
کمالوندی
Warga Syiah yang Terzalimi di Iran
"Menurut kami, tempat majelis untuk acara-acara Ahlul Bait as harus lebih baik dari rumah tempat kami menginap. Kami tidak ridha jika yang kami tempati lebih baik kondisinya. Dan juga Husainiyah memang diperuntukkan untuk para tamu, karenanya harus lebih baik, kalau tidak layak itu akan menjadi alasan ketidak hadiran dalam acara yang kami selenggarakan."
Menurut Kantor Berita ABNA, disalah satu desa yang berpenghuni sekitar 400 KK dikawasan bagian selatan Iran, terdapat sebuah keluarga yang satu-satunya bermazhab Syiah ditengah masyarakat yang keseluruhannya Sunni. Ketika ditemui dan diwawancarai wartawan Fars News, keluarga tersebut enggan untuk disebutkan namanya, bahkan tidak ingin nama desa dan lokasi mereka dipublikasikan. Dengan alasan, dalam tradisi keluarga mereka aib jika harus membeberkan kekurangan yang dapat mendatangkan simpatik orang untuk memberikan bantuan. Mereka akan menerima bantuan tetapi tidak dengan lebih dulu memintanya. Keluarga Syiah tersebut adalah yang termiskin di desa tersebut. Meskipun dalam kondisi serba kekurangan dan sederhana, keluarga tersebut mampu membangun sebuah Husainiyah [tempat menyelanggarakan majelis-majelis keagamaan] di samping rumah mereka.
Berikut hasil wawancara wartawan Fars News dengan salah seorang dari mereka:
Silahkan memperkenalkan nama anda?
-Nama saya F.M dan memiliki tiga saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan.
Apa ketiga saudara laki-laki anda bersama dengan anda?
-Tidak. Dua diantaranya menetap dan kerja di Bandar Abbas, satunya lagi menetap di rumah mertuanya di Iranshahr.
Terus, anda tinggal dengan siapa di desa ini?
-Saya bersama dengan ayah, ibu, dan dua saudara perempuan saya yang lain.
Desa anda ini ada berapa kepala keluarga?
-Sekitar 400 kepala keluarga.
Benar keluarga anda satu-satunya yang bermazhab Syiah di desa ini?
-Iya, Alhamdulillah. Tentu keberadaan kami disini sangat banyak hikmahnya. Diantaranya dengan keberadaan kami disini, ada keluarga yang mengingat dan mengenang Imam Husain as.
Apa keluara kalian pendatang di desa ini?
-Ayah saya yang pendatang. Ibu saya penduduk asli desa ini. Karena menikah, akhirnya ayah menetap disini. Dan kami anak-anaknya kesemuanya lahir di desa ini.
Apa ayah anda sebelumnya bermazhab Sunni?
-Tidak. Ayah saya memang sudah Syiah sejak sebelum menikahi ibu saya. Ibu yang sebelumnya Sunni.
Sebagai satu-satunya keluarga yang mazhabnya beda di desa ini, apa itu menimbulkan masalah bagi kalian?
-Iya. Kami selalu mendapat pandangan sinis dan pertanyaan yang bermaksud mencela, mengapa kami tetap bertahan untuk menjadi Syiah. Terlebih lagi saat kami mulai membangun Husainiyah. Tekanan mereka semakin bertambah. Bahkan disaat kami melakukan majelis-majelis di dalam Husainiyah, diantara anak muda ada yang naik diatas atap dan berteriak-teriak menimbulkan keributan dan kegaduhan agar kami tidak tenang dengan majelis itu. Namun ayah selalu menasehatkan untuk tidak menghadapi mereka, apalagi sampai mengajak untuk ribut, ayah hanya minta agar menjelaskan kepada mereka dengan baik ketika mereka bertanya atau meminta penjelasan dengan apa yang kami lakukan. Ayah bilang, mereka suatu saat akan sadar dengan sendirinya bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak pernah diajarkan agama.
Jarak antara rumah dengan Husainiyah
Bagaimana anda bisa membangun sebuah Husainiyah?
-Sebelumnya kami membuat Husainiyah dalam salah satu ruangan di rumah kami. Namun itu sangat merepotkan, selain sempit juga memang tidak layak untuk menyelenggarakan majelis-majelis peringatan wiladah atau kesyahidan. Akhirnya, ayah sejak tiga tahun lalu berinisiatif membangun Husainiyah yang menjadi sebuah bangunan yang terpisah dari rumah kami.
Di Husainiyah anda, kegiatan dan acara apa saja yang anda selenggarakan?
-Kami menghidupkan bulan-bulan duka seperti pada bulan Muharram dan Safar dan juga bulan-bulan yang penuh keutamaan seperti pada bulan Ramadhan. Kami secara rutin membaca do'a ziarah Asyura, doa Tawassul, do'a Nudbah, do'a Jausyan Kabir dan sebagainya. Kami mengundang ruhaniawan dari desa sebelah untuk memimpin kami dalam berdo'a, dan jika beliau berhalangan hadir, kami memutar kaset. Tanpa kami ajak, tetap saja ada diantara tetangga kami yang ikut dalam acara-acara tersebut.
Apa dalam acara-acara tersebut kalian juga membagikan makanan sebagaimana pada umumnya tradisi saat mengadakan peringatan duka dan wiladah para Imam as?
-Iya, saya bersama ibu dan saudara-saudara perempuan saya yang membuat dan menyajikan makanan.
Untuk siapa anda melakukan semua itu, bukankah kalian satu-satunya keluarga Syiah di desa ini?
-Iya benar. Namun sebagaimana tadi saya katakan, tetap saja ada dari tetangga kami yang turut hadir dalam majelis-majelis yang kami adakan, meskipun mereka tetap Sunni. Bahkan saya sendiri mengasuh kelas Al-Qur'an untuk anak-anak didesa ini, dan diadakan di Husainiyah ini. Tidak sedikit yang mengaku pada saya tertarik untuk juga menjadi Syiah, namun orang tuanya melarang.
Bagaimana interaksi anda dengan penduduk desa?
-Sebagian dari mereka memang secara terbuka memusuhi kami, misalnya kalau ustad atau ruhaniawan yang kami undang datang menuju ke Husainiyah kami, mereka mengganggu dan mencercanya. Namun, sebagian lagi tetap berlaku baik, tapi itupun karena masih punya hubungan kekerabatan dengan kami.
Dengan adanya perlakuan mereka yang memusuhi anda, mengapa anda sekeluarga tidak meninggalkan saja desa ini?
-Benar kami satu-satunya keluarga Syiah di desa ini, dan kami terus terang merasa terzalimi dan terasingkan, namun satu hal yang membuat kami harus bertahan di desa ini, bahwa kalau kami pergi dan meninggalkan desa ini siapa yang mensyiarkan dakwah dan ajaran-ajaran Ahlul Bait di sini? Kami tidak ridha kalau sampai itu terjadi.
Meskipun itu kalian sampai harus terzalimi dan begitu diasingkan disini?
-Dengan alasan menghidupkan syiar-syiar Ahlul Bait kami tidak meninggalkan desa ini. Dengan semangat itu, kami siap menghadapi semua tekanan dan permusuhan yang ada.
Dari mana kalian mendapatkan dana untuk acara-acara majelis yang kalian selenggarakan?
-Murni kami kumpulkan dari penghasilan kami yang tidak seberapa. Jika kami mendapat penghasilan, dan waktunya sudah mendekati acara kesyahidan atau wiladah salah satu Imam as, maka kami tidak menggunakan uang itu, dan kami pergunakan pada saat hari H. Namun juga memang sesekali mendapat sumbangan dari desa sebelah, melalui ustad yang datang.
Kondisi luar Husainiyah az Zahra
Apakah yang hadir dimajelis kalian hanya dari kalangan Syiah?
-Tidak, juga datang dari warga Sunni. Bahkan kebanyakan dari mereka datang hanya untuk pada saat pembagian makanan saja dan langsung pulang.
Apa dengan semua pengeluaran untuk mendanai acara yang anda buat, tidak membuat anda kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?
-Ya tentu saja kami ada saat-saat tertentu benar-benar mengalami kesulitan. Namun kami yakin, Allah tidak akan meninggalkan kami sendiri.
Apa sekolah anda di desa ini juga?
-Bukan, saya belajar di desa yang lain.
Apa desa ini tidak memiliki sekolah?
-Ada. Tapi hanya sampai setingkat sekolah menengah pertama.
Tingkat pendidikan anda sendiri?
-Saya sementara mengambil diploma.
Apa anda juga belajar di madrasah agama?
-Iya, sewaktu saya masih SMA, saya juga sekalian belajar di madrasah aliyah setiap sore. Di madrasah itu hampir semuanya Sunni, dan sering mengganggu saya. Itu yang membuat saya sedih.
Anda ke sekolah mengendarai apa?
-Saya ke sekolah dengan berjalan kaki. Butuh waktu sekitar satu setengah jam. Jarak antara sekolah dengan madrasah juga lumayan jauh.
Suasana Desa
Apa ada diantara penduduk desa ini yang pernah anda syiahkan?
-Saya tidak pernah berpikir untuk mensyiahkan siapapun. Saya mengajak mereka untuk sama-sama mempelajari Al-Qur'an. Disaat-saat mengajar Al-Qur'an itulah saya sempatkan waktu untuk menjelaskan kepada mereka siapa Ahlul Bait itu dan bagaimana akhlak dan keutamaan yang mereka miliki. Sayapun dalam kehidupan sehari-hari berupaya sebisa mungkin untuk meneladani para Imam dalam berinteraksi dan bergaul dengan siapapun. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian tertarik mempelajari lebih jauh mengenai ajaran Syiah. Dan sayapun berbagi ilmu sebatas apa yang saya ketahui mengenai ajaran yang mulia ini.
Suami anda sendiri Sunni apa Syiah?
-Suami saya Syiah, Alhamdulillah. Dan sangat mendukung aktivitas saya mendakwahkan syiar Ahlul Bait di desa ini. Sebelumnya, dua anak perempuan paman saya juga Syiah. Namun sehabis menikah, mereka ikut suami dan menjadi Sunni. Saya tidak ingin itu terjadi pada saya. Karenanya saya menikah dengan laki-laki yang meskipun bukan dari desa ini asal ia juga Syiah. Suami saya berasal dari provinsi lain. Karena alasan itu pula, kakak perempuan tertua saya, meskipun sudah 28 tahun tapi belum juga menikah. Ia telah berkali-kali dilamar, asal ikut mazhab calon suami. Namun ibu saya menolak, dan menegaskan meskipun kakak saya itu sampai berumur 60 tahun sekalipun, beliau tidak akan ridha menyerahkan pada siapapun yang meminta kakak saya itu meninggalkan Syiah. Kakak saya pun bertekad yang sama, beliau berkata, siap menikah dengan laki-laki buta sekalipun asal ia Syiah.
Apakah syarat itu juga menjadi syarat pernikahan anda?
-Iya. Saya mengatakan pada pihak mempelai laki-laki saat mereka datang melamar, bahwa saya mempersyaratkan di hari-hari peringatan, saya harus berada di desa ini, sebab saya telah berjanji untuk menghidupkan syiar Ahlul Bait as di desa ini. Jangan sampai di desa ini tidak lagi ada yang menyebut dan mengenang Aba Abdillah al Husain as.
Dapur tradisional
Kalau seandainya anda bertemu Imam Husain as, apa yang ingin anda sampaikan?
-Saya akan berkata, "Ya Aba Abdillah, kami di desa ini merasa begitu terzalimi, namun jika mengingat apa yang telah anda alami, keterzaliman kami tidak ada apa-apanya". [disampaikan sambil terisak]
Kami mendengar, jalur air menuju rumah anda ditutup oleh penduduk desa, apa benar.
-Iya benar. Mereka memotong pipa air yang menuju rumah kami, sehingga di bulan Ramadhanpun tidak ada air menuju rumah kami. Karenanya, tidak ada cara lain selain kami mengambil air sendiri disumber air yang lumayan jauh. Kami pernah membuat sumur, namun itupun mereka tutup, dengan menggunakan tiga pompa, mereka mengeringkan sumur itu. Jalan menuju rumah kamipun mereka beri penghalang, sehingga ustad tidak bisa dengan mudah menuju rumah kami, ketika kami undang untuk mengisi pengajian.
Anda lebih sedih dengan tidak adanya ustad untuk mengisi acara anda atau ketiadaan air dan listrik?
-Jika ustad atau ruhaniawan bisa datang kesini, dengan petunjuk dan arahannya kami bisa melangsungkan acara dengan baik, namun jika ustad terhalangi untuk kesini, kami tidak bisa menyelenggarakan acara pengajian dengan baik.
Menurut anda, apa yang anda alami ini tidak seperti kejadian di Karbala? Air tidak ada dalam kondisi hawa sedemikian panas?
-[Tidak memberi jawaban, hanya bisa menangis]
Apa anda memang sering mengenakan cadur? [cadur: hijab khas perempuan Iran yang berupa kain panjang berwarna hitam]
-Iya.
Apa tidak menyulitkan dalam kondisi cuaca yang sangat panas?
-Iya, kami akui terasa sulit. Namun bagaimanapun ini harus kami kenakan, karena perintah agama.
Di kota dengan kondisi yang sedemikian nyaman, namun sebagian dari muslimah tidak mengenakan hijab dengan baik. Namun anda dalam kondisi yang sedemikian sulit anda tetap istiqamah mengenakannya. Apa pendapat anda?
-Wahai yang mengaku diri muslimah, Sayyidah Fatimah as pernah berkata, "Sebaik-baik perhiasan perempuan adalah penjagaan hijabnya."
Kondisi di dalam Husainiyah
Oh iya, kami melihat Husainiyah yang kalian buat lebih bagus dari rumah anda sendiri, mengapa demikian?
-Menurut kami, tempat majelis untuk acara-acara Ahlul Bait as harus lebih baik dari rumah tempat kami menginap. Kami tidak ridha jika yang kami tempati lebih baik kondisinya. Dan juga Husainiyah memang diperuntukkan untuk para tamu, karenanya harus lebih baik, kalau tidak layak itu akan menjadi alasan ketidak hadiran dalam acara yang kami selenggarakan.
Kondisi di dalam kamar
Kami berterimakasih atas waktu yang telah anda luangkan untuk wawancara ini.
Media Islam Radikal Lakukan Pembodohan Publik
Berbeda dengan Kitabullah yang membawa kebenaran absolut, media massa yang saat ini gencar membanjiri kita dengan berbagai versi informasi, dikuasai atau ditunggangi oleh kepentingan kelompok tertentu (terutama pemodalnya). Karena itulah, penting bagi kita untuk melihat konflik Suriah dari segala sisi agar bisa lebih adil menyikapinya.
Para pendukung pemberontak Suriah di Indonesia sering mengatakan begini kepada orang-orang yang berusaha meluruskan informasi tentang konflik Suriah:
“Memangnya kamu sekarang sedang berada di Suriah, koq sok tahu kondisi di sana seperti apa?”
Seandainya kita menggunakan logika yang sama dalam kasus yang berbeda, misalnya tentang diselamatkannya Nabi Musa as dari Fir’aun, maka kita di yang hidup di tahun 2014 juga akan terdengar ‘sok tau’ jika bercerita tentang kisah itu.Karena, kita tidak melihat langsung kejadian tersebut. Lalu mengapa kita bisa tahu kisah Nabi Musa dan bisa menceritakannya kembali? Karena ada ‘media’ yang memberikan informasi akurat yaitu Kitabullah. Dengan kata lain, media merupakan penghubung lintas tempat dan waktu.
Berbeda dengan Kitabullah yang membawa kebenaran absolut, media massa yang saat ini gencar membanjiri kita dengan berbagai versi informasi, dikuasai atau ditunggangi oleh kepentingan kelompok tertentu (terutama pemodalnya). Karena itulah, penting bagi kita untuk melihat konflik Suriah dari segala sisi agar bisa lebih adil menyikapinya.
