کمالوندی

کمالوندی

Kamis, 22 September 2022 05:16

Memahami Arti Qana’ah yang Sesungguhnya

 

Banyak orang menganggap bahwa hidup apa adanya, tanpa harus berusaha keras mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang dimilikinya adalah sifat qana’ah.

Tak jarang, mereka yang memahami qana’ah seperti itu kehilangan gairah untuk mengais rezeki. Bahkan, mereka tidak lagi memetingkan urusan kehidupan dunia.

Tentu saja, itu bukanlah makna qana’ah yang benar. Qana’ah sesungguhnya adalah suatu sikap cukup atau mencukupkan dalam konteks konsumtif.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki sikap qana’ah tidak akan berlebihan, misalnya dalam hal makanan, pakaian maupun kendaraan. Ia akan cukup dengan sesuatu berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan.

Namun dalam konteks usaha atau produksi, tidak berlaku qana’ah. Justru seseorang dianjurkan untuk terus giat berusaha dan memperkaya diri. Sehingga dengan kekayaan tersebut ia bisa menunaikan kewajiban-kewajibannya yang lain, seperti zakat, khumus dan sedekah.

Dengan demikian, seseorang tersebut akan mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah Swt, karena kemampuannya berbagi pada sesama, khususnya kepada mereka yang membutuhkan pertolongan.

 

Habib Abdillah Babud mengatakan bahwa Syiah Ahlulbait Pasti Mencintai Indonesia, dan akan menjaga tanah kelahirannya. Hal itu disampaikan pada acara Arbain Imam Husain as Arbain (empat puluh hari) khaulnya Imam Husain as di Jepara, 18/09/2022.
 

“Syiah Ahlulbait Pasti Mencintai Indonesia dan akan menjaganya, sebagaimana dalam hymne Ormas Ahlulbait Indonesia,” kata Ustadz dari Jawa Timur itu di hadapan ribuan hadirin.

Acara Haul empat puluh hari cucunda Nabi itu dihadiri juga oleh ketua MUI, KH. Dr. Mashudi M, Ag dan wakil Bupati Jepara, Bambang, yang juga turut memberikan sambutan

Habib Abdillah juga menegaskan bahwa seluruh apa yang ada di negara Indonesia inj dijaga Ahlulbait dan Alquran.

“Indonesiaku, Ahlulbait menjagamu. Indonesiaku, Alquran membelamu,” lanjut Habib mengutip hymne ABI.

Acara Arbain Jepara dihadiri ribuan hadirin dari berbagai kota di jawa tengah. Acara berjalan dengan lancar dan hikdmat berkat dukungan berbagai pihak; DPD ABI Jepara, Polres Jepara dan Kodim 0179 Jepara.

Selain itu, seperti biasanya, Arbain kali ini bekerja sama dengan PMI untuk bakti sosial donor darah.

 

Menteri Luar Negeri Iran dan Qatar menjalin kontak untuk membicarakan kondisi terbaru negosiasi pencabutan sanksi di Wina.

Sheikh Mohammad Abdul Rahman Al Thani, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar dalam percakapan telpon dengan dengan Menlu Iran Hossein Amir Abdollahian hari Minggu (4/9/2022) menyampaikan pandangannya mengenai dinamika negosiasi pencabutan sanksi.

Selain itu, dibahas juga beberapa masalah konsuler yang melibatkan kedua negara.

Pada perundingan babak baru di Wina yang berpusat mengenai pencabutan sanksi terhadap Iran yang dilaksanakan pada tanggal 4 hingga 8 Agustus, beberapa usulan diajukan oleh Enrique Mora, koordinator Uni Eropa.

Pada 15 Agustus, Republik Islam Iran mempresentasikan dan mengumumkan tanggapan tertulisnya terhadap teks yang diusulkan oleh Eropa. Tehran menegaskan kelanjutan implementasi penuh JCPOA, dan optimis akan mencapai kesepakatan jika tanggapan Amerika realistis dan fleksibel.

Pada 24 Agustus, Amerika Serikat menyampaikan pandangannya kepada Uni Eropa.

