کمالوندی

کمالوندی

Minggu, 20 Desember 2020 18:14

Islam dan Gaya Hidup (8)

 

Setelah kita membahas tentang pentingnya menetapkan tujuan dan skala prioritas dalam menjalani hidup, sekarang kita sampai pada tahap yang lebih penting yaitu, masalah waktu dan mulai bergerak untuk meraih mimpi. Selama kita belum membuat keputusan serius untuk memulai, maka tujuan kita akan selalu menjadi sebuah mimpi dan angan-angan.

Oleh karena itu, kita harus membuat keputusan dengan akal sehat dan kebijaksanaan dankita harus mengejar tujuan kita dengan sebuah perencanaan yang benar serta sesuai dengan fasilitas dan kapasitas. Keberhasilan seseorang sangat ditentukan oleh sebuah perencanaan yang matang dan tidak ada yang sebanding dengannya. Imam Ali as berkata, “Ketelitian dan kecekatan dalam perencanaan lebih penting dari sarana (yang tersedia untuk mencapai tujuan).”

Ada banyak definisi yang ditawarkan mengenai kata perencanaan. Salah satu definisinya antara lain, “Perencanaan adalah sebuah prediksi yang rasional dan pengaturan sistematis semua kegiatan dan waktu berdasarkan prioritas yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan pelaku.” Dengan kata lain, perencanaan adalah pengaturan dan pembagian urusan serta pengambilan keputusan dalam setiap tahap untuk aktivitas di masa mendatang.

Perencanaan memiliki banyak pengaruh dalam kehidupan manusia. Dengan perencanaan, semua tugas dan pekerjaan yang akan dijalani dipilih dengan prediksi dan ketelitian. Semua tugas dan pekerjaan yang akan dijalani dipilih dengan prediksi dan ketelitian. Semua kebutuhan dan keinginan juga dipenuhi dengan memperhatikan skala prioritas. Di era kemajuan teknologi informasi dan kemudahan untuk memacu perkembangan pemikiran, ekonomi dan sosial serta dengan semakin rumitnya kehidupan, maka manusia membutuhkan sebuah perencanaan dan pengaturan waktu.

Islam sebagai agama yang paling sempurna sangat menekankan masalah perencanaan. Dalam literatur-literatur Islam, masalah ini dianggap penting dan sebuah keniscayaa dari beberapa segi. Salah satunya adalah, usia dan waktu berjalan dengan cepat dan tanpa disadari. Selain itu, waktu yang telah hilang tidak bisa dikembalikan lagi dan sama sekali tidak ada cara untuk mengembalikannya. Waktu tidak bisa ditawar dengan segala hal.

Semua kekayaan manusia yang hilang masih bisa digantikan dalam batas tertentu, kecuali usia dan waktu. Dari sisi lain, semua pekerjaan perlu diselesaikan tepat waktu dan sesuai perencanaan dan hal ini akan mungkin dilakukan dengan sebuah perencanaan. Rasulullah Saw bersabda, “Setiap pekerjaan tergantung pada waktunya.”

Dengan memiliki program, kita dapat memanfaatkan semua kesempatan dan fasilitas secara maksimal. Salah satu dampak utama perencanaan adalah menciptakan kebiasaan yang positif. Pada akhirnya, pekerjaan akan diselesaikan dengan lebih mudah. Oleh karena itu, sebuah program yang tepat akan membantu dengan lebih mudah. Oleh karena itu, sebuah program yang tepat akan membantu manusia untuk memiliki sebuah model ideal dalam hidupnya.

Kebanyakan penyesalan dan penderitaan hidup masyarakat muncul karena tidak adanya pemikiran yang matang dan perencanaan yang baik sebelum mengerjakan sesuatu. Imam Ali al-Jawad as berkata, “Pengaturan dan perencanaan (sebelum mengerjakan setiap pekerjaan) akan menjaga manusia dari penyesalan.”

Tentu saja, melakukan aktivitas sesuai dengan perencanaan membutuhkan perilaku disiplin. Oleh sebab itu, setelah perencanaan, kita harus berkomitmen dengan kedisiplinan dan keteraturan. Budaya dan ajara Islam sangat menaruh perhatian terhadap masalah disiplin dan perencanaan. Imam Ali as dalam sebuah wasiatnya kepada Imam Hasan dan Husein as berkata, “Aku wasiatkan kalian dengan takwa ilahi dan disiplin dalam pekerjaan.”

Kebanyakan masalah dan kekacauan dalam hidup timbul karena tidak adanya kedisiplinan dan ketertiban. Keberadaan sifat terpuji ini secara mengejutkan akan menciptakan perubahan positif pada gaya hidup. Kedisiplinan dan keteraturan dalam pekerjaan memiliki banyak dampak positif bagi individu dan masyarakat. Perilaku disiplin dan perencanaan akan mencegah terbuangnya waktu dan sumber daya. Kebutuhan manusia senantiasa beragam dan tidak mungkin bagi mereka untuk memenuhi semua itu secara bersamaan. Hal ini memaksa mereka untuk menerapkan skala prioritas dan menentukan waktu khusus untuk sebuah kegiatan.

Untuk itu, setiap individu perlu memegang teguh prinsip disiplin dan memanfaatkan usianya, sebagai modal utama mereka, dengan sebaik-baik mungkin. Individu yang menyusun program untuk rutinitasnya dan mengerjakan semua pekerjaan pribadi dan sosial sesuai jadwalnya, pada dasarnya ia telah menghargai dirinya dan orang lain. Kedisiplinan dan keteraturan dalam pekerjaan akan menyebabkan semua kegiatan rampung tepat pada waktunya.

Disiplin dalam perilaku individual dan sosial, termasuk faktor penting dalam menata pemikiran manusia. Orang yang selalu komit dengan semua tugasnya, pola pikirnya juga akan tertata rapi dan matang. Manusia dengan mengantongi karakteristik tersebut dapat meniti jenjang perkembangan dan kesempurnaan dengan cara yang lebih baik dan cepat.

Imam Khomeini ra menilai keteraturan pemikiran adalah hasil dari perilaku disiplin. Beliau mengatakan, “Jika kita menata perilaku dan gerakan kita dalam hidup ini, pemikiran kita juga dengan sendirinya akan tertata dan ketika pemikiran sudah tertata, pastinya manusia akan menikmati keteraturan pemikiran sempurna ilahi.”

Pada dasarnya, salah satu rahasia kesuksesan para tokoh dan pengukir sejarah adalah karena mereka memiliki perencanaan dan sikap disiplin dalam hidup. Imam Khomeini ra, yang meneladani Rasulullah Saw dan Ahlul Bait as, adalah teladan populer yang telah menyihir banyak orang dengan masalah perencanaan dan perilaku disiplin.

Salah seorang murid Imam Khomeini ra berkata, “Saya hadir bersama beliau di Najaf selama 10 tahun, pekerjaan-pekerjaan yang saya saksikan dari beliau benar-benar menjadi contoh bagi kami. Sungguh mengherankan bahwa beliau menyusun jadwa untuk kegiatan belajar, membaca al-Quran, mengerjakan amalan sunnah dan bahkan membaca ziarah dan doa yagn tidak punya waktu khusus. Beliau melakukan setiap aktivitas sesuai dengan jadwal tersebut dan semua orang yang mengenal beliau mengetahui kesibukan Imam Khomeini pada jam tertentu. Beliau sangat disiplin, dimana salah seorang pedagang di pasar mengatur jadwalnya dengan kedatangan dan kepulangan Imam. Ini adalah sebuah pelajaran dan mereka dapat belajar dari sifat Imam Khomeini ra.”

Manusia yang disiplin dalam menjalankan aktivitas pada dasarnya mereka telah menghargai waktu dan usia orang lain dan bahkan mencegah hilangnya setiap kesempatan. Individu yang seperti ini akan menjadi teladan bagi orang lain dan cara ini akan mendorong masyarakat untuk hidup disiplin dan teratur dalam pekerjaan.

Oleh sebab itu, setelah menetapkan tujuan, perencanaan dan kedisiplinan akan memberikan warna baru dalam kehidupan seseorang. Sebagai hasilnya, ia akan merasakan kedamaian, jauh dari rasa gelisah dan kekacauan pikiran, serta meraih kesuksesan. Dengan membiasakan diri untuk hidup disiplin dan memiliki perencanaan, kita akan menyaksikan sebuah perubahan positif dan hidup kita dan lingkungan.

Imam Ali as berkata, “Bagilah waktumu menjadi empat bagian, untuk beribadah, untuk bekerja dan mencari nafkah, untuk berhubungan dengan saudara-saudara yang engkau percayainya dan mereka yang memberitahumu akan kekurangan dirimu dan khususkan juwa waktu untuk mencari kesenangan dan kenikmatan yang halal. Dari kegembiraan dan keceriaan yang didapat dari waktu liburan itu engkau bisa memperoleh kesiapan untuk melakukan tugas-tugas yang lain.

Minggu, 20 Desember 2020 18:09

Islam dan Gaya Hidup (7)

 

Model dan cara manusia dalam menjalani hidup dibangun atas empat ikatan yaitu, hubungan dengan diri sendiri, dengan Tuhan, dengan orang lain dan dengan alam semesta serta lingkungan. Cara kita menjalin hubungan dengan diri kita sendiri menjadi salah satu faktor penting untuk memiliki sebuah gaya hidup.

Kita perlu mengenal diri kita sendiri lebih baik untuk menikmati sebuah hubungan yang konstruktif. Ada sekelompok pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap individu mengenai hal itu antar lain; Siapakah aku? Potensi dan kemampuan apa saja yang aku miliki? Apakah tujuan hidup ini? Dan apakah aku puas dengan kehidupanku?

Pengenalan yang lebih besar tentang diri sendiri akan membuat seseorang memiliki kinerja yang prima dalam kehidupan. Kemampuan untuk mengenal diri dan pengetahuan tentang karakter pribadi, serta pengenalan aspek kekuatan dan kelemahan, termasuk ranah keahlian manusia dalam mengidentifikasi dirinya.

Ilustrasi kehidupan setelah kematian
Budaya dan pengetahuan Islam menaruh perhatian khusus terhadap masalah pengenalan diri dan wawasan kepribadian. Sebab, masalah itu akan membuka peluang untuk perkembangan dan kesempurnaan manusia. Rasul Saw bersabda, “Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, berarti ia sudah mengenal Tuhannya.” Al-Quran dalam surat adz-Dzariyat ayat 21 berkata, “Dan (juga) para dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”

Semua kerja keras dan kegiatan manusia untuk meningkatkan kepuasan hidup dan wawasan kepribadian dapat mempercepat langkah mereka untuk mencapai distinasi. Oleh karena itu,  agama-agama samawi termasuk Islam senantiasa mendorong manusia untuk mengenal dirinya. Hal ini membuat mereka mengenal kemampuan-kemampuannya serta membantu mereka dalam mencapai kemajuan dan kesempurnaan.