Alhamdulillah, tim Liputan Islam berhasil tersambung dengan seorang warga NU yang kini tengah menuntut ilmu di Suriah. Beliau bersedia diwawancarai, namun dengan ditutupi identitasnya, sehingga kami akan menyebutnya Ustadz MM.
Liputan Islam (LI): Assalamu’alaikum ustadz…
Ustadz MM (UMM): Wa’alaikumsalam warahmatullah
LI: Kondisi di Damaskus sendiri bagaimana Ustadz?
UMM: Untuk ibukota alhamdulillah masih kondusif. Tapi untuk daerah-daerah konflik, memang kondisinya mengenaskan.
LI: Apa aktivitas Ustadz di Suriah saat ini?
UMM: Saya sedang kuliah di Om Durman University cabang Mujamma’ Syekh Ahmad Kuftaroo Damascus jurusan Ushul Fiqh, dan sekarang saya sedang menyusun tesis.
LI: mengapa Ustadz memilih bertahan hidup di Suriah yang tengah dilanda perang saudara? Bukankah lebih aman jika kembali ke tanah air? Dari berita yang kami dapat, tidak jarang bom maupun roket menghancurkan fasilitas umum seperti sekolah, masjid hingga rumah sakit.
UMM: Kegiatan kuliah alhamdulillah tidak terganggu. Daerah konflik itu di luar kota dan pinggiran pinggiran Damaskus, di dalam kota masih terkendali dan normal. Memang pada awal konflik banyak sekali ledakan, tetapi sejak pertengahan 2013, tidak ada ledakan di Damaskus.
Justru saya pikir ini (belajar di Suriah) adalah kesempatan langka. Kalau dulu kami harus berdesakan di kampus dan tempat-tempat pengajian para ulama, sekarang tidak lagi seramai itu karena mayoritas pelajar asing sudah kembali ke negaranya masing-masing.
Di tahun 2013, jatuhnya roket adalah kejadian yang biasa. Sehari bisa puluhan roket jatuh di ibukota. Tetapi targetnya sudah bisa diprediksi. Roket biasanya jatuh di kantor-kantor pemerintah, markas polisi dan tentara, serta daerah-daerah yang dihuni kaum minoritas seperti Kristen dan Druze. Kami disini sebagai saksi sejarah bagaimana biadabnya media baik pro Barat dan Israel maupun yang berhaluan wahabi dalam menghancurkan peradaban, ekonomi serta kerukunan rakyat Suriah yang tidak pernah terbesit di dalam pikiran mereka tentang SARA.
LI: Ustadz selaku warga NU, bagaimanakah memandang kehidupan beragama di Suriah? Ada informasi yang pernah beredar bahwa katanya Assad mengaku Tuhan yang minta disembah dan ini disampaikan oleh Sheikh Muhammad Arifi dari Saudi.
UMM: Disini pemerintah berpaham sekuler. Semua kepercayaan boleh tumbuh. Bahkan partai komunis juga ada di Suriah. Tetapi pemerintah melarang agama diseret ke dalam ranah politik, dan karenanya tidak diperkenankan agama atau kesukuan menjdi dasar sebuah partai. Walaupun demikian, fiqh Hanafi menjadi salah satu sumber hukum utama dalam hukum akhwal syakhsiyyah disini.
Di Damaskus saja bertebaran puluhan Tsanawiyah Syar’iyah (setingkat MTs dan Madrasah Aliyah Keagamaan) dan 5 ma’had syar’i (mirip pondok pesantren) di bawah kementrian Awqaf. Itu smua milik Sunni. Di Damaskus juga terdap
Sayyidina Ali adalah Poros Persatuan Kaum Muslimin
Kami Ahlus Sunnah meyakini Sayyidina Ali dan semua ahlul bait memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Namun kami juga berharap, sebagaimana Sayyidina Ali ra yang memberi dukungan dan penghormatan kepada tiga khalifah sebelumnya, saudara-saudara kami dari muslim Syiah juga melakukan hal yang sama.
Menurut Kantor Berita ABNA, Maulawi Ali Ahmad Salami, yang lebih dikenal dengan nama Syaikh Maulawi Nadzhir Ahmad adalah ulama besar Ahlus Sunnah Iran yang saat ini menjadi wakil rakyat yang duduk di Majelis Khubregan Rahbari delegasi Provinsi Sistan dan Bluchistan Republik Islam Iran. Beliau juga anggota perkumpulan ilmiah bidang fiqh dan huquq Hanafi di Universitas Mazahib Islami dan juga menjadi dosen senior di Hauzah Ilmiah Darul Ulum Zahedan. Diluar pendidikan resminya di Hauzah Ilmiah beliau pernah menimba ilmu secara khusus dari beberapa ulama Ahlus Sunnah terkemuka seperti Maulana Taj Muhammad Buzurqzadeh di Sarbaz, Maulana Mufti Muhammad Syafi'i ulama mufti Pakistan, Maulana Muhammad Rafi Utsmani, Maulana Muhammad Taqi Utsmani, Maulana Syams al Haq, dan Maulana Subhan Mahmud di Karachi Pakistan. Beliau juga mengantongi ijazah sarjana S2 dengan gelar master ekonomi Islam dari Universitas Karachi Pakistan.
Diantara buku-buku yang menjadi buah karya beliau seperti, Tarikh Islam, Mahurhai Da'wat wa Tabligh [Seputar Dakwah dan Tabligh], Banwan Nemuneh Asr Payambar wa Sahabeh [Perempuan-perempuan Teladan di Masa Nabi dan Sahabat], Peristiwa Karbala dalam Pandangan Ulama Ahlus Sunnah, Hadiah untuk Kaum Muslimah dan banyak lagi lainnya. Selain menulis ratusan makalah ilmiah dengan berbagai tema dan pembahasan yang disampaikan dalam berbagai seminar nasional dan internasional. Dengan berbagai jabatan penting yang disandangnya dan aktivitas ilmiah yang dijalaninya, Syaikh Nadzhir Ahmad dikenal sebagai ulama Ahlus Sunnah terbaik dan paling populer di Iran.
Dengan alasan tersebut, wartawan ABNA mengambil waktu disela-sela kesibukan beliau untuk melakukan wawancara. Ditemui di ruang kerjanya sebagai wakil rakyat di Teheran, wartawan ABNA Ali Shakir mengajukan beberapa pertanyaan seputar pandangan Ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok dan ketokohan Imam Ali as.
Berikut petikan wawancara tersebut:
ABNA: Bagi penganut Syiah khususnya kaum muda, memiliki informasi yang sangat terbatas mengenai bagaimana pandangan Ahlus Sunnah mengenai imam pertama mereka. Karenanya mohon dijelaskan bagaimana pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok kepribadian dan keutamaan Imam Ali as dari sisi keimanan beliau, keadilan, keberanian, ibadah, pengabdian, jihad, pengorbanan dan kecintaan Nabi Muhammad Saw kepada beliau?. Silahkan.
-Bismillahirrahmanirrahim, dan kepadaNya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Jika dipersilahkan saya akan memulainya dengan menjelaskan pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai keluarga Nabi Saw secara keseluruhan lalu kemudian menyampaikan pandangan Ahlus Sunnah terkait kepribadian Sayyidina Ali ra secara khusus.
ABNA: Silahkan.
-Kecintaan kepada Ahlul Bait adalah bagian dari iman kami dan kami sangat memegang prinsip itu. Dalam shalat kami, kami mengirim salam kepada Nabi dan keluarganya. Dan salam itu tercantum dalam kitab-kitab shahih kami, dan shalat kami tanpa disertai dengan salam kepada keluarga Nabi, menjadi shalat yang rusak dan tidak sempurna. Shalawat yang kami wajib melafazkannya dalam shalat yaitu, "اللهم صل علی محمد و علی آل محمد کما صلیت علی ابراهیم و علی آل ابراهیم انک حمید مجید، اللهم بارک علی محمد و علی آل محمد کما بارکت علی ابراهیم و آل ابراهیم انک حمید مجید." Do'a tersebut kami baca, baik dalam shalat berjama'ah, shalat sendiri, shalat malam dan lain-lain pada saat kami melakukan tasyahud akhir. Dalam shalawat tersebut kami mengirimkan salam kepada Nabi dan keluarganya.
Demikian pula pada khutbah Jum'at, shalawat kepada Nabi dan Ahlul Baitnya menjadi bagian dari khutbah Jum'at yang harus diucapkan dalam bahasa Arab. Khutbah Jum'at yang disertai ucapan shalawat tersebut disampaikan di seluruh dunia Islam bukan hanya di Iran. Disetiap hari Jum'at disemua masjid Ahlus Sunnah khutbah Jum'at tidak dibacakan sebelum diawali dengan bacaan shalawat kepada Nabi dan Ahlul Bait. Jangan katakan, itu hanya diucapkan setelah terjadi revolusi Islam di Iran yang kemudian berubah menjadi pemerintahaan yang berasas mazhab Syiah, tidak. Melainkan sebelum revolusipun shalawat untuk Ahlul Bait sudah menjadi bagian penting dalam khutbah Jum'at Ahlus Sunnah di Iran. Kami meyakini, Al Hasan dan Al Husain adalah penghulu pemuda syuhada di Surga dan Sayyidah Fatimah adalah pemimpin kaum perempuan di Surga, dan itu telah menjadi keyakinan kami, dan sama sekali bukan karena terpengaruh atau dipengaruhi oleh ajaran Syiah.
Misalnya, mengenai kejadian tragis di Karbala yang menjadi penyebab syahidnya Maulana al Husain ra, ulama Ahlus Sunnah mengecam dan mengutuk peristiwa tersebut. Banyak kitab ulama Ahlus Sunnah yang telah ditulis berkenaan dengan peristiwa tersebut dan betapa mereka mengecam pembantaian keji tersebut. Diantaranya, ulama besar Ahlus Sunnah Abu al Ali al Maududi, Syaikh Abu al Kalam Azad, Maulana Muhammad Syafi'i mufti besar Pakistan. Demikian pula dengan Maulana Mufti Muhammad Syafi'i yang menulis kitab "Syahid Karbala" dan pada bagian mukaddimah kitab tersebut beliau menulis, "Pada peristiwa tragedi Karbala bukan hanya umat manusia yang berduka dan bersedih namun juga bulan, matahari dan awan turut meneteskan air mata duka."
Saya juga berada di garis ulama Ahlus Sunnah dan Syiah yang mengecam dan mengutuk terjadinya peristiwa biadab tersebut. Saya telah membaca banyak buku dan makalah seputar kejadian tersebut dan dari penelitian tersebut saya menulis buku khusus mengenai tragedi Asyura dengan judul, "Seputar Tragedi Karbala".
ABNA: Mengenai Imam Ali sendiri, bagaimana pendapat anda?
-Beliau adalah seorang ahli ibadah yang sangat mengagumkan, seorang pemberani, ahli takwa dan dengan banyak lagi keutamaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Dan semua keterangan mengenai hal tersebut diriwayatkan dalam kitab-kitab yang kami akui kesahihannya.
Sayyidina Ali adalah menantu Nabi yang melaluinya keturunan Nabi berlanjut. Dan kami mengakui itu adalah sebuah keutamaan yang tidak dimiliki selainnya. Mengenai keilmuan dan kecerdasan beliau, riwayat yang bersambung sanadnya sampai ke Nabi Saw, menyebutkan, "Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya". Selain itu kamipun mengakui bahwa yang paling menonjol kefakihan dan keilmuannya diantara para sahabat, adalah Sayyidina Ali radiallahu anhu.
Dalam perang Khaibar, Ali adalah pahlawannya, yang Nabi bersabda tentang beliau pada hari sebelumnya bahwa beliau akan menyerahkan bendera pasukan ke tangan seseorang yang akan membebaskan Khaibar. Para sahabat menanti dan berharap salah satu dari merekalah yang diserahkan bendera itu, namun pagi harinya Nabi memanggil Ali yang meskipun saat itu sedang sakit mata. Nabi seketika menyembuhkan sakit Ali dan menyerahkan bendera kepempimpinan pasukan kepada Ali. Dan sebagaimana yang dikatakan Nabi, Ali dengan kekuatan, keberanian dan kepemimpinannya berhasil menaklukan musuh dan membebaskan Khaibar.
ABNA: Kami berkeyakinan surah Al Maidah ayat 55 diturunkan berkenaan dengan Imam Ali as, yang ketika turunnya ayat tersebut baru saja menyedekahkan cincinnya pada seorang fakir disaat beliau masih sedang dalam keadaan rukuk dalam shalatnya. Apakah anda juga meyakini demikian?
-Terdapat beberapa tafsir mengenai ayat tersebut. Dan salah satu misdaqnya bisa saja memang Sayyidina Ali namun bisa juga misdaq yang lain, wallahu 'alam. Namun yang pasti, kalaupun pendapat yang paling benar bahwa misdaqnya adalah Sayyidina Ali, itu tidak memberi pengaruh apa-apa pada keyakinan kami, dan juga tidak mesti membuat kami marah, sebab keyakinan kami mengatakan bahwa Sayyidina Ali ra memang memiliki kelayakan untuk mendapatkan keutamaan seperti itu.
Sebagaimana juga misalnya pada surah al Insan, yang disebutkan dalam salah satu riwayat bahwa surah tersebut turun berkenaan dengan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah az Zahra beserta kedua puteranya, Hasan dan Husain yang saat itu sedang dalam keadaan berpuasa, namun menyedekahkan makanan buka puasa mereka pada orang yang lebih membutuhkan, dan itu terjadi tiga hari berturut-turut, pada hari pertama sajian buka puasa mereka diserahkan kepada seorang fakir, besoknya kepada anak yatim dan esoknya lagi pada seorang yang ditawan. Namun itu adalah salah satu riwayat penafsiran, yang juga masih memberi ruang pada penafsiran lain, terutama karena memang ada riwayat-riwayat lain yang menyebutkan misdaq ayat tersebut bukan mereka. Namun, sebut saja surah tersebut memang menceritakan mengenai keutamaan Ahlul Bait, itupun justru menguatkan keyakinan kami, dan kami bangga dengan itu, bahwa ini menjadi hujjah bagi kami mencintai dan menghormati Ahlul Bait adalah sebuah keniscayaan pada agama ini.
ABNA: Namun kami melihat sebagian dari kelompok yang menyebut dirinya Ahlu Sunnah ketika disampaikan keutamaan Ahlul Bait, justru tampak rasa tidak suka dari mereka. Bahkan diantara mereka ada yang memungkirinya dan menyebut itu kedustaan –nauzubillah-. Bagaimana pendapat ulama Ahlus Sunnah terhadap mereka yang melakukan pelecehan dan perendahan terhadap kemuliaan dan kesucian Imam Ali as atau Ahlul Bait lainnya?
-Saya berani menegaskan pada anda, bahwa jika ada Sunni yang menghina Ahlul Bait, dia bukan hanya tidak tergolong dari kalangan Ahlus Sunnah bahkan juga telah murtad dan keluar dari lingkaran Islam.
ABNA: Dalam beberapa kitab rujukan Ahlus Sunnah, seperti Tafsir Ruh al Ma’ani, Syarah Nahjul Balaghah ibn al Hadid, Al Haafi Imam Syafii, Yanabi al Mawaddah al Hanafi dan belasan kitab lainnya, diriwayatkan Sahabat Umar dalam beberapa kesempatan pernah berkata, “Jika tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Menurut anda, apa yang dimaksudkan beliau atas perkataannya tersebut?
-Dalam beberapa kejadian, Sayyidina Umar mengeluarkan pendapat dan keputusan yang salah, namun Sayyidina Ali yang berada disisi beliau meluruskan pendapatnya itu bahwa bukan demikian, sehingga Sayyidina Umar segera menerima dan meluruskan pendapatnya. Karena itu beliau berkata, “Jika tidak ada Ali maka saya akan celaka”.
