کمالوندی

کمالوندی

 

Berdasarkan perkatakan Imam Khomeini ra, mempertahankan Republik Islam adalah suatu kewajiban yang paling penting dan harus didahulukan di atas semua sub hukum Islam yang lain. Kini muncul pertanyaan, jika dalam keadaan darurat dan demi mempertahankan Republik Islam, tidakkah senjata nuklir diperlukan? Dalam kondisi seperti itu, sejauh mana fatwa keharamannya memiliki kewenangan?

Mempertahankan pemerintahan Islam merupakan kewajiban agama yang paling penting dan salah satu hal yang paling mendasar dalam fiqih politik. Jika suatu ketika kita dihadapkan pada dua pilihan antara mempertahankan pemerintahan Islam dan mempertahankan sebagian hukum Islam, maka tidak diragukan lagi, menjaga pemerintahan Islam harus didahulukan. Hal itu sebagaimana perkataan Imam Khomeini ra bahwa mempertahankan pemerintahan Islam merupakan kewajiban yang paling penting (Shahifah Nur, jilid 15, halaman 250).

Imam Khomeini meyakini bahwa pemerintahan Islam adalah cabang dari “wilayah mutlak” Rasulullah Saw dan salah satu hukum mendasar dalam Islam, di mana harus didahulukan dari semua sub hukum lainnya seperti shalat, puasa dan haji.  

Baru-baru ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam berbagai pernyataannya telah menfatwakan bahwa memiliki senjata nuklir hukumnya haram. Kini pertanyaannya adalah jika kondisi internasional dan regional menyebabkan pemerintah merasa perlu untuk memproduksi senjata inkonvensional demi menjaga eksistensinya dan dalam ini juga mampu untuk membuatnya, apakah pemerintah akan melakukan hal yang bertentangan dengan hukum tersebut dan tetap pada komitmen terhadap perjanjiannya? Atau dalam situasi seperti itu, dibolehkan memproduksi senjata nuklir untuk mempertahankan pemerintahan?

Terkait hal tersebut, kita akan mewancarai Hujjatul Islam Doktor Hasan Ali Salmaniyan, anggota tim ahli lembaga riset pemikiran politik Islam dan lulusan bidang fiqih serta Ph.D. bidang Dasar-dasar Teoritis Islam.

Mempertahankan dan menjaga Republik Islam merupakan kewajiban yang paling penting, apa maknanya dan bagaimana pandangan Imam Khomeini ra terkait hal ini?

Terkait hal itu, saya harus memberikan beberapa pendahuluan, sehingga maksud dari mempertahankan pemeritahan akan menjadi jelas. Sebab, jika prinsip-prinsipnya tidak jelas, maka pedoman dan prosedur pemerintahan, dengan kata lain, pembahasan politik pemerintahan tidak akan dapat dipahami.

Jika kita ingin menjelaskan prinsip itu, terlebih dahulu kita harus membahas tema ini bahwa mengapa Allah Swt menciptakan manusia. Mungkin pertanyaan ini dianggap sangat jauh dari pembahasan, tetapi kalau kita tidak dapat menjawab masalah ini, maka kita tidak akan dapat sampai pada masalah-masalah tersebut. Dalam penjelasan Imam Khomeini ra dan berbagai tema yang beliau terangkan, menyebutkan bahwa manusia diciptakan Allah Swt supaya meraih kesempurnaan. Sebenarnya, tujuan penciptaan manusia adalah supaya mencapai kesempurnaan.

Untuk sampai kepada kesempurnaan, harus mengenal Tuhan terlebih dahulu dan untuk mengenal-Nya, dengan akal saja tidaklah cukup. Oleh karena itu, syariat harus membantu akal, sehingga dengan mengamalkannya, manusia akan mengenal Tuhan dan meraih puncak kesempurnaan. Sedangkan untuk mengamalkan syariat, tidak ada jalan lain kecuali mendirikan pemerintahan Islam. Ketika pemerintahan Islam tidak terealisasi, maka pelaksanaan hukum-hukum Allah Swt sulit dilakukan, walaupun tidak sampai pada tahap mustahil. Oleh sebab itu, penegakkan pemerintahan Islam adalah alat yang paling baik dan mungkin satu-satunya alat yang dapat membantu mengarahkan seluruh masyarakat untuk mencapai kesempurnaan.     

Tentunya, jika pemeritahan agama tidak ada, maka yang ada adalah pemerintahan non-agama dan pemerintahan seperti itu tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan hukum-hukum Islam, bahkan mungkin justru menentang Islam. Oleh karena itu, hanya pemerintahan agama yang dapat menggerakkan roda pemerintahan demi terlaksananya hukum-hukum Islam.

Dengan mengacu bahwa kita menginginkan pemerintahan yang menjalankan perintah agama, maka muncul pembahasaan terkait sistem pemerintahan. Masalah sistem dibahas sebelum dan sesudah terbentuknya pemerintahan. Satu poin yang sering tidak diperhatikan oleh banyak pihak adalah mereka berpikir bahwa mempertahankan pemerintahan hanya berhubungan dengan pasca terbentuknya pemerintahan itu, padahal tidak demikian.

Untuk menjelaskan hal tersebut, saya akan menyinggung tentang para marji dan ulama sebelum Imam Khomeini ra yang sebenarnya menerima pemerintahan agama, namun mereka tidak mendirikannya atau terkadang pada periode tertentu (seperti pada masa Dinasti Safawi) ulama-ulama bekerjasama dengan pemerintah karena  ingin mempertahankan pemerintahan tersebut. Pada kenyataannya, masyakarat Islam harus dijaga sehingga Islam mampu melanjutkan misinya.

Sebelum dibentuknya pemerintahan, para ulama juga berupaya menjaga komunitas Islam. Sebagai contohnya, orang-orang sebelum Imam Khomeini ra tidak melakukan revolusi, karena mereka meyakini bahwa jika melakukan langkah tersebut, maka komunitas Islam yang ada di masa itu akan dihancurkan oleh pemerintah Reza Khan yang otoriter. Atas dasar itu, mereka mengatakan, mempertahankan pemerintahan adalah wajib, yaitu komunitas Islam harus dijaga. Mereka menganggap bahwa segala bentuk langkah revolusi akan menghancurkan Islam dan kaum muslimin.

Namun, Imam Khomeini ra berdasarkan kesimpulan dari apa yang dijelaskan beliau, merasa bahwa pemerintahan Mohammad Reza Pahlavi lebih buruk dibanding masa Reza Shah. Sehingga, segala bentuk kerjasama dan bahkan kebungkaman akan menyebabkan kehancuran Islam. Imam Khomeini ra meyakini bahwa pada masa itu kita harus melakukan revolusi, bahkan beliau menjelaskan bahwa jika seseorang mengerjakan shalat malam dan dahinya kapalan, tetapi tidak menerima revolusi ini, maka tempatnya di dasar neraka. Beliau meyakini bahwa revolusi harus dilakukan dan pemerintahan Islam harus dibentuk.

Oleh sebab itu, Imam Khomeini ra memulai gerakan revolusinya dan beliau komitmen dengan prinsipnya. Allah Swt menciptakan manusia untuk mencapai kesempurnaan. Atas dasar itu, jika revolusi dicetuskan, maka revolusi itu harus menyeluruh ke tingkat internasional dan tidak terbatas di Iran saja. Sebelum revolusi, Imam Khomeini ra berulangkali mengatakan bahwa tujuan kita adalah menerapkan prinsip keinginan Allah Swt, yaitu kita harus berusaha supaya dunia bergerak ke arah Islam. Beliau menambahkan, gerakan ini bertujuan supaya hukum-hukum Allah Swt dapat diterapkan di dunia, dan hal itu akan terwujud jika hukum setan dilenyapkan.

Prinsip revolusi adalah supaya keinginan Allah Swt yaitu sampainya manusia kepada kesempurnaan terealisasi. Kita memerlukan pemerintahan Islam supaya hukum Allah Swt dapat diterapkan di dunia. Oleh sebab itu, revolusi Islam mempunyai slogan Ketuhanan dan mendunia. Dunia internasional menyadari bahwa revolusi yang dicetuskan Imam Khomeini ra tidak terbatas di Iran saja. Oleh karenya, sejak kemenangan revolusi Islam di Iran, negara-negara arogan dunia memusuhi Iran.

Imam Khomeini ra mengatakan, jika kita memiliki kekuasaan, kita akan melenyapkan semua kekuatan arogan dunia. Di awal revolusi, saat bertemu dengan perwakilan Organisasi Pembebasan Sahara (Polisario), Imam Khomeini ra mengatakan, kami bersama orang-orang tertindas di dunia dan mendampingi mereka semua serta mengutuk semua arogan dunia.

Tema tersebut lebih luas dari masalah Palestina dan keinginan Tuhan harus terealisasi di dunia. Pada akhirnya, revolusi Islam telah menjadi kenyataan dan sebagaimana ucapan Imam Khomeini ra bahwa revolusi tersebut menang tanpa harus bergantung pada Timur dan Barat. Dunia internasional menyadarinya dan banyak pihak, khususnya para arogan dunia sejak kemenangan revolusi tersebut mengambil langkah anti-Iran. Kini pertanyaannya adalah apa penyebab permusuhan Barat kepada kita?

Imam Khomeini ra berulangkali menyatakan bahwa Barat khususnya Amerika Serikat mempermasalahkan pemerintahan Islam, bukan pemerintahan demokrasi. Sebenarnya, AS tidak memiliki permasalahan khusus terkait revolusi, meskipun hal-hal seperti minyak, Timur Tengah dan lain sebagainya dibahas, namun hal yang terpenting bagi mereka adalah masalah pemerintahan Islam ini.

Dalam Shahifah Nur jilid 17 halaman 48, Imam Khomeini ra mengatakan, jika kalian memperhatikan perkataan sebagian penguasa Barat, maka jelas bahwa mereka tidak berurusan dengan Iran. Iran bagi mereka tidak penting dan bukan masalah yang berat. Mereka hanya menentang dari sisi Islamnya. Sebagian cendekiawan kita juga seperti mereka, di mana tidak menginginkan sisi Islamnya. Jika hanya Republik, mereka semua menerimanya, tentunya selain yang menginginkan pemerintahan monarki. Di sisi lain, Republik Demokratik juga diterima oleh semua kalangan. Namun Republik Islam tidak demikian. Menurut mereka, apa itu Republik Islam? Republik Islam adalah sesuatu yang baru dan mengada-ada serta semua pihak tidak menerimanya.

Terkadang terjadi kesalahan dalam memahami perkataan Imam Khomeini ra bahwa “Republik Islam, tidak kurang dari satu kata dan tidak lebih satu kata.” Padahal tidak demikian. Dalam kalimat tersebut, Imam Khomeini ra menegaskan pada kata “Islam” dan sebenarnya beliau mengatakan bahwa kalimat itu jangan ditambah dan kata “Islam” jangan dikurangi. Kalimat tersebut jangan diubah menjadi “Demokratik Islam” atau “Republik” saja. Jika diubah, maka semua pihak kecuali pihak yang menginginkan pemerintahan monarki, tidak mempermasalahkannya. Dengan demikian, masalah utamanya adalah Islam. Jika Anda perhatikan, Anda akan melihat bahwa semua langkah anti-Iran dikarenakan keislaman pemerintahan ini.

Dalam Shahifah Nur jilid 7 halaman 456, Imam Khomeini ra mengatakan, pada dasarnya musuh kita tidak takut kepada Republik, tapi mereka takut terhadap Islam. Mereka melihat Republik bukan ancaman, tetapi melihat Islam sebaliknya. Sesuatu hal yang menampar mereka bukan Republik atau Republik Demokratik dan juga bukan Republik Demokratik Islam, tetapi Republik Islam. Imam Khomeini ra berulangkali menjelaskan bahwa Barat menentang Iran karena pemerintahan negara ini dijalankan berdasarkan Islam.

Imam Khomeini ra seringkali mengatakan bahwa Republik Islam sama dengan Islam. Hal itu merupakan poin lain mengapa Republik Islam didirikan. Sebagai contohnya, dalam Shahifah Nur jilid 14 halaman 329, Imam Khomeini ra mengatakan, “Kekalahan Republik Islam adalah kekalahan Islam. Artinya, jika Republik Islam hancur maka Islam pun kalah.”

Dalam buku yang sama jilid 19 halaman 173, Imam ra mengatakan, “Republik Islam yaitu Islam.” Oleh sebab itu, Republik Islam sama dengan Islam. Ketika kita mengatakan harus mempertahankan pemerintahan, maksud pemerintahan di sini adalah Islam dan kandungannya yang terwujud dalam bentuk revolusi Islam dan Republik Islam. Kita katakan, Republik Islam Iran memiliki kandungan dan kandungannya adalah Islam. Walaupun maksudnya tidak berarti bahwa 100 persen Islam telah terealisasi. Namun sebenarnya kita sedang berupaya menerapkan Islam.

Dalam Shahifah Nur jilid 15 halaman 365, Imam Khomeini ra mengatakan, mempertahankan Republik Islam Iran adalah kewajiban suci bagi semua dan lebih penting dari semua kewajiban yang diberikan Allah Swt. Mempertahankan Republik Islam lebih penting dari menjaga seseorang, meskipun orang tersebut adalah Imam Zaman as. 

