کمالوندی

کمالوندی

 

Di masa Imam Jafar Shadiq as, mazhab Syiah mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat, dan madrasah Imam Jafar membuka kesempatan untuk menghidupkan kembali ajaran Islam secara luas.

Rasionalitas, pemahaman agama yang mendalam, menjauh dari fanatisme tak berdasar, dan sikap inovatif terhadap fikih, merupakan karakteristik madrasah Imam Shadiq as yang menyebabkan aliran ini dinamis.
 
Hari ini, rumah Imam Kelima Syiah diterangi cahaya kelahiran Imam Jafar Shadiq as. Imam Shadiq adalah putra Imam Muhammad Baqir as, dan beliau menimba ilmu pengetahuan yang sangat luas dari ayahnya.
 
Masa Imam Shadiq yang penuh gejolak, adalah masa beradunya berbagai aliran, dan bertarungnya beragam aliran pemikiran filsafat serta teologi. Hal ini terjadi karena persentuhan bangsa-bangsa Muslim dengan masyarakat dari negara-negara yang dikuasai, dan hubungan pusat-pusat Islam dengan dunia luar. Pada kondisi seperti ini, Imam Shadiq berpikir untuk menyelamatkan masyarakat Muslim dari kondisi kekufuran, ketidakberagamaan, dan mencegah penyimpangan prinsip serta ajaran Islam.
 
Di masa itu, banyak aliran pemikiran, bahkan yang di luar Islam, mengancam keyakinan umat Islam, dan Imam Shadiq bangkit membela agama secara rasional. Beliau mengenalkan akidah, ahkam, dan tauhid dari sudut pandang Syiah, dan menyampaikan argumen serta logika Syiah kepada aliran-aliran pemikiran menyimpang, pasalnya mengenalkan agama dan membelanya dengan argumen akal, dapat memperkuat dan mengokohkan agama, memuluskan jalan penerimaan agama, dan mengokohkan kebenaran mazhab serta posisi para Imam Maksum as.
 
Imam Shadiq menerima hakikat agama dari Nabi Muhammad Saw, dan Nabi mendapatkannya langsung melalui perantara wahyu. Oleh karena itu, Imam Shadiq dalam berhadapan dengan berbagai aliran, mengedepankan sikap selektif, rasional, dan kritis, dan saat berhadapan dengan berbagai aliran, jika melihat ada kebenaran pada aliran-aliran itu, maka beliau akan mengkonfirmasinya, dan jika menemukan kesalahan, beliau akan menolaknya.
 
Karena ilmu pengetahuan, dan rasionalitas memainkan peran kunci dalam membimbing umat manusia, meningkatkan ilmu pengetahuan, dan rasionalitas umat manusia menjadi perhatian paling penting Imam Shadiq. Kemurnian, dan keabadian pemikiran Syiah adalah tujuan penting yang berusaha dicapai Imam Shadiq. Jika sebuah pemikiran berlandaskan akal sehat, maka jelas ia akan memiliki kemurnian.
 
Pemikiran-pemikiran yang bangkit dari nafsu atau politik dan terkait dengan sebagian kepentingan manusia, tidak akan memiliki nilai serta kemurnian. Nilai sebuah pemikiran terletak pada fondasi-fondasi penyokongnya yang benar dan kokoh. Imam Shadiq di masa hidupnya telah membuktikan dengan baik bahwa pemikiran Islam berlandaskan logika, dan akal.
 
Dengan memperhatikan riwayat-riwayat Imam Maksum as, kita akan melihat dengan jelas manifestasi rasionalitas dalam pernyataan-pernyataan mereka. Riwayat semacam ini banyak ditemui berasal dari Imam Shadiq.
 
Sebagai contoh, pernyataan Imam Shadiq terkait pentingnya akal. Beliau berkata, Allah Swt menciptakan akal dari cahaya-Nya, dan menjadikannya lebih unggul dari semua ciptaan. Beliau juga menganggap akal sebagai batas antara iman, dan kufur. Imam Shadiq bersabda, tidak ada jarak antara iman dan kufur kecuali lemahnya akal. Berdasarkan riwayat ini, akal manusia yang tidak terdapat keraguan, kekufuran, dan hawa nafsu di dalamnya, membuktikan urgensitas iman, dan dipilihnya kekufuran adalah bukti tidak digunakannya akal.
 
Imam Shadiq di riwayat lain kepada Hisham bin Hakam bersabda, Allah Swt menganugerahi manusia dua pembimbing, yang pertama pembimbing eksternal seperti para nabi dan imam, dan yang kedua pembimbing internal yang terdapat di dalam diri manusia, dan itu adalah akal. Oleh karena itu, salah satu tolok ukur nilai sebuah aliran pemikiran adalah akal, dan aliran yang tidak menganggap akal bernilai, tidak perlu diperhatikan.
 
Nilai dan kemurnian pemikiran Imam Shadiq selain perhatian terhadap akal, juga menganggap penting ilmu pengetahuan. Jika sebuah aliran menganggap ilmu pengetahuan penting, maka ia memiliki nilai tinggi. Sebuah aliran pemikiran yang mendorong masyarakat kepada kebodohan, dan meliburkan potensi akal manusia, sama sekali tidak bernilai, bahkan bisa dikatakan berbahaya.
 
Sejarah mencatat aliran-aliran pemikiran yang memunggungi akal manusia, sebenarnya sedang berusaha menjajah pemikiran manusia, sehingga membuat kosong, dan rapuh diri mereka dari dalam, dan menggantikan Tuhan sebagai poros, dengan ego.
 