Pada hari Jumat, 2 September 2022, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani Chafi mengumumkan penyampaian komentar Republik Islam atas tanggapan AS terhadap teks rancangan perjanjian tentang kemungkinan pencabutan sanksi, dan mengatakan bahwa teks yang dikirim memiliki pendekatan konstruktif dengan tujuan menyelesaikan negosiasi.

Delegasi Republik Islam Iran menekankan urgensi mencapai kesepakatan, dan stabilitas pencabutan sanksi yang dijamin, dan suatu masalah tidak boleh menjadi pengungkit tekanan yang akan digunakan terhadap Iran di masa depan. Selain itu, pembatasan perdagangan luar negeri Iran harus dihapus,.

 

Emir Qatar dalam pidatonya di Majelis Umum PBB menekankan pencapaian kesepakatan nuklir yang adil bagi Republik Islam Iran.

Syeikh Tamim bin Hamad Al Thani, Rabu (21/9/2022) mengatakan, terkait masalah Iran, Qatar meyakini pencapaian kesepakatan yang adil.
 
"Kami percaya dengan pencapaian kesepakatan yang adil terkait program nuklir Iran, yang dengan kesepakatan itu, seluruh kekhawatiran semua pihak teratasi," imbuhnya.
 
Sehubungan dengan masalah Palestina, Emir Qatar mengatakan, Rezim Zionis Israel dengan menerapkan kebijakan memaksakan realitas-realitas rekayasa, telah mengubah aturan permainan.
 
Ia menambahkan, "Sekali lagi kami tegaskan solidaritas penuh kami terhadap rakyat Palestina saudara kami untuk mewujudkan keadilan, dan Dewan Keamanan PBB harus menjalankan tanggung jawabnya memaksa Israel mengakhiri pendudukan, dan mendirikan negara Palestina."
 
Soal Yaman, Emir Qatar menerangkan, "Kami menyaksikan ada secercah harapan dalam kesepakatan semua pihak terkait gencatan senjata di Yaman." 

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyatakan bahwa fakta kebenaran dalam perang pertahanan suci harus sampai ke telinga generasi muda, karena banyak dari kalangan muda tidak tahu banyak mengenai peristiwa ini.

Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pertemuan dengan para komandan dan pejuang di era Pertahanan Suci, hari Rabu (21/9/2022) mengatakan, "Fakta kebenaran Pertahanan Suci harus sampai ke telinga kaum muda. Generasi baru tidak tahu banyak hal. Ketika ada pembicaraan tentang pertahanan suci, kita melihat kalangan muda tidak tahu banyak,".

"Fakta-fakta yang kita perhatikan dalam pertahanan suci saat ini bukan lagi klaim, tapi kenyataan. Dulu kita mengklaim bahwa semua kekuatan dunia memerangi kita dalam perang yang dipaksakan [rezim Saddam Irak]. Kini, semua negara mengkonfirmasi masalah ini," tegasnya.

Ayatullah Khamenei menambahkan, "Serangan Irak terhadap Iran tidak terduga, arogansi global mendukung Saddam. Negara-negara arogan global membantu Saddam dalam perang yang dipaksakan tersebut,".

"Serangan negara-negara ini terhadap pemerintahan revolusioner benar-benar terjadi, karena mereka sangat marah dengan Revolusi Islam Iran. Revolusi ini melakukan hal-hal yang tidak kita sadari, tetapi arogansi global telah menyadarinya. Revolusi Islam Iran merupakan ancaman bagi imperium adidaya arogan global," papar Rahbar.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar menilai perang yang dipaksakan Irak terhadap Iran, tahun 1980, adalah buah dari kebijakan strategi imperium sistem hegemoni global dalam permusuhan terhadap Republik Islam Iran, dan rakyatnya.

Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Rabu (21/9/2022) menuturkan, meski Saddam Hussein yang ambisius dan gila itu mendapat dukungan total dari kekuatan-kekuatan dunia, akan tetapi perang, di bawah tiga unsur yaitu kekuatan revolusi yang meluap, kepemimpinan yang sangat efektif dari Imam Khomeini, dan karakteristik unggul serta membanggakan rakyat Iran, telah berubah dari sebuah ancaman nyata dan besar, menjadi sebuah peluang besar.