Jelas bahwa individu yang mengenal dimensi-dimensi kepribadiannya akan membangun hubungan yang berkualitas dengan Tuhan, orang lain dan alam semesta. Setelah kita mengenal diri kita sendiri dan mengetahui tentang kedudukan mulia kita di alam semesta, maka prioritas selanjutnya adalah menetapkan tujuan. Memilih tujuan akan mencegah manusia dari kebimbangan.

Kadang kala tahun terus berganti dan usia manusia semakin berkurang, tapi sama sekali tidak tercipta perubahan dalam kehidupan kita. Sering kali kita bergumam dalam hati bahwa hari ini telah berlalu, tapi besok kita akan berbuat sesuatu. Namun, hari esok juga datang dan semua dilalui dengan penuh kelesuan. Hari demi hari berlalu begitu saja dan kesempatan emas itu tak kunjung datang, kita lalai bahwa “Hari ini adalah hari esok yang kita nantikan kedatangannya kemarin.”

Sebenarnya, dari mana sumber semua kelesuan dan kelemahan itu? Para pakar kesehatan mental mengatakan, “Jika kalian tidak bangkit dari tidur di pagi hari dengan penuh energi dan semangat, ini dikarenakan kalian tidak memiliki tujuan yang mantap dalam hidup. Fenomena ini akan menghancurkan semua kesempatan emas dalam hidup kita.” Imam Ali as berkata, “Orang berakal adalah mereka yang mengesampingkan perkara batil dan tanpa tujuan.”

Manusia adalah makhluk yang memiliki tujuan, karena mereka merupakan bagian dari alam dan alam semesta sendiri punya tujuan. Tuhan memiliki tujuan suci dalam penciptaan manusia dan alam. Sama sekali tidak ada sesuatu di alam ini yang tidak punya tujuan dan tidak berguna. Di semua sisi dunia ini terdapat tujuan dan keteraturan, dan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki ikhtiar, sejak dulu telah menjadi pusat perhatian dan tujuan Tuhan.

Ketenangan batin
Oleh karena itu, mereka tidak boleh menjalani hidup tanpa tujuan. Kematangan pemikiran dan kesempurnaan akal akan membuat manusia lebih condong pada perbuatan-perbuatan yang bertujuan dan mereka akan menjauhi pekerjaan yang tidak berguna.

Al-Quran menyebut salah satu sifat orang mukmin adalah menjauhi pekerjaan yang sia-sia dan tanpa tujuan. Salah satu sifat orang mukmin menurut surat al-Mukminun ayat 3 adalah “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” Imam Ali as dalam sebuah ucapannya berkata, “Orang yang condong pada perkara yang tidak berguna dan tidak bertujuan adalah orang yang pendek akalnya.”

Pada kesempatan lain,  Imam ali as berkata, “Tidak pantas bagi manusia berakal untuk mengayunkan kakinya kecuali untuk tiga hal; melakukan pekerjaan yang akan memperbaiki akhiratnya, mengerjakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari kelezatan yang halal.”

Oleh karena itu, syarat hidup bijak terletak pada pemilihan jalan yang benar, penentuan tujuan yang tepat dan pengalihan pandangan dari perkara yang tidak berguna, dimana akan berisiko hilangnya sumber daya mteri dan spiritual dan pada akhirnya mendatangkan penyesalan. Voltaire, seorang penulis dan filsuf Perancis mengatakan, “Kita harus memiliki tujuan luhur dalam hidup ini dan menatap ufuk yang lebih tinggi, karena hidup tanpa tujuan hanya akan mendatangkan kejenuhan.”

Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu manusia dalam memilih tujuan atau melakukan sebuah peninjauan ulang. Sejujurnya siapakah diriku ini? Apakah aku menerima diriku sebagai seorang manusia atau makhluk yang paling mulia? Apakah aku memikirkan kesehatanku dan memiliki program untuk itu? Apakah aku mencintai pekerjaanku? Dan apakah aku memiliki hubungan yang akrab dengan istri dan anggota keluargaku? Semua pertanyaan itu mungkin akan membantu kita untuk secara teliti memikirkan tujuan-tujuan hidup kita.

Tujuan adalah sebuah kondisi ideal yang ingin kita raih di masa depan. Jika kita gagal menentukan nasib kita di masa depan, maka lingkungan di sekitar kita akan memaksakan kondisi tertentu kepada kita, yang mungkin sama sekali tidak sejalan dengan kepentingan kita. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita sendiri yang memperjelas tujuan tersebut dan kita bergerak ke arah sana.

Tujuan hidup setiap individu memiliki hubungan erat dengan pandangan dan ideologinya. Daripada menyibukkan diri dengan segudang khayalan dan imajinasi, lebih baik kita fokus pada tujuan tertentu. Tujuan tersebut akan menentukan dan memperjelas jalan dan destinasi hidup serta memberi rasa percaya diri, motivasi dan cinta kepada manusia. Tujuan akan mengakrabkan manusia dengan berbagai potensi dan kemampuan internal yang dimilikinya.

Pandangan dunia
Individu dengan tujuan yang jelas akan berupaya maksimal untuk sampai ke sana dan tidak ada rintangan yang bisa mematahkan semangatnya. Tujuan tentu saja harus realistis. Tujuan-tujuan yang realistis adalah target yang mungkin untuk dicapai dalam jangka pendek atau jangka panjang. Sebaliknya, tujuan-tujuan yang tidak realistis biasanya disebut dengan khayalan.

Tujuan dapat dibagi ke dalam tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Manajemen waktu akan membantu manusia untuk berkomitmen dalam melaksanakan kewajiban dan tugas yang sudah terjadwal. Tujuan juga dapat dibagi ke dalam berbagai bidang seperti memperbaiki relasi dengan rekan  kerja, menambah pendapatan atau meningkatkan kinerja.

Di lingkungan keluarga, tujuan itu dapat berbentuk pemilihan calon istri atau perbaikan hubungan dengan istri dan anak-anak. Di ranah spiritual, tujuan dapat berupa pelaksanaan kewajiban agama atau meningkatkan rasa percaya diri. Di dunia pendidikan, tujuan dapat terwujud tekad untuk melanjutkan pendidikan di bidang tertentu.

Tahap berikutnya adalah menentukan skala prioritas tujuan. Kita perlu memisahkan tujuan-tujuan yang lebih penting dari target-target biasa. Imam Ali as memiliki sebuah saran yang menarik dalam hal ini. Beliau berkata, “Barangsiapa yang menyibukkan diri dengan perkara yang tidak penting, ia akan kehilangan sesuatu yang lebih penting.”

Ada baiknya kita juga mendiskusikan tujuan yang ingin kita raih dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan anjuran Islam untuk bermusyawarah dan urun rembuk. Konsultasi ini tentu saja harus dilakukan dengan pihak yang berkompeten dan dapat memberikan arahan kepada kita. Islam melarang umatnya untuk bermusyawarah dengan orang-orang fasik, karena mereka akan mempersulit langkah kita untuk menggapai tujuan.

Minggu, 20 Desember 2020 17:59

Islam dan Gaya Hidup (6)

 

Banyak orang bertanya-tanya apakah perlu menciptakan perubahan dalam gaya hidupnya? Lalu, sejauh mana gaya hidup mereka sesuai dan sejalan dengan ideologi dan kepercayaan yang mereka yakini? Jelas bahwa model kehidupan yang kita jalani sekarang adalah bukan satu-satunya cara terbaik dan ideal bagi kehidupan kita. Tidak bisa dipungkiri bahwa ada banyak masalah pada metode kehidupan kita yang sekarang, dimana beberapa problema kita akan terpecahkan dengan mengatasi masalah-masalah tersebut.

Keberadaan dan ketiadaan bagian tertentu di kehidupan kita semua kembali kepada cakrawala pemikiran kita. Jawaban-jawaban kita atas definisi manusia dan kebahagiaannya serta penafsiran kita tentang awal dan akhir alam semesta, begitu pula dengan pandangan kita tentang kondisi sosia, ekonomi dan budaya, semua berpengaruh pada keputusan kita dalam memilih gaya hidup.

Kita di sepanjang hari menemui beragam masalah dan kita memikirkan sebagian dari masalah itu dan mengabaikan sebagian yang lain. Lalu, tema-tema apa saja yang harus menjadi santapan harian kita dan tema-tema apa saja yang harus kita singkirkan? Jika kita ingin menata kehidupan ini sejalan dengan tujuan penciptaan menurut pemikiran agama, bagaimana jadinya tampilan hidup kita nanti? Apakah kita mampu mengubah jam istirahat kita? Apakah kita bisa untuk tidak memikirkan sesuatu? Bagaimana kalau kita menjamu tamu-tamu kita dengan cara yang berbeda?

Mungkin juga ada yang beranggapan bahwa tidak penting untuk dipikirkan tentang metode apa yang akan kita gunakan dalam memenuhi kebutuhan dan menjalani hidup ini. Bukankah manusia di setiap periode kehidupannya memanfaatkan fasilias dan sarana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya?

Akan tetapi, harus dikatakan bahwa penampakan lahir kehidupan sama sekali tidak terlepas dari bentuk batinnya. Gaya dan metode kehidupan menciptakan perubahan yang konstruktif dalam jiwa dan ruh manusia. Semua perintah untuk mengerjakan amal kebaikan, yang menjadi cerminan lahiriah dari kehidupan individu Mukmin, memiliki pengaruh dalam penyucian jiwa dan penguatan iman.

Lahir dan batin saling mempengaruhi secara bersamaan. Untuk itu, perubahan salah satu sisi tentu saja akan turut mengubah sisi yang lain. Reformasi batin dan spiritual tidak bisa diharapkan muncul dari jiwa orang-orang yang menggantungkan kehidupannya pada hawa nafsu dan rayuan syaitan. Oleh sebab itu, perubahan gaya hidup manusia harus berdampak pada jiwa dan ruhnya. Di samping itu, perubahan dalam jiwa dan pemikiran akan berpengaruh pada kehidupan material.

Untuk mewujudkan perubahan dalam gaya hidup, kita harus mampu mengubah bentuk persepsi kita tentang kehidupan dan kemudian kita juga menciptakan perubahan dalam metode kehidupan. Tentu saja sangat sulit untukmengubah gaya hidup, perubahan kecil pada metode kehidupan bahkan tidak tercipta dengan sederhana. Perubahan dalam gaya hidup adalah sebuah gerakan untuk menata kehidupan dan memperbaiki bentuk lahiriahnya.