ABNA:Apa ini tidak menunjukkan bahwa imam Ali as lebih berilmu dibanding sahabat Umar?
-Ya, perkatannya tersebut menunjukkan hal tersebut. Dan kami semua menerimanya. Dan tidak mungkin ada Ahlus Sunnah yang menolak hal tersebut. Namun bagi kami, ini menunjukkan keutamaan keduanya. Sayyidina Ali akan keilmuannya yang luas. Dan Sayyidina Umar akan kesigapannya untuk merujuk pada yang haq. Karena dua-duanya memiliki keutamaan, karena itu kami menghormati keduanya, dan tidak mengecilkan salah satunya.
ABNA: Kami memiliki riwayat yang menyebutkan Nabi Muhammad Saw bersabda, “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali”, apa anda juga menerima dan meyakini kebenaran riwayat tersebut?
-Ya, Ahlus Sunnah berkeyakinan, atas semua peristiwa yang terjadi antara Sayyidina Ali dengan sahabat-sahabat yang lain, kebenaran bersama Sayyidina Ali. Misalnya, perselisihan antara Ali dan Muawiyah, dan perselisihan beliau dengan Ummul Mukminin Aisyah ra.
ABNA: Karena itu anda tidak berkeyakinan bahwa para sahabat itu maksum dan terjaga dari kesalahan?
-Sebelumnya saya akan menjelaskan kepada anda, makna yang benar dari istilah Sahabat Nabi. Sahabat dalam pandangan mazhab kami adalah mereka yang bertemu dan melihat Rasulullah Saw, mengimani beliau sebagai Nabi dan utusan Allah SWT dan meninggal tetap dalam keimanannya tersebut. Sahabat kami akui dan yakini tidak maksum tetapi memiliki kehormatan. Mereka satu sama lain memiliki derajat yang berbeda, namun kami memandang mereka satu dalam penghormatan.
ABNA: Anda menerima dan mengakui keluasan dan ketinggian ilmu Imam Ali as dibanding sahabat-sahabat yang lain?
-Iya, sebelumnya juga sudah saya katakan, Nabi Muhammad Saw bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “Yang paling hakim diantara kalian adalah Ali.” Dan tidak mungkin seseorang disebut paling hakim jika juga tidak memiliki ilmu yang sangat luas dibanding yang lain. Dan inilah keutamaan Sayyidina Ali, sebagai orang paling alim.
Namun saya katakan kepada anda. Sahabat yang lain juga memiliki keutamaan dari sisi yang lain. Misalnya Sayyidina Umar pada satu sisi tertentu dan Abu Bakar utama pada sisi yang lain. Dan seterusnya. Dan keluasan ilmu Sayyidina Ali adalah sesuatu yang telah pasti dan menunjukkan keutamaan beliau yang sangat besar.
ABNA: Apakah anda mengatakan dan memuji Imam Ali as saat ini, karena berhadapan dengan saya yang muslim Syiah?
-Tidak. Mengenai Sayyidina Ali tidak ada yang bisa diungkapkan kecuali kebaikan dan keutamaan saja. Setiap saya hendak berbicara mengenai Sayyidina Ali, yang keluar dari lisan saya seluruhnya hanya kebaikan saja.
ABNA: Jika anda berbicara diatas mimbar, dan pendengar anda ada jama’ah dari Sunni dan juga ada yang Syiah, apakah anda tetap mengatakan apa yang baru saja katakan mengenai Imam Ali as?
-Saya tidak punya pengetahuan mengenai Sayyidina Ali kecuali kebaikannya. Karenanya tentu saja dimanapun, dan siapapun yang mendengarkan penyampaianku aku hanya akan berbicara tentang apa yang saya ketahui dari Sayyidina Ali, dan semuanya itu hanya kebaikan dan kebaikan saja. Saya bahkan punya kisah menarik mengenai ini.
ABNA: Silahkan anda ceritakan.
-Suatu malam saya bersama beberapa ruhaniawan dari kalangan Syiah dan Sunni Zahedan dalam sebuah perjalanan. Kami tiba di Sirkhan dan menjadi tamu warga setempat. Sayapun mengusulkan, untuk mengisi waktu, sehabis makan, satu teman dari Syiah dan satu dari Sunni untuk menyampaikan ceramah. Yang terpilih mewakili teman-teman Sunni adalah saya. Dan ketika tiba giliran saya untuk berceramah, saya menyampaikan sikap dan pendirian Ahlus Sunnah tentang Ahlul Bait. Dan apa yang saya katakan pada malam itu, adalah juga yang telah saya sampaikan kepada anda. Sehabis ceramah, yang juga dihadiri warga setempat, mereka mendatangi dan mendekat kepada saya. Diantaranya ada yang bertanya, “Benarkah aqidah anda mengenai Ahlul Bait demikian, sebagaimana yang anda sampaikan tadi?”. Saya jawab, “Bukan hanya aqidah saya, tapi aqidah semua Ahlus Sunnah dipenjuru dunia. Dan saya berani bersumpah demi Allah untuk memperkuat persaksian saya.”
Nah, apa yang anda khawatirkan tadi mengenai saya, bahkan telah saya lakukan. Jika anda bersedia, menyediakan sebuah majelis yang semuanya adalah muslim Syiah, saya akan datang dan berbicara mengenai keutamaan Ahlul Bait dan Sayyidina Ali secara khusus dalam pandangan Ahlus Sunnah.
ABNA: Apa yang semua anda katakan tadi mengenai keutamaan dan fadhilah Ahlul Bait adalah juga menjadi keyakinan muslim Syiah. Namun mengapa saat ini yang terjadi di Pakistan, Irak, Suriah, Bahrain dan sebagian di Iran dan Afghanistan kita melihat kenyataan pahit adanya aksi kekerasan dan pembunuhan yang dialami oleh warga muslim Syiah. Bahkan kita mendengar adanya fatwa dari ulama Ahlus Sunnah bahwa membunuh orang Syiah akan memudahkan jalannya menuju surga. Apakah hal tersebut memiliki dasar dalam Islam? Apakah Islam mengajarkan membunuh sesama muslim dapat mengantarkan seseorang menuju surga?
-Saya meyakini, tidak ada kelompok Islam yang berkeyakinan seperti itu. Kelompok ekstrimis yang membunuhi orang-orang muslim Syiah misalnya dari kelompok Sepah Sahabeh Pakistan atau Jabhah al Nasrah Syam, meskipun mereka meyakini apa yang mereka lakukan itu diganjari pahala atau yang mereka lakukan itu adalah sunnah yang dianjurkan namun itu keyakinan dusta. Tidak bisa disandarkan pada Islam dan tidak ada Sunnah yang mengajarkan seperti itu.
Kita punya riwayat, bahwa Nabi Muhammad Saw sebelum mengutus para Mujahidin ke medan jihad beliau memesankan kepada mereka, bahwa jika mereka memasuki suatu desa yang disitu diperdengarkan azan maka tidak diperkenankan untuk menyerang dan merusak desa itu, meskipun disitu hanya ada satu orang yang muslim, apalagi kalau memang itu wilayah muslim. Jika ada yang berkeyakinan membunuh sesama muslim dapat menyebabkan masuk ke surga maka itu bukan keyakinan Islam, melainkan keyakinan yang bersumber dari khurafat. Keyakinan itu tidak memiliki dasar sama sekali dalam agama ini baik dalam hukum syar’i maupun aqidah. Hanya angan-angan dan khufarat saja. Saya yakin mereka hanya orang-orang jahil yang dimanfaatkan untuk memecah belah kaum muslimin untuk kepentingan musuh-musuh Islam.
ABNA: Jadi keyakinan membunuh muslim Syiah itu bisa mengantarkan ke surga digali dari khurafat saja dan tidak bersumber dari ajaran Islam?
-Iya, khurafat. Bahkan saya berkeyakinan, yang memiliki keyakinan seperti itu telah keluar dari golongan muslim.
ABNA: Jadi tragedi-tragedi yang kita lihat. Peledakan bom di wilayah komunitas Syiah, bahkan ditengah majelis-majelis dan shalat yang muslim Syiah lakukan, video yang menampilkan adegan memenggal kepala, mengunyah jantung sambil bertakbir, bagaimana anda menjelaskan itu?
-Kelompok yang melakukan itu tidak bisa mengklaim diri berasal dari barisan muslim. Kalaupun mereka muslim, mereka adalah muslim yang jahil. Saya meyakini mereka dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk melakukan itu, sehingga mencoreng wajah Islam dimata masyarakat dunia. Merekapun menjadi punya bukti bahwa memang orang Islam itu beringas dan gemar membunuh satu sama lain.
Sekali lagi saya tegaskan, bahwa barang siapa yang berkeyakinan membunuh muslim Syiah dengan alasan karena bermazhab Syiah dan itu berbuah pahala, maka telah keluar dari barisan kaum muslimin.
ABNA: Menurut anda sendiri, bagaimana keterkaitan aksi-aksi terror dan kekerasan tersebut dengan musuh abadi umat Islam yaitu Israel?
-Iya, bagi mereka yang melakukan hal-hal yang justru menguntungkan pihak musuh yaitu AS dan Israel maka secara langsung mereka teleh berkhidmat kepada musuh.
ABNA: Namun apa yang anda katakan dan yakini ini bertentangan dengan ulama-ulama Ahlus Sunnah semisal yang berasal dari Arab Saudi. Mereka berkeyakinan Syiah itu telah kafir dan halal darahnya untuk ditumpahkan. Bagaimana anda menjelaskan ini?
-Tentu itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan politik, tapi saya tidak akan menyinggung itu, namun dari sisi syar’i saya katakan, tidak ada satupun kelompok Islam di dunia ini dan masa sekarang yang menamakan diri mereka Wahabi. Di masa-masa akhir abad pertama dan diawal abad kedua Hijriah, di benua Afrika, seseorang bernama Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum, muncul sebagai pribadi yang terkenal, manhaj dan pemikirannya dari sekte Khawarij. Pengikutnya menamakan diri mereka Wahabi, yang maksudnya adalah pengikut Abdul Wahab. Mereka berkeyakinan selain dari kelompok mereka bukanlah termasuk muslim, dan mereka merubuhkan masjid yang bukan masjid yang mereka bangun. Namun kelompok Wahabi tersebut telah punah dan kehabisan pengikut sebelum pertengahan kurun kedua dan sekarang sama sekali tidak lagi memiliki peninggalan dan bekas apapun.
ABNA: Namun bagaimana dengan kelompok Wahabi yang dikenal masa sekarang? Bagaimana anda menjelaskan?
-Mereka yang kita sebut dan kenal sebagai Wahabi saat ini tidak pernah menamakan diri mereka Wahabi, mereka lebih sering menyebut diri mereka dengan sebutan Salafi. Secara lughawi kami dan kalian adalah sama-sama Salafi. Karena Salafiyun artinya yang mengikuti para Salafush Saleh, yaitu orang-orang terdahulu yang saleh. Sunni maupun Syiah, semuanya mengikuti orang-orang saleh terdahulu dari kalangan mereka. Karena secara bahasa, kita semua adalah Salafi. Namun Salafi secara istilah akan saya jelaskan.
Pada kurun kedua, disaat keilmuan umat Islam mencapai kejayaannya, kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits marak ditulis para ulama, musuh Islam justru hendak mengacaukan keilmuan umat Islam. Mereka memasukkan pengaruh Filsafat Yunani kedalam ilmu-ilmu Islam, dan mensyarah ilmu-ilmu Islam dengan merujuk pada pandangan Filsafat Yunani. Mereka melakukan itu sampai pada tahap mengkritisi Al-Qur’an dan Hadits dan menyampaikan kelemahan-kelemahannya. Misalnya mereka mengatakan, “Al-Qur’an kamu menyebutkan Tuhan itu memiliki tangan, Tuhan itu bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya yang menunjukkan bahwa Tuhan itu wujud materi dan terbatas. Dengan demikian Tuhan itu diadakan, sementara Tuhan diklaim sebagai Pencipta segala sesuatu dan tidak ada yang mengadakan. Mereka dengan argument akal itu hendak merusak sumber rujukan Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits, setidaknya mengurangi keutamaan dan nilai besarnya dalam pandangan umat Islam.
Menghadapi mereka, ulama Islam terbagi atas dua kelompok. Pertama, kelompok para ulama yang dalam menghadapi syubhat mereka hanya mendiamkan saja. Misalnya mereka berkata, “Ya memang benar Tuhan itu memiliki tangan, bersemayam diatas Arsy, dan sebagainya namun kami tidak mengetahui bagaimananya. Karena Al-Qur’an dan Hadits secara dzahir menyebutkan demikian maka kami tidak mungkin akan mengingkarinya. Kami meyakini Tuhan memiliki tangan, namun tangan Tuhan bagaimana bentuknya? Wajah Tuhan bagaimana? Serta bagaimana posisi duduk Tuhan diatas Arsy dan seterusnya bukan pengkajian kami. Kami hanya meyakini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah dan tidak punya wewenang untuk menakwilkan apalagi sampai mengingkarinya. Kelompok pertama inilah yang disebut dan menamakan diri dengan Salafi.
Misalnya Imam Malik bin Anas ketika ditanya, “Bagaimana Allah istawa di atas Arsy?” maka beliau menjawab, “Allah istawa di atas Arsy adalah haq dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.” Yaitu pertanyaan, tentang bagaimana Allah istawa diatas Arsy adalah pertanyaan yang sia-sia. Bagi mereka, bagaimana Allah istawa itu tidak penting, namun mengimaninya wajib hukumnya. Dan sudah pasti mengimaninya adalah sesuatu yang benar.
Kelompok kedua, adalah ulama yang menakwilkan hal-hal mutasyabihat tersebut. Misalnya mereka mengatakan, yang dimaksud dengan Tangan Tuhan adalah kekuasaan. Maksud Tuhan bersemayam diatas Arsy yaitu Tuhan mengontrol dan menguasai segala alam semesta beserta isinya. Yaitu, Tuhan bukanlah sebagaimana makhluk yang memiliki bagian-bagian tubuh, Dia adalah pencipta alam semesta dan segala maujud yang ada, dan Dia pula yang mengatur dan menguasainya, sehingga tidak mungkin dibatasi oleh materi yang diciptakannya.
Dengan adanya pengaruh dari filsafat Yunani tersebut, umat Islam terbagi dua, Salafi dan non Salafi. Mereka yang menolak takwil menyebut diri Salafi dan yang memberlakukan takwil dikenal sebagai kelompok Non Salafi. Aqidah Salafi adalah kami meyakini dan mengimani apa yang disampaikan Al-Qur’an dan Hadits yang shahih dan mempertanyakan tentang bagaimananya adalah kesia-siaan. Meskipun bagaimananya bagi kami tidak jelas namun kami tetap mengimaninya.”
Salafi kemudian terbagi lagi atas beberapa firqah, diantaranya adalah Wahabi. Wahabi inilah kelompok yang paling jahil dan paling bengkok pemahamannya dari kalangan Salafi.
ABNA: Apa kemudian kaitannya, antara adanya ikhtilaf dan perbedaan pemahaman itu dengan apa yang terjadi saat ini?
-Kaum muslimin dunia, jika kita hendak membaginya maka menurutku terbagi atas tiga kelompok:
Pertama, kelompok literalis. Yaitu mereka yang mengimani dan memahami apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan apa yang tertulis dan tersampaikan, yang kemudian merekapun mengamalkan apa yang mereka yakini itu. Mereka yang berada dalam kelompok ini, dari sisi keilmuan sangat rendah dan jahil. Mereka dapat dengan mudah mengkafirkan atau menganggap sesat kelompok Islam yang berbeda pemahaman dengan mereka. Meskipun mereka menyebut dan mengklaim diri sebagai Salafi, kami mengenal mereka dengan sebutan Wahabi. Mereka hanya memperhatikan apa yang tersurat dari ayat dan hadits, dan cara mereka menafsirkan dan memahami agama tidak jauh beda dengan apa yang kita kenal sebagai Wahabi di kurun kedua.