Rahbar menyebut Perang Pertahanan Suci sebagai sebuah peristiwa penuh semangat, penuh makna dan penuh manfaat untuk hari ini dan hari esok Iran. Ia juga menyinggung dokumen-dokumen perang Irak atas Iran yang dipublikasikan Barat.

"Memaksakan perang terhadap Iran, adalah reaksi alamiah kekuatan-kekuatan hegemonik dunia atas kemenangann Revolusi Islam. Kemenangan Revolusi rakyat Iran, bukan sekadar kekalahan bagi sebuah sistem boneka dan korup, atau pukulan sementara terhadap Amerika Serikat, dan imperialis, tapi ancaman bagi kekuasaan sistem hegemoni global. Kekuatan arogan Barat dan Timur, yang memahami secara mendalam ancaman ini, mendorong dan memprovokasi Saddam untuk memaksakan perang terhadap rakyat Iran," paparnya.

Ayatullah Khamenei menganggap tujuan perang yang dipaksakan terhadap Iran adalah mencegah tersebarnya pesan dan inovasi baru bangsa Iran ke bangsa-bangsa lain termasuk ketakutan AS atas perlawanan dan perjuangan terhadap penindasan dan diskriminasi global.

"Kemunculan sistem politik independen dan inspiratif, di sebuah negara yang merupakan tumpuan harapan, tempat sandaran dan objek kerakusan AS, bagi Washington dan negara-negara arogan, sama sekali tidak bisa diterima, maka dari itu setelah gerakan-gerakan gagal semacam kudeta, serangan ke Tabas, dan provokasi isu etnis, mereka melancarkan perang total terhadap rakyat Iran," jelas Rahbar.

Menurut Ayatullah Khamenei, memberikan pelajaran kepada bangsa-bangsa lain termasuk salah satu tujuan kubu imperialis dunia dengan melancarkan perang terhadap rakyat Iran.

Ia menambahkan, "Mereka ingin menutup rapat pintu perlawanan yang sudah terbuka lebar dengan menumpas rakyat Iran, akan tetapi rakyat Iran berhasil menggagalkan seluruh tujuan kubu imperialis, dan berbeda dengan bayangan musuh, rakyat Iran mampu naik, dan menciptakan banyak kesempatan."

Rahbar juga menyinggung pemanfaatan prinsip perlawanan dalam berbagai masalah politik, ekonomi dan budaya. Ia menegaskan, "Di era Perang Pertahanan Suci terbukti bahwa negara hanya akan terlindungi dari ancaman-ancaman musuh lewat jalan perlawanan." 

 

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di acara peringatan para pejuang Perang Pertahanan Suci menegaskan, di masa perang pertahanan suci telah terbukti bahwa perlindungan negara dan melawan ancaman musuh hanya dapat diraih melalui muqawama, bukan menyerah.

Menjelang Pekan Pertahanan Suci, sejumlah veteran perang, komandan dan pejuang Perang Pertahanan Suci serta keluarga para syuhada, Rabu (21/9/2022) pagi bertemu dengan Rahbar, Ayatullah Khamenei di Huseiniyah Imam Khomeini ra.

Ayatullah Khamenei di pertemuan ini menyebut perang yang dipaksakan ini (Perang Pertahanan Suci) adalah hasil dari pendekatan strategis kubu hegemoni dunia dalam memusuhi Republik Islam dan bangsa Iran. "Meski Saddam Husein yang haus kekuasaan dan gila kekuasaan mendapat dukungan penuh dari kekuatan besar dunia, perang di bawah tiga unsur kekuatan revolusi, pemimpin bijak seperti Imam Khomeini dan karakteristik unggul bangsa Iran, berubah dari sebuah ancaman pasti dan besar menjadi sebuah peluang besar, di mana narasi yang benar dan akurat dari bab sejarah Iran yang penuh gairah dan menggairahkan ini kepada generasi muda akan menjamin kelanjutan keberhasilan revolusi," ungkap Ayatullah Khamenei.