Sebagai tahap awal, kita bisa mengaktifkan beberapa kegiatan positif dan meliburkan beberapa aktivitas yang tidak berguna. Misalnya saja, sebagai seorang Mukmin kita harus menjadikan bacaan al-Quran sebagai rutinitas harian dan meninggalkan pekerjaan yang sia-sia.

Dalam gaya hidup agamis, membiasakan tidur di awal waktu dan memanfaatkan waktu sahar untuk ibadah harus menjadi pengganti kebiasaan lama dan telat tidur. Menimba ilmu pengetahuan khususnya makrifat agama juga memiliki kedudukan yang tinggi dalam gaya hidup agamis dan kegiatan ini harus diprioritaskan atas kehidupan duniawi. Skala prioritas dalam kehidupan seorang Mukmin juga mengalami pergeseran pada periode tertentu. Sebagai contoh, ibadah di bulan Ramadhan atau membantu keluarga di waktu luang harus menjadi prioritas orang Mukmin.

Pada tahap pertama, agama telah membangun pondasi gaya hidup agamis dengan menjabarkan pandangan dunia dan ideologi. Dan pada tahap selanjutnya, agama memberikan panduan perilaku dan nilai-nilai moral untuk semua dimensi kehidupan manusia. Moralitas telah mendefinisikan keanggunan dan keindahan sebuah perilaku; bentuk dan lahiriah yang indah, dimana dituntut untuk bersikap sesuai dengan itu. Seperti, tata cara makan dan tidur, kesopanan dalam berdoa dan beribadah, cara berinteraksi sosial, model pakaian, cara berkomunikasi, pernikahan dan lain-lain.

Tata krama dan sopan santu berbeda-beda di tengah bangsa-bangsa. Sebuah perkara biasa di sebuah masyarakat mungkin akan dianggap sebagai hal yang tabu di tengah komunitas lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah keindahan jiwa dan adab kesopanan adalah keindahan perilaku. Dengan kata lain, akhlak berhubungan dengan sifat-sifat internal, sementara adab kesopanan berkaitan dengan perilaku-perilaku lahiriah. Kesopanan biasanya akan menjadi wadah untuk akhlak.

Kesantunan dapat dibadi dalam dua bagian yaitu, kesantunan berbasis nilai-nilai agama dan kesantunan non-agama. Kesantunan Islami ada kalanya langsung bersandar pada ajaran-ajaran agama atau bersumber dari pemahaman dan penafsiran para tokoh agama terhadap teks-teks agama dan mereka berkomitmen untuk melaksanakannya.

Kesantunan non-agama adalah tata cara berperilaku yang berakar pada karakteristik sebuah wilayah, etnis, sejarah dan sejenisnya. Sebagai contoh, berusaha untuk mendahului salam, menjawab salam dengan sempurna, menyambung tali silaturahim dan atau memakai jilbab adalah bagian dari kesantunan Islami.

Adab kesopanan juga dapat dibagi menjadi individual dan sosial. Menjaga kesopanan dihadapan diri kita sendiri disebut sebagai adab personal, sedangkan menjaga kesantunan dihadapan orang lain disebut sebagai adab sosial. Kesantunan Islami merupakan simbol lahiriah Islam. Oleh sebab itu, seorang Muslim tidak ditolerir untuk berbuat sesuka hati. Dengan kata lain, ketika kita sudah menerima nilai-nilai Islam, kita tidak bisa lagi untuk melakukan sembarang pekerjaan. Kesantunan Islami yang tampak dalam perilaku harus sesuai dengan ideologi dan nilai-nilai Islam. Gaya perilaku lahiriah manusia merupakansimbol dari bentuk pemikiran dan kecintaannya.

Perilaku yang dilakukan oleh seseorang secara tidak langsung akan memperlihatkan karakter orang tersebut dihadapan masyarakat. Kondisi batin orang tersebut akan terlihat dan kepercayaan-kepercayaannya akan tampak. Misalnya saja, memakai pakaian hitam untuk mengenang duka Ahlul Bait as akan menjelaskan tentang kecintaan mereka kepada keluarga Nabi Saw dan akidah mereka tentang peringatan itu. Jika kondisi lahiriah ini ditemukan seragam di tengah sebuah komunitas, maka ini adalah indikasi dari kesepahaman dan kedekatan mereka. Namun jika ada perbedaan, dapat dipastikanb ahwa mereka masih memiliki pemahaman yang berbeda terhadap nilai-nilai tersebut.

Komitmen kaum Muslim terhadap hukum syariat dan akhlak akan membantu menyebarluaskan pemikiran dan budaya Islam, terutama untuk generasi mendatang. Sebagai contoh, ibadah seorang Muslim dan perilaku mulianya secara tidak langsung akan menjadi media dakwah bagi penyebaran budaya Islam dan pemikiran tauhid. Oleh karena itu, komitmenkita terhadap hukum Islam dan moralitas jangan hanya sebatas pencitraan, tapi harus benar-benar teraktualisasi dalam kehidupan kita.

Dunia Barat juga berupaya maksimal untuk mengkampanyekan budaya dan nilai-nilai mereka di tengah bangsa-bangsa lain. Pertama, mereka mengesankan budaya dan kehidupan modern barat sebagai satu-satunya pilihan ideal dan penuh pesona. Di sisi lain, Barat mencitrakan budaya-budaya lokal dan khususnya budaya Islam sebagai tidak efektif dan kemudian mereka melecehkan pola hidup tradisional dan merusak simbol-simbolnya. Singkat kata, dengan memperhatikan pentingnya adab dan gaya hidup dalam mentransfer kepercayaan dan nilai-nilai, maka upaya untuk melestarikan dan menjaga nilai-nilai tersebut menjadi sebuah urgensitas.

Minggu, 20 Desember 2020 17:49

Islamophobia di Barat (40)

 

Pemindahan Kedutaan Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis diikuti dengan pembunuhan sadis terhadap orang-orang Palestina, pemilik asli tanah Palestina. Tentara Zionis membunuh dan melukai puluhan ribu orang Palestina yang memprotes pemindahan Kedutaan AS.

Warga Palestina berkumpul untuk memprotes keputusan kontroversial pemerintah AS, tetapi mereka disambut dengan bedil. Para pengaku pembela hak asasi manusia tidak memberi tahu Israel bahwa protes adalah hak sipil bagi semua manusia.

Sejarah dunia mencatat bahwa peresmian kedutaan negara mana pun tidak pernah diwarnai oleh insiden pembantaian 58 orang. Namun, tidak demikian dengan peresmian Kedutaan AS di tanah pendudukan dan sekarang rekor tidak manusiawi ini dipegang oleh Donald Trump dan Benjamin Netanyahu.

Netanyahu, putri dan menantu Trump (Ivanka Trump dan Jared Kushner) merayakan, tertawa, bersorak sorai, dan berkisah tentang perdamaian di dalam Kedutaan AS yang baru diresmikan. Di luar lokasi perayaan, tentara Zionis menembakkan peluru ke arah warga Palestina dan membunuh mereka di tanah airnya sendiri. 

Sebanyak 58 warga Palestina gugur dalam pembantaian brutal itu dan 2.700 lainnya terluka. Di antara korban pembantaian terdapat enam anak dan remaja di bawah usia 18 tahun. Setengah dari korban luka terkena peluru tajam. Seorang bayi juga meninggal akibat menghirup gas air mata.

Mencermati insiden yang terjadi di dalam dan di luar gedung Kedutaan AS di Baitul Maqdis, sudah cukup alasan bagi siapa pun untuk menolak klaim Washington soal pembelaan hak asasi manusia.

Jika kejahatan semacam itu terjadi di sebuah negara selain AS, maka Trump dan para pembantunya akan bersuara lantang mengenai pelanggaran HAM, mengancam pelakunya, dan menjatuhkan sanksi terhadap mereka.

Insiden berdarah peresmian Kedutaan AS di Baitul Maqdis akan selalu dikenang oleh rakyat Palestina, kaum Muslim, dan semua pencari kebebasan dan keadilan di seluruh dunia sebagai hari kelam dalam sejarah pendudukan Zionis.

Pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis dilakukan pada hari yang dikenang oleh rakyat Palestina sebagai Hari Nakba (bencana/malapetaka). Zionis mengubah Hari Nakba menjadi hari pertumpahan darah dan menambahkan sebuah frasa baru dalam sejarah penjajahannya.

Hari Nakba adalah istilah yang dipakai oleh rakyat Palestina untuk mengenang peristiwa pengusiran puluhan ribu orang Palestina dari Desember 1947 hingga Januari 1949. Pada hari itu, orang-orang Zionis merampas dan menduduki tanah Palestina.

Zionis melakukan segala bentuk kejahatan untuk memaksa orang-orang Palestina meninggalkan rumah, desa, kota, dan tanah air mereka. Sekitar 600 desa dibakar dan dihancurkan. Orang-orang yang menentang agresi ini dibunuh secara keji.

Pembunuhan brutal terhadap penduduk desa Deir Yassin dan Kafr Qasim dicatat dalam sejarah kejahatan dan agresi Zionis di Palestina. Tanggal 15 Mei adalah hari pengumuman berdirinya rezim penjajah Zionis di bumi Palestina.

Rakyat Palestina menyebut hari itu sebagai Hari Nakba. Mereka memperingati Hari Nakba dengan melakukan pawai ke arah wilayah yang diduduki Zionis dan mengingatkan generasi baru Palestina akan sejarah pendudukan tanah air mereka.

Kegiatan itu disebut Pawai Hak Kepulangan dengan harapan bahwa suatu hari nanti tanah Palestina akan terbebas dari pendudukan Zionis dan orang-orang Palestina bisa kembali ke tanah airnya. Namun, pawai tahun 2018 kembali bersimbah darah oleh keputusan kontroversial Donald Trump memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis.

Dalam sebuah sikap anti-kemanusiaan dan anti-Islam, Trump memenuhi permintaan rezim penjajah Zionis untuk mengubah Baitul Maqdis menjadi ibu kota rezim itu. Tak satu pun dari presiden AS yang seperti Trump, di mana ia sangat terpengaruh oleh lobi Zionis dan para pemimpin Israel.

Trump melalui teleconference mengucapkan selamat atas pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis, dan mengatakan bahwa itu seharusnya sudah terjadi sejak dulu.