Sejumlah pihak kemudian bertanya, apakah kalimat Imam ra itu berarti bahwa Republik Islam memiliki kedudukan lebih tinggi dari Imam Mahdi as? Untuk menjelaskan perkataan Imam ra itu perlu memperhatikan poin berikut bahwa untuk apa Imam Husein as pergi ke Karbala dan gugur syahid di sana? Padahal setelah beliau wafat, tidak terbentuk pemerintahan Islam. Imam Husein as tidak memiliki tujuan lain kecuali menginginkan keutuhan Islam, yaitu kesyahidan Imam Husein as demi abadinya Islam. Pada dasarnya, Imam Husein as mengorbankan dirinya supaya Islam tetap utuh dan abadi.

Dalam ucapan Imam Khomeini ra disebutkan bahwa Republik Islam yaitu Islam. Dari perkataan Imam ra kita memahami bahwa beliau selalu menginginkan suasana universitas, kantor, pasar dan tempat-tempat lain bernuansa Islam. Dari sisi lain, musuh menentang Iran karena Islamnya. Imam Khomeini ra dalam surat wasiatnya menjelaskan bahwa jika Islam yang berada di Republik Islam lenyap, maka Islam pun akan hancur.

Kepada sejumlah ulama yang tidak sejalan dengan revolusi dan tidak menginginkannya terjadi, Imam Khomeini ra mengatakan, “Dengan penuh tawadhu dan persaudaraan, saya menasehati tuan-tuan yang terhormat (ulama yang tidak sejalan dengan pemerintahan Islam) agar tidak terpengaruh dengan isu-isu ini.” Mereka menebar isu bahwa Revolusi Islam dicetuskan dan merenggut nyawa serta terjadi peristiwa-peristiwa tertentu di penjara-penjara Republik Islam. Isu-isu seperti itu disampaikan oleh sejumlah pihak termasuk Ayatullah Montazeri.

Imam Khomeini ra menasehati Ayatullah Montazeri dan semua yang sejalan dengannya supaya tidak terpengaruh dengan isu-isu tersebut dan berupaya menguatkan Republik Islam demi mengharap keridhaan Allah Swt dan menjaga Islam. Jangan hanya diam dan protes, namun harus turut andil untuk menguatkannya. Mereka harus memahami bahwa jika Republik Islam ini gagal, maka sebagai penggantinya tidak akan terwujud suatu pemerintahan Islam yang diinginkan Imam Zaman as atau yang taat kepada Anda. Namun akan muncul satu rezim yang diinginkan oleh salah satu kutub kekuatan dunia dan orang-orang tertindas di dunia yang menaruh harapan kepada Islam dan pemerintahan Islam akan putus asa dan Islam akan lenyap selama-lamanya.

Dengan demikian, menjaga dan mempertahankan Republik Islam sebenarnya mempertahankan Islam itu sendiri. Lebih lanjut, Imam Khomeini ra mengatakan, jika Republik Islam ini dari sisi bentuk dan kandungannya lenyap, maka Islam juga akan hancur. Oleh karena itu, kita memiliki argumentasi akal dan syariah bahwa mempertahankan Republik Islam itu hukumnya wajib dan kewajiban adalah wujud penciptaan yang paling tinggi, di mana Imam Mahdi as sendiri juga mempertahankannya. Penafsiran Imam Khomeini ra adalah jika diperlukan maka Imam Mahdi as pasti akan melakukannya. Sementara, kita memiliki posisi sendiri. Kita semua harus menjaga dan mempertahankan Republik Islam, namun tentunya dengan memperhatikan bahwa Republik Islam yang benar-benar menerapkan Islam, jika tidak, maka tidak ada nilainya.

Berdasarkan penjelasan Anda, apakah mempertahankan Republik Islam hukumnya wajib nafsi atau Ghairi?

Menjaga dan mempertahankan Republik Islam adalah wajib nafsi, sebab Republik Islam adalah Islam itu sendiri. Tentunya, maksud Republik Islam bukan diri saya, Anda atau yang lainnya. Namun kandungan dasar yang tercermin dalam kerangka tokoh-tokoh dan lembaga pemerintahan. Terkait hal itu, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam salah satu pidatonya mengatakan bahwa kita dapat mengubah suatu lembaga. Artinya, bentuknya dapat diubah, namun kandungan Islam harus tetap utuh. Oleh sebab itu, mempertahankan Republik Islam hukumnya wajib nafsi dan hal ini juga disebabkan keislamannya. Karena pembatasan tersebut, maka para pejabat pemerintahan harus dari orang-orang terpilih dan bertanggung jawab serta Baitul Mal harus dikelola oleh orang-orang yang benar-benar menerima Islam. Jika prinsip itu diperhatikan, saya pikir kewajiban mempertahankan pemerintahan Islam akan menjadi mudah.

Apakah untuk mempertahankan pemerintahan Islam dapat dilakukan melalui jalan yang bertentangan dengan syariat?

Pertanyaan ini sama halnya saya bertanya apakah untuk menerapkan Islam saya harus membunuh orang yang tidak berdosa dengan sengaja? Pastilah tidak demikian. Sebab Islam tidak mengizinkan kepada Anda untuk melakukan hal tersebut. Sebagaimana kita tidak dapat mengatakan dalam ilmu matematika bahwa 2x2=5 atau segitiga mempunyai empat sudut.

Jika ingin menerapkan Islam, maka harus diterapkan melalui jalur yang ditentukan oleh Allah Swt. Menjaga jiwa manusia, tidak hanya bagi umat Islam, namun bagi semua orang yang tertindas di seluruh dunia adalah wajib. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan pemerintahan Islam kita tidak dapat melakukan cara-cara di luar syariat. Terus bagaimana tentang ucapan Imam Khomeini ra bahwa kita harus mendahulukan untuk mempertahankan pemerintahan Islam ketimbang shalat dan haji untuk sementara waktu, apa maksud dari perkataan tersebut?

Jawaban dari pertanyaan itu adalah syariat sendiri yang membolehkannya, di mana ada satu maslahat yang lebih penting yang harus dilakukan terlebih dahulu. Shalat hukumnya wajib, namun dalam kondisi ini ada yang lebih penting yang harus dilakukan dan Allah Swt mengizinkan hal tersebut.

Terkait hal itu, banyak contoh yang dapat kita ambil. Misalnya, sebagian daging hukumnya haram, namun bertahan untuk tetap hidup hukumnya wajib dan harus didahulukan. Artinya, dalam kondisi tertentu untuk menyelamatkan nyawa kita, kita dapat memakan  daging haram tersebut sekedarnya guna menyelamatkan nyawa kita. Terkait hubungan dengan masyarakat Islam juga demikian. Jika dalam satu hal terdapat kontradiksi antara satu prinsip Islam dan mempertahankan Islam itu sendiri, Allah Swt berfirman bahwa dalam hal ini Anda dapat mengabaikan satu prinsip Islam tersebut demi mempertahankan Islam itu sendiri. Oleh karenanya, tidak ada artinya kita mengeluarkan hukum fiqih yang mengizinkan untuk memiliki senjata nuklir, di mana menyimpannya sangat membahayakan dan penggunaannya juga bertentangan dengan dasar Islam.

Jika demikian, apakah memiliki senjata nuklir untuk mempertahankan Republik Islam meski dalam kondisi darurat haram hukumnya?

Jika senjata nuklir seperti senjata-senjata konvensional lainnya, maka tidak ada masalah dalam penggunaannya dan tidak diharamkan, karena hal itu selaras dengan Surat al-Anfal ayat 60 yang berbunyi “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” Namun jika maksud dari senjata itu adalah senjata yang juga membahayakan diri kita sendiri dan ada kemungkinan setiap saat akan menghancurkan manusia yang berada di Republik Islam atau di seluruh penjuru dunia, maka senjata itu tidak dapat membantu kita dalam mempertahankan pemerintahan. Kepemilikan senjata tersebut tidak akan dapat membantu kita dalam mempertahankan pemerintahan Islam, karena senjata itu bukan pencegah.

Pertanyaannya adalah apakah negara-negara pemilik senjata nuklir dapat menjamin bahwa negaranya tidak akan diserang oleh negara lain dan tidak akan mengalami kehancuran? Uni Soviet memiliki senjata nuklir, apakah senjata itu dapat menjadi faktor untuk terhindar dari kehancuran? Amerika Serikat dan Israel juga demikian. Benar, mereka memiliki senjata nuklir, tetapi senjata tersebut bukan faktor pencegah supaya tidak mengalami kehancuran. Selain itu, setiap saat ada kemungkinan senjata-senjata tersebut justru akan merugikan warganya dan negara-negara lain. 

Berdasarkan pernyataan para pakar, senjata nuklir bukan senjata konvensional yang dapat digunakan. Oleh sebab itu, senjata nuklir bagi kita tidak berguna dan dapat memusnahkan masyarakat kita sendiri atau semua manusia di dunia, di mana keduanya diharamkan oleh Islam. Selain itu, senjata nuklir tidak dapat membantu mempertahankan pemerintahan. Sedangkan yang dapat membantu untuk mempertahankannya adalah faktor lain, bukan senjata nuklir.

Pembentukan diri dari sisi internal, kemandirian, iman masyakarat, persatuan rakyat, yakin kepada Allah Swt, kerja keras, penerapan hukum-hukum Islam dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah tersebut adalah faktor-faktor penyebab kemenangan revolusi kita. Sebagaimana Imam Khomeini ra mengatakan bahwa satu suara dan Iman kepada Allah Swt adalah rahasia kemenangan kita. Artinya, kita mengamalkan perintah Allah Swt dan bersatu. Hal tersebut adalah faktor kemenangan dan kelanggengan kita.

Jika kita diserang dan untuk menghadapi musuh tidak ada jalan lain kecuali menggunakan senjata nuklir, apa yang yang harus kita lakukan? Terus bagaimana Anda memahami perkataan Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei bahwa Republik Islam akan menjawab setiap serangan para arogan dunia sesuai dengan tingkat serangan tersebut?

Maksudnya adalah dalam tingkat konvensional. Yakinlah Anda bahwa AS tidak akan dapat menggunakan senjata nuklirnya. Apakah karena bom nuklir kemudian Jepang menyerah atau rakyat negara itu kehilangan kemampuan pertahanannya? Yang perlu kita perhatikan adalah sebenarnya senjata nuklir itu untuk memusnahkan apa? Senjata ini pada akhirnya hanya menghancurkan sebagian bumi dan manusia. Sementara tidak akan mampu melenyapkan prinsip Islam.

Dengan demikian, hal itu tidak akan terjadi. Rezim Zionis Israel sama sekali tidak komitmen dengan perjanjian internasional. Oleh karena itu, rezim ini jika mampu, pasti dalam perang dengan Hizbullah Lebanon akan menggunakan senjata nuklirnya, namun hal itu tidak terjadi. Selain kita harus memperhatikan dasar-dasar Islam, kita juga harus tahu untuk apa kita mempertahankannya. Apakah mempertahankan Islam hanya untuk mengabdi kepada manusia dan orang-orang tertindas di dunia? Secara global dapat dikatakan bahwa senjata nuklir bukan pencegah. Jika dapat menjadi pencegah, maka akan termasuk dalam ayat “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka…”

Jika ada poin khusus sebagai kesimpulan, silahkah Anda jelaskan.

Kesimpulannya, kita harus memperhatikan bahwa semua itu hanyalah dalih. Tidak seharusnya kita bermain di medan musuh. Kita memahami bahwa dari pandangan fiqih dan pondasi agama, sikap kita amat jelas dan Barat memahaminya. Kita tidak hanya menolak penggunaan senjata pemusnah massal, namun kita juga menolak segala sesuatu yang serupa dengan senjata tersebut.

Imam Khomeini ra mengatakan, kita tidak menerima kebijakan yang bermakna ganda. Ucapan Imam ra tersebut terkait masalah yang telah dijelaskan, yaitu jika mempertahankan pemerintahan bergantung pada keharusan untuk berbohong dalam kebijakan dan membohongi rakyat kita sendiri dan bahkan dunia, maka hal itu tidak diperbolehkan. Tujuan itu sama sekali tidak dapat menjustifikasi sarana tersebut. Segala bentuk langkah yang serupa dengan hal ini, maka jawabannya dari pandangan fiqih amat jelas, di mana fiqih dan prinsip kita tidak mengizinkannya.

Saya akan menyinggung poin kunci yang perlu kita ketahui. Kita harus memahami bahwa musuh selalu berupaya meniupkan isu terhadap negara-negara lawannya khususnya terhadap Republik Islam. Mungkin musuh suatu hari menyulut isu Hak Asasi Manusia dan di hari lain tentang demokrasi. Jika hari ini tentang energi nuklir mungkin besok akan melontarkan isu-isu lain. Kita tidak seharusnya selalu menyibukkan diri sendiri dengan menjawab isu-isu yang mereka lontarkan. Meskipun kita harus menjelaskan jawaban kita, tetapi bukan berarti kita harus berhenti di situ.