Faktanya perang yang dikobarkan kubu arogan dunia melalui rezim Saddam terhadap pemerintah Republik Islam Iran yang baru berdiri pada 22 September 1980 memiliki berbagai tujuan. Di antara tujuan tersebut adalah menumbangkan pemerintahan Republik Islam, disintegrasi Iran dan mencegah pengiriman pesan Revolusi Islam ke negara-negara yang didominasi.

Rahbar menilai pemaksaan perang kepada Iran sebagai respon wajar kubu hegemoni dunia atas kemenangan Revolusi Islam. Rahbar mengatakan, "Memaksakan perang terhadap Iran, adalah reaksi alamiah kekuatan-kekuatan hegemonik dunia atas kemenangann Revolusi Islam. Kemenangan Revolusi rakyat Iran, bukan sekadar kekalahan bagi sebuah sistem boneka dan korup, atau pukulan sementara terhadap Amerika Serikat, dan imperialis, tapi ancaman bagi kekuasaan sistem hegemoni global. Kekuatan arogan Barat dan Timur, yang memahami secara mendalam ancaman ini, mendorong dan memprovokasi Saddam untuk memaksakan perang terhadap rakyat Iran."

Setelah kemenangan Revolusi Islam, Iran tidak siap berperang; Institusi dan angkatan bersenjata Iran perlu diorganisir, dan musuh, yang melihat kepentingan mereka dalam bahaya, terus-menerus berusaha menciptakan kerusuhan di seluruh negeri. Setelah musuh tidak dapat mencapai tujuan mereka dengan cara ini, mereka memulai perang delapan tahun melawan Iran melalui rezim Ba'ath Irak dan terus mendukung rezim ini dengan senjata, keuangan, dan politik.

Contoh nyata dari dukungan ini dapat dilihat dalam keselarasan kekuatan Timur dan Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam perang yang dipaksakan; Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang terlibat dalam Perang Dingin setelah Perang Dunia Kedua, termasuk di antara pendukung rezim Saddam dan memasukkan semua jenis senjata dan bantuan keuangan kepada rezim ini sebagai bagian dari rencana mereka.

Meskipun demikian, rakyat Iran, di bawah kepemimpinan Imam Khomeini ra dan dengan perlawanan yang penuh iman, tidak hanya mengalahkan musuh-musuh mereka, tetapi juga meninggalkan prestasi unik dalam bentuk budaya perlawanan, yang merupakan teladan abadi bagi bangsa Iran dan umat Islam di bidang mempertahankan nilai-nilai dan menghadapi ancaman musuh.

Capaian lain dari Perang Pertahanan Suci adalah membuktikan kekuatan Republik Islam Iran kepada dunia, karena setelah pernagini, musuh mengakui bahwa pemerintahan Islam Iran tidak dapat digulingkan dengan serangan militer.

Strategi pertahanan, swasembada dan pertahanan pribumi dalam industri pertahanan juga antara lain pencapaian Perang Pertahanan Suci; Kini, Republik Islam Iran berada pada level pertahanan dalam hal kekuatan pertahanan karena kemajuan produksi berbagai jenis senjata, termasuk rudal dan drone, dan selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga merupakan pengekspor peralatan militer.

Rahbar terkait hal ini mengatakan, "Berkat rahmat ilahi, hari ini Iran telah mencapai level pencegahan dalam hal pertahanan, dan tidak ada kekhawatiran dalam hal ancaman eksternal, dan musuh mengetahui hal ini dengan sangat baik."

 

Presiden Republik Islam Iran menekankan penegakan keadilan di dunia dan mengatakan, Iran percaya pada nasib bersama umat manusia, dan mendukung globalisasi keadilan.

Sayid Ebrahim Raisi, Rabu (21/9/2022) menyampaikan pidato di Majelis Umum PBB ke-77 di markas PBB di New York, Amerika Serikat.