"Pemindahan kedutaan adalah harapan terbesar kita bagi terciptanya perdamaian (di kawasan). AS tetap berkomitmen penuh untuk memfasilitasi perjanjian perdamaian yang berkelanjutan. AS akan selalu menjadi sahabat besar dan mitra dalam kebebasan dan perdamaian," kata Trump.

Netanyahu dalam pidatonya pada upacara peresmian Kedutaan AS di Baitul Maqdis, menyebut AS sebagai sahabat terbaik dan sekutu Israel.

Trump berbicara tentang perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah ketika memindahkan Kedutaan AS, padahal sekutu-sekutu terdekat AS termasuk Inggris, menentang langkah tersebut. Mereka menganggap keputusan AS bertentangan dengan proses kompromi.

Di AS sendiri, kubu politik yang berkuasa di negara itu menganggap keputusan Trump sebagai penambatan paku di peti mati proses perundingan damai.

Presiden AS sudah terbiasa untuk memutarbalikkan fakta sehingga sekutunya di Eropa juga skeptis terhadap Washington. Kanselir Jerman Angela Merkel dalam mereaksi keluarnya AS dari kesepakatan nuklir Iran, mengatakan keputusan Trump merupakan sinyal dari perubahan dalam hubungan Berlin-Washington dan hubungan Eropa-Amerika.

Zionis menyimpan dendam dan kebencian mendalam terhadap kaum Muslim. Mereka menuduh setiap Muslim yang menentang agresi Zionis sebagai teroris, pemberontak, dan ekstrimis. Zionis juga berada di balik arus utama Islamophobia dan sentimen anti-Islam di negara-negara Barat.

Dengan trik itu, Zionis berusaha menutupi agresi dan kejahatannya di wilayah pendudukan Palestina. Mereka menuduh pejuang Hamas dan Jihad Islam Palestina serta Hizbullah Lebanon – yang berjuang membebaskan tanah airnya – sebagai teroris dan ekstrimis. Pihak-pihak yang membela kelompok perlawanan juga dituduh mendukung terorisme.

Dalam situasi seperti itu, Trump menyalahkan Hamas atas pembantaian rakyat Palestina oleh Zionis pada Hari Nakba.

Watak asli rezim Zionis dan pendukungnya telah menjadi jelas bagi publik dunia. Karakter asli mereka juga terlihat dalam pembunuhan warga Palestina yang menggelar Pawai Hak Kepulangan.

Surat kabar Prancis, Liberation dalam sebuah laporannya menulis bahwa para pengobar bara api mematikan Hari Nakba adalah dua orang: Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri rezim Zionis Benjamin Netanyahu.

"Dua orang ini dengan meresmikan pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis, secara simbolis telah melupakan prakarsa pembentukan negara Palestina," tulisnya.

Liberation bahkan menerbitkan karikatur Donald Trump. Dia digambarkan sedang berjalan ketika asap pekat dari kobaran api membumbung ke langit dari kepalanya. Saat itu Trump berteriak, "Aku datang untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah!"

Minggu, 20 Desember 2020 17:48

Islamophobia di Barat (39)

 

Di edisi sebelumnya, kita telah menyinggung tentang surat dari sekitar 300 tokoh politik, budaya, dan sosial Prancis kepada kaum Muslim. Mereka meminta umat Islam untuk menghapus surat-surat al-Quran, yang menyerukan pembunuhan dan hukuman bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan Atheis.

Surat itu benar-benar menghina al-Quran sebagai kitab langit dan wahyu Ilahi, yang tidak ada distorsi sedikit pun di dalamnya. Tokoh penandatanganan surat itu memiliki pertalian dengan Yahudi serta dekat dengan kalangan Zionis dan kubu anti-Islam seperti Presiden Prancis waktu itu, Nicolas Sarkozy dan mantan Perdana Menteri Prancis, Manuel Waltz. Para tokoh lain juga dikenal dekat dengan Zionis.

Surat yang bertema "Tindakan Anti-Semit Baru" diterbitkan di surat kabar Le Parisien dan berbicara tentang radikalisme Islam. Alarm bahaya tentang apa yang disebut pembersihan senyap orang-orang Yahudi Prancis, telah berbunyi.

Para penandatangan surat itu adalah pendukung gerakan anti-Islam di Prancis. Salah satu kebijakan mereka selama berkuasa di negara itu adalah memperkuat gerakan anti-Islam serta memberlakukan pembatasan dan larangan terhadap Muslim Prancis.

Mereka sekarang mengkhawatirkan fenomena anti-Semit di Prancis. Manuver mereka sebenarnya dapat ditelisik dalam satu kalimat yaitu memutarbalikkan fakta. Sebuah fakta atas nama gerakan anti-Islam yang dipimpin oleh lobi besar Zionis di Prancis.

Tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslim dan Yahudi menghadapi gesekan dan konflik di sepanjang sejarah. Namun, tidak seharusnya ada kontradiksi dan pertentangan antara agama-agama Samawi, termasuk antara Islam dan Yahudi. Namun, orang-orang fanatik dan pengikut agama kadang menjadi pemicu konflik dan munculnya gesekan.

Ayat-ayat al-Quran yang berisi kecaman terhadap Yahudi, bukan karena mereka sebagai kaum Yahudi, tetapi karena menolak menerima kebenaran dan menyusun konspirasi untuk membunuh Rasulullah Saw. Jika kaum Yahudi di masa sekarang tetap seperti itu, maka ayat-ayat tersebut juga mencakup mereka.

Nabi Muhammad Saw dijuluki sebagai nabi pembawa rahmat dan kasih sayang. Kasih sayang ini meliputi semua makhluk Tuhan termasuk masyarakat non-Muslim. Rasulullah meninggalkan banyak pesan tentang berbuat baik kepada ahlul dzimmah (orang-orang non-Muslim merdeka yang hidup di negara Islam, mereka membayar pajak perorangan, dan sebagai balasan menerima perlindungan dan keamanan).

Yahudi anti-Zionis.
Khalifah Ali bin Abi Thalib as dalam sebuah suratnya kepada Gubernur Mesir, Malik al-Ashtar menulis, "Hak orang-orang yang membayar jizyah harus dihormati."

Imam Ali as juga berkata, "Aku menerima laporan terverifikasi bahwa sekelompok pria telah menyerang orang-orang Muslim dan sebagian minoritas resmi (agama yang diakui) dan sebagian ahlul dzimmah di Mesir serta menjarah gelang, kalung, dan anting-anting mereka… Aku bersumpah laporan ini benar-benar pahit dan sangat berat, jika seorang Muslim menderita kesedihan sampai wafat setelah mendengar tragedi ini, maka ia tidak pantas dicela, tetapi – menurut saya – itu adalah sebuah reaksi yang benar-benar alamiah."

Dengan keteladanan seperti ini, dapatkah Islam menjadi agama yang anti-Semit seperti klaim sebagian orang Barat, termasuk 300 tokoh Prancis? Anti-Semitisme berakar di Eropa. Setelah penaklukan Kristen atas kaum Muslim di Andalusia (Spanyol), warga Kristen Spanyol memaksa orang-orang Yahudi untuk meninggalkan agamanya.

Mereka secara lahiriyah menjadi Kristen, tetapi batinnya tetap memegang agama Yahudi. Warga Yahudi yang beragama Kristen ini dikenal sebagai Marrano. Fenomena Marrano menunjukkan bahwa warga Yahudi Andalusia tetap menjadi pemeluk agama Yahudi ketika kaum Muslim berkuasa di sana, tetapi orang-orang Kristen menganiaya mereka dan memaksanya untuk memilih antara Kristen atau kematian. Pemaksaan inilah yang membuat mereka menjadi Marrano.

Sebaliknya, praktik umum masyarakat Islam didasarkan pada toleransi dengan ahlul kitab. Muslim di Palestina, Syam, Irak, dan di tempat lain memperlakukan orang-orang Yahudi dengan baik. Warga Yahudi menganggap orang-orang Arab Muslim sebagai penyelamatnya dari tangan orang-orang Kristen. Oleh karena itu, mereka membantu orang-orang Muslim, masyarakat Muslim juga memperlakukan mereka dengan baik dan Yahudi mendapatkan tempat baik di negara-negara Islam.

Para peneliti menyebut periode Andalusia sebagai "era keemasan" bagi masyarakat Yahudi. Jika periode itu dikenal sebagai era keemasan bagi kehidupan budaya dan ilmiah Yahudi, maka periode Utsmaniyah sebagai zaman keemasan politik dan ekonomi bagi komunitas Yahudi.

Agama Yahudi kembali memperoleh ruhnya pasca kekalahan Kekaisaran Romawi Timur dan berdirinya Imperium Ottoman serta imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke wilayah kekuasaan Ottoman. Universitas-universitas Yahudi dibangun di kota-kota penting seperti Kairo, Konstantinopel, dan Tesalonika.

Ilustrasi kejahatan Zionis terhadap Muslim Palestina.
Salah satu tempat kehidupan toleran Yahudi dan Muslim adalah Iran. Iran selalu menjadi perhatian orang-orang Yahudi. Sejak Koresh Agung memerintahkan pembebasan orang-orang Yahudi, Iran telah menjadi tempat yang aman bagi mereka.

Warga Yahudi Iran datang ke Iran sekitar 2500 tahun yang lalu. Menurut catatan sejarah dan arkeologi, mereka hidup di banyak wilayah di Iran. Berdasarkan Kitab Ester, pada masa pemerintahan Raja Khashayar Shah (Xerxes) (520 - 465 SM), ada 127 provinsi di wilayah kekuasaan Persia di mana orang Yahudi tersebar di seluruh provinsi tersebut.

Menurut sejarah Iran kontemporer, minoritas Yahudi menikmati posisi yang sangat menonjol di Iran dan berpartisipasi dalam berbagai bidang politik, sosial, dan ekonomi. Ribuan orang Yahudi sekarang tinggal di Iran dan bahkan memiliki satu perwakilan di Parlemen Iran.

Komparasi perlakuan Muslim dan Kristen Eropa dengan orang-orang Yahudi, menunjukkan bahwa anti-Semit merebak di antara mereka yang mengaku memeluk agama Kristen. Selama berabad-abad sebelum Era Pencerahan, orang Yahudi Eropa sebagai minoritas agama yang asing, berada dalam posisi yang sangat sulit.

Meski Kebangkitan Renaisans, gerakan Protestan, dan kebangkitan Lutheranisme telah mengubah sikap orang-orang Kristen kepada komunitas Yahudi, terutama di Italia, tetapi perubahan ini tidak berlangsung lama dan gelombang baru anti-Semit kembali melanda Eropa pada abad ke-16 dan 17.