Langkah-langkah musuh tersebut bertujuan mengganggu dan menyibukkan kita. Kita harus melewatkan masalah ini dan kembali melihat ke Barat serta menjelaskan titik lemah mereka dan menunjukkan sisi kuat kita. Kita tidak seharusnya hanya menjadi pihak yang selalu menjawab isu.

Berdasarkan interpretasi Ayatullah Khamenei, kita terkadang dan bahkan sering, harus menjadi pihak yang aktif dan menuntut. Saat ini Barat mempunyai berbagai macam masalah terkait kebebasan, Hak Asasi Manusia, hak-hak minoritas, hak-hak perempuan, problem keluarga dan lain sebagainya. Selain harus menjawab masalah-masalah tersebut, kita juga harus menjadi pemimpin. Hal ini adalah titik kuat Imam Khomeini ra dan Ayatullah Khamenei yang harus diperhatikan oleh lapisan elit masyarakat.

Rabu, 04 November 2020 16:28

Awal Kepemimpinan Imam Mahdi as

 

Setelah Imam Hasan al-Askari as, imam kesebelas Ahlul Bait Nabi, gugur syahid pada 8 Rabiul Awwal tahun 260 Hijriyah, putra beliau Imam Mahdi as (Muhammad bin Hasan) memulai tanggung jawab sebagai pemimpin umat pada 9 Rabiul Awwal 260 H.

Untuk upacara pemakaman, khalifah Dinasti Abbasiyah menunjuk seseorang untuk memimpin shalat jenazah atas tubuh suci Imam Hasan al-Askari as dan mengira peristiwa ini sebagai akhir dari periode imamah dan kepemimpinan Ahlul Bait atas umat Islam. Para pejabat Dinasti Abbasiyah telah melakukan persiapan yang matang, tetapi orang yang ditunjuk tersebut gagal memimpin shalat jenazah.

Ketika ia bersiap untuk memimpin shalat jenazah, tiba-tiba seorang anak yang masih berusia sekitar lima tahun datang dan meminta orang yang ditunjuk oleh penguasa itu untuk mundur ke belakang. Imam Mahdi as melakukan shalat jenazah dan setelah itu – atas kuasa Allah Swt – ia menghilang dari pandangan manusia sebelum pasukan Dinasti Abbasiyah berbuat sesuatu yang dapat membahayakan keselamatannya.

Atas kehendak Allah Swt dan pertimbangan lain, kepemimpinan Imam Mahdi as atas umat ini dimulai dengan periode keghaiban kecil (Ghaibah Sughra) dan periode ini berlangsung hingga tahun 329 H. Sejak masa itu, Imam Mahdi menjalani masa keghaiban panjang (Ghaibah Kubra) sampai hari ini.

Ghaibah Kubra ini menjadi ujian yang paling berat bagi umat, karena tidak mungkin lagi membangun hubungan langsung dengan Imam Mahdi as dan juga tidak ada wakil khusus yang ditunjuk untuk menjadi penghubung antara imam dan masyarakat.


Berdasarkan prinsip-prinsip agama, manusia selalu membutuhkan penunjuk jalan. Sejak awal penciptaan manusia, dunia tidak pernah vakum dari keberadaan para nabi dan imam maksum yang berperan sebagai hujjah Allah Swt (penunjuk jalan) atas manusia.

Kebutuhan akan hujjah ini bersifat abadi, karena manusia membutuhkan bimbingan orang-orang mulia yang ditunjuk oleh Tuhan dalam menapaki jalan hidayah dan menemukan kebenaran. Para hujjah ini memikul tanggung jawab untuk membimbing dan memimpin umat manusia menuju Sang Pencipta.

Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Bumi tidak akan pernah kosong dari hujjah yang mengenalkan manusia kepada yang halal dan haram serta menunjukkan mereka kepada jalan Allah. Hujjah Tuhan di muka bumi tidak akan diambil kecuali 40 hari sebelum terjadinya kiamat. Ketika hujjah Tuhan diambil, pintu taubat akan ditutup dan keimanan yang diperoleh setelah peristiwa ini, tidak akan berguna baginya.”

Meskipun bumi tidak pernah kosong dari hujjah, namun sejarah kehidupan 12 Imam Syiah menunjukkan bahwa periode kehadiran mereka di tengah umat menjadi lebih singkat dari periode Imam Ali as setelahnya. Tekanan dan ancaman para penguasa lalim serta kesadaran masyarakat yang rendah pada masa itu, membuat para imam merasa terasing di tengah umat.

Dengan kata lain, masyarakat Islam semakin kehilangan kelayakan untuk menerima para imam maksum, sehingga menjelang periode Ghaibah Sughra, hubungan langsung imam dengan masyarakat dan kehadiran beliau di tengah masyarakat semakin berkurang.

Oleh karena itu, salah satu faktor yang dianggap sebagai falsafah keghaiban Imam Mahdi as adalah kezaliman yang dilakukan manusia di sepanjang sejarah. Sebuah riwayat dari Imam Ali as menyebutkan, “Ketahuilah bahwa bumi tidak pernah kosong dari hujjah, tetapi Allah kadang menyembunyikan hujjahnya dari manusia karena kezaliman dan sikap berlebih-lebihan yang mereka perbuat.”

Menurut para fuqaha dan teolog besar Syiah, penyebab belum munculnya Imam Mahdi as adalah karena umat manusia belum memiliki kesiapan. Imam Mahdi sendiri di salah satu suratnya menjelasakan penyebab keghaiban panjang yaitu belum adanya kesiapan oleh umat manusia.

Imam Mahdi as berkata, “Jika syiah kami – semoga selalu dalam ketaatan kepada Allah – bersatu dalam menunaikan janji yang ada di pundaknya, maka kebahagiaan pertemuan mereka dengan kami tidak akan tertunda dan mereka bisa lebih cepat bertemu dengan kami, sebuah pertemuan atas dasar pengenalan yang jujur dan kejujuran mereka kepada kami.”


Berdasarkan sejumlah riwayat, faktor lain yang menyebabkan keghaiban panjang adalah belum adanya sahabat yang setia dalam jumlah yang sudah ditetapkan yaitu 313 orang. Imam Musa al-Kazim as berkata kepada salah satu sahabatnya, “Wahai putranya Bukair! Aku akan memberitahu kamu sesuatu di mana para leluhurku juga telah menyampaikan ini sebelum aku yaitu, jika jumlah (sahabat setia) di antara kalian telah mencapai jumlah orang-orang yang berjihad bersama Rasulullah dalam Perang Badr, maka sosok yang akan bangkit dari kami (Ahlul Bait) akan muncul.”

Faktor lain keghaiban Imam Mahdi as adalah untuk menguji dan menyaring manusia sehingga hanya tersisa orang-orang yang tulus dan bersih. Jabir bin Yazid al-Ja'fi berkata, “Aku bertanya kepada Abu Jakfar (Imam Muhammad al-Baqir), ‘Kapan kemunculan kalian? Beliau berkata, ‘Jauhlah, jauhlah, kemunculan kami tidak akan terwujud kecuali kalian diuji, kemudian diuji, dan kemudian diuji lagi.’ Kalimat ini diucapkan tiga kali sehingga noda-noda terhapus dan kalian menjadi bersih.”

Keberadaan Imam Mahdi as diumpakan seperti matahari yang tertutupi awan. Dalam surat yang disampaikan Imam Mahdi as kepada Ishaq bin Ya’qub tertera sebagai berikut, “… Adapun bagaimana masyarakat dapat mengambil manfaat dariku ketika aku ghaib persis seperti dikala mereka mengambil manfaat dari matahari ketika tertutupi awan…”

Awan tidak akan menghalangi sinar matahari secara penuh dan cahayanya tetap akan sampai ke bumi dan bisa dinikmati oleh manusia. Keghaiban juga tidak menghalangi manusia untuk memperoleh manfaat dari Imam Mahdi as.

Di dunia modern yang sarat dengan berbagai krisis dan persoalan, masyarakat sangat membutuhkan kehadiran sosok Imam Mahdi as, karena pemerintahan global Imam Mahdi akan memenuhi dunia dengan keadilan, ketenangan, dan kesejahteraan. Manusia akan hidup berdampingan dengan penuh ketenangan dan harapan.

Di masa itu, pengetahuan manusia akan membuat kemajuan yang menakjubkan di mana kemajuan seperti itu belum pernah terjadi di dunia. Hal ini diketahui dari berbagai riwayat yang datang dari Ahlul Bait. Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Ilmu mempunyai 27 pintu. Sebelum kemunculan Imam Mahdi as, manusia dapat membuka dua pintu ilmu. Saat Imam Mahdi as muncul, 25 pintu lainnya akan terbuka.”


Imam Zainal Abidin as-Sajjad as berkata bahwa semua jenis penyakit akan hilang dengan kemunculan Imam Mahdi. “Ketika Imam Mahdi muncul, Allah akan menjauhkan semua jenis penyakit dari syiah kami dan membuat mereka kuat.”

Dalam berbagai riwayat, pemerintahan global Imam Mahdi as diperkenalkan sebagai kota yang aman, tenang, dan damai. Keamanan dan ketenangan yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari urusan pribadi sampai urusan terbesar sekali pun di dunia.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur, ayat 55)

Ayat tersebut ditujukan kepada seluruh umat manusia, tetapi janji manis di dalamnya hanya akan menjadi milik orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh. Allah Swt akan membentuk sebuah masyarakat yang saleh di muka bumi dan menjadikan orang-orang saleh sebagai penguasa di dunia. 

Rabu, 04 November 2020 16:28

Wakaf dalam Tradisi Filantropi Islam

 

Fenomena wakaf memiliki sejarah panjang dalam tradisi Islam yang memainkan peran penting di bidang budaya dan peradaban umat Islam, juga dampaknya terhadap sektor kehidupan ekonomi, sosial da budaya masyarakat Muslim.

Bertepatan dengan peringatan Hari Wakaf Nasional Iran yang jatuh pada tanggal 24 Mehr  yang bertepatan dengan 15 Oktober, kita akan menelisik sejarah panjang filantropi Islam di Iran.

Wakaf adalah tradisi Islam dilakukan oleh individu atau badan hukum yang menyumbangkan sebagian atau seluruh hartanya kepada organisasi publik atau swasta. Wakaf merupakan salah satu warisan Islam tertua yang berharga dan masih lestari hingga kini.

Spirit pengabdian, kedermawanan, persahabatan dan kontribusi sosial serta gotong royong menjadi dasar dari wakaf. Bukti sejarah menunjukkan bahwa wakaf memiliki latar belakang sejarah yang kuat dan sudah ada sejak ribuan tahun sebelum Islam. Di berbagai agama, masalah wakaf memiliki tempat khusus dan sejarawan telah menyebutkan wakaf Nabi Ibrahim sebagai salah satu wakaf paling terkenal sebelum Islam.

Kata wakaf tidak disebutkan langsung dalam Alquran, tetapi terma yang sepadan seperti sadaqah, khair (kebaikan), infaq, dan ihsan. Dalam sebuah hadits terkenal, Nabi Muhammad Saw mengatakan,"Ketika seseorang meninggal, amalnya akan berhenti kecuali dalam tiga hal. sadaqah saat ini (wakaf), ilmu bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya."

Wakaf memiliki perhatian penting di semua pemerintahan Iran, terutama sejak akhir periode Sassanid ketika Islam masuk ke Iran. Misalnya, wakaf berkembang pesat selama periode Safawi. Demikian juga dengan periode-periode sebelumnya dalam sejarah Iran, seperti pada periode Timurid dengan wakaf besarnya di kawasan Khorasan Raya.

Peran wakaf dalam pengembangan ilmu pengetahuan sangat cemerlang, yang menjadi salah satu penyebab langsung dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan meningkatnya kuantitas dan kulitas sumber daya manusia, melalui peningkatan keterampilan ilmiah dan teknis. Pembangunan sistem pendidikan publik melalui sekolah, universitas, seminari bahkan media publik, dan lainnya. Wakaf berperan signifikan dalam meningkatkan taraf ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan teknis dan profesional serta hubungan sosial yang baik.

Di masa lalu, banyak dari kegiatan pendidikan dijalankan melalui dana abadi, sehingga orang-orang yang kurang mampu secara finansial bisa menikmati pendidikan, sehingga lahir para ilmuwan dan ulama besar  di dunia Islam. 

Setelah wakaf ibadah, volume terbesar wakaf dialokasikan untuk sekolah dan perpustakaan, dan di antara wakaf pendidikan, wakaf buku dan perpustakaan yang memiliki tempat khusus. Di dunia Islam, selalu ada empat jenis perpustakaan yang diberkahi yaitu: perpustakaan masjid, sekolah dan universitas, perpustakaan independen, dan perpustakaan swasta yang dikelola cendekiawan dan politisi.

George Zidane menulis, Khajeh Nizam al-Mulk adalah orang pertama yang menjadi terkenal di pertengahan abad kelima Hijriyah yang mendirikan sekolah di negara-negara Muslim di Baghdad, Isfahan, Neishabour dan Herat. Sekolah-sekolah ini disebut sebagai sekolah Nizamiyah, menjadi pusat penting untuk pendidikan para cendekiawan Islam, dan muncullah orang-orang besar dari sana.

Sejarah menunjukkan bahwa sebagian besar buku besar dan penting di bidang peradaban Islam dan Iran ditulis oleh para sarjana dan penulisnya yang sebagian besar mendedikasikan karyanya untuk perpustakaan umum.