Kedua, kelompok nash dan aqli. Mayoritas kaum muslimin di dunia Islam berada di dalam kelompok ini. Mereka mengamalkan nash sebagaimana kelompok pertama namun tidak hanya sepenuhnya bergantung pada lahiriah teks melainkan juga menyandarkannya bagaimana Nabi menafsirkannya, bagaimana sahabat memahami dan mengamalkannya, bagaimana para imam mazhab menjadikannya sumber hokum dan disisi lain merekapun menggunakan akal sebagai alat bantu dalam memahaminya. Aktivitas mereka yang berada di kelompok ini lebih disibukkan dengan kegiatan-kegiatan ilmiah, mengajar, tabligh, tarbiyah, berdakwah, penulisan, penelitian dan tidak memiliki perhatian yang besar terhadap mesti berdirinya hukumah Islamiyah. Prinsip mereka, dengan memperkenalkan pentingnya pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membuat masyarakat suatu waktu akan menegakkan sendiri pemerintahan Islam itu. Pemerintahan Islam bagi kelompok ini bukanlah prioritas utama.
Ketiga, kelompok nash, aqli dan siyasah. Secara aqidah mereka sama dengan kelpmpok kedua namun prioritas utama mereka adalah penegakan pemerintahan Islam. Kelompok ini lahir sekitar 130 tahun lalu. Diantara tokoh yang terkenal dari kelompok ini adalah Sayyid Jamaluddin al Afghani beserta mudrinya Muhammad Abduh. Setelah itu Allamah Rasyid Ridha, Syaikh Hasan al Banna, kelompok Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb, Sayyid Abul ‘ala Mauludi sampai Imam Khomenei rahmatullah ‘alaihi. Mereka bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya pemerintahan Islam sebagai prioritas utama dakwah dan pergerakan mereka.
Sekarang, dengan mengenal ketiga kelompok ini, maka jelas perselisihan dan tragedi memilukan yang terus terjadi di dalam tubuh umat Islam karena keberadaan kelompok pertama, yang sadar atau tidak telah ditunggangi oleh kepentingan musuh.
ABNA: Penduduk sipil Suriah yang tidak berdosa telah menjadi korban kebiadaban dan kekejian kelompok teroris yang didukung dan didanai oleh AS dan Israel, darah mereka ditumpahkan tanpa alasan, dan tubuh-tubuh mereka ibarat mainan yang dijadikan obyek fitnah, bagaimana pandangan anda sebagai ulama Ahlus Sunnah menyikapi hal tersebut?
-Ulama Ahlus Sunnah memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal ini. Sebagian mendukung kelompok oposisi sebagian lagi mendukung pemerintahan Suriah.
ABNA: Bagaimana menurut pendapat pribadi anda mengenai serangan militer yang diberlakukan atas Suriah?
-Pendapat pribadi saya, apapun pergerakan yang menguntungkan Amerika dan Israel dan memberi manfaat pada kepentingan-kepentingan mereka terutama jika itu lebih memperkuat eksistensi dan pengaruh AS dan Israel di Timur Tengah secara khusus dan dunia Islam secara umum maka saya mengecamnya. Kami tidak pernah mengizinkan adanya serangan militer ke Negara yang berdaulat. Kami tidak pernah menyepakati adanya serangan militer yang ditujukan atas Suriah, Pakistan dan Afghanistan. Islampun tidak membolehkan hal tersebut. Terlebih lagi, di Negara-negara tersebut yang menjadi korban paling banyak dirasakan oleh rakyat sipil yang tidak berdosa.
Yang paling banyak ambil andil dalam kekerasan dan pembunuhan yang tengah terjadi di daerah-daerah konflik adalah kelompok al Qaedah. Menurut hukum syar’i mereka layak dikecam. Islam tidak pernah membolehkan apa yang tengah mereka lakukan dengan aksi-aksi terror mereka. Islam jika memberlakukan jihad, memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, jika tidak maka bukan jihad namanya. Jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan sesama kaum muslimin.
ABNA: Pendapat anda sendiri mengenai jihad nikah bagaimana?
-Pertama dari sisi bahasa saja, istilah jihad nikah tidak tepat, karena jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan dengan kaum muslimin. Kedua secara istilah, nikah jihad melenceng dari syariat. Dalam Islam tidak ada istilah jihad nikah. Perempuan yang menyerahkan dirinya dengan mengatasnamakan jihad nikah untuk memenuhi nafsu kelompok oposisi tersebut sama halnya membinasakan dirinya sendiri.
ABNA: Mengenai makam-makam keluarga Nabi dan sahabat-sahabatnya di Suriah yang dirusak oleh kelompok oposisi apa itu memiliki dasar dalam ajaran Islam?
-Jika memang benar itu pengrusakan tempat-tempat suci tersebut dilakukan oleh kelompok Salafi maka menurut keyakinan mereka yang hanya berdasarkan pada lahiriah teks dan mengandalkan dugaan belaka maka itu perbuatan benar dan dianjurkan dalam Islam versi mereka. Karena mereka meyakini membangun bangunan diatas kuburan tidak bisa dibenarkan dan harus dirubuhkan. Mereka mengatakan punya riwayat dan hujjah yang membenarkan perbuatan mereka untuk menghancurkan bangunan yang dibangun diatas kuburan.
Namun kaum muslimin yang berbeda pandangan dengan mereka juga ada, dan lebih banyak. Bahwa membangun bangunan diatas makam-makam para wali adalah bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap tokoh-tokoh besar Islam tersebut. Dan keyakinan mereka ini juga harus dihargai dan dihormati. Karenanya tindakan Salafi tidak bisa dibenarkan. Mereka tidak boleh menghancurkan bangunan yang dibangun oleh kelompok yang meyakini itu sebagai keutamaan.
ABNA: Anda mengatakan bahwa Ahlus Sunnah juga menghormati dan memuliakan Imam Husain as. Karenanya sudah menjadi keniscayaan penghormatan dan pemuliaan juga harus ditujukan kepada anak keturunan beliau. Namun kita lihat realitas yang terjadi, para pemberontak Suriah justru menyerang dan merusak makam Hadhrat Zainab, Sukainah, dan Ruqayyah yang merupakan keturunan Imam Husain as, apa menurut anda itu bukan penghinaan terhadap pribadi Nabi Muhammad Saw dan Imam Husain as?
-Iya demikianlah. Menyerang dan merusak makam keturunan Nabi Saw bukan hanya tidak diperbolehkan tapi juga haram secara syar’i, begitu juga makam muslim-muslim lainnya. Masyarakat setempat mendirikan bangunan di makam-makam suci tersebut sebagai bentuk penghormatan yang berdasarkan dari keyakinan mereka yang juga memiliki sumber dan hujjah yang kuat, karenanya harus dihormati. Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya larangan untuk tidak menghina dan menjelek-jelekkan berhala yang disembah dan dijadikan tuhan oleh orang-orang musyrik karena itu akan memancing mereka untuk juga menghina Allah Swt dan Islam. Karenanya sangat tidak dibenarkan apa yang telah dilakukan kelompok oposisi di Suriah yang merusak makam, masjid dan tempat-tempat yang dimuliakan kaum muslimin.
ABNA: Pengrusakan yang dilakukan kelompok Salafi atau Wahabi bukan hanya di Suriah namun juga di kota Madinah. Apa penjelasan anda mengenai apa yang dilakukan pemeritahan Saudi terhadap pemakaman Baqi?
-Mereka melakukan itu karena mereka mereka meyakini riwayat yang menyebutkan jangan mendirikan bangunan di atas kuburan, karenanya meruntuhkan bangunan yang dibangun diatas kuburan bagi mereka bukan penghinaan melainkan keharusan agama. Inilah yang saya katakana tadi bahwa mereka memahami teks agama berdasarkan penalaran mereka belaka. Sebab dimasa Kekhalifaan Utsmaniah, bukan hanya makam suci keluarga dan keturunan Nabi yang dibuatkan bangunan dan kubah, juga para syuhada perang Badar. Namun ketika Madinah jatuh di bawah penguasaan Salafi/Wahabi mereka merusak semua bangunan itu. Meskipun umat Islam sedunia memprotes apa yang mereka lakukan, mereka tetap saja melanjutkan pengrusakan sampai pemakaman Baqi rata dengan tanah.
Bagi kami apa yang mereka lakukan itu tidak bisa dibenarkan. Peninggalan-peninggalan Islam harus dijaga karena itu warisan yang berkisah tentang masa lalu yang sangat bermanfaat dan memberi pengaruh besar bagi generasi kemudian. Makam adalah peninggalan terakhir dan kenangan dari orang yang pernah hidup sebelumnya karenanya makam harus dikenali dan dijaga supaya ingatan tentangnya bisa terus membekas, bukan malah dirusak dan dihancurkan. Namun melihat kondisi pemakaman Baqi saat ini, kita sungguh sangat miris, kita tidak bisa mengenali secara pasti dari makam-makam itu.
ABNA: Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamanei menegaskan karena Imam Ali bin Abi Thalib as diakui keutamaannya oleh semua mazhab dalam Islam, baik itu Sunni maupun Syiah karenanya beliau semestinya dijadikan sebagai poros persatuan umat Islam. Menurut anda sendiri bagaimana?
-Apa yang beliau katakan itu sangat tepat. Dan jika benar-benar terjadi dan diamalkan, akan sangat banyak perbedaan dan perselisihan yang terjadi di antara kaum muslimin akan terselesaikan. Kami Ahlus Sunnah meyakini Sayyidina Ali dan semua ahlul bait memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Namun kami juga berharap, sebagaimana Sayyidina Ali ra yang memberi dukungan dan penghormatan kepada tiga khalifah sebelumnya, saudara-saudara kami dari muslim Syiah juga melakukan hal yang sama. Jika itu yang terjadi, saya yakin meskipun semua perbedaan tidak bisa dituntaskan, setidaknya mampu menimimalisir perbedaan yang ada dan menciptakan kondisi yang sangat baik bagi terwujudnya persatuan kaum muslimin, dan bisa bekerjasama dalam suasana yang penuh penghormatan dan saling memahami.
ABNA: Pembicaraan dengan anda yang sarat dengan ilmu, argument yang logis dan saran-saran yang konstruktik menjadi pembicaraan ini sangat menyenangkan bagi saya.
-Terimakasih. Saya pernah mengajar di Universitas Adyan kota Qom. Suasana persahabatan dan persaudaraan benar-benar sangat saya rasakan selama berada di Qom. Sesuatu yang sangat sulit dipercaya. Sebelumnya informasi yang saya dapatkan, Qom yang semuanya muslim Syiah adalah Syiah yang ekstrim yang hatta mendengar kata Umar disebutkan mereka akan marah dan memukul yang menyebutkan nama itu. Dan itu tidak saya temukan dikota itu.
Kesuksesan adalah Mencapai Tujuan Tertinggi dengan Cara yang Termulia
Banyak yang menyebut orang yang sukses adalah orang yang mencapai tujuannya dengan sependek-pendeknya jalan dengan pengeluaran yang paling sedikit. Namun kesuksesan dalam pandangan saya, adalah yang mencapai tujuannya yang paling tinggi dengan cara-cara yang paling mulia.
Menurut Kantor Berita ABNA, selama ini dalam benak kita ketika menyinggung seorang ulama besar, maka kita selalu mengkaitkannya dengan orangtuanya atau leluhurnya yang juga sebelumnya memang seorang ulama besar. Bahwa kebanyakan ulama besar lahir dari lingkungan pesantren, dari orangtuanya yang ulama, khatib dan pembimbing ummat sehingga kemudian sang anak melanjutkan garis perjuangan dakwah para leluhurnya dan melanjutkan penyebaran ilmu-ilmu dan tradisi keilmuan yang diwariskan. Ayatullah Nashir Makarim Shirazi adalah ulama besar yang juga merupakan marja taklid sekian dari sedikit ulama yang lahir bukan dari lingkungan agamawan dan pesantren. Terlahir dan tumbuh dari ayah dan kakek seorang saudagar, Makarim Shirazi justru dikemudian hari malah menjadi ulama besar yang disegani, dengan gelar Ayatullah al Uzhma dengan jutaan pengikut yang tersebar di seluruh dunia.
Berikut penuturan Ayatullah Makarim Shirazi sendiri mengenai dirinya, mulai dari kelahiran sampai beliau menjadi ulama besar. Penulis kitab tafsir Al Amtsal ini juga berbagi tips mencapai kesuksesan sejati dibagian akhir penuturannya. Selamat menyimak.
Masa Kelahiran
Saya lahir di bulan Esfand tahun 1305 HS [sekitar tahun 1926 M] di kota Shiraz di tengah-tengah keluarga yang mencintai agama. Meski ayah dan kakekku dikenal sebagai saudagar, namun keluarga kami sangat cinta dan memiliki kedekatan yang erat dengan ilmu-ilmu agama. Sekalipun bukan ulama dan pelajar agama, ayah saya sangat mencintai dan menggandrungi ayat-ayat Al-Qur’an. Sewaktu saya masih belajar di madrasah Ibtidaiyah, hampir setiap malam, ayah memintaku ke kamarnya dan berkata, “Nashir, bacakan untuk saya Kitab Ayat Muntajebeh dan terjemahannya”. Kitab tersebut adalah kitab kumpulan ayat-ayat pilihan yang dihimpun dan dikaji oleh sejumlah ulama dan di zaman Reza Khan di jadikan buku wajib untuk diajarkan di sekolah-sekolah. Sayapun membacakan untuknya ayat-ayat pilihan itu dan terjemahannya, dan setiap membacakannya, meskipun telah berulang-ulang didengarnya, ayah selalu saja menunjukkan kekagumannya.
Saya memiliki nenek, yang tidak bisa membaca dan menulis. Namun beliau memiliki kecerdasan berpikir yang mengagumkan dan hafalan yang kuat. Beliau secara rutin mengikuti pengajian pekanan di masjid. Dan setiap kembali ke rumah ia dengan lancar mengulang kembali yang disampaikan ustad di mimbar kepada seluruh anggota keluarga, termasuk hadits-hadits dan riwayat yang sangat banyak.
Karena nenek begitu menyayangi saya, masa kecil saya banyak saya habiskan bersama beliau. Beliau sering menceritakan mengenai kisah para Nabi dan wali-wali Allah. Dan inilah yang kemudian membuat saya semakin hari semakin mencintai dan tertarik untuk mempelajari masalah agama dengan lebih detail. Nenek juga banyak mengetahui dan menguasai tekhnik pengobatan klasik dan sering mengajarkan kepada kami.
Nenek sering membawa saya ke masjid. Karena itu sejak kecil saya sudah terbiasa ke masjid. Seingat saya, saya sudah sedemikian aktif mendengarkan ceramah di usia 8 tahun. Apa yang disampaikan ustad di atas mimbar sangat mengagumkan bagi saya, ketertarikan sayapun pada ilmu agama semakin menjadi-jadi.
Masa Pendidikan
Saya dimasukkan ke sekolah diusia 5 tahun. Karena umur saya belum memenuhi syarat saya hanya dimasukkan di kelas persiapan. Sekolah saya bernama Zainat, dan sangat terkenal di kota Shiraz. Karena saya dinilai berprestasi di kelas dengan hasil-hasil ujian yang memuaskan, sayapun dikecualikan untuk tidak mengikuti tingkatan kelas sebagaimana pada umumnya. Dari kelas persiapan saya langsung digabungkan di kelas 2 dan sedemikian seterusnya sampai akhirnya saya menyelesaikan sekolah dasar dan menengah saya.
Selanjutnya saya melanjutkan pendidikan formal di Madrasah Khan, madrasah yang sudah sangat kuno, dalam artian memang berdirinya telah sangat lama, besar dan sangat terkenal. Tempat belajar dan mengajar Filosof terkenal Mullah Sadra Shirazi.