Paus Paulus IV pada tahun 1555 mengeluarkan perintah agar orang-orang Yahudi kembali ditempatkan di Ghetto, tempat tinggal khusus untuk warga Yahudi. Atas perintah Paulus IV, 24 pria dan satu wanita Yahudi dibakar di tempat umum.

Sejak itu, orang-orang Yahudi dihukum keras di berbagai kota Eropa, banyak dari mereka dibunuh, dan rumah-rumah mereka dihancurkan. Kelompok Zionis anti-Islam – dengan perilaku dan kebijakannya – telah memicu sentimen negatif terhadap orang-orang Yahudi. Jika tidak, orang-orang Muslim tidak pernah bertengkar dengan Yahudi.

Apa yang kita lihat hari ini adalah perlakuan Zionis yang sangat brutal terhadap Muslim di tanah pendudukan Palestina. Zionis hari ini membalas semua kebaikan umat Islam selama bertahun-tahun dengan membunuh wanita dan anak-anak Palestina.

Jika melihat perlakuan orang-orang Kristen terhadap Yahudi, maka negara-negara Eropa dan Kristen harus menanggung akibat dari perilaku tidak manusiawi mereka di masa lalu.

Namun, sayangnya kita hari ini melihat Zionisme dan orang-orang yang mengaku mengikuti Nabi Isa as, bekerjasama untuk menyerang Islam dan kaum Muslim di seluruh dunia. Sekarang mereka menyerukan penghapusan ayat-ayat al-Quran dengan alasan ekstremisme, kekerasan, dan anti-Semit. 

Minggu, 20 Desember 2020 17:47

Islamophobia di Barat (38)

 

Sekitar 300 tokoh politik, budaya, seni, dan sosial Prancis dalam sebuah surat anti-Islam, meminta kaum Muslim untuk menghapus surat-surat al-Quran, yang menyerukan pembunuhan dan hukuman bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan Atheis.

Salah satu penandatangan surat tersebut adalah mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy. Para penandatangan surat ini mengangkat kasus pembunuhan 11 orang Yahudi di Prancis dalam beberapa bulan terakhir. Komunitas Muslim langsung dikaitkan dengan kasus itu dan mereka menyatakan bahwa anti-semitisme di Perancis jauh lebih parah dan lebih akut daripada Islamophobia.

Para penandatangan surat itu benar-benar tidak membaca sejarah atau sedang berusaha untuk membalikkan fakta. Proposisi kedua tentu saja lebih dekat dengan kenyataan. Realitas saat ini adalah bahwa lobi-lobi besar Zionis di Prancis sedang mengobarkan gerakan Islamophobia di negara itu.

Masyarakat Muslim Prancis yang berjumlah hampir enam juta jiwa, selalu menghadapi banyak ancaman, pengekangan, dan larangan di tengah masyarakat. Namun, kasus penghinaan terkecil sekali pun terhadap seorang Yahudi akan dianggap sebagai gerakan besar anti-semitisme.

Seruan hampir 300 tokoh politik, budaya, seni, dan sosial Prancis untuk menghapus beberapa surat al-Quran juga terpengaruh oleh isu anti-semitisme. Tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslim dan Yahudi menghadapi gesekan dan konflik di sepanjang sejarah.

Pada dasarnya, tidak ada kontradiksi dan pertentangan antara agama-agama Samawi, antara Islam dan Yahudi juga tidak seharusnya ada pertentangan. Namun, orang-orang fanatik dan pengikut agama terkadang menjadi pemicu perselisihan dan munculnya gesekan.

"Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya" dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (QS. Al-Baqarah: 285)

Gerakan anti-Yahudi di Prancis.
Ayat-ayat al-Quran yang berisi kecaman terhadap Yahudi, bukan karena mereka sebagai kaum Yahudi, tetapi karena menolak menerima kebenaran dan menyusun konspirasi untuk membunuh Rasulullah Saw.

Jika kaum Yahudi di masa sekarang tetap seperti itu, maka ayat-ayat tersebut juga mencakup mereka. Al-Quran menggunakan kalimat yang keras terhadap orang-orang yang congkak baik Muslim atau non-Muslim, dan akan menjauhi orang-orang yang menolak berbuat kebajikan.

Ayat-ayat yang berbicara tentang Yudaisme ditujukan kepada sekelompok orang Yahudi yang sombong dan arogan, bukan karena Yudaisme. Dengan mengkaji al-Quran, kita akan menemukan bahwa peringatan seperti itu juga diberikan kepada orang-orang Muslim yang tidak taat dan sombong.

Interaksi pertama orang-orang Yahudi dengan kaum Muslim berlangsung damai. Rasulullah Saw memperlakukan kaum Yahudi dengan sangat baik. Misalnya, menerima jizyah dari mereka, tetapi menolak jizyah dari kaum musyrik. Ayat-ayat al-Quran dan sejarah mencatat fakta ini.

Sejumlah kelompok Yahudi menetap di Semenanjung Arab seperti Bani Qaynuqa', Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Yahudi Khaibar, yang diharapkan oleh Rasulullah Saw akan masuk Islam, karena keduanya (Islam-Yahudi) sama-sama agama Samawi, tetapi dalam praktiknya kaum Yahudi di Madinah menolak masuk Islam.

Menurut al-Quran, konspirasi dan permusuhan kaum Yahudi terhadap Islam dan kaum Muslim bersumber dari dorongan hawa nafsu mereka, tidak memiliki iman yang kuat, dan rasisme. Rasulullah mengambil berbagai langkah dalam menghadapi permusuhan ini, pertama-tama merintis perjanjian dan menyeru mereka pada kebenaran.

Kemudian bersikap toleran dengan Yahudi dan mengajak mereka untuk menjauhi perselisihan. Rasul Saw melakukan perdebatan yang baik dengan Yahudi dan memberikan peringatan kepada mereka. Pada akhirnya, Rasul terpaksa menggunakan kekuatan militer dengan Yahudi.

Sekelompok Yahudi yang mematuhi perjanjian dan hidup rukun berdampingan dengan kaum Muslim, menikmati kondisi kehidupan yang baik. Kebebasan bergama dalam Islam, perlindungan terhadap hak-hak pengikut agama lain, dan tolerasi, membuat orang-orang Yahudi yang tinggal di wilayah Muslim mencapai kemajuan.

Akar anti-semitisme berasal dari Eropa, bukan dari negara-negara Muslim. Para tokoh Perancis yang menyerukan penghapusan beberapa surat al-Quran, harus melihat sejarah masa lalunya. Kaum Yahudi Eropa selama berabad-abad sebelum Era Pencerahan, hidup sebagai minoritas agama yang ditindas dan berada dalam situasi yang miris.

Situasi sulit ini disebabkan oleh dua faktor penting: Pertama, para penguasa Eropa dan Kristen menindas kaum Yahudi karena menganggap mereka musuh, najis, dan tidak memiliki hak apapun. Kedua, cara pandang Yahudi sendiri telah membuat mereka terpisah dari manusia lain dan terisolasi dalam komunitas kecil Yahudi.

Sehubungan dengan faktor pertama, sikap represif para penguasa Eropa dan Kristen terhadap kaum Yahudi kembali ke abad keempat Masehi. Pada masa itu, Kaisar Romawi Konstantinus Agung memeluk agama Kristen. Setelahnya, para pengganti Konstantinus memproklamirkan Kristen sebagai satu-satunya agama resmi Roma dan melarang agama lain.

Perkembangan ini benar-benar menyulitkan kaum Yahudi dan para pemeluk agama mereka, karena hubungan antara Kristen-Yahudi sudah buruk sejak awal munculnya agama Kristen. Pemeluk agama Kristen menganggap kaum Yahudi sebagai pelaku pembunuhan dan penyaliban Nabi Isa as. Oleh sebab itu, kaum Yahudi benar-benar ditekan di bawah Imperium Romawi.

Masyarakat Kristen melakukan berbagai bentuk penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi. Dalam banyak kasus, orang Yahudi dipaksa masuk Kristen. Yahudi yang menolak untuk mengubah agamanya akan menjadi sasaran penyiksaan dan penganiayaan, seperti perbudakan, eksekusi, dan pengasingan. Puncak dari permusuhan para penguasa Eropa dan komunitas Kristen terhadap Yahudi terjadi selama Perang Salib.

Pada akhir abad ke-11 dan bersamaan dengan Perang Salib, orang-orang Eropa melakukan berbagai bentuk penyiksaan terhadap kaum Yahudi. Gerakan ini dimulai di Jerman. Pembantaian massal terhadap Yahudi terjadi di negeri itu dan menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Setelah pembantaian, keluarga yang tersisa diusir dari negara itu.

Kaum Yahudi diusir dari Inggris pada 1290, dari Prancis pada 1394, dari Spanyol pada 1492, dari Portugal pada 1496, dari Navarre dan Sisilia pada 1498, dan dari Swiss dan Jerman pada 1490. Orang-orang Yahudi kemudian tersebar di mana-mana.

Sebagian Yahudi di Eropa Selatan memilih eksodus ke Timur. Sebagian dari Spanyol beremigrasi ke Suriah dan Turki, sekelompok dari mereka pergi ke utara ke Polandia. Yahudi yang bertahan di Italia, Jerman, dan Austria, ditempatkan di Ghetto, tempat tinggal khusus untuk warga Yahudi. Mereka tidak punya hak untuk keluar dari Ghetto pada malam hari atau akan dibunuh.

Untuk mengetahui kondisi kaum Yahudi Eropa pada Abad Pertengahan, Martin Luther berkata, "Gereja, paus, dan uskup memperlakukan orang-orang Yahudi layaknya anjing, bukan manusia."

Meskipun Kebangkitan Renaisans, gerakan Protestan, dan kebangkitan paham Luther, telah sedikit mengubah pandangan orang-orang Kristen terhadap kaum Yahudi, tetapi kondisi ini tidak berlangsung lama, gelombang baru anti-Yahudi segera muncul di Eropa pada abad ke-16 dan 17 Masehi.

Minggu, 20 Desember 2020 17:44

Islamophobia di Barat (37)

 

Prancis bisa dianggap sebagai tempat lahirnya Islamophobia dan sentimen anti-Muslim di Eropa serta negara pelopor sistem liberal demokrasi Barat. Banyak dari larangan dan pembatasan untuk warga Muslim lahir di Prancis – negara yang mengaku menghormati kebebasan berpikir, berekspresi, dan akidah – dan kemudian menyebar ke negara-negara lain di Eropa.

Kasus pembatasan terbaru adalah penolakan Prancis atas permohonan kewarganegaraan oleh seorang Muslimah Aljazair, setelah ia menolak berjabat tangan dengan pejabat pria.