Dalam pidatonya, Raisi menekankan tekad Iran menegakan keadilan sebagai anugerah Tuhan, yang diberikan kepada seluruh umat manusia.

"Timbunan ketidakadilan menyebabkan gerakan masyarakat, dan di sebagian besar gerakan itu tidak sampai pada kedewasaan revolusi, dan sebagian besar revolusi menyimpang dari jalan aslinya, tapi keberhasilan sejumlah revolusi seperti di Iran, dalam kelanjutan substansi Revolusi Islam, dengan sendirinya menghidupkan harapan atas penegakan keadilan di hati masyarakat dunia, dan menjaganya," papar Raisi.

Ia menambahkan, Revolusi Islam Iran adalah gerakan rakyat Iran ke arah kebenaran yang meski diterpa berbagai fitnah, tetap menjaga kemuliaan cita-citanya. 

 

Sekjen Hizbullah Lebanon dalam ceramahnya memperingati Arbain Imam Hussein as mengatakan, percaya pada jaminan Amerika Serikat sama saja dengan membawa anggota keluarga ke tempat pembantaian.

Sayid Hassan Nasrullah, Sabtu (17/9/2022) di awal ceramahnya menyebut pelajaran paling berharga dari Arbain adalah sikap Imam Ali Zainal Abidin dan Sayidah Zainab di hadapan Yazid yang menunjukan bahwa musibah dan kondisi sulit, sesulit apa pun, tidak bisa memperlemah dan membuat seorang mukmin menyerah.
 
Pada saat yang sama, Nasrullah menilai pawai jalan kaki Arbain di Irak yang diikuti jutaan orang layaknya sebuah mukjizat, dan seluruh konspirasi termasuk bom mobil, tidak mampu mencegahnya.
 
Di sisi lain, Sekjen Hizbullah menegaskan bahwa jaminan-jaminan AS tidak pernah membantu orang-orang Lebanon atau Palestina dalam kejahatan Sabra dan Shatila. Rakyat Palestina saat ini sampai pada kesimpulan pasti bahwa perundingan tidak membuahkan hasil apa pun, dan satu-satunya opsi yang tersisa bagi mereka adalah perlawanan.
 
"Siapa pun yang menerima jaminan-jaminan AS, layaknya orang yang menerima laki-laki, perempuan dan anak-anak mereka untuk disembelih di tempat pembantaian," tegasnya. 
 
Di bagian lain ceramahnya, Sayid Hassan Nasrullah menyinggung masalah ladang gas Karish, dan gangguan yang dilakukan Rezim Zionis terhadap perairan Lebanon.
 
Menurutnya, perlawanan adalah satu-satunya jalan untuk merebut hak, dan hal ini tidak bisa diraih dengan cara mengemis. 

 

Sebuah konferensi internasional bertema "Arbain dan Peradaban Islam Modern" digelar di Karbala dengan kehadiran para akademisi dan peneliti dari berbagai negara.

Momentum kebudayaan yang berlangsung hari Sabtu (17/9/2022) membahas Arbain sebagai ikon budaya, sekaligus kekuatan kebudayaan Islam, menghadirkan para pembicara dari berbagai kalangan.

Moghemi Haji, Wakil Kepala Pusat Penelitian Hauzah Ilmiah Iran hari Sabtu (17/9/2022) dalam pertemuan yang diadakan di Karbala mengatakan, "Konferensi Arbain dan Peradaban Islam Modern adalah sarana dialog antara para pemikir Islam, sehingga kita dapat mengambil manfaat dari kehadiran jutaan orang dalam pembuatan kebijakan budaya,".

Pada pertemuan internasional ini, ulama Iran, Abdol Rasul Hajiri, menyampaikan pandangamnya mengenai "Empat Puluh Peradaban Baru Islam", yang membahas tentang tanggung jawab anggota masyarakat Islam untuk menciptakan peradaban baru Islam, termasuk karakteristik tanggung jawab di dalamnya, serta perlunya memiliki pemimpin bagi masyarakat Islam.

Selain itu, para pembicara lain menyampaikan pandangannya mengenai Arbain dan peradaban Islam.