Salah seorang ustad saya, almarhum Ayatullah Rabbani Shirazi. Saya pernah berkata kepada beliau, “Saya mohon dipinjamkan kitab Jami’ al Muqadimat, kitab pelajaran tingkatan pertama Hauzah karena saya tidak memilikinya. Saya mohon diizinkan menggunakannya selama 24 jam, setelah itu akan saya kembalikan.” Beliau menanyakan alasannya, saya jelaskan bahwa esoknya saya minta ujian saja. Dia dengan penuh rasa takjub meminjamkannya kepadaku. Dalam sehari semalam, saya mempelajari kitab tersebut, dan kemudian berhasil mendapat nilai yang baik dalam ujian, dan selanjutnya melanjutkan ketingkatan yang lebih tinggi.
Saya di hari-hari pelajaran, siang-malam, musim panas dan dingin, di bulan Ramadhan, Muharram dan Shafar, kecuali hari Jum’at dan sebagian dari hari-hari libur resmi, semua hari saya isi dengan belajar dan setiap ke madrasah tidak ada waktu saya habiskan kecuali dengan belajar dan mubahasah [diskusi sambil mengulang pelajaran secara berkelompok, paling minimal dengan dua orang-pent], dan hari demi hari semakin menenggelamkan diri dalam kesibukan belajar, saya semakin hanyut dan merasakan keasyikan yang luar biasa. Saya tidak pernah tenang dan merasa puas dengan pelajaran di kelas, sehingga saya selalu bertanya kepada setiap ustad diluar jam pelajaran, saya selalu meminta kepada mereka untuk memberikan pelajaran yang lebih. Awalnya mereka menolak dan mengacuhkan permintaan saya yang terkesan memaksa mereka. Karena menurut mereka, anak 13 tahun tidak boleh terlalu memaksakan diri belajar, sebab di kemudian hari akan merasa bosan dan bisa berdampak negatif kelak.
Meskipun saya telah berusaha dan memaksa untuk diberi kekhususan untuk belajar lebih, namun tetap tidak diizinkan. Dan akhirnya sayapun ikut dengan aturan resmi madrasah. Mungkin kalian akan sulit mempercayainya, bahkan sayapun terkadang sulit menerimanya betapa saya kala itu benar-benar dirasuki kegilaan belajar. Setiap hari di madrasah saya habiskan 8 jam di kelas, sisanya saya isi dengan mubahasah dan belajar sendiri. Meskipun jarak rumah saya dengan madrasah tidak begitu jauh, namun saya sangat jarang pulang, dan menghabiskan waktu siang dan malam di madrasah dengan menenggelamkan diri dalam pengkajian dan belajar.
Malam-malam saya isi dengan mengulangi pelajaran, sampai saya benar-benar terkantuk dan tertidur sendiri. Pernah suatu malam saya belajar sebagaimana biasanya. Lewat tengah malam saya mulai terkantuk dan akhirnya tertidur. Waktu itu dalam belajar, semua santri menggunakan lampu minyak. Karena tertidur, saya tidak sempat memadamkan api. Menjelang subuh saya temukan, lampu minyak tersebut dalam keadaan terjatuh, dengan minyak yang berceceran dan disekelilingnya terdapat tumpukan buku yang semalam saya baca. Saya bersyukur dan menyebut itu pertolongan Ilahi yang menujukkan Maha PenyayangNya. Lampu minyak dalam keadaan masih menyala, tertumpah dan disekelilingnya buku namun tidak menyebabkan kebakaran yang bisa mencelakakan saya, karena mungkin seketika itu juga tiba-tiba padam sendiri.
Saya tidak pernah sekalipun berpikir mengenai makanan yang enak dan lezat. Saya makan apa saja yang ada dan yang disediakan. Bahkan karena tenggelam dalam asyiknya belajar, saya kadang sampai lupa makan sama sekali. Inilah yang menyebabkan tubuh saya kurus. Tapi justru dengan itulah saya lebih mengkonsentrasikan diri pada pelajaran dan tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak penting. Secara jasmani saya kurus namun secara batiniah, saya puas dan tidak merasa kekurangan.
Kesulitan Ekonomi
Sewaktu pertama kali hijrah dan menetap di Qom, secara materi saya didera kesulitan dan keprihatinan yang sangat.
Di bulan Ramadhan yang bertepatan dengan musim panas, saya dan teman sekamar saya menjalankan ibadah puasa. Pernah suatu hari menjelang buka puasa, hatta sekerat rotipun kami tidak punya untuk kami makan. Saya berkata kepada teman saya, “Saya akan pergi sebentar, mencari orang yang akan memberi pekerjaan dan upahnya roti untuk kita makan.” Namun setelah berkeliling saya tidak menemukan satu orangpun yang mau memberi pekerjaan. Terpaksa sayapun menjual beberapa kitab pelajaran yang saya punyai dan sayangi untuk mendapatkan beberapa potong roti. Namun dengan kesulitan tersebut, saya tidak menyerah. Saya yakin bahwa kesulitan itu adalah ujian Ilahi yang pasti akan berlalu.
Sewaktu di Najaf, kesulitan hidup sebagaimana yang saya alami di Qom kembali berulang. Saya pernah mengalami kejadian yang tidak pernah akan saya lupakan. Sebenarnya peristiwa yang begitu memalukan. Suatu hari, saya terpaksa harus mandi, dan saat itu satu-satunya tempat mandi adalah permandian umum yang kita harus bayar dengan sejumlah uang. Dan saat itu, saya tidak memiliki uang sama sekali. Akhirnya terpaksa, saya menghadap ke pemilik permandian, dan hendak menyerahkan jam tangan murahan satu-satunya harta yang kupunya sebagai ganti untuk ongkos sewa kamar mandi. Si pemilik, memberi keringanan. Dia berkata, saya bisa menggunakan kamar mandinya, dan membayarnya ketika saya sudah punya uang. Semakin keras dan sulit kehidupan yang saya jalani di jalan ilmu, itu semakin meyakinkan saya akan semakin dekatnya pertolongan Allah SWT.
Saya pernah begitu menginginkan untuk selalu bisa terbangun di sepertiga malam untuk mengerjakan shalat malam, yang dengan itu saya bisa lebih mendekatkan diri pada Kekasih Hati. Namun selalu terbangun di penghujung malam diusia saya saat itu adalah sesuatu yang sangat berat dan sulit. Saya kemudian terpikir untuk bisa membeli sebuah jam meja yang memiliki alarm, yang bisa membangunkanku diwaktu yang saya inginkan. Namun ternyata harga satu jam meja mencapai 13 tuman, sementara uang bulananku saat itu hanya 3 tuman, yang pasti diakhir bulan selalu habis tak bersisa. Sehingga saya tidak bisa memilikinya.
Berjalan tahun, masalah ekonomi tidak lagi menjadi persoalan bagiku. Saya mendapat sedikit imbalan dari dakwah dan tabligh yang saya jalankan di bulan Muharram, Safar dan Ramadhan. Dan juga sudah mulai mendapat sedikit bagian dari syahriah Hauzah, namun setelah saya mendapat honor dari tulisan-tulisanku yang dibukukan dan diterbitkan, itu menjadi jawaban dari kesulitan ekonomiku, dan secara total saya tidak lagi mengambil syahriah dari Marja.
Sampai saat ini [setelah menjadi ulama marja taklid, pent], saya menjalankan roda perekonomian keluarga dengan modal yang saya dapat dari penjualan buku-buku yang saya tulis. Bukan dari Baitul Mal, meskipun itu setiap bulannya lebih dari 2 milyar tuman yang masuk ke Baitul Mal yang diamanahkan kepada saya. Semua uang itu saya gunakan untuk membiayai aktivitas pendidikan, kerja-kerja amal dan sosial serta untuk syahriah para santri dan asatid Hauzah ilmiah.
Mencapai Derajat Mujtahid di Usia 24 Tahun
Di kota suci Najaf, saya mendapat pendidikan hauzah di bawah asuhan dan bimbingan Ayatullah al Uzhma Sayyid Abdul Hadi Shirazi, Ayatullah al Uzhma Hakim dan Ayatullah al Uzhma Amuli. Saya sering melakukan tanya jawab dengan para ulama besar tersebut, yang membuat lebih mudah dalam memahami pelajaran. Yang pada akhirnya diusia 24 tahun, melalui persaksian dua ulama besar marja taklid yang masyhur di masa itu, salah seorang diantaranya Syaikhul Fuqaha Ayatullah al Uzhma Ishthahbanati dan Ayatullah al Uzhma Haj Syaikh Muhammad Kashif al Ghita saya mendapat ijazah ijtihad.
Pujian atas Karya yang Dihasilkan
Sewaktu menulis dan menyelesaikan kitab pertama saya, “Julu_e Haq” [Di Depan Kebenaran] dan kemudian diterbitkan, saya mengirimkan satu buah untuk Ayatullah al Uzhma Burujerdi.
Tidak lama, beliau memanggilku, dan sayapun menemuinya. Beliau berkata, “Kaki saya sakit, dan beberapa hari saya tidak bisa masuk mengajar, dengan itu saya memiliki banyak waktu luang untuk belajar. Mata saya tertuju pada buku yang engkau kirimkan buatku. Sayapun kemudian membacanya dari awal sampai akhir dan serius menelaah buah-buah pikiranmu.” Kalimat-kalimat beliau yang ditujukan padaku itu sangat menggetarkan jiwaku. Sangat menakjubkan, seorang ulama besar mau dengan penuh keseriusan membaca buku seorang santri pemula seperti saya dari awal sampai akhir. Dan itu menjadi pelajaran dan ibrah besar bagi saya untuk menghargai ilmu darimanapun datangnya sebagaimana ulama marja tersebut mempertontonkan langsung di depan mataku. Selanjutnya beliau memberi pujian atas karyaku itu dan memberikanku dukungan dan kepercayaan untuk kembali menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi ummat. Pujian dan dorongan yang sangat berbekas dibenakku, yang membuatku semakin keranjingan menulis dan menghasilkan karya-karya.
Masa Pengasingan
Sewaktu sebuah artikel yang ditulis Rashidi Mutlaq berisi penghinaan dan pelecehan terhadap Imam Khomeini ra dimuat disebuah surat kabar, sayapun bergabung dalam barisan massa yang berunjuk rasa mengecam penghinaan tersebut. Saya dan para asatid Hauzah Ilmiyah serentak berkumpul di Madrasah Amirul Mukminin as dan melakukan aksi unjuk rasa. Diantara penggalan orasi saya, saya berkata, “Jika kepada ulama besar sekaliber Imam Khomeini saja mereka berani menghina, melecehkan dan tidak menaruh hormat, apalagi kepada selain beliau? Jika kita harus mati karena memprotes penghinaan terhadap ulama dan syiar-syiar Islam mari kita mati bersama, dan jika masih tetap hidup, kitapun harus hidup bersama-sama.” Penggalan orasi itu kemudian menjadi syiar dan slogan dalam aksi unjuk rasa kami. Sampai rezim kemudian menilai saya terlibat dalam aksi perlawanan terhadap pemerintah. Orasi-orasi saya dinilai memprovokasi masyarakat dan disebut makar terhadap Negara. Karena itu saya diasingkan kebeberapa tempat, diantaranya di bagian timur Cabhar, dibagian barat Mahabad dan di Anarak.
Menerbitkan Majalah Islami
Di masa Pahlavi yang penuh kegelapan dan suram, membaca Koran setiap hari menjadi semacam kewajiban. Sudah menjadi kewajiban ulama dan para pelajar agama untuk menjawab syubhat-syubhat yang begitu gencar dicekokkan kepada masyarakat. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk membuat majalah agama yang dengan dukungan dan bantuan beberapa marja taklid, bisa diterbitkan dan disebarkan kepada masyarakat.
Majalah tersebut mendapat sambutan luas masyarakat. Yang sebelumnya tirasnya hanya seribu dua ribu eksemplar, melonjak mencapai ratusan ribu eksemplar karena permintaan masyarakat. Majalah tersebut disebar diseluruh penjuru negeri, dibaca dimadrasah, didiskusikan di kampus-kampus, di kantor-kantor pemerintahan, di pasar dan ditempat-tempat umum, bahkan sampai pula di tangan rezim thagut.
Dianggap berbahaya, rezim sempat melarang penerbitan majalah tersebut. Hal tersebut kami adukan kepada Ayatullah al Uzhma Burujerdi, yang kemudian bersurat kepada pejabat kota Qom untuk mengizinkan kembali penerbitan majalah tersebut. Ketegangan sempat terjadi, karena kedua belah pihak bersikeras pada sikapnya. Sampai akhirnya karena tekanan dari Ayatullah Burujerdi yang merupakan ulama marja besar kala itu akhirnya pemerintah gentar juga dan mencabut surat pelarangan penerbitan majalah tersebut. Menariknya, diterbitan majalah berikutnya, bagian kementrian meminta dibagian sampul majalah tersebut ditulis, “Diterbitkan dengan Seizin Ayatullah al Uzhma Burujerdi”.
Makna Kesuksesan
Salah satu yang menjadi ilham dalam kehidupan pribadi dan sosial saya, adalah penggalan dari pesan ayat suci Al-Qur’an, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” [Qs. Al Ankabut: 69]. Itulah yang menginspirasi saya untuk berbuat lebih gigih dalam mencari keridhaan Allah SWT.
Banyak yang menyebut orang yang sukses adalah orang yang mencapai tujuannya dengan sependek-pendeknya jalan dengan pengeluaran yang paling sedikit. Namun kesuksesan dalam pandangan saya, adalah yang mencapai tujuannya yang paling tinggi dengan cara-cara yang paling mulia. Tujuan yang paling tinggi itu dalam pandangan masyarakat, multi tafsir, mengandung beragam pandangan. [ada yang menyebut tujuan paling tinggi itu menjadi paling kaya, paling popular, paling berpengaruh dan seterusnya-pent]
Seseorang yang merasa dan mengakui dirinya telah sukses, adalah tanda yang menunjukkan dia sesungguhnya bukan orang yang sukes. Orang yang sukses adalah yang begitu mencapai titik tertentu, ia akan merasa belum sukses, dan akan berupaya lebih keras lagi untuk mencapai titik selanjutnya yang lebih tinggi.
Apakah Islam melarang orang untuk menjadi yang paling kaya?
Jika ada yang berpandangan Islam melarang orang untuk kaya, maka itu adalah kesalahan besar. Harta dan kekayaan bukan saja bukan penghalang untuk mencapai maqam kedekatan dengan Tuhan, melainkan wasilah dan faktor pendukung. Imam Shadiq as berkata, “Dunia adalah wasilah yang baik bagi akhirat.” Riwayat yang lain juga sangat banyak, “Bukan bagian dari kami, yang karena alasan akhirat ia meninggalkan dunianya, dan juga bukan bagian dari kami yang karena alasan dunia dia meninggalkan agamanya.”
Kaum muslimin harus memiliki kemuliaan yang sangat tinggi. Jika hari ini yang memimpin dan yang berpengaruh adalah yang memiliki ekonomi yang maju, industri yang maju, budaya yang maju, maka umat Islam tidak boleh menjadi umat yang hina dan memandang remeh pada hal yang demikian. Bahkan sampai mengatakan kemajuan dan kecanggihan tekhnologi bertentangan dengan Islam dan yang mengejarnya bertentangan dengan Al-Qur’an dan ma’arif Islam.
Apakah anda memiliki impian, yang anda merasa telah gagal untuk mencapainya?
Jika seseorang tidak memiliki impian dan harapan, maka saat itu juga sebenarnya ia sudah mati. Harapanlah yang membuat kita semua bertahan hidup. Harapan dan impian saya adalah, dengan perkhidmatan yang saya lakukan, dan bekal ilmu sedikit yang saya punya, saya berharap mampu mencapai derajat maqam yang lebih tinggi. Kerena perkhidmatan harus terus berlangsung dan memiliki jangkauan yang sangat luas.