Muslimah yang tidak disebut namanya itu, mengatakan bahwa agama melarangnya untuk berjabat tangan dengan pria non-muhrim sehingga ia menolak melakukan itu dengan pejabat Prancis pada upacara pemberian status kewarganegaraan kepadanya di daerah Grenoble.

Para pejabat setempat mengatakan, wanita tersebut tidak bisa berasimilasi dengan masyarakat Prancis. Oleh sebab itu, mereka menolak permohonan kewarganegaraan oleh wanita Aljazair itu. Ia mengajukan protes ke pengadilan tinggi Prancis, tetapi pengadilan tetap pada keputusannya menolak menerbitkan paspor Prancis untuk Muslimah tersebut.

Pada 2010, wanita asal Aljazair ini menikah dengan seorang warga Prancis di negara asalnya. Ia kemudian mengajukan permohonan kewarganegaraan Prancis.

Pada 2016, sebuah pengadilan di Swiss memerintahkan dua pelajar Muslim di sebuah sekolah untuk berjabat tangan dengan guru perempuannya, jika tidak mereka akan didenda.

Setiap agama memiliki seperangkat ajaran yang mungkin terasa asing dan tidak biasa bagi masyarakat lain. Tetapi, bentuk kebebasan akidah yang paling kecil adalah menghormati ajaran agama lain terlebih bagi masyarakat yang mengklaim dirinya menghormati kebebasan beragama setiap individu.

Hal ini telah dijelaskan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konstitusi Prancis. Pasal 18 Deklarasi Universial HAM menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri."

Pasal 19 Deklarasi Universal HAM menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah)."

Namun, Deklarasi Universal HAM memiliki banyak kekurangan dan tidak bisa menjadi parameter untuk mengukur situasi penegakan HAM di dunia, karena aturan itu disusun berdasarkan ajaran demokrasi liberal dan kepentingan Barat.

Anehnya lagi, pemerintah Paris dan negara-negara Barat bahkan tidak bersedia menghormati Deklarasi Universal HAM dan Konstitusi Prancis. HAM memiliki kedudukan yang tinggi dan berhubungan dengan penghormatan kepada martabat dan fitrah manusia, di mana penghormatan ini tidak bisa diabaikan dan melekat pada masing-masing individu.

Di samping itu, ada juga hak-hak warga negara – sebagai bagian penting dari hak asasi manusia – juga mendapat perhatian dalam konstitusi negara-negara dunia termasuk Prancis.

Prancis mensahkan konstitusi pertamanya dua tahun setelah revolusi yaitu tahun 1791. Tentu saja sampai akhir abad ke-19, negara itu mengalami situasi yang tidak stabil akibat pergantian sistem politik dan amandemen berulang kali terhadap undang-undang dasar.

Menyusul kebangkitan rakyat terutama para tokoh Prancis terhadap monarki absolut dan ketimpangan sosial, maka penyusunan Deklarasi HAM dan hak-hak warga negara di Prancis semakin dirasa penting. Deklarasi ini dianggap oleh banyak pihak sebagai titik balik dalam sejarah HAM dan hak-hak warga negara, dan ia menjadi inspirasi bagi penyusunan deklarasi serupa di dunia.

Menjaga hak-hak minoritas termasuk minoritas etnis dan agama adalah bagian dari hak asasi manusia dan hak-hak warga negara. Oleh sebab itu, Pasal 2 Konstitusi Prancis juga menaruh perhatian pada hak-hak masyarakat minoritas.

Konstitusi negara itu menyatakan, "Prancis harus menjadi sebuah Republik sosial, demokratis, dan sekuler yang bersatu. Prancis harus menjamin kesetaraan semua warga negara di hadapan hukum, tanpa membeda-bedakan asal-usul, ras atau agama. Prancis harus menghormati semua keyakinan.”

Namun, apa yang kita saksikan dalam praktik adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan warga minoritas, terutama Muslim di Prancis. Muslim Prancis adalah minoritas terbesar di Eropa dengan hampir enam juta orang. Mereka selalu menghadapi ancaman serta berbagai larangan dan pembatasan.

Seorang wanita Muslim yang menolak menyentuh tangan seorang lelaki karena akidahnya, ditolak hak kewarganegaraannya. Dalam ajaran Islam, ada batasan untuk pria dan wanita non-muhrim dalam menjalin interaksi dan ada banyak dalil agama yang mengatur pembatasan ini. Kaum Muslim wajib mentaati aturan-aturan yang ditetapkan oleh agamanya.

Lalu, apakah rasional bahwa seseorang yang hidup dan berperilaku berdasarkan keyakinannya ditolak hak kewarganegaraannya, hanya karena tidak berjabat tangan dengan non-muhrim dalam sebuah acara?

Jika perilaku wanita Muslim ini tidak bisa dibenarkan, karena tidak sesuai dengan kultur masyarakat Prancis? Lalu dimana ruang untuk kebebasan berpendapat dan berekspresi. Dalam literatur demokrasi liberal Barat termasuk Prancis disebutkan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi bermakna hidup berdampingan dan menghormati semua orang dari semua agama dan ras.

Tetapi dalam sistem demokrasi liberal di Barat, undang-undang tentang kebebasan berpendapat memiliki sebuah catatan yaitu UU tersebut tidak berlaku untuk warga Muslim.

Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron, dan Kanselir Jerman Angela Merkel berulang kali berbicara tentang kegagalan masyarakat multikultural di negara mereka. Maksud mereka adalah orang-orang Muslim yang hidup dengan keyakinannya sendiri.

Pada dasarnya, para pemimpin Barat sedang berusaha menciptakan Islam Eropa yang tanpa identitas dan didasarkan pada nilai-nilai dan budaya demokrasi liberal Barat.

Islamophobia dan sentimen anti-Islam di Barat ditujukan untuk mengisolasi dan mengubah identitas umat Islam. Barat akan mencari alasan apapun – termasuk penolakan seorang Muslimah untuk berjabat tangan dengan non-muhrim – untuk membatasi dan merampas hak-hak masyarakat Muslim. 

Minggu, 20 Desember 2020 17:42

Islamophobia di Barat (36)

 

Lembaga Penelitian Politik, Ekonomi, dan Sosial (SETA), salah satu think tank terkemuka di Turki, telah menerbitkan sebuah laporan tentang penyebaran Islamophobia di Eropa dalam tiga tahun terakhir. Laporan ini adalah hasil dari penelitian yang melibatkan 40 peneliti yang tinggal berbagai negara Eropa.

Tujuan utama dari laporan ini adalah untuk menganalisis tren dan perkembangan anti-Islam dan meningkatkan kesadaran tentang propaganda anti-Muslim dan kejahatan rasial. Laporan SETA memberikan pengetahuan yang berharga bagi para pembuat kebijakan, aktivis sosial, dan individu lain yang ingin berjuang melawan sentimen anti-Islam dan anti-Muslim.

Meskipun sebagian besar negara Eropa menyangkal adanya Islamophobia, sentimen anti-Islam dan anti-Muslim, namun laporan tersebut menunjukkan bahwa rasisme dan kejahatan rasial terhadap Muslim telah tersebar luas dan mulai menjadi hal biasa di seluruh Eropa.

Data yang dikumpulkan oleh SETA dengan jelas menunjukkan peningkatan dramatis gerakan Islamophobia di Eropa. Pada 2017, sekitar 546 serangan anti-Muslim terjadi di Spanyol. Kejahatan berlatar kebencian terhadap Muslim dan serangan terhadap masjid terjadi hampir dua kali lipat di London. Di Polandia saja 664 kejahatan rasial dilakukan dari Januari hingga Oktober 2017. Sebanyak 14 persen dari seluruh Muslim di Norwegia menjadi sasaran serangan verbal atau fisik, dan 25 persen dari semua Muslim yang tinggal di Malta dilecehkan.

Hanya di Jerman – negara Eropa terbesar dan paling penting – hampir 1.000 serangan dilakukan terhadap Muslim dan ada lebih dari 100 serangan terhadap masjid. 60 persen guru Muslim berpikir bahwa mereka mengalami diskriminasi. Selain Muslim, para pengungsi juga menjadi sasaran serangan dan diskriminasi. Rata-rata 5,2 serangan dilakukan setiap hari terhadap para imigran. Kubu ekstremis sayap kanan bahkan menyerang pejabat yang membantu imigran.

Setiap hari, kecenderungan rasis dan xenofobik semakin mengakar di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga Eropa. Saat ini tidak hanya beberapa kelompok ekstremis, tetapi juga partai-partai arus utama kanan dan kiri Eropa mengejar wacana politik rasis tentang Islam dan Muslim.

Menurut sebuah survei yang diterbitkan oleh Badan Hak Fundamental Uni Eropa (FRA), hanya 12 persen Muslim yang melaporkan kasus diskriminasi anti-Muslim kepada otoritas setempat.

Gerakan Islamophobia di Jerman.
Sabahattin Zaim University di Istanbul, Turki pada April 2018 mengadakan sebuah konferensi tentang Islamophobia. Para pakar dari berbagai negara membahas strategi dan kebijakan untuk memerangi Islamophobia.

Konferensi tiga hari yang diselenggarakan oleh Pusat Islam dan Urusan Global di Universitas Sabahattin Zaim, bertema "Kontekstualisasi Islamophobia: Dampaknya pada Budaya dan Politik Global."

"Kita perlu memiliki cara berpikir tentang bagaimana kita memahami fenomena Islamohobia," kata salah satu pemateri, Salman Sayyid dari University of Leeds, Inggris.

Dia kemudian menyinggung larangan warga Muslim memasuki wilayah Amerika yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Menurut Salman Sayyid, Islamophobia tidak lagi memengaruhi minoritas. Ini benar-benar mengubah cara negara berpikir tentang dirinya sendiri.

Salman Sayyid menjelaskan bahwa aspek yang lebih mengkhawatirkan adalah Islamophobia tidak lagi terbatas pada minoritas Muslim. Itu adalah wacana global, sebuah fenomena global.

"Islamophobia bukan sebuah kebetulan dan orang tidak secara kebetulan terjebak di dalamnya, tetapi ini sebuah hal yang dipaksakan kepada mereka. Oleh karena itu, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) perlu bersikap serius pada masalah ini dan memeranginya," ujarnya.

Sementara itu, Hatem Bazian, seorang dosen dari University of Berkeley, California, mengatakan ada kebutuhan mendesak akan dana untuk mengatasi Islamophobia. Menurutnya, Islamophobia secara sistematis menargetkan individu dan institusi.