Buku wakaf dalam peradaban Islam merupakan salah satu kegunaan wakaf yang terpenting. Selain buku, properti perpustakaan yang bergerak dan tidak dapat dipindahkan juga disumbangkan oleh para ilmuwan, penguasa, menteri, dan dermawan lainnya. Jenis wakaf pertama dan paling umum dari kitab ini adalah wakaf Alquran, yang disebut sebagai wakaf Mushaf suci.

Buku monumen abadi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan peradaban, budaya dan sumber daya manusia dan merupakan sarana terbaik untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan peradaban dari bangsa-bangsa masa lalu ke generasi mendatang.

Dalam sejarah Iran, sistem wakaf tidak hanya menciptakan banyak ruang dan elemen kota yang berharga, tetapi juga hubungan spiritual yang erat  antara wakaf dengan urusan agama yang telah menyebabkan kelanggengan dan stabilitas ruang kota. Kota Tehran, Mashhad, Isfahan, Tabriz dan Qom adalah di antara kota-kota paling menonjol yang terpengaruh oleh fenomena wakaf.

Di antara koleksi tertua dalam sejarah tata kota Iran, kita bisa menengok sekolah Nizamiah pada periode Seljuk, kompleks Rab'i Rashidi di Tabriz di era dinasti Mongol, kompleks alun-alun Naghsh Jahan di Isfahan, Ganjali Khan Kerman dan Sheikh Safi Ardabili pada periode Safavid, dan kompleks Zandiyeh di Shiraz, juga koleksi Marvi, Sepahsalar dan Sarai Amir di Teheran pada periode Qajar.

Kota Isfahan, dengan banyak situs arkeologinya yang unik, termasuk warisan penting di antara kota-kota di Iran. Ada lebih dari 273 barang antik terdaftar yang berharga di kota ini, yang sebagian besar merupakan anugerah kota. Daya tarik kota Isfahan memiliki tingkat arsitektur menarik dan termasuk dalam warisan budaya UNESCO. Dari 157 daerah di Isfahan, 31 tempat diberi nama sesuai dengan tokoh-tokoh terkenal, yang sebagian besar menggunakan nama Wakaf. 

Wakaf memiliki tempat penting di kalangan seniman di berbagai bidang, bahkan bidang seni pertunjukan. Seni taziyeh di Iran memiliki sejarah yang panjang dan salah satu tandanya dapat dilihat pada lukisan terkenal "Tazieh Daulat" karya Kamal al-Molk. Sebuah tempat yang sangat penting tidak hanya dalam hal arsitektur dan aspek sejarah, tetapi juga dalam hal pertunjukan taziyeh yang gemilang. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa pada siang hari Asyura, sekitar dua puluh ribu orang duduk di tempat ini untuk menyaksikan acara Asyura. Seni istimewa Syiah Iran ini berusia sekitar 1100 tahun dan telah terdaftar sebagai salah satu warisan budaya Iran di dunia.

Banyak cendekiawan menyebut seni taziyeh sebagai bentuk seni wakaf, karena sejumlah orang memberikan rumah mereka untuk menyelenggaraan taziyeh. Bahkan mewariskannya kepada ahli waris, setelah kematian mereka supaya tempat ini digunakan untuk berbagai kegiatan sosial termasuk Tazieh.

Kadang-kadang bahkan sebuah taman, karavan ataupun pemandian dan penggilingan gandum juga menjadi wakaf.  Saat ini, wakaf sebagai tradisi Islam yang sudah lama berdiri sebagai salah satu faktor yang berpengaruh dalam budaya dan peradaban Islam, termasuk kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Penamaan hari ke 27 bulan Safar sebagai hari wakaf dalam kalender resmi Republik Islam Iran sebagai hari wakaf merupakan langkah untuk membuat masyarakat lebih mengenali tradisi baik ini.

 

Perang antara pasukan Republik Azerbaijan dan Armenia sampai sekarang terus berlangsung di beberapa wilayah sengketa Nagorno-Karabakh, meski sudah dua kali dicapai kesepakatan gencatan senjata.

Perang ini pecah sejak tiga minggu lalu, dan saling tuduh antara pemerintah Armenia dan Azerbaijan tanpa memperhatikan kepentingan bangsa-bangsa kawasan, menunjukkan bahwa keduanya tidak terlalu memikirkan kepentingan jangka panjang kawasan ini. Jika perang terus berlanjut mungkin saja akan terbuka celah bagi rezim Zionis Israel untuk masuk ke dalam transformasi Euroasia, dan terlibat dalam konflik di dalamnya.


Terlepas dari negara mana yang memulai perang terbaru ini, dan siapa yang memicunya, masalah yang lebih penting untuk diperhatikan adalah dampak besar perang ini bagi negara-negara kawasan, dan perubahan dari sebuah krisis regional menjadi sebuah krisis internasional.

Konflik Nagorno-Karabakh sebenarnya bisa diselesaikan secara regional, dan pejabat pemerintah Armenia dan Azerbaijan dapat memulihkan ketegangan di kawasan dengan menggunakan kapasitas negara-negara tetangga.  

Pada saat yang sama, tidak diragukan beberapa pemain menyambut terjadinya konflik di manapun di belahan dunia ini, dan walau mungkin saja tidak terang-terangan menyatakannya, namun visi serta dukungan para pemain ini ke salah satu pihak bertikai menunjukkan bahwa mereka senang jika perang berkelanjutan sehingga bisa menungganginya.

Salah satu contoh dari pemain semacam ini adalah Israel. Mantan duta besar Iran di Azerbaijan Mohsen Pak Aein terkait keterlibatan sebagian negara regional, dan transregional dalam konflik Nagorno-Karabakh sehingga terus berkepanjangan mengatakan, ada sejumlah pemain regional yang diuntungkan dari berlanjutnya konflik Nagorno-Karabakh termasuk di antaranya Israel.

Rezim ini, dengan dalih perang, menjual senjata ke Azerbaijan, dan memaksa Armenia menjalin hubungan resmi dengan Israel untuk mengurangi kedekatan Israel-Azerbaijan. Israel terus menjual senjatanya selama konflik krisis Nagorno-Karabakh berlanjut, pada saat yang sama ia menjalin kerja sama intelijen dengan kedua negara berseteru itu.

Di sisi lain, lembaga-lembaga internasional seperti Konferensi Keamanan dan Kerjasama Eropa, OSCE Minsk Group juga ikut aktif dalam konflik ini, namun sejak diserahkannya upaya penyelesaian konflik ke Minsk Group, satu-satunya upaya yang dilakukan adalah gencatan senjata pada Mei 1994.

OSCE Minsk Group dan kelompok-kelompok lainnya sama sekali tidak pernah mencapai kemajuan dalam proses penyelesaian ketegangan antara Armenia dan Azerbaijan.

Pengamat masalah internasional Iran, Hassan Behehstipour menuturkan, strategi OSCE Minsk Group dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa mereka menginginkan berlanjutkan kondisi non-perang dan non-damai di Nagorno-Karabakh, sehingga selalu memiliki dalih untuk tetap berada di kawasan itu.

Hal yang jelas adalah berlanjutnya konflik Nagorno-Karabakh tidak pernah memberikan gambaran yang terang bagi masa depan kedua belah pihak berseteru, dan rakyat kedua negara semakin besar menanggung kerugian akibat perang, dan jalan keluar terbaik konflik ini sebenarnya adalah sikap realistis kedua negara, dan memanfaatkan kapasitas negara-negara regional berdasarkan kesamaan sejarah, dan budaya.

Republik Islam Iran yang memiliki garis perbatasan bersama dengan Armenia dan Azerbaijan, dua negara yang terlibat konflik di Nagorno-Karabakh, menekankan solusi regional dengan partisipasi negara-negara tetangga kedua negara itu, dan negara kawasan lainnya.

Meski beberapa media afiliasi gerakan-gerakan asing di Azerbaijan, dan beberapa negara kawasan, menentang sikap Iran, dan menyebarkan propaganda negatif terhadap Tehran, namun Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev untuk kesekian kalinya memuji sikap Iran terkait konflik di Nagorno-Karabakh.

Pada saat yang sama, unit media Kedubes Iran di Baku, Azerbaijan beberapa waktu lalu mereaksi laporan tendensius beberapa media dan mengumumkan, musuh sedang berusaha mengganggu hubungan Iran dan Azerbaijan.

Dalam laporannya, Kedubes Iran di Baku menyebutkan, musuh Iran dan Azerbaijan dengan melancarkan perang media, berusaha menipu publik dunia, dan menutupi kenyataan.

Kesimpulannya, konflik Nagorno-Karabakh adalah masalah kedaulatan wilayah, dan tidak memiliki substansi sektarian. Azerbaijan dan Armenia, dengan berlanjutnya perang tidak akan bisa menyelesaikan konflik.

Selain itu masuknya pihak asing, dan negara-negara transregional, justru menambah sengkarut masalah, dan menjadi faktor destruktif dalam hubungan kedua negara berseteru dengan tetangga-tetangganya, dan jebakan musuh ini harus dilewati dengan cara cerdas, dan penuh kewaspadaan. 

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan,”Menuntut ilmu di universitas militer dan universitas milik angkatan bersenjata kita merupakan salah satu perbuatan paling mulia dan berharga.”

Setiap pemerintahan berkewajiban untuk menyiapkan keamanan bagi bangsanya dan memberi ketenangan serta kemakmuran kepada rakyatnya. Isu keamanan menurut perspektif agama sangat ditekankan dan dengan merenungkan ayat 112 Surah al-Nahl kita menyadari bahwa dalam pandangan al-Quran kebahagiaan masyarakat sangat tergantung dengan keamanan dan ketenangan mereka.

Revolusi Islam Iran sejak kemunculannya hingga pertumbuhannya memberi perhatian khusus terhadap isu keamanan dan kekuatan nasional. Selama empat dekade sejak kemenangan Revolusi hingga kini, banyak langkah yang telah diambil untuk mencapai keamanan dan kekuatan nasional. Tak hanya itu, di jalan ini, baik militer maupun pasukan relawan rakyat (Basij) telah banyak menyumbankan nyawa dan pengorbanan.


Kini angkatan bersenjata yang terdiri dari militer, Sepah Pasdaran, polisi dan Basij berada di garda terdepan dalam menciptakan keamanan nasional. Mereka juga banyak melakukan aktivitas di berbagai bidang termasuk produksi peralatan militer modern dan menunjukkan kekuatan pertahanan dan defensif Republik Islam Iran kepada dunia.

Ayatullah Khamenei dalam pertemuannya dengan taruna Universitas Imam Ali pada 12 Oktober yang digelar melalui telekonferensi menyebut keamanan memiliki nilai sangat berharga dan mendasar serta unsur vital bagi negara.

Seraya memberi dorongan dan memuji para pemuda yang tengah menimba ilmu di Universitas Imam Ali, Rahbar kepada para taruna ini mengungkapkan, “Menuntut ilmu di universitas militer dan universitas milik angkatan bersenjata kita merupakan salah satu perbuatan paling mulia dan berharga...karena dengan menuntut ilmu di universitas ini para pemuda kita menjadi pasukan bersenjata kita yang menjamin keamanan negara dan keamanan bagi sebuah negara sebuah nilai yang sangat berharga, mendasar dan unsur vital.”

“Tanpa keamanan, seluruh nilai-nilai penting negara akan terganggu; baik kesejahteraan, keadilan, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai penting lain. Oleh karena itu, menuntut ilmu di universitas ini sebuah peluang sangat penting, sebuah perbuatan yang berharga,” ungkap Rahbar saat menjelaskan urgensitas keamanan.

Selain keamanan, kekuatan nasional juga elemen vital bagi sebuah negara. Dengan keberadaan kekuatan yang membuat sebuah bangsa mampu melawan kubu arogan dan memaksanya mundur. Kekuatan, menciptakan keamanan dan pertahanan. Namun dibutuhkan elemen mendasar untuk mencapai puncak kekuatan. Sejatinya kekuatan nasional seperti permainan puzzel yang akan sempurna dengan meletakkan setiap potongan permaian.

Ayatullah Khamenei terkait kekuatan nasional menyebutkan tiga faktor penting bagi terwujudnya keamanan nasional. Ekonomi yang kuat dan stabil, kemampuan dan budaya yang kuat, dan pertahanan nasional yang solid adalah tiga faktor penting yang menjamin keamanan nasional. Ayatullah Khamenei terkait hal ini mengungkapkan, jika manajemen ekonomi, budaya dan pertahanan negara adalah manajemen kuat, aktif, tidak kenal lelah serta dibarengi dengan semangat bekerja maka negara akan maju dan sebaliknya jika hal-hal ini tidak ada, maka negara akan menghadapi kesulitan.


Ekonomi yang kuat dan stabil indikasi manajemen yang kuat dan bertanggung jawab serta faktor yang menciptakan kekuatan bagi setiap negara. Iran juga berusaha untuk mencapai ekonomi seperti ini. Ayatullah Khamenei menyebut bersandar dan fokus pada isu produksi, mencegah anjloknya nilai mata uang nasional secara beruntun dan menutup kebocoran dan pelanggaran sebagai solusi untuk memperbaiki perekonomian nasional.