Yang dimaksud dengan khidmat adalah senantiasa melakukan hal yang dapat memberi manfaat pada orang banyak dan tidak hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Dia pergunakan apapun yang dia punya dan bisa, baik itu harta, ilmu, buah pikiran, hasil seni, pemikiran politik, sosial dan sebagainya untuk bermanfaat positif kepada sebanyak-banyaknya orang.
Tips untuk meraih kesuksesan sejati
Ada tiga jalan untuk mencapai kesuksesan. Pertama, keteraturan dan kedisiplinan dalam pekerjaan. Waktu bersama dengan keluarga dan waktu untuk bekerja harus terbagi dengan baik dan disiplin menjalankannya. Kedua, kesungguhan dan kerja keras. Seseorang yang ingin mencapai kesuksesan namun tidak disertai usaha keras dan kesungguhan, maka ia tidak akan mencapainya, baik itu pekerjaan duniawi maupun untuk kepentingan ukhrawi. Sebagaimana misalnya, seorang astronot, pasti akan berlatih keras untuk bisa bisa berjalan diruang hampa udara, sehingga siap menghadapi hari berangkatnya ke luar angkasa. Ketiga, niat yang ikhlas. Barang siapa yang memiliki aqidah dan keimanan yang kuat kepada Allah SWT, maka ia persembahkan semua yang dikerjakannya untuk Allah SWT. Insya Allah ia akan mencapai kesuksesan yang sejati.
Saya Sering Disalahpahami Sebagai Syiah
Pandangan saya seperti ini, tolong diluruskan, selama ini saya sering disalahpahami bahwa saya Syiah, karena terlalu membela Syiah. Sebenarnya saya tidak bela Syiah. Saya hanya menjelaskan yang sesungguhnya. Harapan saya ke depan bagaimana umat Islam meski berbeda tidak saling menafikan. Karena terus terang saya khawatir kalau tidak bangun kesadaran seperti itu, peristiwa di Irak di Suriah bisa juga terjadi di sini. Sesama muslim sama-sama meneriakkan takbir tapi saling menumpahkan darah. Itu tidak terbayangkan terjadi di kita.
Menurut Kantor Berita ABNA, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin akhirnya bisa menarik nafas lega. Satu urusan berat terkait ibadah haji berhasil diselesaikannya. Bersama DPR, pemerintah sepakat menekan biaya haji tahun ini.
Ongkos haji turun dari 3.219 dolar Amerika Serikat pada 2014 menjadi 2.719 dolar Amerika Serikat pada 2015. Lukman mengatakan, ONH turun setelah pemerintah melakukan penghematan di sejumlah lini, terutama biaya penerbangan dari Tanah Air ke Arab Saudi.
Selain masalah haji, Kemenag juga sedang menata pelaksanaan ibadah umrah. Pemerintah mulai menertibkan biro perjalanan umrah yang nakal. Tak hanya itu, sejumlah syarat bagi biro perjalanan yang mengajukan izin juga diperketat.
Tak cuma urusan haji dan umrah saja yang kini menyita perhatiannya. maraknya aksi penolakan terhadap Syiah juga menjadi perhatian Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menag yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan ini berjanji, ia akan memperhatikan dengan seksama ‘gesekan’ yang kini terjadi di tengah masyarakat.
Menurut dia, gesekan itu sebenarnya tak perlu terjadi. Pasalnya, selama ini Islam di Indonesia terkenal moderat. Semua permasalah ini disampaikan Menag Lukman Hakim Saifuddin VIVA.co.id dalam wawancara khusus di ruang kerja Menag, kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Senin, 27 April 2015 lalu.
Berikut petikannya:
Saat ini sentimen anti Syiah menguat. Tanggapan Anda?
Bagaimana pun juga ini menyangkut keragaman paham keagamaan Islam. Di dalam Islam tidak dipungkiri ada beragam paham keagamaan, dalam hal teologi, dalam hal fiqih, tasawuf. Ada Sunni ada Syiah. Itu bagian realitas umat Islam sejak awal. Syiah ada sejak zaman sahabat. Ini bukan barang baru, sejak zaman Abubakar dan seterusnya sudah ada.
Sebenarnya bagaimana sejarah dua paham ini di Indonesia?
Di Indonesia, dulu-dulu kita tidak pernah mendengar perseteruan ini. Ini baru belakangan saja. Hemat saya, umat Islam Indonesia jangan terkecoh kemudian masuk ke friksi yang semakin menajam antarumat Islam itu sendiri. Jadi bagaimana pun juga umat Islam Indonesia, paham ahlisunnah yang jadi paham mayoritas Islam Indonesia adalah penuh toleran, moderat, yang berimbang dalam melihat persoalan, tidak ekstrim.
Tapi penuh toleransi, yang damai, penuh kasih sayang, yang rahmatan lil alamin. Itu yang ratusan tahun yang lalu diperkenalkan, disebarluaskan Walisongo dan pendahulu kita. Islam yang seperti itu. Bukan yang hitam putih dalam melihat persoalan, yang mudah menyalah-nyalahkan, yang mudah mengkafir-kafirkan. Bukan seperti itu karakter umat Islam Indonesia yang pahamnya ahlisunah waljamaah.
Lalu bagaimana pandangan Anda dengan Syiah?
Dalam melihat perbedaan terhadap Syiah tidak harus selalu seakan-akan ini ancaman atau musuh luar biasa. Tapi dari pihak Syiah juga harus diberi pengertian bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia itu Sunni yang sangat hormat terhadap sahabat. Sementara ada sebagian aliran atau paham dalam Syiah yang sangat tidak setuju dengan sahabat. Bahkan lebih jauh dianggap tidak ada, atau disalah-salahkan. Yang ini kemudian di lapangan yang menimbulkan konflik. Karena menurut ahlisunnah, sahabat itu sangat dihormati selain Rasulullah
Karenanya, teman-teman Syiah juga harus sadar diri bahwa mayoritas umat Islam Indonesia yang ahlisunnah sangat menghormati sahabat. Jadi jangan menghina, melecehkan sahabat karena itu bisa melukai hati sesama saudara muslim. Jadi kesadaran untuk saling bertenggang rasa semakin diperlukan.
Caranya?
Itu tadi, harus dibangun kesadaran bertenggang rasa, bertoleransi. Caranya, lebih mengedepankan substansi dari Islam. Islam itu maknanya salam, keselamatan, kedamaian, memanusiakan manusia. Islam hadir sebagai nilai untuk membuat semua alam semesta sejahtera, untuk saling menebarkan kemaslahatan. Sehingga segala upaya yang justru sebaliknya, membuat manusia rendah harkatnya, martabatnya, apalagi saling menumpahkan darah sesama, itu pasti bukan ajaran Islam. Itu yang harus dihindari dari Islam.
Jadi kesadaran seperti ini, lebih mengedapankan esensi ajaran Islam. Bukan justru berbeda kemudian perbedaan itu dijadikan pijakan, atau dasar untuk saling menafikan di antara kita. Perbedaan itu harus dijadikan cara, bahwa itulah Allah memberikan berkah karena justru keragaman ini antar kita yang terbatas bisa saling melengkapi, mengisi.
Apa program Anda untuk meredam konflik?
Ada beberapa. Misalnya, kurikulum. Kita ingin kurikulum madrasah lebih mengedepankan semangat esensi ajaran agama. Selain itu, sosialisasi ke tokoh agama, ormas Islam, khususnya pondok pesantren. Kita juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk melihat UU kita, aturan kita mana yang bertolak belakang dengan esensi ajaran Islam. Kita lihat ada nggak aturan yang bertolak belakang dengan ajaran Islam. Ini harus dibangun kesadaran. Peraturan yang ada sejalan dengan Islam
Jadi tidak ada alasan menyebut ini negara berhala, negara dholim atau negara yang menyimpang dari Islam. Kesadaran seperti ini yang harus dibangun di kalangan pesantren, tokoh agama. Kita harus bersyukur seperti ini karena ulama terdahulu yang telah berhasil menanamkan nilai yang lebih toleran di tengah keberagaman.
Bagaimana posisi pemerintah terkait keberadaan Syiah?
Kemenag sebagai bagian dari pemerintah tidak dalam posisi menentukan, apakah paham ini baik atau buruk, benar atau salah. Kita bukan dalam posisi untuk menilai. Apalagi ini kafir atau bukan. Biarkan itu jadi kewenangan ulama yang ada di NU, Muhammadiyah, MUI untuk menyikapi keragaman perbedaan paham ini. Saya pribadi menghendaki, selama perbedaan bukan prinsipil tidak ada alasan untuk saling menegasikan atau menafikan satu sama lain. Perbedaan itu given saja, sunatullah.
Artinya, Syiah merupakan bagian dari Islam?
Saya mengacu pada hasil deklarasi yang dikeluarkan Konferensi Islam International di Yordania, 4-6 Juli 2005 yang kemudian ditegaskan lagi pada sidang ke-17 OKI di Yordania pada Juni 2006. Di situ menyatakan bahwa Syiah itu macam-macam, seperti di ahlisunnah. Sebagian dari aliran Syiah dianggap masih bagian dari Islam seperti, Ja'fari, Zaidiyah, Ibadiyah, Zahiriyah. Bahkan sampai tahun lalu umat Syiah seperti Iran dan negara lain masih berhaji di Mekkah dan Madinah. Saudi anggap mereka bagian saudara muslim. Jadi itu bisa jadi pegangan kita bahwa perbedaan itu tidak perlu jadi cara kita saling menegasikan.
Kalau menurut Anda?
Pandangan saya seperti ini, tolong diluruskan, selama ini saya sering disalahpahami bahwa saya Syiah, karena terlalu membela Syiah. Sebenarnya saya tidak bela Syiah. Saya hanya menjelaskan yang sesungguhnya. Harapan saya ke depan bagaimana umat Islam meski berbeda tidak saling menafikan. Karena terus terang saya khawatir kalau tidak bangun kesadaran seperti itu, peristiwa di Irak di Suriah bisa juga terjadi di sini. Sesama muslim sama-sama meneriakkan takbir tapi saling menumpahkan darah. Itu tidak terbayangkan terjadi di kita.
Apakah ada kepentingan politik di balik gerakan anti Syiah?
Kita tidak terhindarkan, pengaruh politik kuat sekali. Karena kita tidak pernah ada masalah isu Sunni Syiah, 20 tahun atau 50 tahun lalu. Sekarang kenapa mengeras. Pengaruh politik memang besar sekali. Umat Islam harus punya kesadaran tinggi, untuk menjaga dan merawat keindonesiaan yang beragam. Jadi berislam juga tidak bisa dipisahkan dengan berindonesia. Karena hanya dengan tanah air yang penuh kedamaian, umat Islam bisa jalankan syariat dengan baik.
Kita tidak perlu terpengaruh konflik di Timur Tengah dan belahan dunia lain.
Bagaimana dengan ISIS?
ISIS itu paham keagamaan. Orang bertindak ekstrem karena merasa diperlakukan tidak adil. Itu karena merasa diperlakukan tidak adil. Tentu yang terkait alasan ketidakadilan terkait porsi dunia. PBB bagaimana mengatur agar proporsional. Tapi yang terkait keagamaan merupakan porsi Kemenag, bagaimana menyikapi secara bijak. Kita bekerja sama dengan tokoh Islam, ormas dan ponpes untuk menyuarakan Islam Indonesia yang Islam yang ramah, moderat, yang rahmatan lilalamin. Itu yang dilakukan Kemenag melalui program-program kurikulum.
Bagaimana dengan WNI yang bergabung dengan ISIS?
Pemerintah sekarang memperketat setiap WNI yang akan berkunjung ke negara-negara yang terkait dan berhubungan dengan ISIS, harus jelas, ke sana dalam rangka apa, menemui siapa, berapa lama, dan seterusnya. Kembali pun begitum dipantau.
Selain itu?
Kita memberlakukan peraturan yang lebih ketat. Mereka yang membela negara lain bisa terindikasi hilangnya kewarganegaraan. Ini yang harus dipraktikkan. Kalau ada WNI ke Irak, membela ISIS ya sudah cabut saja kewarganegaraannya. Bahkan mereka harus dilarang kembali, kita harus tegas. Jangan sampai mereka bawa bibit destruktif.
Apakah aturannya sudah ada?
Sedang dikerjakan.
Selama ini Kemenag dinilai hanya mengurusi umat Islam. Tanggapan Anda?
Orang selalu gampangkan. Kemenag adalah kementerian yang mengurusi warga negara dalam hal agama, dalam hal memeluk dan menjalankan agama. Karena mayoritas di Indonesia Islam, makanya yang terlihat diurusi adalah Islam. Tapi bukan berarti ini Kementerian Agama kementerian umat Islam. Kemenag harus melayani kepentingan setiap WNI dalam hal beragama. Jadi proporsional saja. Tapi karena mayoritas Islam, sepertinya Islam yang lebih diurusi.
Apa target dan prioritas Anda?
Sesuai dengan Nawa Cita, peningkatan kualitas kehidupan keagamaan, pendidikan keagamaan, kualitas kerukunan agama, dan haji yang jadi misi.
Pornografi dan Kerusakan Otak
Bertindaklah untuk menghindarkan orang-orang yang anda sayangi, anak, kemenakan, peserta didik dari bahaya pornografi. Kejahatan-kejahatan sosial disekitar kita, 90% lahir dari aktivitas kecanduan pornografi
Sudah sering kita mendengar atau membaca informasi, bahwa kecanduan pornografi jauh lebih dasyhat dampak negatifnya dibanding kecanduan narkoba. Otak pecandu pornografi 5 kali lebih rusak dari pecandu narkoba. Narkoba merusak otak di dua bagian, pornografi merusak otak di lima bagian tapi tetap saja, masih banyak dari kita terpapar pornografi. Penyebabnya, kita kurang memahami maksud pornografi lebih merusak dari narkoba itu apa.
Ini dia penjelasannya. Kalau anda lagi sibuk tweteraan, chating, saling balas komentar di FB, hentikan dulu. Kalaupun anda tidak terjangkiti kecanduan ini, setidaknya informasi ini penting untuk anda ketahui, sehingga bisa berbuat sesuatu untuk menyelamatkan orang-orang yang anda cintai.
Dalam tubuh kita, banyak hormon yang bekerja. Terlebih lagi hormon pada otak, sebagai pusat dan pengendali semua aktivitas dan pikiran kita.
Ada 4 hormon yang bekerja saat kita menyaksikan pornografi. Keempat hormon ini sangat bermanfaat dan sangat menguntungkan jika bekerja dengan normal. Namun bisa berakibat fatal dan berefek negatif, jika hormon ini bekerja berlebihan.
Pertama, Dopamine
Sistem kerjanya adalah mengeluarkan sensasi senang dengan peningkatan kualitas aktivitas dan tantangan. Jika hormon ini bekerja saat kita mengerjakan tugas matematika, tentu sangat bermanfaat. Misalnya, hari ini dapat soal yang sulit, kita tertantang untuk menaklukannya. Dan ketika berhasil, kita akan meminta soal yang lebih sulit lagi. Dan kita senang melakukannya. Begitu seterusnya, sampai akhirnya menjadi ilmuan atau pakar matematika.
Tapi jika ini terjadi ketika menonton pornografi. Maka akibatnya sangat fatal. Ketika hari ini menonton sekedar adegan ciuman, kita sudah senang. Maka keesokannya, adegan ciuman tidak akan memberi pengaruh lagi, kita akan tertantang untuk menonton adegan yang lebih hot, begitu seterusnya, sampai otak kita tidak lagi menerima adegan seksual yang biasa, sehingga mulai terlibat meyaksikan adegan-adegan seksual yang ekstrim dan menyimpang.