Dalam pandangannya, Islamophobia tidak boleh dibatasi hanya pada perilaku beberapa orang sayap kanan ekstrem dan rasis. Islamophobia adalah sebuah gerakan untuk melawan kaum Muslim sejak beberapa tahun lalu dan dimensi barunya mulai terlihat di berbagai negara Eropa. Menurut Hatem Bazian, keputusan Trump melarang warga Muslim dari tujuh negara harus dilihat dari watak Islamophobia pemimpin AS itu.

Perang kontra-terorisme hanya sebuah alasan untuk melanggar kebebasan sipil dan hak-hak warga Muslim. Padahal, tidak satu pun dari warga Iran – termasuk salah satu negara yang dilarang oleh Trump – menjadi tersangka serangan teror di Amerika dan Eropa.

Di negara-negara Eropa, Islamophobia telah menjadi sebuah tren yang terorganisir. Jika klaim para pejabat Eropa untuk memerangi Islamophobia benar adanya, mengapa jumlah serangan terhadap Muslim dan ancaman atas mereka meningkat setiap tahun?

Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer pada Maret 2018 menyatakan tidak setuju dengan keyakinan bahwa agama Islam adalah bagian dari budaya Jerman. "Tidak. Islam bukan milik Jerman," katanya dalam sebuah wawancara dengan harian Jerman Bild. "Jerman dibentuk oleh agama Kristen," tambahnya.

Pernyataan itu sejalan dengan pandangan kubu ekstrem kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dan gerakan anti-Islam, PEGIDA.

Kanselir Jerman Angela Merkel dan para politisi lain menolak pernyataan Seehofer dan mereka berbicara tentang keterkaitan Islam dengan Jerman. Ketua Parlemen Jerman, Wolfgang Schaeuble mengatakan Islam adalah bagian dari tanah kami. Komentar Seehofer juga kontras dengan pandangan Merkel, yang sejak 2015 berulang kali mengatakan bahwa Islam adalah bagian dari Jerman.

Komentar-komentar tersebut akan bernilai ketika memiliki dampak nyata bagi masyarakat Muslim di Jerman dan negara-negara anggota Eropa lainnya. Namun, tren yang terjadi saat ini di Eropa bertentangan dengan pernyatan para pejabat Jerman tentang Islam.

Warga Muslim AS memprotes kebijakan Trump.
Partai-partai politik mengangkat slogan anti-imigran dan anti-Muslim demi meraih suara pemilih. Larangan tertentu terhadap wanita Muslim di Jerman dan Eropa, pada dasarnya merupakan kebijakan yang sejalan dengan kubu ekstrem kanan dan PEGIDA.

Di Austria, parlemen negara itu meloloskan undang-undang yang dimaksudkan untuk melarang anak perempuan Muslim mengenakan jilbab di Sekolah Dasar. Organisasi Komunitas Muslim Austria (IGGO) mengecam keputusan itu sebagai "tidak tahu malu" dan serangan langsung pada kebebasan beragama Muslim Austria. Organisasi tersebut mengisyaratkan bahwa mereka akan menantang keabsahan hukum itu di Mahkamah Konstitusi Austria.

Menteri Integrasi di Negara Bagian Nordrhein-Westfalen, Jerman, Joachim Stamp juga ingin meniru kebijakan pemerintah Austria dengan melarang jilbab bagi pelajar Muslim di sekolah-sekolah di wilayahnya.

Joachim Stamp dalam wawancara dengan surat kabar Bild, mengatakan anak-anak kecil tidak boleh dibuat menutupi rambut mereka karena alasan agama. "Oleh karena itu, kami akan membahas masalah ini dan melarang pemakaian hijab untuk anak-anak yang belum bisa membuat keputusan mandiri dalam memilih agama yaitu sampai usia 14 tahun," tambahnya.

Dewan Muslim Jerman mengkritik rencana tersebut karena memicu perdebatan yang "populis, sangat simbolis dan tanpa substansi." Ketua Dewan Muslim Jerman, Burhan Kesici mengatakan anggapan bahwa gadis-gadis Muslim dipaksa untuk menutupi rambut mereka sudah ketinggalan zaman.

"Pemaksaan jilbab dan larangan jilbab berada di garis yang sama: sama-sama merugikan Muslim," ujarnya.

Kesici menjelaskan bahwa walaupun mungkin ada sejumlah kecil yang dipaksa untuk mengenakan jilbab, itu "tidak proporsional dan tidak konstitusional" bagi negara untuk membatasi kebebasan beragama semua wanita Muslim dengan anggapan mereka minoritas. 

Minggu, 20 Desember 2020 17:41

Islamophobia di Barat (35)

 

Masyarakat Muslim Inggris menghadapi fenomena baru Islamophobia dan sentimen anti-Islam. Mereka dikirimi surat ajakan kekerasan dalam amplop putih dengan prangko murah dan ini telah menimbulkan kekhawatiran di tengah warga Muslim.

Surat anonim itu mengusulkan penetapan tanggal 3 April sebagai “Punish a Muslim Day” atau Hari Menghukum Muslim. Pengirim menawarkan hadiah bagi penyerang yaitu 10 poin untuk serangan verbal terhadap seorang Muslim, 50 poin jika melemparkan air keras kepada seorang Muslim, 1.000 poin jika mengebom sebuah masjid, dan 2.500 poin jika melakukan serangan nuklir ke Mekkah.

Jenis serangan lain yang direkomendasikan dalam surat itu adalah memukul seorang Muslim, menyiksa seorang Muslim dengan menjambret, menyetrum atau mengupas kulitnya, membunuh seorang Muslim dengan pistol, pisau, mobil atau apapun, membakar, dan membom sebuah masjid.

Naz Shah, seorang anggota Parlemen Inggris dari Bradford West, menulis di akun Facebook-nya bahwa orang-orang di daerah konstituennya yang menerima "surat kebencian ini" menyampaikan kekhawatiran mereka. Dia mengaku telah berbicara dengan polisi dan meminta otoritas Inggris untuk menjamin keamanan warga Muslim.

Sajid Javid, seorang politikus Partai Konservatif Inggris di akun Twitter-nya menulis bahwa masyarakat Muslim Inggris harus hidup bukan dalam ketakutan, tetapi dalam kedamaian dan saya akan melakukan semua yang saya bisa untuk mewujudkan ini.

Sebagian warga menyatakan kekhawatiran di tengah meningkatnya kejahatan rasial di Inggris dan tersebarnya video tentang serangan terhadap seorang wanita Muslim di rumah sakit AS.

Tell MAMA Inggris – sebuah organisasi yang memantau kejahatan rasial anti-Muslim – mengatakan kepada BBC bahwa pihaknya telah menyerahkan barang bukti sekitar 20 kasus individu yang menerima surat kebencian itu kepada polisi.

"Kami yakin bahwa komunitas Muslim akan menyikapinya dengan menahan diri," kata Direktur Tell MAMA, Iman Atta.

Ilustrasi Muslim Inggris dan surat Punish a Muslim Day.
Surat “Punish a Muslim Day” mendapat sorotan luas di kalangan Muslim Inggris dan bahkan di luar negeri. Warga Muslim Inggris berbicara di media sosial tentang rasa takut dan kecemasan yang dihadapi keluarga mereka dan orang-orang dekatnya.

Seorang netizen bernama, Hashim menulis tentang keresahannya dan menceritakan bahwa pagi ini adik perempuannya yang berusia tujuh tahun mengatakan kepadanya, "Kita perlu bersembunyi hari ini." Netizen lain yang berprofesi sebagai jurnalis, menyatakan keprihatinannya untuk wanita Muslim, karena mereka lebih mudah untuk diidentifikasi lewat jilbabnya.

Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) – organisasi advokasi hak-hak sipil Muslim terbesar di AS – mendesak komunitas Muslim di negara itu untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan setelah munculnya gerakan kampanye ‘Punish a Muslim Day’ di Inggris.

CAIR mencatat bahwa meskipun kampanye ini tampaknya hanya menargetkan Muslim Inggris, tetapi aksi itu mengundang keprihatinan dan pertanyaan dari Muslim Amerika, apakah keluarga dan komunitas mereka mungkin juga menjadi sasaran yang sama. Sebuah sekolah di Vermont menyatakan keprihatinannya tentang hal ini setelah menerima ancaman serupa pada 2016.

Menurut CAIR, ada peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya terkait fanatisme yang menargetkan Muslim Amerika dan anggota kelompok minoritas lainnya, terutama setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden.

Sementara itu, Direktur Diyanet Center of America, Fatih Kanca menuturkan, "Pengiriman surat anonim ini terhadap Muslim, tidak dapat diterima. Sebagai pemeluk agama Islam, agama perdamaian dan kesejahteraan, kami juga prihatin dengan berita-berita tentang menghukum Muslim di Amerika. Kampanye yang tidak dapat diterima ini yang diluncurkan di Inggris, dengan cepat menyebar ke negara lain dan sekarang menargetkan Muslim Amerika."

Namun, reaksi atas pengiriman surat tersebut di Inggris tidak terbatas pada pernyataan keprihatinan, beberapa pihak merespon dengan cara berbeda yaitu meluncurkan kampanye Love a Muslim Day.

Masyarakat Muslim Inggris memiliki pesan bagi para ekstremis yang menyerukan Hari Menghukum Muslim dan mereka berkata, "Cukup sudah. Kami tidak ke mana-mana."

Dari Edinburgh ke Manchester, Bradford, dan melintasi London, masyarakat Muslim menentang kampanye kebencian yang menyerukan hari kekerasan. Sebaliknya, mereka mengubah 3 April menjadi "Love a Muslim Day" serta menyebarkan pesan toleransi dan kedamaian.

Asosiasi Wanita Muslim Edinburgh mendorong kota untuk terlibat dengan kampanye "Love a Muslim Day." Juru bicara asosiasi tersebut mengatakan, "Kami meminta para pendukung untuk mengirim pesan positif kepada umat Islam di media sosial sepanjang hari pada hari Selasa, 3 April 2018."

Shahab Adris, seorang aktivis dari Leeds, mengajak warga dari agama lain untuk mengirim pesan cinta kepada Muslim sebagai upaya untuk melawan kampanye kebencian. Surat “Love A Muslim” gagasan Adris ini meniru format kampanye “Punish a Muslim.” Tapi alih-alih menyerukan aksi kekerasan, surat ini mendorong aksi kebaikan. Misalnya, surat tersebut memberikan 10 poin untuk tersenyum pada Muslim, 25 poin untuk membeli kopi Muslim dengan kue, 500 poin untuk puasa dengan Muslim selama Ramadhan, dan 1.000 poin untuk mengumpulkan dana untuk membantu penduduk miskin Irak atau Suriah.