Rahbar selama bertahun-tahun menekankan peningkatan produksi dan ekonomi muqawama. Rahbar menyebut pelanggaran seperti penyelundupan, impor berlebihan dan praktek korupsi sebagai kendala kemajuan ekonomi. Ayatullah Khamenei mengatakan, “Banyak pekerjaan baik yang telah dilakukan di negara ini, namun pelanggaran ini menjadi kendala...Para pejabat harus berusaha siang malam dan tak kenal lelah serta senantiasa menindaklanjuti pekerjaannya, Insyaallah akan ada perubahan.”

Namun sanksi zalim dan total kubu arogan dunia yang dipimpin Amerika Serikat juga membuat ekonomi Iran menghadapi beragam kendala.

Ayatullah Khamenei mengisyaratkan peran busuk AS di sanksi ekonomi Iran dan menekankan, “Sanksi keji Amerika ini benar-benar sebuah kejahatan...Tidak boleh dilupakan peran keji Amerika....kini kita melawan dan insyaallah represi maksimum ini akan menjadikan wajah Amerika semakin kelam.”

Di bagian lain pidatonya, Rahbar menyinggung ekspresi kepuasan Presiden AS atas gangguan ekonomi dan berbagai kejahatan lainnya terhadap bangsa Iran, dengan menambahkan bahwa sikap bangga mereka terhadap kejahatan semacam itu hanya datang dari orang-orang keji.

"Tapi lihatlah situasi Amerika Serikat sendiri saat ini dengan ribuan miliar dolar defisit anggaran serta puluhan juta kelaparan dan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan yang menunjukkan kondisi sulit. Sementara itu, bangsa Iran akan mengatasi kesulitan dengan kekuatan iman dan tekad nasional menghadapi pejabat AS yang keji, pengkhianat dan kriminal, dengan menggunakan sanksi sebagai sarana untuk benar-benar memperkuat perekonomian nasionalnya," ujar Rahbar.

"Kebisingan yang dibuat preman global semacam Amerika tidak boleh menggangu kita untuk terus berkarya," tegas panglima besar angkatan bersenjata Iran.

Lebih lanjut Rahbar menyinggung kekuatan defensif dan pertahanan sebagai elemn kekuatan dan identitas nasional yang harus diperhatikan. Sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, Rahbar mengingatkan bahwa semua aspek kewenangan negara dihitung secara rasional dan tidak berkhayal serta berdasarkan perasaan dan emosi. Perhitungan rasional di pidato Rahbar berarti mengamati dari waktu ke waktu ancaman militer dan kekuatan militer musuh. Artinya, jika musuh meningkatkan kekuatan militernya, kekuatan pertahanan negara juga harus meningkat, dan ini adalah rasionalitas yang sama.

Terkait hal ini Rahbar mengatakan, “Jika sebuah bangsa memiliki kekuatan pertahanan berdasarkan perhitungan seperti ini, maka saat itu para pejabat akan tenang dan juga rakyat. Mereka akan bekerja dengan tenang tanpa khawatir. Oleh karena itu, kekuatan defensif adalah seperti ini.”

Panglima Besar Angkatan Bersenjata Iran mengatakan bahwa alasan omong kosong di Amerika Serikat tentang kemampuan pertahanan, rudal, dan regional Iran adalah perhitungan akurat dan rasional Republik Islam untuk mencapai kemampuan ini.

Menurut Rahbar, "Omong besar pejabat Amerika dipicu ketakutan dan keterbelakangan mereka sendiri. Sebab, dengan agitasi yang berkembang saat ini, Iran masih bisa menjaga institusi kalkulasi rasionalnya, dan Republik Islam akan terus maju di berbagai bidang."

Terlepas dari semua tekanan dan tindakan kriminal yang diambil oleh Amerika Serikat selama masa kepresidenan Trump, rakyat Iran telah menunjukkan bahwa kebijakan domestik dan luar negeri mereka tidak dipengaruhi oleh datang dan perginya orang-orang di Gedung Putih, dan bahwa sanksi akan digunakan sebagai alat untuk benar-benar menstabilkan ekonomi.

Pada saat yang sama, perlu dicatat bahwa Republik Islam telah dan sedang berada di tengah-tengah perang politik, intelektual, perang lunak, dan mungkin konfrontasi yang keras dengan front arogan. Ini berarti bahwa musuh masih belum putus asa untuk mencoba memukul bangsa Iran dan mencoba mempertanyakan kemauan bangsa Iran melalui ancaman dan sanksi.

Mengingat semua fakta ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam, mengacu pada perubahan ancaman, mempertimbangkan berurusan dengan mereka, membutuhkan program baru dan menekankan bahwa penelitian universitas Angkatan Bersenjata Iran harus dapat mengantisipasi ancaman baru dan mengidentifikasi cara untuk menghadapinya.

 

Eskalasi krisis Nagorno-Karabakh dan memanasnya tensi antara Republik Azerbaijan dan Armenia kembali menjadikan konflik di kawasan Kaukasus ini menjadi krisis global.

Republik Azerbaijan dan Armenia sebelum tumbangnya Uni Soviet di tahun 1988 dan setelah pengumuman pemisahan wilayah Karabakh dari Republik Azerbaijan, terlibat konflik atas wilayah ini. Setelah tumbangnya Uni Soviet, perang antara kedua negara ini masih terus berlanjut hingga Mei 1994 atas prakarsa Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) dan PBB diterapkan gencatan senjata.


Akhirnya dibentuk kelompok Minsk (OSCE Minsk Group) untuk mengawai gencatan senajta ini dan dilanjutkannya dialog guna menyelesaikan konflik Karabakh. Amerika Serikat, Rusia dan Prancis menjadi pemimpin bersama kelompok Minsk dan negara seperti Belarus, Jerman, Italia, Portugis, Belanda, Swedia, Finlandia, Turki dan Azerbaijan serta Armenia menjadi anggota.

Sejak saat itu dan selanjutnya, meski diterapkan gencatan senjata, masih juga terjadi bentrokan bersenjata. Armenia dengan menguasai wilayah sekitar pegunungan Karabakh dan menduduki tujuh distrik di wilayah Azerbaijan yang ditetapkan sebagai zona penyangga, telah menduduki sekitar seperlima wilayah Republik Azerbaijan.

Ratusan ribu etnis Azeri di Karabakh dan tujuh distrik di sekitarnya mengungsi dan meninggalkan kawasan ini. Namun ada berbagai pandangan mengenai pendudukan Karabakh dan mekanisme penyelesaiannya. Sebagian menyamakan pendudukan Karabakh dengan Palestina dan menuntut dukungan negara-negara Islam untuk membebaskan Karabakh.

Tak diragukan lagi, pendudukan Karabakh dalam bentuk apapun, seperti pendudukan Palestina, layak untuk dikecam dan penjajah harus meninggalkan wilayah jajahannya. Namun terdapat perbedaan antara pendudukan Palestina dan pendudukan wilayah lain seperti Nagorno-Karabakh atau Kashmir. Palestina memiliki banyak kesucian tidak hanya di kalangan Muslim tetapi juga di antara agama-agama Samawi lainnya.

Nabi Muhammad Saw selama 13 tahun kenabian shalat menghadap Masjid al-Aqsa dan kemudian atas perintah Tuhan menjadikan Ka'bah sebagai kiblat umat Islam. Oleh karena itu, Baitul Maqdis senantiasa memiliki posisi khusus di tengah umat Muslim. Baitul Maqdis juga tempat kelahiran agama tauhid sepanjang sejarah dan juga kelahiran peradaban. Tidak ada tempat seperti Baitul Maqdis dari sisi besarnya pengikut dan mereka yang meyakini sakralitas tempat suci ini.

Jika kita mempelajari sejarah para nabi, maka akan jelas sakralitas kota Baitul Maqdis. Diriwayat disebutkan bahwa Nabi Isa as dilahirkan di dekat Baitul Maqdis. Nabi Adam as, Musa, Yusuf dan seluruh nabi Bani Israel mewasiatkan untuk dikebumikan di Baitul Maqdis. Para nabi dan rasul seperti Ibrahim as, Ishaq dan Ya'kub as telah menginjakkan kakinya di wilayah suci ini.

Selain itu, Nabi Musa as dikuburkan di Baitul Maqdis dan Nabi Isa as diangkat ke langit oleh Tuhan dari kota ini. Selain itu, Baitul Maqdis juga menjadi kota suci bagi umat Islam mengingat Rasulullah Saw melalukan Isra dan Mi'raj dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsa dan kemudian dari kota ini menuju langit. «سُبْحانَ الَّذی أَسْری بِعَبْدِهِ لَیلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ إِلَی الْمَسْجِدِ الْأَقْصَی الَّذی بارَکنا حَوْلَهُ لِنُرِیهُ مِنْ آیاتِنا إِنَّهُ هُوَ السَّمیعُ الْبَصیر» . Masjid al-Aqsa selain Masjid Nabawi dan Masjidil Haram termasuk tiga tempat suci penting bagi umat Islam. Kota ini setelah Mekah dan Madinah merupakan kota suci penting bagi Muslimin.


Masjid al-Aqsa dan seluruh peninggalan Islam yang ada di sekitar kota Baitul Maqdis merupakan bukti keagungan sejarah umat Islam. Pendudukan Palestina bukan pendudukan sebuah wilayah atau negara, tapi bentuk kolonialisme anti Islam dan kanker di jantung dunia Islam untuk menghancurkan dunia Islam dan mencegah terbentuknya peradaban Islam. Dari sisi ini, isu Palestina selain memiliki dimensi agama juga berkaitan erat dengan independensi, keamanan dan kepentingan bangsa seluruh negara Islam.

Beberapa media Azerbaijan yang membandingkan pendudukan Palestina dengan pendudukan Nagorno-Karabakh tidak memperhatikan atau tidak mau berbicara tentang mengapa pemerintah Azerbaijan memiliki hubungan politik, keamanan, militer dan intelijen yang luas dengan rezim pendudukan Palestina? Pendudukan dalam bentuk apapun, baik di Palestina atau Nagorno-Karabakh, dikutuk.

Tidak mungkin membandingkan pendudukan Palestina dengan Nagorno-Karabakh. Republik Azerbaijan menjalin hubungan strategis dengan rezim penjajah seperti Israel yang jaraknya lebih dari seribu kilometer, mengabaikan sifat pendudukan rezim Zionis, namun secara irasional memprotes hubungan normal Iran dengan Armenia sebagai salah satu tetangganya.

Namun, perbedaan utama antara rezim Zionis dan Armenia adalah bahwa rezim Zionis seluruhnya terdiri dari orang-orang Palestina dan Tanah Suci Yerusalem, tetapi Armenia telah menduduki sebagian wilayah negara tetangga, yang tentu saja, Selama 30 tahun terakhir, dia telah bernegosiasi bagaimana mengembalikan tanah yang diduduki, tetapi sayangnya negosiasi tersebut belum berhasil.

Selain itu, tidak ada permusuhan yang melekat antara Armenia dan dunia Islam, dan jika masalah pendudukan wilayah Republik Azerbaijan oleh Armenia diselesaikan, pada dasarnya tidak akan ada alasan atau motif permusuhan antara kedua negara dan dunia Islam dan Republik Islam Iran. Ini juga akan menghilangkan konsekuensi tidak langsung dan tidak berguna dari krisis ini. Namun, berbeda dengan pendudukan Nagorno-Karabakh yang dapat diselesaikan dengan persetujuan Baku dan Yerevan, pendudukan rezim Zionis hanya dapat diselesaikan dengan membubarkan rezim yang tidak memiliki hak atas rakyat asli Palestina.

Tujuan dari beberapa media dan tokoh Azerbaijan dalam membandingkan pendudukan Nagorno-Karabakh dengan pendudukan Palestina adalah untuk mempertanyakan posisi Iran dalam mendukung rakyat tertindas di Palestina dan pengabaian Iran atas pendudukan Nagorno-Karabakh. Hal penting lainnya adalah bahwa rezim Zionis selalu memiliki niat konspirasi dalam membangun hubungan dengan negara yang berbeda, dan hasil kehadirannya di banyak negara telah membawa bencana; Seperti kehadiran Israel di Kurdistan Irak, Darfur dan Sudan Selatan, Sudan, Kashmir di wilayah India dan Pakistan, yang kesemuanya itu, kehadiran Israel telah memperparah isu separatisme atau menyebabkan disintegrasi negara Islam besar seperti Sudan.

Di kawasan Kaukasus, dengan dalih kerjasama dan bantuan di bidang keamanan, militer dan persenjataan, Israel telah menjadikan sektor pertahanan, militer dan perminyakan Republik Azerbaijan sepenuhnya bergantung padanya dan memanfaatkan ketergantungan tersebut untuk menyulut perang Nagorno-Karabakh dan mempersulit upaya penyelesaian isu ini. Republik Islam Iran telah berulang kali mengajukan proposal penting ke Baku untuk menghilangkan ketergantungan Republik Azerbaijan pada rezim Zionis di bidang minyak, energi, keamanan dan pertahanan, tetapi yang mengejutkan, Baku telah menolak semua proposal tersebut.