Coba bayangkan, kalau ini terus diperturutkan, maka kita akan sibuk untuk terus menerus mencari konten porno untuk menambah koleksi perpustakaan porno di dalam otak kita. Dan apa efeknya? hujan uang bagi pebisnis pornografi, tanpa peduli otak korbannya yang menjadi bloon. Lebih tragis dari itu, apa akibatnya jika kesenangan tidak lagi didapat dari sekedar menonton, tapi mempraktikkan. Nauzubillah.
Tidak heran, jika anak-anak sekolah, SMP dan SMA meskipun dikenal pintar, namun kemudian diketahui bergabung dengan geng motor dan terlibat dengan seabrek kejahataan. Karena dalam geng motor, mereka mendapatkan kesenangan melakukan praktik pergaulan seks bebas. Jangan menyangka, hanya laki-laki yang bisa terjebak dalam kecanduan pornografi. Perempuan dan remaja putri juga. Fenomena cabe-cabean menjadi buktinya.
Kedua, Neuropiniphrin
Sistem kerjanya adalah semangat pada peluang. Ketika ada peluang untuk melakukan sesuatu, maka hormon ini akan segera aktif. Contohnya, seorang pebisnis, begitu melihat peluang, “Wah ada peluang nih..” cekidot. Langsung bisnis. Tapi jika hormon ini bekerja pada otak yang telah kecanduan pornografi, maka setiap perempuan yang dilihat, maka dipandang sebagai obyek dari fantasi seksualnya. Misalnya, orang normal, ketika melihat perempuan cantik. Ia hanya akan berkomentar, “Duh cantiknya.” Tapi bagi pecandu pornografi, lebih dari itu. Otaknya melihat itu sebagai peluang untuk segera berpikir mesum. “Gimana ya caranya dipegang. Gimana ya rasanya jika digituin?” dan seterusnya.
Parah bukan? dan ini bisa menyebabkan adanya interaksi sosial yang tidak sehat. Apa saja yang dipikirkannya akan ngeres. Perempuan baginya diciptakan Tuhan hanya untuk menjadi obyek seks. Dia melihat perempuan sebagai sesuatu, bukan seseorang. Apapun yang dibicarakannya akan disangkutkan keaktivitas seksual atau hal-hal yang berbau sensual. Berbicara mengenai isu-isu Sunni-Syiah, selalu dilarikan ke Mut’ah, lalu kemudian menyenangkan diri dengan komentar2 atau cacian-cacian yang tidak senonoh.
Ketiga, Serotonin
Sistem kerjanya seperti ini. Hormon ini akan bekerja, jika seseorang berada dalam kondisi tenang dan santai. Tentu sangat bermanfaat, jika hormon ini bekerja saat kita lagi shalat, atau mengaji Al-Qur’an, atau lagi bercengkrama dengan keluarga. Tapi sangat disayangkan, hormon ini juga akan bekerja saat menonton pornografi. Sehingga, seseorang yang terpapar pornografi, akan mendapatkan ketenangan saat menontonnya. Saat stress atau depresi, pelariannya bukan ke ibadah, atau kepelukan keluarga, tapi ke pornografi. Jika lama tidak menonton pornografi, maka ia akan gelisah, dan baru bisa tenang jika kembali larut di dalamnya. Anak yang blasted, depresi oleh tugas-tugas sekolah, butuh hiburan. Dan sangat disayangkan jika hiburannya adalah pornografi. Bisa dibayangkan, betapa rusaknya otak yang seperti ini.
Keempat, Oksitosin
Sistem kerjanya, seseorang akan mencintai sesuau yang membuat hormon ini keluar. Mengapa seorang ibu begitu mencintai anaknya? itu karena ketika ia melahirkan, hormon ini juga turut bekerja, sehingga sang ibu mencintai sang anak yang menjadi penyebab hormon itu keluar. Celakanya, ternyata saat seseorang menonton pornografi, hormon ini juga keluar membanjiri otak. Nah, ketika hormon ini membanjiri otak, apa yang akan disayanginya?. PORNOGRAFI.
Kalau seorang ibu, mau berbuat dan berkorban apa saja demi anaknya, pengaruh dari hormon oksotosin ini.. Pecandu pornografi, mau berbuat dan berkorban apa saja demi menikmati konten-konten porno yang dicintainya. Meskipun itu merusak hubungannya dengan keluarga atau bisa menghancurkan sekolah atau karirnya.
Terakhir, mengapa pornografi lebih berbahaya dari narkoba?
Pecandu narkoba bisa dikenali dari fisiknya yang kerempeng dan wajahnya yang sayu. Tapi pecandu pornografi, fisiknya bisa saja sehat dan kelihatan segar, tapi tiba-tiba saja oon. Otaknya rusak. Jangan heran, kalau ada kasus, anak sekolah berbuat mesum disekolah dan ditonton teman2nya, di Tegal pimpinan pondok pesantren mencabuli santriwatinya, ada politisi partai Islam nonton konten porno saat rapat, di Bogor ada pengurus MUI berbuat asusila, di Tasik anak usia belasan memperkosa ratusan ayam dan belasan domba. Otaknya dimana?
SUDAH RUSAK PAK!!!
Berjilbab atau Menjaga Hati yang Lebih Penting?
Memperlihatkan rambut bagi perempuan muslimah haram hukumnya, dan memiliki dosa terlebih lagi dalam riwayat Islam disebutkan perbuatan tersebut adalah dosa besar.
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al-Uzhma Madzhahiri salah seorang ulama marja taklid umat Muslim Syiah yang bermukim di Republik Islam Iran yang juga kepala Hauzah Ilmiah Esfahan mendapatkan pertanyaan dari salah seorang muqallidnya bahwa manakah yang lebih penting antara berhijab atau menjaga hati?.
Berikut teks lengkap tanya jawab tersebut.
Pertanyaan:
Jika seorang muslimah memiliki hati yang bersih, yang mampu menghindarkan diri dari tipu daya syahwat, tidak berdusta, tidak melakukan ghibah, tidak pernah mengganggu hak-hak orang lain, dan senantiasa mengingat Allah serta rutin melaksanakan ibadah-ibadahnya, tapi kemudian dengan alasan kesemuanya itu ia memilih untuk tidak berjilbab, apakah itu bisa dibenarkan?
Jawaban:
Atas kebersihan hatinya dan kemampuannya menghindarkan diri dari perbuatan ghibah dan ucapan-ucapan dusta, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk berterimakasih kepadanya, dan Allah Swt tetap akan memberikan pahala atas kebaikan-kebaikannya itu. Namun, tetap saja memperlihatkan rambut bagi perempuan muslimah haram hukumnya, dan memiliki dosa terlebih lagi dalam riwayat Islam disebutkan perbuatan tersebut adalah dosa besar. Demikian pula, muslimah yang berjilbab, namun senantiasa berkata-kata dusta, dan gemar melakukan ghibah, maka atas kesediaannya mengenakan jilbab, maka kita ucapkan terimakasih, namun ucapan dusta dan kegemarannya berghibah tetap adalah sebuah perbuatan maksiat, mengandung dosa dan merupakan perbuatan dosa besar dalam pandangan Allah Swt.
Berlebihan itu Zalim
Karena berlebih-lebihan itu akibatnya orang tidak bisa berpikir adil, tidak bisa istiqomah, tidak bisa objektif. Jadi, kalau selama kita masih bersikap berlebih-lebihan dalam segala aspek kehidupan kita, sangat sulit kita untuk berpikir jernih, tidak bisa.
Menurut Kantor Berita ABNA, wartawan Media Indonesia, Furqon Ulya Himawan, mewawancarai kiai karismatik KH. Ahmad Mustofa Bisri yang lebih sering disapa Gus Mus, Jumat (14/10). Berikut ini petikan wawancaranya:
Kasus intoleransi kerap berlangsung. Apa yang salah?
Menurut saya, itu akibat dari masa lalu yang tidak kunjung direformasi. Reformasi itu kan islah, ndandani kalau dalam bahasa Jawa. Ndandani atau memperbaiki itu harusnya dicari masalah-masalah mana yang rusak, yang diperbaiki itu mana, akar masalahnya apa, harus diteliti dulu baru direformasi.
Namun, sekarang yang terjadi, hiruk-pikuk reformasi itu ternyata melahirkan orang-orang yang seharusnya direformasi justru malah berteriak paling reformis. Jadi sebetulnya kan masalah itu terjadi pada saat dulu, yang akan kita reformasi.
Contohnya, Gus?
Dulu ada kecenderungan zaman Orde Baru untuk menyeragamkan semua. Bukan hanya pakaian seragam, menanam padi, sampai-sampai mengecat pagar rumah sendiri juga harus seragam. Bahkan masjid pun diseragamkan semua, dengan alasan harmonis. Akibatnya masyarakat tidak bisa berbeda karena terlalu lama diseragamkan, akhirnya masyarakat kita kaget-kaget kalau ada perbedaan.
Dampaknya terhadap keberagaman dan kebinekaan?
Pertama, masyarakat kita susah menerima perbedaan. Beda sedikit marah, beda sedikit marah. Itu akibat menyeragamkan semua hal dan itu melawan fitrah. Padahal, Tuhan menciptakan alam semesta termasuk kita semua itu dalam kondisi berbeda-beda, jadi tidak akan bisa kalau memang mau disatukan atau diseragamkan.
Kedua, seperti burung yang lama dikurung dalam sangkar, ketika sangkar dibuka, dia malah kebingungan, nabrak sana-sini karena sudah lama tidak merasakan kebebasan. Ketika keran kebebasan dibuka, malah bingung. Padahal, dulu itu teriak saja susah, selalu bunyinya satu, setuju. DPR itu dulu kalau teriak ya setuju, apa saja pokoknya setuju. Sampai-sampai ada ledekan: ada kucing masuk parlemen, ngeong, langsung serempak setuju.
Setelah sekian lamanya hanya bisa bilang setuju, sampai saya bikin sajak 'Negeri Ya, Ya'. Terus sekarang, DPR isinya interupsi semua, ngomong semua, seperti burung yang baru dikeluarkan. Terus yang dulunya tiarap-tiarap, sekarang muncul semua.
Ini gara-gara berbagai macam permasalahan islah yang masih belum dilakukan. Jadi banyak persoalan ini yang sumbernya dari reformasi yang tidak sungguh-sungguh.
Sekarang banyak yang bertindak intoleran, menganggap diri paling benar. Ada pula yang mengatasnamakan Islam. Menurut Gus Mus?
Saya selalu mengatakan, harus terus belajar dan jangan berhenti belajar. Orang kalau mau terus belajar, nanti akan mengerti dan memahami apa-apa yang sebelumnya belum dimengerti dan dipahami. Namun, ini payahnya, orang berhenti belajar karena dia merasa sudah mengerti dan memahami. Padahal, sama sekali belum mengerti apa-apa, malah kadang-kadang sudah berfatwa ke sana kemari.
Caranya belajar?
Ya, ini jadi harus terus belajar. Belajarlah supaya mengerti yang menyeluruh, kalau mau bicara Islam, ya mengaji, jangan mengambil Islam dari buku-buku terjemahan, Alquran terjemahan, hadis terjemahan. Ini tidak mungkin. Terus kadang orang bilang kembali ke Alquran dan Alhadis, tapi orang salah memaknai maksud itu.
Maksudnya?
Orang mengatakan kembali ke Alquran dan sunah Rasul itu kok malah maknanya kembali ke Alquran dan hadis terjemahan Depag, itu bagaimana, itu kacau! Orang bisa membaca terjemahan Depag asal dia bisa baca Latin, dan dikiranya kebenaran yang dibaca dan dipelajarinya itu kebenaran mutlak.
Ia tidak tahu bahwa bahasa Arab Alquran tidak sama. Jadi teruslah belajar bahasa Arab, harus belajar ilmu Balagoh, ilmu Badia dan Bayan karena Alquran itu mengandung itu semua, sastranya tinggi sekali. Jadi, kalau orang hanya membaca terjemahan tidak tahu sastra ya tidak mungkin, tidak bisa, harus mengaji.
Jadi silakan mengatakan kembali ke Alquran dan hadis itu dijadikan semboyan, tapi ya kembali itu belajar dan terus belajar, harus mengaji. Tidak diartikan bacalah terjemahan Alquran, atau 40 hadis di buku-buku mutiara hadis, itu ngacau!
Menjelang pilkada, banyak konflik yang mengancam keberagaman dan berpotensi memecah kebinekaan. MUI sampai mengeluarkan fatwa. Menurut Gus Mus?
Kita sekarang lupa, bahwa yang menentukan orang menjadi kaya, menjadi miskin, menang dan kalah, memiliki kekuasaan atau kehilangan kekuasaan, dan menjadi penguasa atau tidak, menjadi pangkat atau tidak, itu semua Allah Subhanahu wata'ala. Disangka kalau kita ngotot, berarti pasti jadi?!
Bagaimana agar tidak terjadi perpecahan di pilkada, Gus?
Saya selalu mengatakan janganlah berlebih-lebihan dalam segala hal. Itu di Islam tidak boleh! Wala tusrifu, (jangan berlebihan), atau Ghuluw, banyak dalam ayat-ayat Alquran dan Sabda Rasullullah Sallahhu Alaihi Wassalam, menyatakan tidak boleh, alguluw fiddin (berlebihan dalam agama), berlebih-lebihan itu tidak boleh.
Karena berlebih-lebihan itu akibatnya orang tidak bisa berpikir adil, tidak bisa istiqomah, tidak bisa objektif. Jadi, kalau selama kita masih bersikap berlebih-lebihan dalam segala aspek kehidupan kita, sangat sulit kita untuk berpikir jernih, tidak bisa.
Sebab adil itu jejek (Gus Mus mengisyaratkan tangannya berdiri tegak, lurus), sedangkan berlebih-lebihan itu begini (Gus Mus mengisyaratkan tangannya berdiri condong ke kanan), atau begini (Gus Mus mengisyaratkan tangannya berdiri condong ke kiri), tidak bisa. Karena apa pun nanti akan dijadikan alasan untuk berkelahi. Jadi, kalau kita misalnya senang berlebih-lebihan, benci berlebih-lebihan, senang dunia berlebihan, senang kekuasaan berlebihan, senang pangkat berlebihan, senang kedudukan berlebihan, apa pun itu yang berlebihan, itu semua sumber malapetaka.
Islam dan Gaya Hidup (10)
Banyak orang mungkin menginginkan agar rentang waktu siang-malam bisa lebih panjang dari 24 jam! Banyak dari kita juga memiliki keinginan yang sama di har-hari yang padat dengan pekerjaan. Salah satu kalimat yang paling sering diucapkan oleh manusia adalah ungkapan-ungkapan seperti, “Saya tidak punya waktu...”, “Saya sibuk” dan semisalnya.
Di kota-kota besar yang padat penduduk dan di tengah kesibukan warga berkutat dengan aktivitasnya, masalah kurangnya waktu sudah menjadi perbincangan rutin. Oleh karena itu, kita memerlukan sebuah perencanaan dan manajemn waktu untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dengan tetap memperhatikan kendala-kendala seperti, kemacetan, jalan yang berliku dan hal-hal lain.
Waktu adalah investasi tak ternilai yang akan berakhir pada suatu saat nanti. Hanya orang-orang yang memanfaatkan setiap detik dari umurnya dengan baik dan benar tidak akan menyesal di masa depan. Kegagalan dalam kehidupan individual dan sosial banyak disebabkan oleh tidak adanya pemanfaatan waktu dengan baik dan benar.
Waktu adalah satu-satunya aset yang membuat kita bisa meraih segala hal, tetapi kita tidak akan memperoleh kembali waktu yang telah hilang dengan mengorbankan semua hal yang kita miliki. Lalu, apakah Anda pernah berpikir bahwa kita bisa meriah cita-cita kita dengan memiliki manajemen waktu yang baik?
