam penyediaan bahan-bahan kimia dan teknologinya untuk rezim Saddam.

Kebungkaman masyarakat internasional dan veto berbagai resolusi PBB dalam mengecam kejahatan itu oleh negara-negara pengeskpor bom-bom kimia tersebut kepada Irak, membuat rezim Saddam merasa bebas dari konsekuensi penggunaan jenis senjata terlarang itu.

Korban senjata kimia Halabche
Catatan pertama penggunaan senjata kimia oleh Irak kembali pada Januari 1981. Mulai saat itu hingga akhir perang, pasukan Irak telah melakukan lebih dari 3.500 kali serangan bom kimia dan telah menarget lebih dari 100.000 kota dan berbagai wilayah perbatasan serta medan pertempuran. Tidak adanya sikap tegas dan juga dukungan terhadap rezim Saddam kala itu, kian memprovokasi rezim Saddam meningkatkan aksi-aksi kriminalnya.

Rezim agresor Saddam Hossein dalam perang yang dipaksakan terhadap Iran, memulai agresinya setelah mendapat lampu hijau dari Amerika Serikat dan sejak akhir dekade 80-an mendapat dukungan langsung dari sejumlah negara Barat termasuk Amerika Serikat, Perancis dan sejumlah negara lain. Rezim Saddam menerima bantuan bahan-bahan senjata dan juga perlengkapannya.

Berbagai laporan dokumentasi menunjukkan bahwa Amerika Serikat pada tahun 1977 hingga 1983, memainkan peran esensial dalam melengkapi gudang persenjataan Irak dengan berbagai jenis senjata pemusnah massal. Berdasarkan dokumen-dokumen sejarah yang telah terpublikasi, sejumlah perusahaan senjata Perancis Thompson CFS, Alcatel, Matra dan Peter&Bros, telah mengantongi profit hingga miliaran USD dalam menyuplai senjata dan amunisi tempur untuk Irak.

Pada tahap berikutnya, Irak menggunakan sarana-sarana tersebut untuk membangun pabrik-pabrik senjata kimia serta memproduksinya secara massal. Berbagai jenis senjata kimia tersebut digunakan di berbagai medan pertempuran melawan Iran atau di wilayah sipil Iran.

Produksi senjata pemusnah massal itu kerap dijadikan alasan bagi Amerika Serikat untuk menuding atau menyudutkan negara-negara independen atau penentang Amerika Serikat. Diawali tuduhan itu, Amerika Serikat menggalang dukungan politik dari masyarakat internasional dan opini publik untuk menekan negara-negara tersebut. Padahal Amerika Serikat adalah pelanggar utama berbagai konvensi internasional tentang perlucutan senjata kimia dan biologi, serta membantu rezim Saddam melancarkan kejahatan tersebut.

Dalam skala global, penggunaan senjata kimia dilakukan pertama kali pada 1915, ketika Jerman pada Perang Dunia Pertama menggunakan gas beracun untuk menguasai kota Ypres di Belgia. Jumlah korban akibat serangan tersebut tercatat lima hingga 15 ribu orang. Setelah itu, Britania pada dekade 1920, menggunakan gas kimia berancun terhadap warga Irak ayng umumnya dari etnis Kurdi, yang melakukan perlawanan atas penjajahan Inggris di Irak. Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada 1935-1936, pasukan Italia dalam perang di Ethiopia menggunakan gas mustard di negara itu dan juga di Libya. Tercatat 15 ribu orang tewas dalam serangan tesrebut.

Di lain pihak, jepang juga menggunakan gas mustard dan perusak saraf dalam perang di Cina. Tidak ada catatan pasti terkait jumlah korban dalam eristiwa yang terjadi antara tahun 1945 hingga 1947 itu. Tidak hanya itu, pada perang Vietnam antara 1955 hingga 1975, Amerika Serikat juga menggunakan hingga 75 juga liter senjata kimia yang menewaskan ratusan ribu perempuan dan anak-anak serta merusak 500 ribu hektar hasil pertanian di Vietnam. Kementerian Luar Negeri Vietnam dalam sebuah laporan menyebutkan, sekitar lima juta warga negara itu terancam gas racun berbahaya, dan 400 ribu orang di antaranya tewas atau cacat.

New York Times pada 14 Februari 1994 menulis, Amerika Serikat dengan merelokasi unsur dan bahan-bahan kimia, telah membantu proses perang senjata biologi di dunia. Secara terang-terangan, Amerika Serikat melanggar seluruh kesepakatan internasional termasuk ABM, CTBT dan berbagai konvensi lain dalam hal ini. Dengan alasan menjaga rahasia atau masalah keamanan nasional, Amerika Serikat menolak dilakukannya peninjauan ke fasilitas dwi-fungsi dan fasilitas militer di bidang biologis.

Pakaian untuk melindungi diri dari serangan senjata kimia
Amerika Serikat dan Uni Eropa harus memberikan jawaban mengapa mereka membiarkan rezim Zionis bebas melanggar dan tidak mematuhi ketentuan internasional di bidang senjata pemusnah massal. Rezim Zionis merupakan satu-satunya produsen dan pemilik senjata pemusnah massal di kawasan Timur Tengah. Dan dengan dukungan Amerika Serikat, Israel terus mengembangkan dan menimbun jenis persenjataan tersebut.

Salah satu sarana penangkal penggunaan senjata pemusnah massal adalah pelaksanaan kesepakatan laranan penggunaan senjata kimia dan mikroba. Menyusul protokel pada tanggal 17 Juni 1925, negara-negara yang menandatangani kesepakatan tersebut dilarang menggunakan gas-gas kimia dan berancus. Larangan tersebut termasuk peralatan perang dan mikroba, serta para negara penandatangan juga harus mematuhi protokol tambahakn. Relokasi langsung atau tidak langsung bahan-bahan kimia, senjata kimia dan perlengkapannya kepada sebuah negara atau kelompok manapun juga dilarang.

Traktat lain yang disusun dalam hal ini adalah Konvensi Senjata Kimia (CWC). Konvensi itu ditandatangani pada 3 September 1992, setelah 20 tahun perundingan dan pembahasan. Pada tahun 1997 PBB menetapkan konvensi susulan OPCW yang diratifikasi di Den Haag. Saat ini 190 negara dunia termasuk Iran menjadi anggota OPCW.

Republik Islam Iran sejak awal dimulainya perundingan terkait penyusunan konvensi di Jenewa dan juga komisi pembukaan, termasuk negara anggota yang paling aktif. Dan pada tahun 1997, atas ketetapan parlemen Republik Islam, Iran menjadi anggota OPCW, sebagai korban senjata kimia terbesar di dunia. Oleh karena itu, Iran sangat menekankan pelaksanaan konvensi larangan penggunaan senjata pemusnah massal tanpa diskriminasi.