Mengingat sifat politik krisis Nagorno-Karabakh, Republik Islam Iran menekankan perlunya solusi politik dan sipil untuk krisis tersebut, yang tidak dapat diselesaikan melalui perang dan konflik militer. Akan tetapi, rezim Zionis, berdasarkan sifatnya yang menghasut dan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari penjualan senjata ke Republik Azerbaijan dan penyitaan dolar minyaknya, mengipasi api perang Karabakh dan menghasut Republik Azerbaijan untuk melanjutkan perang. Adalah kepentingan Amerika Serikat dan rezim Zionis di kawasan untuk mengguncang dan mengguncang kawasan Kaukasus. Mereka berusaha untuk mengintensifkan dan mengabadikan ketidakamanan di Kaukasus dengan memusuhi Republik Islam Iran dan mencoba menghancurkan hubungan Republik Azerbaijan dengan Iran.

Namun, kita tidak dapat membayangkan berakhirnya konflik Nagorno-Karabakh dalam waktu dekat, karena tidak ada kemauan politik yang serius dalam pemerintahan Republik Azerbaijan dan mitra keamanan dan senjatanya untuk mengakhiri konflik, dan tidak ada kekuatan berpengaruh yang berniat untuk mengakhiri konflik. Mereka punya provokasi sendiri untuk mengakhiri konflik ini. Anehnya, di masa lalu, elemen lokal yang berafiliasi dengan rezim Zionis mencoba mengalihkan opini publik dengan menyembunyikan sifat mereka dan mengklaim dualitas posisi Iran terhadap Palestina dan Nagorno-Karabakh, namun belakangan ini karena tipu daya musuh, beberapa teman dan umat ​​beragama Republik Azerbaijan juga beranggapan bahwa Quds dan Nagorno-Karabakh adalah sama dan mengambil kesimpulan yang salah.

Sementara itu, pendekatan keliru menyamakan pendudukan Quds dan Karabakh serta kesimpulan yang salah dari kasus ini sejatinya membuat isu Karabakh semakin rumit dan mempersulit solusi krisis ini.

 

Platform media sosial Facebook ternyata tidak hanya melarang konten-konten berbau penentangan terhadap Holocaust, baru-baru ini bahkan mengarahkan akses para pengguna Facebook yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Holocaust ke sumber informasi yang dikehendakinya.

Menurut pengakuan pihak Facebook, para pengguna yang mencari informasi seputar Holocaust di Facebook, mereka akan diarahkan ke sumber-sumber informasi yang dikategorikan oleh Facebook sebagai sumber yang akurat dan kredibel. Suatu hari seorang penulis Libya, Osman Ismail terkait Holocaust, dan Zionis mengatakan, Zionisme ketakutan merujuk kepada sejarah, karena jangan-jangan mereka akan menemukan bahwa pembakaran manusia, genosida, dan kamar gas, ternyata sebuah kebohongan.
 
Menurut Osman Ismail dan orang-orang sepertinya yang banyak ditemui sekarang ini, mereka tidak bermaksud untuk menggugat sebuah realitas nyata, tapi sikap mereka lebih merupakan reaksi rasional atas sensitivitas kelewat batas yang ditunjukkan orang-orang Zionis dalam menjaga mitos yang selalu menutupi realitas sebenarnya terkait kejadian itu. Membahas mitos yang hanya memberikan banyak keunggulan kepada pencetusnya, dan tidak pernah mampu memanfaatkan etnis-etnis berpengaruh, semacam kelompok ekstrem Yahudi dan non-Yahudi, yang memiliki keyanian Zionisme, tidak pernah diungkap dalam kajian Holocaust. 
 
Konon katanya dokumen berusia 70 tahun terkait Holocaust disimpan di Jerman, dan hanya segelintir orang khusus yang diperbolehkan mengakses serta mempelajarinya. Dalam beberapa dekade terakhir, Zionis mereaksi bermunculannya keraguan soal Holocaust, dengan melakukan banyak langkah propaganda termasuk penerbitan buku, film, dan publikasi media. Buku “Memoirs of Adolf Eichmann”, dan film “Schindler's List” di antara karya yang menegaskan adanya peristiwa Holocaust, dan menjadikan cerita orang-orang Zionis seputar kejadian di masa itu sebagai dasar pembuatan karya tersebut.
 
Baru-baru ini langkah yang dilakukan Facebook, membuktikan bahwa orang-orang Zionis ketakutan jika sejumlah informasi, dan kenyataan terkait apa yang sebenarnya terjadi di masa Perang Dunia Kedua, terungkap. Direktur Facebook, Mark Zuckerberg mengumumkan kebijakan baru terkait masalah Holocaust, yang melarang unggahan status di Facebook yang mengingkari atau menyimpangkan Holocaust. Selain itu, saat pengguna Facebook melakukan pencarian di mesin pencari platform media sosial itu, mereka akan diarahkan ke sumber-sumber informasi yang dianggap Facebook, sebagai sumber yang kredibel. 
 
Zionis menyambut baik keputusan Facebook itu, dan mengatakan, pengingkaran terhadap Holocaust bukan sebuah pembahasan sejarah, tapi merupakan bentuk propaganda anti-Yahudi. Kementerian Luar Negeri rezim Zionis Israel pada 13 Oktober 2020 di akun resminya memuji keputusan terbaru Facebook dan menulis, pengingkaran terhadap Holocaust bukan masalah sejarah, tapi merupakan bentuk keganasan dari propaganda anti-Yahudi.
 
Rabbi kota Moskow, Rusia, Pinchas Goldsmith dalam konferensi kaum Yahudi Eropa berharap keputusan Facebook dapat dilengkapi dengan langkah selanjutnya. Ia mengatakan, hal ini terutama karena di masa pandemi Corona, kecenderungan sayap kanan ekstrem, dan statemen-statemen anti-Yahudi, banyak tersebar di media sosial.
 
Wakil ketua Komite Auschwitz Internasional, Christoph Heubner juga menyebut keputusan Facebook sebagai sebuah langkah simbolik yang sangat penting. Ia mengaku gembira karena Mark Zuckerberg akhirnya menyadari kekuatan, dan daya jangkau jaringan serta kehadirannya, juga pengaruh dan pemanfaatan kelompok-kelompok ekstrem kanan, dan anti-Yahudi.
 
Mark Zuckerberg sekitar dua tahun lalu dalam sebuah wawancara kontroversial mengaku tidak bersedia membantah Holocaust, dan melarang secara penuh status-status anti-Yahudi di Facebook. Ia menegaskan bahwa dirinya adalah seorang Yahudi, dan tersiksa dengan statemen-statemen anti-Yahudi, namun menurutnya, Facebook tidak berkewajiban menghapus segala sesuatu yang dianggap salah, karena kebanyakan masyarakat melakukan kesalahan dengan tidak disengaja.
 
Dengan sendirinya, bukan sesuatu yang mengejutkan jika Facebook dan perusahaan-perusahaan serupa di Amerika Serikat demi menjaga mitos pembantaian warga Yahudi, melakukan langkah-langkah semacam ini, dan meneriakkannya. Namun Facebook kali ini bukan saja melarang pernyataan-pernyataan yang mengkritisi Holocaust, tapi menyaring setiap infomasi yang bisa diakses pengguna Facebook terkait hal ini.
 
Hal yang dianggap lucu dalam masalah ini adalah pengakuan implisit Facebook atas pelanggaran prinsip kebebasan berpendapat. Facebook mengumumkan, meski terdapat perdebatan seputar kebebasan berpendapat dalam masalah ini, tapi kami sedang berusaha meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh pengingkaran terhadap Holocaust.
 
Ini bukan pertama kalinya, pihak-pihak yang mengklaim sebagai pembela kebebasan berpendapat melakukan hal semacam ini. Sampai sekarang aturan yang menetapkan hukuman penjara bagi pembakar bendera LGBT, penutupan akun media sosial mereka yang menyebarkan foto Letjend Qassem Soleimani, pelarangan publikasi surat Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar kepada pemuda Eropa, pencegahan produksi, dan pameran karya-karya seni-media penentang Holocaust, pemecatan reporter televisi, dan wartawan yang melawan Holocaust, dan ratusan peristiwa serupa, masih berlaku.
 
Kebijakan standar ganda, dan perilaku hipokrit terkait kebebasan berpendapat, sedemikian jelasnya sehingga sampai sekarang berulangkali kita menyaksikan protes tokoh-tokoh agama, dan politik dunia. Contoh terakhir karikatur menghina Nabi Muhammad Saw yang diterbitkan oleh majalah Prancis, Charlie Hebdo yang memicu reaksi keras dari umat Islam, dan berbagai tokoh politik serta budaya.
 
Perang Dunia Kedua yang pecah tahun 1939, dan berlangsung hingga tahun 1945-1946, adalah perang yang berpusat di Eropa, dan menyebabkan wilayah-wilayah lain dunia ikut menderita. Perang ini dilakukan oleh kubu yang terdiri dari Jerman, NAZI, bersama Italia fasis, dan imperium Jepang di satu sisi, melawan kubu seberang yang terdiri dari Prancis, Inggris, dan Cina bersama Uni Soviet dan Amerika.
 
Dalam perang ini hampir seluruh wilayah Eropa, dan beberapa bagian penting Asia serta Afrika tersulut api pertempuran, dan jumlah korban jiwa baik yang langsung maupun tidak langsung dalam perang ini mencapai jutaan orang. Dalam perang ini kerugian terbesar, dan korban jiwa terbanyak berasal dari kubu Jerman, Uni Soviet, Jepang, Cina, kemudian negara-negara Eropa lain. Kerugian paling sedikit dialami Amerika, namun mendapatkan keuntungan terbesar dari perang ini.
 
Peristiwa Holocaust terjadi di masa perang ini, dan orang-orang Yahudi mengatakan selama bertahun-tahun PD II, pemerintah Jerman berdasarkan pemikiran anti-Yahudi, dan rasisme Adolf Hitler, pertama mengeluarkan perintah pengumpulan orang Yahudi Jerman, dan negara lain yang didudukinya, kemudian menempatkan mereka di kamp-kamp konsentrasi, lalu memerintahkan pembantaian massal terhadap mereka.Orang-orang Yahudi dalam membela klaimnya bersandar pada istilah-isitilah semacam Final Solution yang ditemukan di beberapa dokumen Nazi, dan menurut mereka maksud dari Final Solution adalah genosida bangsa Yahudi.
 
Meski hasil penghitungan total korban jiwa akibat Holocaust yang diklaim Yahudi dari setiap kamp konsentrasi terkadang menembus angka 10 juta, namun pada akhirnya mereka bersepakat pada angka 6 juta orang. Mereka sekarang mengumumkan dengan tegas, lebih dari enam juta Yahudi tewas di kamp-kamp penampungan. Istilah Holocaust atau Savah menurut orang-orang Yahudi, menunjukkan arti pembantaian manusia dengan cara dibakar.
 
Dewasa ini, Holocaust berubah menjadi sebuah industri yang bisa mendatangkan keuntungan berlimpah, dan ia kemudian dikenal sebagai Industri Holocaust karena membawa keuntungan ekonomi yang besar bagi orang-orang Yahudi. Kepentingan ekonomi dari Holocaust tidak hanya terbatas pada ganti rugi yang harus dibayar Jerman selama bertahun-tahun kepada Israel, dan itu akan berlangsung hingga tahun 2030.
 
Holocaust saat ini menjadi dalih bagi penarikan bantuan ekonomi dalam jumlah yang sangat  besar, fasilitas ekonomi signifikan, dan fasilitas finansial serta ekonomi raksasa yang diberikan negara-negara Barat kepada orang-orang Yahudi. Selain kepentingan ekonomi, industri penuh untung ini juga membawa manfaat diplomatik, dan internasional yang banyak bagi Israel. Dukungan internasional, dan diplomatik Amerika serta negara-negara Barat terhadap Israel di arena internasional, dan masyarakat di dalam negeri, dibenarkan oleh Holocaust ini.
 
Bermain korban atau play victim yang terus dipertontonkan dalam setiap propaganda adalah bangunan asli peristiwa Holocaust, dan sumber keuntungan utama mereka dari klaim tersebut, bukan hanya manfaat-manfaat yang sudah disebutkan di atas, klaim itu bahkan telah menciptakan imej di benak publik dunia bahwa orang-orang Yahudi adalah manusia tanpa tanah air, yang terbuang dan tertindas.
 
Mereka berkesimpulan untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa, lebih baik agar orang-orang Yahudi itu diberi sepetak tanah di sudut dunia, dan hal inilah yang kemudian dijadikan Zionis untuk merampok rakyat Palestina, dan mendirikan pemerintahan. Oleh karena itu justifikasi tindakan Zionis, dan tersingkapnya kejahatan yang dilakukannya, serta ditutupinya genosida orang-orang Palestina oleh Yahudi, semua tercipta berkat industri Holocaust. 
 
Kenyataannya adalah sebagian besar penelitian tentang Holocaust, dilakukan bukan untuk menjelekkan nama komunitas Yahudi, tapi untuk memperjelas penyimpangan sejarah oleh Zionis, dan perlunya peninjauan ulang dalam penulisan sejarah dalam masalah ini.
 