Kesuksesan dan kegagalan semua bergantung pada cara menggunakan waktu. Kualitas hidup kita ditentukan oleh kemampuan kita dalam mengatur waktu. Dalam manajemen waktu, kita harus memperhatikan poin-poin dasar seperti, pembagian waktu, penetapan tujuan, skala prioritas dalam hidup, tekad untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai jadwal dan menghilangkan faktor-faktor penghambat.
Mengidentifikasi faktor-faktor terbuangnya waktu merupakan sebuah langkah mendasar untuk mengatasi tantangan tersebut. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor destruktif itu, kita harus mempelajari perilaku dan cara kita menjalani hidup. Kita harus mengevaluasi kegiatan kita sehari penuh dan kemudian menemukan kekurangan-kekurangannya.
Kemalasan dan kebiasan buruk merupakan faktor utama yang merusak upaya optimalisasi waktu. Para pencuri waktu juga termasuk faktor lain yang menghambat kinerja seseorang. Ketidakdisiplinan dalam bekerja, kelesuan dalam membuat keputusan, ketidakmampuan untuk menolak keinginan-keinginan liar, tidak konsentrasi dalam beraktivitas, kebiasaan menunda-nunda pekerjaan dan takut gagal, termasuk faktor-faktor yang merusak upaya optimalisasi waktu.
Jelas bahwa kemajuan dan kesuksesan akan diraih oleh orang-orang yang bertindak dengan cepat dan benar. Sementara manusia yang menunda-nunda pekerjaan, mereka akan merusak semua hal dan membuang-buang waktu. Oleh sebab itu, jika kita ingin maju dan sukses, kita harus membuang jauh-jauh rasa malas dan keraguan. Keraguan akan menyebabkan terbuangnya waktu dan membuat seseorang tidak mampu memanajemen waktu dengan benar. Imam Ali as berkata, “Jika kalian takut sesuatu, maka bergeraklah ke arahnya.” (Nahjul Balaghah, Hikmah 166)
Ketakutan adalah sesuatu yang penuh risiko. Yang dimaksud dengan ketakutan di sini lebih kepada rasa cemas pikiran dan ketakutan ilusif. Perlu diingat bahwa manajemen waktu bukan berarti melakukan pekerjaan dengan cepat dan tergesa-gesa. Namun, beberapa jenis pekerjaan menuntut kita untuk berpikir lama dan merenung.
Ketika suasana batin kita sedang bergolak seperti marah, kita bahkan diminta untuk tidak membuat keputusan dan bertindak terburu-buru. Manusia harus menghindari sikap tergesa-gesa dalam menyelesaikan tugas jangka panjang dan tidak menunda-nunda untuk membereskan pekerjaan yang sudah dateline. Untuk itu, setiap pekerjaan harus diselesaikan tepat pada tempatnya dan waktunya.
Barangsiapa yang tergesa-gesa untuk menyelesaikan tugas yang belum jatuh tempo, maka ia seperti tukang kebun buah yang memanen hasil kebunnya sebelum matang. Betapa banyak orang yang terburu-buru untuk merampungkan sebuah pekerjaan, namun pada akhir ia menyesal dan ingin mengulangi dari awal.
Strategi lain untuk manajemen waktu adalah menyusun jadwal dan skala prioritas dalam menjalani kehidupan. Penjadwalan pekerjaan berdasarkan skala prioritas termasuk masalah yang perlu diperhatikan dalam manajemen waktu. Kebanyakan kelalaian kerja disebabkan oleh ketidakdisiplinan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sudah terjadwal.
Oleh sebab itu, kita harus disiplin dengan waktu dan selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Salah satu karakteristik alam semesta adalah keteraturan dan memiliki tujuan. Oleh sebab itu, alangkah eloknya jika kita juga selalu berusaha untuk memperhatikan keteraturan dan ketepatan dalam pekerjaan-pekerjaan kita.
Dengan sedikit cermat, kita juga akan menemukan bahwa syariat dan perintah agama memiliki waktu-waktu khusus untuk pelaksanaannya, seperti shalat, haji, puasa dan lain-lain, dimana semua itu perlu ditunaikan pada waktunya. Perhatian kita untuk menunaikan perintah agama tepat pada waktunya adalah indikasi dari adanya sikap disiplin dan manajemen waktu. Dengan manajemen waktu, setiap pekerjaan harus dimulai dan diselesaikan sesuai jadwal dan tidak membuang-buang waktu.
Menurut petuah Imam Ali as, manusia tidak boleh bertindak tergesa-gesa dalam melaksanakan tugas-tugasnya danjuta tidak mengerjakan sesuatu di luar waktu yang sudah ditetapkan. Di sisi lain, manusia juga tidak boleh melalaikan pekerjaannya dan melaksanakan setiap tugas sesuai dengan jadwalnya. Pekerjaan penting disarankan untuk dikerjakan ketika fisik dan mental kita berada dalam kondisi prima. Sebagai contoh, kegiatan belajar dan olahraga dianjurkan untuk dilakukan di waktu pagi.
Salah satu strategi lain manajemen waktu adalah memanfaatkan semua kesempatan dengan baik. Imam Ali as dalam Kata Mutiara ke-21 Nahjul Balaghah, berkata, “ Kesempatan berlalu laksana awan, oleh karena itu kejarlah kesempatan-kesempatan baik.”
Imam Ali as dalam pidatonya berkali-kali berbicara tentang sedikitnya waktu dan pendeknya usia. Beliau berkata, “Hari esok sangat dekat jika dibandingkan hari ini. Detik-detik berlalu dengan cepat dalam hari dan hari-hari alangkah cepatnya ia terlewati, bulan-bulan getapa gesit ia berjalan dan tahun-tahun sungguh cepatnya ia berlalu dalam usia.”
Dalam perspektif Imam Ali as, umur dibangun atas landasan kefanaan dan kebinasaan. Hari kemarin akan berganti dengan hari baru, manusia telah kehilangan satu hari dari usianya. Imam Ali as dalam khutbah 145 Nahjul Balaghah, berkata, “Seseorang tidak akan melewati sehari dari umurnya, kecuali dengan memusnahkan hari itu yang merupakan kesempatan baginya.” Menurut Imam Ali as, orang-orang yang berakal adalah mereka yang menggunakan masa lalunya sebagai pengalaman dan dengan manajemen yang tepat, mereka memanfaatkan masa sekarang di jalan ketaatan kepada Allah Swt dan menabung bekal akhirat.
Imam Ali as dalam khutbah 83 Nahjul Balaghah, berkata, “Dunia suatu persinggahan yang diliputi oleh berbagai bala. Dunia terkenal dengan ketidaksetiaan dan tipu muslihat. Dunia adalah rendah dan hina karena menjadi tempat bermaksiat kepada Allah. Dan dunia adalah tempat tinggal tidak tenang, tempat persinggahan, perjumpaan dan perpisahan.”
Demi optimalisasi dan efisiensi waktu, kita disarankan untuk selalu menemukan cara agar fokus pada masalah-masalah yang sangat bernilai bagi perkembangan kita. Kita juga harus senantiasa mencari cara untuk menciptakan sebuah perubahan sehingga kegiatan kita semakin dekat dengan tujuan-tujuan jangka panjang. Dengan manajemen waktu, kita dapat mewujudkan perubahan nyata dalam gaya hidup.
Para tokoh agama senantiasa menyeru masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan dengan baik dan juga mengingatkan mereka agar membuat perencanaan dalam setiap pekerjaan. Manusia yang berakal tidak akan membiarkan waktunya terbuang sia-sia dan program kehidupannya berjalan tanpa arah.
Islam dan Gaya Hidup (9)
Setelah menetapkan tujuan dan perencanaan matang, kedisiplinan dan keseriusan untuk meraih mimpi jua sangat penting diperhatikan. Poin penting lainnya adalah menggunakan waktu dengan baik dan benar. Meski penetapan tujuan dan perencanaan membantu manusia dalam mengelola waktu, namun menggunakan waktu secara efisien membutuhkan sebuah keahlian dan manajemen. Manajemen waktu dapat mengubah gaya hidup kita secara nyata. Lalu, apakah Anda benar-benar menghargai waktu Anda?
Waktu merupakan salah satu anugerah tak ternilai yang sepenuhnya memiliki dimensi personal dan hanya digunakan untuk satu orang. Oleh karena itu, tidak ada satu pun yang dapat memanfaatkan waktu orang lain untuk keperluanny6a. Dari sisi lain, waktu tidak bisa dipinjamkan dan dideposito, dan semua orang juga punya peluang yang sama untuk menggunakannya. Namun, kita masih bisa memanfaatkannya secara maksimal melalui manajemen waktu.
Dapat disimpulkan bahwa waktu tidak dapat dikembalikan dan dirubah, tidak bisa diperpanjang atau dipersingkat. Oleh sebab itu, kita perlu menaruh perhatian serius agar tidak ada waktu yang terbuang. Pemanfaatan waktu merupakan anugerah terbesar untuk manusia dan mereka dengan cara itu dapat meriah tujuan-tujuan yang luhur dan menciptakan peluang untuk kesuksesannya di sejumlah bidang. Imam Ali as dalam sebuah ungkapan yang indah berkata, “Kesempatan seperti awan berlalu dengan cepat, untuk itu hargailah ia setiap kali ada kesempatan baik datang.”
Waktu adalah mutiara dan perhiasan yang tak ternilai dan sama sekali tidak ada yang sebanding dengannya. Ajaran Islam dan para tokoh agama sudah sering berbicara tentang nilai waktu dan bagaimana cara memanfaatkannya dengan benar. Dalam Islam, kaum Muslim diminta untuk meninggalkan kemalasan dan menggunakan waktu dengan baik demi mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan abadi. Islam juga meminta umatnya agar tidak menunda-nunda pekerjaan baik dengan cara mengidentifikasi kebutuhan, membuat skala prioritas dan menyusus perencaan yang tepat. Agama suci ini juga menganjurkan umatnya untuk mengintrospeksi diri dan mengevaluasi tata cara menggunakan waktu.
Al-Quran sangat menghargai waktu dan bahkan bersumpah atas waktu pada permulaan surat al-Ashr, “Demi Masa.” Dalam sejumlah ayat lainnya, Tuhan memperingatkan manusia bahwa waktu sedang berlalu dan mereka harus memanfaatkan kesempatan itu untuk akhirat, jika tidak mereka hanya akan menuai penyesalan dan kepahitan. Oleh sebab itu, Hari Kiamat disebut juga dengan hari penyesalan, karena manusia pada hari itu menyesali sikapnya yang tidak memanfaatkan waktu dengan benar untuk meraih keberuntungan di akhirat.
Kehidupan individual dan sosial tidak akan tertata rapi jika tanpa manjemen waktu, perencanaan dan disiplin. Kedisiplinan dalam membagi waktu dengan benar adalah kuni meriah kesuksesan. Kita memahami bahwa alam semesta berjalan di atas sebuah keteraturan yang sempurna, oleh karena itu tindakan membuang-buang waktu dan tidak disiplin sama saja dengan bergerak menyalahi keteraturan sistem penciptaan. Padahal, kita harus bergera sejalan dengan sistem tersebut dan menyelaraskan kehidupan material dan spiritual kita dengan hal i tu. Keselarasan ini tidak lain adalah memanfaatkan kesempatan dan peluang dengan baik.
Langkah pertama untuk efisiensi waktu adalah memandang waktu itu sendiri dengan benar dan mengetahui bahwa itu itu bisa ditata. Hal ini berbeda dengan anggapan bahwa waktu itu bisa diraih dan dikontrol. Pada dasarnya, setiap jam dan setiap hari terdapat rentang waktu yang perlu kita isi berdasarkan skala prioritas. Dengan begitu, kita tidak punya lagi waktu untuk menganggur dan kita perlu menyusun program untuk setiap detik dari usia kita.
Tindakan tersebut sangat penting dan bahkan dalam banyak hadis disebutkan bahwa pada Hari Kiamat manusia tidak akan melangkahkan kakinya kecuali mereka ditanya tentang beberapa hal, dimana salah satunya adalah nikmat usia. Oleh sebab itu, kepercayaan keliaru bahwa “hari esok tidak perlu dipikirkan sekarang” tidak memiliki tempat dalam ajaran Islam.
Manajemen waktu akan mengoptimalkan kinerja seseorang, meningkatkan jumlah energi dan rasa optimis pada kehidupan, menurunkan tekanan mental, memperkaya pengetahuan, serta memperbaiki persepsi dan perilaku individu dalam memanfaatkan usia dengan cara yang lebih baik. Manajemen waktu akan memberikan peluang untuk berbuat lebih banyak di waktu yang sedikit.
Pada dasarnya, manajemen waktu merupakan sebuah bentuk dari perdagangan dengan waktu sebagai modalnya. Jika kita lalai terhadap waktu dan membiarkannya berlalu begitu saja, maka hasilnya adalah kerugian dan penyesalan. Rasulullah Saw dan Ahlul Bait as sudah sering mewasiatkan masyarakat untuk menghargai waktu dan menggunakannya dengan benar. Mereka sendiri juga menjadi pelopor dan teladan dalam penggunaan waktu.
Suatu hari, Rasul Saw kepada Abu Dzar bersabda, “Manfaatkanlah lima keadaan sebelum datang lima keadaan yang lain; Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu dan kayamu sebelum miskinmu.” Imam Ali as juga berkata, “Hari-hari hidupmu adalah potongan-potongan dari usiamu, maka berusahalah agar usiamu tidak pernah dipakai kecuali untuk perkara yang akan menyelamatkanmu.”
Berdasarkan ajaran Islam, perencanaan dalam hidup dan manajemen waktu harus dilakukan sesempurna mungkin agar hari ini bisa lebih baik dari kemarin dan bahkan setiap detik harus lebih baik dari detik-detik sebelumnya. Dengan kata lain, manusia harus senantiasa bergerak untuk maju dan meraih kesempurnaan. Dengan memperhatikan pentingnya modal tak ternilai itu, Ahlul Bait Nabi as selalu memohon umur panjang kepada Allah Swt agar bisa memanfaatkan modal tersebut dengan optimal di jalan ketaatan dan mereka dijadikan sebagai orang-orang yang baik amalnya.
Dalam Islam, usia panjang dengan sendirinya bukan sebuah prestasi, usia akan bernilai jika dihabiskan di jalan Tuhan dan alangkah indahnya jika usia semacam ini berjalan panjang. Rasulullah Saw bersabda, “Celakalah orang yang diberi umur panjang, namun buruk amalnya dan mati dalam keadaan Tuhan tidak rela dengannya.” Untuk itu, jika waktu digunakan di jalan maksiat, maka ia sama sekali tidak bernilai dan kehilangan manfaatnya. Kita di samping meminta umur panjang kepada Allah Swt, juga berusaha untuk menggunakannya dengan baik dan masalah ini hanya akan terwujud melalui manajemen waktu.
Manajemen waktu sama seperti disiplin ilmu lain memiliki seperangkat kaidah yang perlu dipegang teguh demi mencapai tujuan. Salah satu prinsip manajemen waktu adalah menjalankan perencanaan itu dengan tepat dan teliti, memahami titik kelemahan dan kekuatan, serta mengidentifikasi hambatan-hambatannya. Kemajuan kerja harus dievaluasi secara rutin sehingga manusia tidak melakukan perbuatan yang sia-sia dan tertinggal dari tugas-tugas penting. Mengidentifikasi faktor-faktor terbuangnya waktu merupakan tahap penting untuk meraih kemajuan dan kesuksesan. Pekerjaan ini tentu saja tidak mungkin dicapai kecuali dengan sebuah kalkulasi dan evaluasi yang komprehensif.
Salah satu metode evaluasi adalah menyusun laporan harian terkait kegiatan-kegiatan pada hari itu. Analisis laporan harian ini membantu kita untuk mengetahui faktor-faktor kemajuan dan hambatan serta berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk memulai sebuah pekerjaan baru.