Adris menuturkan kepada surat kabar HuffPost bahwa “Ada begitu banyak yang dapat kita pelajari satu sama lain dan bersama-sama kita dapat membuat komunitas kita menjadi lebih ramah dan bebas dari ketegangan.”

Terlepas dari semua upaya yang dilakukan umat Islam dan penentang rasisme dan ekstremisme untuk melawan penyebaran kebencian terhadap Muslim di Inggris dan tempat lain di Eropa, namun fenomena serangan terhadap Muslim Inggris terus meningkat, bahkan anak-anak Muslim tidak luput dari serangan ini.

Surat kabar The Guardian melaporkan bahwa orang tua Muslim di Inggris telah memaksa anak-anaknya untuk belajar di rumah. Hasil penelitian di Inggris menunjukkan siswa Muslim di negara itu terpaksa meninggalkan sekolah dan belajar di rumah karena bullying rasis di sekolah.

Berdasarkan penelitian Birmingham University, rasisme adalah alasan paling penting bagi orang tua Muslim untuk mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah. Dalam beberapa dekade terakhir, kelompok-kelompok ekstremis sayap kanan di Inggris telah menciptakan ketakutan dan kecemasan seperti itu bagi warga Muslim.

Pada saat yang sama, polisi tidak mampu melacak dan menindak orang-orang yang secara resmi dan terbuka meluncurkan kampanye Hari Menghukum Muslim dan menawarkan poin kepada orang-orang yang menyerang dan menyakiti warga Muslim.

Ajakan kekerasan secara terbuka di Inggris dan negara-negara lain Eropa, dapat dianggap sebagai dampak dari kampanye miring media-media Eropa dan pemerintahan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, media dan pemerintah Eropa berusaha memperkenalkan Islam sebagai agama pendukung kekerasan kepada publik Barat.

Lewat propaganda anti-Islam ini, pemerintah Barat berusaha untuk membenarkan intervensi mereka di negara-negara Muslim dan melepaskan tanggung jawabnya dalam menyebarkan terorisme serta mendukung kelompok-kelompok ekstremis, yang melakukan kejahatan atas nama Islam.

Minggu, 20 Desember 2020 17:38

Islamophobia di Barat (34)

 

Edisi kali ini mengulas tentang pola baru serangan Islamophobia di Inggris serta serangan teror ke masjid-masjid di Jerman, Italia, dan Belanda.

Pola baru mulai muncul dalam kasus serangan Islamophobia dan sentimen anti-Muslim di Eropa. Dalam kasus terbaru, sejumlah warga Inggris di kota London, West Midlands, dan Yorkshire menerima surat yang berisi tentang usulan penetapan tanggal 3 April sebagai “Punish a Muslim Day” atau Hari Menghukum Muslim.

Sejumlah warga Inggris di London, West Midlands dan Yorkshire mengatakan mereka menerima surat yang dikirim melalui pos. Surat itu berbunyi, "Mereka telah menyakiti Anda, mereka membuat orang-orang yang Anda cintai menderita. Mereka telah menyebabkan Anda sakit dan sakit hati. Apa yang akan Anda lakukan tentang itu?"

Selanjutnya menawarkan hadiah bagi penyerang yaitu 10 poin untuk serangan verbal terhadap seorang Muslim, 50 poin jika melemparkan air keras kepada seorang Muslim, 1.000 poin jika mengebom sebuah masjid, dan 2.500 poin jika melakukan serangan nuklir ke Mekkah.

Ada lebih dari 2,5 juta orang Muslim di Inggris, di mana Islam adalah agama terbesar kedua.

Masyarakat Muslim Inggris, para tokoh agama, politisi, dan kelompok pembela hak-hak sipil mengungkapkan rasa takut dan kemarahan atas perkembangan tersebut.

"Kampanye surat keji yang dikirim ke Muslim di seluruh Inggris ini telah memicu keresahan dan kecemasan serius. Kami menyambut tindakan yang diambil oleh polisi untuk menyelidiki kasus ini," kata Miqdaad Versi, Wakil Sekjen Dewan Muslim Inggris.

"Kasus ini mencerminkan meluasnya kebencian terhadap Muslim di samping kebangkitan sayap kanan. Para pejabat terpilih Inggris perlu melawan dan mengambil tindakan terhadap Islamophobia dengan cara yang sama ketika mereka melawan fanatisme terhadap komunitas lain," tambahnya.

Kepala Hubungan Antaragama Gereja Inggris, Andrew Smith mengatakan, "Kami marah mendengar pengiriman surat tentang Hari Menghukum Muslim. Ini adalah waktunya untuk melipatgandakan upaya kami demi membangun perdamaian di masyarakat kami dan mendukung mereka yang merasa takut atau terintimidasi."

Aksi protes menolak pembangunan masjid di Inggris.
Tell MAMA Inggris – sebuah organisasi yang memantau kejahatan rasial anti-Muslim – mengatakan bahwa pihaknya telah bekerja dengan polisi. "Kasus ini sedang ditindaklanjuti dengan sangat serius," kata organisasi itu.

"Sangat penting bahwa semua surat dan amplop disimpan sebagai bukti bagi polisi untuk diselidiki," kata Tell MAMA.

Seorang anggota Tell MAMA mengatakan, "Orang-orang di Birmingham, Cardiff, Leicester, London, dan Sheffield juga telah melaporkan menerima surat tersebut."

"Ini menimbulkan cukup banyak ketakutan di masyarakat," kata Iman Atta, Direktur Tell MAMA. "Mereka bertanya apakah mereka aman, apakah anak-anak mereka aman untuk bermain di luar. Kami telah memberitahu mereka untuk tetap tenang," tambahnya.

Polisi Metropolitan London dan pejabat lainnya telah memperingatkan warga Inggris untuk waspada, sementara para pejabat kontraterorisme sedang menyelidiki kasus ini.

Naz Shah, seorang anggota Parlemen Inggris dari Bradford West, mengatakan di akun Twitter-nya bahwa anggota komunitasnya telah menerima surat-surat tersebut dan situasinya sekarang “sangat menyedihkan, tidak hanya mereka yang menerima surat itu, tetapi juga untuk komunitas yang lebih luas.

"Saya mengimbau masyarakat luas untuk tetap waspada dan melaporkan segala kegiatan mencurigakan kepada polisi. Kita berdiri bersama dan saling membantu, dan hal apapun tidak dapat menciptakan perpecahan di antara kita. Ini adalah penyebaran kebencian dan tidak akan berhasil," tegas Naz Shah.

Surat tersebut menunjukkan bahwa para pengobar Islamophobia di Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, ingin menciptakan ketakutan di tengah warga Muslim sehingga mereka terisolasi dan memaksa mereka meninggalkan Inggris.

Pola lama menciptakan ketakutan terhadap warga Muslim Eropa adalah menyerang pusat-pusat kegiatan Islam, terutama masjid dan rumah ibadah. Tiga masjid diserang di Jerman oleh kubu sayap kanan pada 26 Maret 2018. Polisi Jerman menyatakan sebuah masjid di Berlin dibakar, tetapi tidak jatuh korban.

"Masjid di distrik Reinickendorf dibakar oleh tiga remaja ekstrem," kata polisi Jerman.

Dalam kasus lain, sebuah masjid Turki di kota Lauffen am Neckar, selatan Jerman diserang dengan bom molotov yang memicu kobaran api, tetapi berhasil dipadamkan oleh imam masjid tersebut.

Jaksa dan polisi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa insiden itu dianggap sebagai kejahatan yang bermotif rasisme dan Islamophobia. Imam masjid sedang berada di dalam saat serangan terjadi dan kasus ini sedang diselidiki sebagai percobaan pembunuhan.

Serangan molotov ketiga dilakukan terhadap sebuah masjid yang terletak di distrik Baden-Wurttemberg, yang terhubung dengan bandar Lauffen Jerman. Tidak ada jamaah yang sedang shalat cidera, namun diberitakan ada beberapa kerusakan kecil di masjid yang dimiliki Islamic Community National View (IGMG) ini.

Sekretaris Jenderal IGMG, Bekir Altas mengatakan, kekerasan terhadap Muslim dan rumah ibadah yang tumbuh di Eropa sudah pada taraf mengkhawatirkan. "Serangan ini harus diselesaikan secepat mungkin. Serangan Islamophobia jangan dianggap tidak penting, pemerintah Baden-Wurttemberg harus bertindak,” serunya.

Serangan kelompok anti-Islam terhadap sebuah masjid di Jerman.
Serangan terhadap pusat-pusat kegiatan umat Islam di Jerman meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Investigasi kasus seperti ini biasanya tidak membuahkan hasil dan jika pun pelakunya diketahui, ia tidak diberi hukuman yang bisa memberikan efek jera.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Jerman, hampir 1.000 serangan terhadap Muslim dan pusat-pusat umat Islam terjadi di negara ini pada 2017 dan lebih dari 30 orang cidera dalam insiden itu.

Serangan Islamophobia juga dilaporkan terjadi di Italia dan Belanda. Sebuah masjid di kota Padova, Italia diserang dengan lemparan api oleh kelompok anti-Islam dan menyebabkan pintu masuk masjid rusak ringan.

Di Italia hanya ada delapan masjid dengan arsitektur bangunan yang jelas seperti kubah dan menara. Ada juga 800 pusat kebudayaan Islam dan mushalla di negara itu, beberapa di antaranya terletak di garasi, basement, dan gudang, dan dipakai sebagai ruang shalat atau kegiatan pendidikan dan budaya.

Kelompok anti-Islam dan anti-imigran, PEGIDA memprotes pembangunan sebuah masjid di kota Enschede, Belanda. Para anggota PEGIDA memasuki lokasi pembangunan masjid baru di Enschede dan kemudian membuat 23 potong kayu salib dan mengecatnya dengan warna merah darah, secara harfiah tampak seperti darah babi.

PEGIDA Belanda dalam sebuah pesan di media sosial menulis, "Islam berarti kebencian dan terorisme. Oleh karena itu, hari ini kami menunjukkan reaksi terhadap pembangunan sebuah rumah kebencian di Enschede. Kami akan melakukan apapun untuk melawannya."

PEGIDA adalah singkatan dari Orang Eropa Patriotik Melawan Islamisasi Barat. Gerakan ini muncul pada Oktober 2014 di kota Dresden, Jerman. Tujuannya adalah menolak kedatangan imigran ke Barat dan mencegah bertambahnya populasi Muslim di negara-negara Eropa.

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…