Banyak bukti yang menunjukkan lembaga-lembaga Zionis di sejumlah negara termasuk Anti-Defamation League, ADL, Board of Deputies of British Jews, World Jewish Congress di Austria, American Jewish Committee, AJC, Cape South African Jewish Board of Deputies, Cape SAJBD, dan beberapa organiasasi sejenis, setiap tahun menganggarkan dana besar untuk menyebarkan propaganda dengan maksud menjaga Holocaust tetap hidup.
 
Organisasi-organisasi ini sangat ketakutan atas segala jenis pembicaraan, penelitian atau bahkan kecurigaan terhadap detail peristiwa PD II, dan mencegahnya. Sebagai contoh pada Januari 2020 digelar sebuah pertemuan bertema “World Holocaust Forum” kelima di Pelestina pendudukan.
 
Pertemuan ini dianggap sebagai pertemuan kontroversial, dan Presiden Polandia, Andrzej Duda dijadwalkan hadir di dalamnya, tapi karena tidak diberi kesempatan berbicara di podium, ia urung datang. Zionis mengundang Andrzej Duda datang ke Israel, tapi karena takut ia mengeluarkan statemen yang mengungkap realitas Holocaust, akhirnya ia tidak diizinkan berpidato.
 
Kejadian ini sekali lagi memunculkan pertanyaan apakah Zionis menyembunyikan sesuatu atau telah menyampaikan informasi yang keliru kepada dunia. Pertanyaan yang dilemparkan kepada bos Facebook, Mark Zuckerberg, dan kebijakan barunya juga menimbulkan keraguan yang sama di benak publik internasional.

 

Barat mengklaim sebagai pengibar bendera hak asasi manusia, termasuk di bidang kebebasan berekspresi, tapi pada saat yang sama melanggarnya.

Contoh terbaru terjadi di Prancis dengan standar gandanya dalam kebebasan berekspresi. Negara-negara Eropa, khususnya pemerintah Perancis, secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam menghasut gerakan anti-Islam demi menangkal kehadiran umat Islam yang semakin meningkat di Eropa dengan tetap diam, bahkan  membela tindakan anti-Islam.

Mengingat negara itu memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa, Prancis secara alami telah menjadi sasaran serangan propaganda anti-Islam dalam konteks Islamofobia dan upaya untuk menghancurkan citra Nabi Muhammad Saw.

Kasus baru-baru ini mengenai pembunuhan seorang guru di Prancis bernama Samuel Patty, yang menunjukkan kepada murid-muridnya kartun Nabi Muhammad Saw yang baru-baru ini diterbitkan ulang di majalah Charlie Hebdo di kelas. Dia dibunuh pada malam 16 Oktober di sebuah jalan di kota Conflan-Sainte-Honorine, sekitar 30 km barat laut Paris. Polisi Prancis mengatakan pelaku seorang imigran dari Chechnya berusia 18 tahun.

Patty, yang mengajar sejarah dan geografi di sekolah menunjukkan majalah Charlie Hebdo awal bulan ini dalam diskusi tentang kebebasan berekspresi, dengan menampilkan beberapa kartun yang merendahkan Nabi Muhammad Saw kepada siswa. Dia telah meminta siswa Muslim di kelas untuk meninggalkan kelas jika mereka merasa dilecehkan. 

Orang tua dari beberapa siswa Muslim mengeluh kepada sekolah tentang perilaku Patty di sekolah, dan guru menerima beberapa pesan ancaman. Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan insiden itu sebagai "serangan teroris oleh Islamis" dan mengklaim bahwa guru berusia 47 tahun itu dibunuh karena "mengajarkan kebebasan berekspresi" kepada murid-muridnya.

"Itu adalah serangan terhadap Republik Prancis dan nilai-nilainya, dan perang Prancis melawan terorisme Islam adalah perjuangan eksistensial," kata Macron. Dalam pidatonya, Presiden Prancis tidak menyebutkan motif pembunuh dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. Tak lama setelah kejadian ini, imam Masjid Muslim Bordeaux dan banyak pemimpin Islam di Prancis mengutuknya.

Menteri pendidikan Prancis juga menyebut aksi ini sebagai serangan terhadap Republik Prancis. Langkah itu bertepatan dengan serangan terhadap kantor Charlie Hebdo lima tahun lalu, yang menarik banyak perhatian media dan publik internasional.

Tapi tampaknya ada hal yang terlewatkan dalam hal ini bahwa Macron dan pemerintah Prancis. Mereka bukannya mengambil langkah-langkah untuk mengurangi serangan propaganda terhadap Islam dan Muslim, terutama Nabi Muhammad Saw, tapi membiarkan bahkan mendukungnya atas nama kebebasan berekspresi. Faktanya, dengan pendekatannya saat ini, ia menghasut dan mendorong semakin banyak munculnya gerakan anti-Islam yang mengarah pada reaksi seperti insiden baru-baru ini di pinggiran kota Paris.

Pada awal September 2020, Charlie Hebdo menerbitkan ulang karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw ditambah tulisan provokatif "milik sejarah dan sejarah tidak dapat ditulis ulang atau dihapus."

Faktanya, tindakan penghinaan ini dianggap sebagai tanda kelanjutan dari pendekatan permusuhan terhadap Islam dengan tujuan menghancurkan citra agung dan luhur Nabi Muhammad Saw. Dua belas kartun yang menghina Nabi Islam pertama kali diterbitkan di sebuah surat kabar Denmark pada tahun 2005, dan Charlie Hebdo pertama kali menerbitkan kartun tersebut pada tahun 2006.

Langkah tersebut disambut dengan protes luas oleh umat Islam di seluruh dunia, dan kantornya diserang pasukan bersenjata pada tahun 2015 karena kelalaian, bahkan cemoohan dari stafnya.

Setelah serangan tahun 2015 di kantor Charlie Hebdo, partai-partai sayap kanan seperti Front Nasional, yang dipimpin oleh Marine Le Pen, melihatnya sebagai kesempatan emas untuk melancarkan gerakan menentang Islam sambil mendulang dukungan suara warga Prancis.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut penistaan ​​agama sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dalam sebuah pernyataan terang-terangan setelah protes baru-baru ini di dunia Muslim terhadap Charlie Hebdo. "Saya di sini untuk mempertahankan kebebasan ini," klaimnya.

Meski menghina agama sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, beberapa negara Barat  mengkriminalisasi orang yang menyangkal peristiwa Holocaust.

Macron telah menggunakan isu kebebasan berekspresi untuk membenarkan tindakan Charlie Hebdo, padahal bertentangan dengan norma internasional, terutama tentang multikulturalisme.

Para ahli menunjukkan pada kontradiksi antara pembelaan Macron atas penghinaan yang dilakukan Charlie Hebdo terhadap agama Islam, dan kaitannya dengan kebebasan berekspresi, padahal perkataan yang mendorong kebencian bertentangan dengan hukum Prancis.

Macron mengklaim bahwa bersama dengan "kebebasan berekspresi, ada kewajiban untuk mencegah ujaran kebencian". Namun, pertanyaannya adalah apakah izin pemerintah Prancis untuk menerbitkan kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw oleh Charlie Hebdo dan pembelaan Macron atas fungsi ini bukannya akan meningkatkan kebencian orang Eropa dan kecurigaan mereka terhadap Islam dan Muslim dengan menghadirkan citra yang tidak realistis mengenai Nabi Muhammad Saw. Jelas bahwa dengan berlanjutnya pandangan seperti ini tidak hanya akan meneruskan tindakan ofensif, tetapi juga akan memperluas gerakan anti-Islamis di Eropa dan akan memperluas cakupan tindakannya. 

Menurut Abdul Latif Nazari, seorang politisi dan pakar urusan internasional Afghanistan menilai langkah keji ini tidak hanya melukai hati umat Islam, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekstremisme dan terorisme. Umat ​​Islam berharap pemerintah Prancis tidak membiarkan kebebasan berekspresi menyinggung jutaan Muslim di dunia.

Persoalan penting lainnya di negara-negara Barat, terutama di Eropa yang menunjukkan standar ganda dalam kebebasan bereskpresi mengenai langkah pemerintah Konservatif yang menginstruksikan kepala sekolah dan guru untuk menghapus pelajaran tentang anti-kapitalis dari buku teks. The Guardian menerbitkan sebuah laporan pada 27 September yang mengungkapkan perintah Kementerian Pendidikan Inggris kepada kepala sekolah dan guru untuk melarang pengajaran apapun yang bertentangan dengan kapitalisme.

"Ideologi anti-kapitalis sering mengarah pada posisi politik ekstremis dan meningkatkan kebebasan berekspresi, pembatasan dan tindakan kriminal dan ilegal di masyarakat," tulis The Guardian. "Dalam situasi apa pun sekolah tidak boleh menggunakan sumber daya pendidikan yang disediakan oleh lembaga ekstremis untuk memotivasi  siswa untuk mempelajarinya," tegas media Inggris ini.

Tariq Ali, seorang penulis dan aktivis sosial menyatakan bahwa pada dasarnya keputusan dan pemikiran seperti itu sebagai tanda kemunduran dan kebangkrutan politik dan moral dari arus yang berkuasa di Inggris. Ia menulis, “Kenyataannya di era internet dan media sosial, ada begitu banyak kata yang tidak lebih dari kebodohan daripada negara dan penyensoran yang meluas. Faktanya adalah bahwa hukum semacam itu pada dasarnya tidak efektif. Alasannya sangat sederhana. Jika Anda memasukkan sesuatu ke dalam daftar hal-hal terlarang, maka Anda secara praktis telah mendorong kaum muda yang berada di puncak keingintahuan untuk mempelajarinya.

The Guardian menulis, "Tepat di tengah geografi yang telah mengalami Revolusi Industri dan Pencerahan, sangat sulit memberikan perintah tegas untuk menghapus konten tertentu". Menurut John McDonald, mantan presiden University of Warwick, "Undang-undang dan upaya untuk menegakkannya tidak lebih dari sifat Partai Konservatif,".

Faktanya, dukungan penuh dari pemerintah dan presiden Prancis untuk tindakan anti-Islam dan propaganda penghinaan kepada Nabi Muhammad Saw serta larangan pemerintah Konservatif Inggris untuk mengajarkan materi anti-kapitalis di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa pemerintah Eropa dan juga Amerika Serikat menghormati kebebasan berekspresi hanya jika itu untuk kepentingan mereka dan sistem kapitalis, tapi pada saat yang sama melancarkan propaganda negatif melawan pemikiran saingan dan anti-Barat seperti Islam yang dianggap sebagai ancaman mereka. Inilah wajah standar ganda Barat.

Para malaikat berduka atas syahidnya Imam Hasan al-Askari as yang terjadi pada 8 Rabiul Awwal tahun 260 Hijriyah. Imam yang suci dan keturunan Ahlul Bait ini gugur di tangan penguasa lalim, al-Mu’tamid Abbasi.

Perilaku dan ucapan Imam al-Askari as, semuanya mengandung pelajaran cinta, makrifat, akhlak, keutamaan, dan kemanusiaan. Munajat cinta yang ia panjatkan menembus alam malakut dan ibadahnya di malam hari menghidupkan ingatan tentang sosok Imam Ali as, mengingatkan orang pada munajat yang dilakukan oleh leluhurnya, Sayidah Fatimah az-Zahra as. Sujudnya yang panjang menghidupkan memori tentang Imam Sajjad, dan keterasingannya dalam penjara sama seperti yang dialami Imam Musa al-Kazim as.

Pemuda 28 tahun ini bukanlah manusia biasa, tetapi intisari dari semua kebaikan dan kebesaran jiwa. Kita mengucapkan belasungkawa atas kesyahidan imam besar ini dan menyampaikan salam kepadanya. “Salam atasmu wahai penunjuk jalan umat, salam atasmu wahai perantara nikmat, salam atasmu wahai mutiara ilmu, salam atasmu wahai bahtera yang sabar, dan salam atasmu wahai ayah dari Imam al-Muntazar (Imam Mahdi as).”

Imam Hasan Askari as adalah pemimpin kaum Muslim yang ke-11. Imam yang menghabiskan hidupnya yang singkat (28 tahun) di sebuah garnisun di kota Samarra, bersama dengan ayahnya Imam Ali al-Hadi as. Mereka berada di bawah pengawasan yang sangat ketat oleh penguasa lalim, para khalifah Dinasti Abbasiyah.

Setelah ayahnya gugur syahid, situasi mencekam ini terus berlangsung dan ia berulang kali dipenjara oleh para tiran saat itu. Padahal, keimanan, kemuliaan, kebesaran, keutamaan, kesempurnaan, dan kepribadian luhur Imam al-Askari as diakui oleh para penguasa Abbasiyah.

Salah satu menteri penting Dinasti Abbasiyah, Ubaidillah bin Khaqan berkata kepada putranya, Ahmad, “Aku tidak melihat atau mengenal pria di Samarra di antara pembesar Alawi seperti Hasan bin Ali (Imam al-Askari). Jika kekhalifahan Bani Abbasiyah berakhir, maka tidak ada seorang pun dari Bani Hasyim yang pantas menjadi khalifah kecuali Hasan al-Askari, karena ia memiliki keutamaan, ilmu, kesalehan, kesabaran, zuhud, ahli ibadah, berakhlak mulia, dan kebaikan-kebaikannya membuat ia berhak atas posisi khalifah, dan tidak ada yang seperti dia.”

Imam Hasan al-Askari as adalah sosok yang paling berbudi luhur dan paling saleh di masanya. Tidak ada yang seperti dia dalam masalah ibadah dan munajat kepada Allah Swt. Dia begitu khusyu’ dalam beribadah dan bermunajat sehingga memesona semua hati dan mengingatkan orang lain tentang Tuhan.

Imam al-Askari membimbing bahkan orang-orang yang sesat ke jalan yang lurus dan membuat mereka menjadi ahli ibadah dan ahli tahajud. Daya tarik dari makrifat yang dimilikinya telah menarik bahkan orang-orang yang paling jahat, dan karena aura kesalehannya, mereka berubah menjadi manusia terbaik.


 

Beberapa pejabat Dinasti Abbasiyah memerintahkan Saleh bin Wasif, kepala penjara untuk bersikap keras terhadap Imam al-Askari as. Mereka berkata kepada Wasif, "Tekan Abu Muhammad semampumu dan jangan biarkan ia menikmati kelonggaran!" Saleh bin Wasif menjawab, "Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah menempatkan dua orang terkejam dari bawahanku untuk mengawasinya, keduanya sekarang tidak hanya menganggap Abu Muhammad sebagai tahanan, tapi mereka juga mencapai kedudukan yang tinggi dalam ibadah, shalat, dan puasa."

Para pejabat tersebut kemudian memerintahkan Wasif untuk menghadirkan kedua algojonya itu. Mereka berkata kepada para algojo itu, "Celaka kalian! Apa yang telah membuat kalian lunak terhadap tahanan itu?" Mereka menjawab, "Apa yang harus kami katakan tentang seseorang yang hari-harinya dilewati dengan puasa dan seluruh malamnya dihabiskan dengan ibadah? Ia tidak melakukan pekerjaan lain kecuali beribadah dan bermunajat dengan Tuhannya. Setiap kali ia menatap kami, wibawa dan kebesarannya menguasai seluruh wujud kami."

Para penguasa Abbasiyah yang kejam, sangat takut terhadap aura kesalehan dan kepribadian luhur para imam maksum sehingga selalu menjauhkan mereka dari umatnya.

Imam Hasan al-Askari as, seperti para leluhurnya, adalah sosok yang dermawan dan dalam banyak kesempatan, ia memenuhi kebutuhan orang lain sebelum orang tersebut meminta kepadanya. Memperhatikan kaum papa dan memenuhi kebutuhan mereka adalah salah satu perilaku mulia Imam al-Askari.

Abu Yusuf, penyair Dinasti Abbasiah berkata, "Saya pernah mengalami kondisi yang sangat sulit. Saat itu saya baru mempunyai seorang anak. Kondisi sulit saat itu membuat saya menulis surat ke para pembesar Bani Abbas dan menyampaikan problemanya kepada mereka. Namun sangat disayangkan, mereka sama sekali tidak peduli. Di tengah rasa pesimis, saya teringat pada Imam Hasan al-Askari as. Kemudian, saya mendatangi rumah beliau. Saat itu, saya ragu; Apakah saya harus menyampaikan kesulitan ini kepada Imam al-Askari? Sebab, saya khawatir, imam tak akan membantu karena tahu bahwa saya pernah menjadi penyair Dinasti Abbasiyah. Kegelisahan terus mengitari benakku. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk mengetuk pintu rumahnya. Tidak lama setelah saya mengetuk, pintu rumah terbuka dan berdiri seorang sahabat imam membawa sekantong uang. Sahabat Imam itu berkata, "Ambillah uang 400 dirham ini! Imam as berpesan, “Gunakanlah uang ini untuk anakmu yang baru lahir. Dengan keberadaan anak itu, Allah Swt memberikan berkah dan kebaikan kepadamu." Menyaksikan peristiwa tersebut, saya benar-benar terkejut dan bersyukur kepada Allah.”

Selama enam tahun masa kepemimpinannya, Imam al-Askari as menghadapi situasi yang sulit dan penuh rintangan, sebab para penguasa Abbasiyah menerapkan pembatasan yang ketat dan mengawasi gerak-gerik imam. Meski demikian, Imam al-Askari as tetap memimpin serangkain kegiatan politik dan sosial secara diam-diam.

Para imam maksum dan masyarakat Syiah telah membangun jaringan komunikasi di berbagai kota selama bertahun-tahun, dan jaringan ini semakin meluas pada masa Imam al-Askari as. Ia menempatkan orang-orang kepercayaan di berbagai kota penting di Irak, Iran, dan daerah lain yang dihuni kaum Muslim. Masyarakat melalui perwakilan ini, menyampaikan surat, khumus, dan persoalannya kepada Imam Hasan al-Askari as dan kemudian memperoleh jawaban darinya.

Jaringan penghubung ini sangat tertutup dan hanya para pengikut setia imam yang mengetahui adanya jaringan ini. Sebagai contoh, Utsman bin Said, seorang sahabat penting imam selalu mendatangi beliau dengan menyamar sebagai penjual minyak. Imam Hasan al-Askari as menyimpan sebagian surat yang ditujukan kepada wakil-wakilnya di kedai minyak milik Utsman bin Said.


Dalam situasi apapun, para imam maksum as tidak pernah melalaikan tugas-tugas yang diembankan oleh Allah Swt kepadanya dan mereka mengambil langkah-langkah efektif untuk membimbing masyarakat ke arah keutamaan dan kebaikan, serta menghapus keraguan dari relung kaum Muslim.

Di tengah tekanan dan kondisi mencekam, Imam al-Askari as berhasil mendidik murid-muridnya, yang kemudian memainkan peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam dan memberantas syubhat. Syeikh Thusi mencatat jumlah murid Imam al-Askari melebihi dari 100 orang, di mana antaranya adalah tokoh-tokoh besar seperti, Ahmad Asy'ari Qummi, Usman ibn Sa'id Amri, Ali ibn Ja'far, dan Muhammad ibn Hasan Saffar.

Pengaruh pemikiran dan spiritualitas Imam al-Askari as membuat para penguasa Abbasiyah ketakutan. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk membunuhnya. Penguasa Dinasti Abbasiyah akhirnya menyusun sebuah skenario pembunuhan Imam al-Askari. Ia syahid setelah beberapa hari menahan rasa sakit akibat diracun oleh Mu’tamid Abbasi.

Namun, penguasa lalim tidak berhasil memadamkan cahaya hidayah Imam al-Askari as, karena ia meninggalkan seorang pewaris yang saleh, juru selamat bagi umat manusia, serta pembawa pesan keadilan dan perdamaian yaitu Imam Mahdi as.

Imam Hasan al-Askari berkata, “Segala puji bagi Allah Swt karena Dia tidak mengambilku dari dunia ini tanpa menunjukkan kepadaku seorang pengganti. Ia (anakku) yang paling dekat dengan Rasulullah dalam hal perawakan dan karakternya. Allah akan menjaganya ketika ia dalam kegaiban sampai kemudian Dia akan memunculkannya untuk memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan.” 

Rabu, 04 November 2020 16:14

Persatuan, Kunci Kemenangan Umat Islam

 

Islam adalah agama persatuan, empati, welas asing dan cinta damai, serta penolakan terhadap kekerasan. Persatuan menjadi salah satu fondasi utama dunia Islam untuk mengatasi berbagai masalah yang merintanginya. Tetapi mengapa faktanya terjadi perpecahan di dunia Islam hari ini?

Untuk menjawab pertanyaan ini, seseorang tidak dapat mengabaikan fakta bahwa akar dari perpecahan tersebut karena menjauhkan diri dari kebenaran Islam dan mengabaikan elemen vital persatuan Islam. Sayangnya, terlepas dari kapasitas Islam untuk mempromosikan wacana persatuan, dunia Islam belum bisa menikmati persatuan dan kohesi politik yang layak diterimanya.

Kekurangan ini telah menciptakan ruang bagi kemunculan dan penyebaran gagasan ekstremisme dan jahiliyah modern. Ironisnya, para penguasa segelintir negara Muslim seperti Arab Saudi justru menjadi pelopor perpecahan dan menodai wajah Islam yang sebenarnya.

Dalam hal ini, musuh Islam, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Israel, dengan bantuan beberapa pemerintahan Arab yang reaksioner, tidak berhenti merencanakan perpecahan di negara-negara Muslim. Tren ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari kebijakan yang sama pada periode kolonialisme yang menerapkan slogal kolonial Inggris, "Pecah belah dan kuasai".

Rezim Zionis dan Amerika Serikat adalah penyebab utama perpecahan di tubuh umat Islam. Kecenderungan menyimpang ini telah terjadi selama satu abad terakhir, terutama dalam dua dekade milenium ketiga yang  menyingkirkan kebajikan dan nilai moral,serta menggantinya  dengan perilaku jahat.

Pengaruh arus menyimpang ini dapat dilihat pada masalah sosial, ekonomi dan politik dunia Islam. Kita menyaksikan pergolakan politik minus moral di banyak negara kawasan dengan berbagai peristiwa getirnya. Penggunaan perang dan kekerasan terhadap negara-negara Muslim telah digunakan dengan tujuan untuk mengganggu persatuan umat Islam.

"Perbedaan perdapat wajar terjadi di antara sesama umat Islam, tetapi persatuan dan persaudaraan sangat penting dan harus diprioritaskan untuk menghadapi musuh," kata Ali Akbar Velayati, sekretaris jenderal Dewan Kebangkitan Islam Sedunia.

Musuh-musuh Islam sangat menyadari bahwa perpecahan sengaja disulut untuk mematahkan perlawanan Islam dan menghilangkan rintangan ekspansionisme Amerika dan Israel di kawasan. Musuh menyulut perpecahan dan mempromosikan terorisme di bawah panji kelompok-kelompok teroris seperti Daesh dan Jabhat al-Nusra dan lainnya

Kebijakan utama Amerika melawan Islam dan Muslim adalah menghasut perang, dan keinginan jahatnya adalah membunuh Muslim di tangan satu sama lain.

Tidak diragukan lagi, apa yang telah kita saksikan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Afghanistan, Suriah, Irak dan di Gaza, Yaman, Bahrain dan negeri-negeri Islam lainnya di Afrika sebagai kelanjutan dari proses konspirasi musuh untuk melemahkan umat Islam.

Dalam situasi seperti itu, kembali ke nilai dan prinsip persatuan Islam dengan berpijak pada Al-Quran dan Nabi Muhammad Saw  menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi masalah dunia Islam dewasa ini. Sebab, persatuan Islam bertentangan dengan keinginan musuh-musuh Islam yang di semua era, dan terutama di periode ini yang terus menerus berupaya melemahkan umat Islam.  

Ancaman yang dihadapi umat Islam dan nilai-nilai agama saat ini adalah kekerasan dan perpecahan atas nama Islam. Aparat propaganda Barat mencoba melemahkan Umat Islam dengan mendiskreditkan Islam dan menghancurkan bangsa. Tidak diragukan lagi, mengungkap konspirasi ini dan menggagalkannya merupakan tanggung jawab yang besar. Bertindak atas tanggung jawab ini dalam situasi kritis dapat mengalahkan banyak konspirasi musuh.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei dalam pidatonya yang disampaikan dalam acara Maulid Nabi Muhammad Saw, dan kelahiran Imam Ja'far Sadiq  yang dihadiri para pejabat tinggi Iran dan duta besar negara-negara Muslim mengatakan, "Amerika, rezim Zionis, rezim reaksioner dan pengekornya sebagai Firaun dunia modern". Mengenai sepak terjang  AS dalam menciptakan perselisihan dan perang di tubuh Umat Islam, Rahbar menegaskan, "Beberapa politisi Amerika suka atau tidak mengakui  harus ada perang dan konflik di kawasan Asia Barat sehingga rezim Zionis berada di zona aman dan tubuh berdarah dunia Islam tidak akan bisa meraih kemajuan,".

Di bagian lain pernyataannnya, Ayatullah Khamenei menyinggung masalah Palestina dengan menekankan, "Masalah Palestina saat ini berada di puncak masalah politik Umat Muslim dan setiap orang berkewajiban untuk bekerja dan berjuang untuk kebebasan dan keselamatan rakyat Palestina."

Tidak diragukan lagi, kehormatan dunia Islam adalah perlawanan menghadapi penindas dan kubu imperialis.Poin penting di bidang ini mengenai pendekatan pada fondasi berharga persatuan Islam dan kembalinya identitas Islam yang sebenarnya. Persatuan memiliki peran mendasar dalam proses transformasi dan perubahan masyarakat Islam dan negara-negara tertindas di manapun di dunia, dan merawatnya memiliki dampak yang besar dalam membebaskan dunia Islam dari dominasi dan pengaruh sistem hegemonik dunia.

Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani, menekankan urgensi persatuan umat Islam pada Konferensi Internasional ke-31 tentang Persatuan Islam dengan mengatakan, "Tugas besar kita adalah menyembuhkan luka-luka di tahun-tahun terakhir yang telah diciptakan oleh kolonialisme, imperialis dan hegemon global, dan kini hal ini menjadi misi dan tugas kami yang harus diproritaskan."

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…