Sementara banyak riwayat Imam Shadiq yang menganjurkan untuk menuntut ilmu, dan menggunakan akal. Mazhab Syiah yang selalu mengajak masyarakat untuk memperdalam agama Tuhan, dan Imam Maksum as, dan merupakan manifestasi dari seluruh ajaran Ilahi, selalu bersandar pada hakikat akal, dan ilmu, dan mengajak para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama. 
 
Imam Shadiq mengajarkan fikih sesuai syariat Islam kepada murid-murid, dan para penuntut ilmu, sehingga dikenalah istilah Fikih Jafari. Imam Shadiq mengajar sekitar 20.000 murid, dan mereka menyebarkan Islam dan Syiah ke seluruh penjuru dunia Islam.
 
Ilmu fikih yang sekarang berada di tangan kita, sebagian besar bersumber dari hadis-hadis fikih yang dikutip dari Imam Shadiq. 400 sahabat Imam Shadiq mencatat hadis-hadis dari beliau yang berasal dari ayah-ayah beliau, kemudian mereka menyampaikannya kepada Imam Shadiq, jika benar, beliau akan mengkonfirmasinya, dan dijadikan ahkam, serta aturan fikih.
 
Di bidang tafsir, tafsir paling benar, dan paling bisa dipercaya karena tersambung langsung kepada ayah-ayah beliau sampai Nabi Muhammad Saw adalah tafsir Imam Shadiq. Di antara tafsir yang dikutip oleh murid-murid Imam Shadiq, dan dihimpun oleh para ulama tafsir, dan sampai ke tangan kita, adalah tafsir Al Tibyan, dan Majma Al Bayan yang memanfaatkan penjelasan berharga Imam Shadiq dan para Imam lainnya.
 
Di bidang teologi, dan akidah, perhatian Imam Shadiq juga sangat tinggi, dan beliau membentuk sebuah fondasi ajaran Jafari di bidang teologi, dan akidah, serta penjelasan akidah berdasarkan argumen, bukti logika, dan akal. Di bidang ini Imam Shadiq mendidik banyak murid untuk membantu masyarakat, dan menjawab pertanyaan serta keraguan mereka, dan Hisham bin Hakam salah satu yang paling terkenal.
 
Kitab Tauhid Al Mufadhal adalah catatan kata-kata Imam Shadiq tentang akidah yang beliau jelaskan kepada Mufadhal bin Umar Ju’fi. Di bidang kesehatan, dan kedokteran, Imam Shadiq menyampaikan bimbingan serta pendidikan medis, dan mendidik banyak murid di bidang ini.
 
Keluasan ilmu Imam Shadiq mempengaruhi masyarakat dunia, dan berbagai aliran pemikiran serta mazhab Islam dan non-Islam. Salah satu murid terkenal Imam Shadiq adalah Jabir bin Khayyan, ilmuwan Iran, bapak ilmu kimia.
 
Salah satu prinsip debat adalah memusatkan perhatian pada poin-poin yang menjadi kesamaan dua pihak, dan berpikir juga berasal dari bab ini, dan jelas bahwa dalam pembahasan akidah, harus dicapai titik persamaan yang disepakati kedua pihak, dan itu adalah kaidah logika, dan akal. Debat-debat yang dilakukan Imam Shadiq dengan para ahli dari berbagai mazhab dan agama, pada akhirnya mengalahkan mereka karena beliau menggunakan pemikiran, dan argumen logika untuk membuktikan kebenaran.
 
Di bidang pendidikan yang sampai ke tangan kita dari Imam Shadiq adalah Shahifah Shadiqiyah yang meliputi doa beliau untuk mendidik masyarakat, dan mukmin, dan dengan cara tertentu beliau bermunajat kepada Allah Swt dengan doa-doa tersebut.
 
Para pemuka agama, dan mazhab berbeda mengakui bahwa kemunculan aliran Takfiri hari ini adalah buah dari kejumudan berpikir, dan keluar dari garis rasionalitas, serta logika dalam akidah, pemikiran agama dan mazhab. Tidak diragukan, mengikuti logika agama dan madrasah Jafari dapat menjadi garis efektif untuk membimbing pemikiran, dan keyakinan umat manusia, serta mengantarkan masyarakat kepada kebahagiaan, kesadaran dan kemanusiaan, dan apa yang bisa menyatukan umat Islam adalah kembali kepada sumber asli Islam hakiki.
 
Di akhir tulisan ini kami ingin menyampaikan kepada Imam Shadiq, Wahai Shadiq Aali Muhammad, Syiah mendengar suara nafasmu di setiap kitab, dan semua yang kami miliki berasal dari logika mentarimu. Wahai Hujjat Allah Swt, Engkau mengenalkan hakikat murni Muhammadi kepada para pecinta Ahlul Bait as, dan Engkau datang agar semua orang memahami bahwa pakaian usang yang dikenakan para khalifah, bukanlah Islam. Ya Allah, di hari kelahiran Imam Shadiq, kami memohon agar Engkau menjadikan kami bagian dari rantai murid-murid Imam Shadiq, dan menikmati lezatnya pengetahuan Jafari. 

 

Dunia Islam saat ini didera banyak masalah dan penderitaan. Padahal agama Islam telah menawarkan jalan keselamatan dan kebahagiaan bagi manusia yang mengikutinya.

Penelitian dan studi sosiologis menunjukkan bahwa tidak semua masalah di dunia Islam dipicu masalah internal, tetapi faktor utama yang menimpa negara-negara Muslim akibat dari penetrasi ide-ide Barat dan pengaruh lembaga-lembaga think tank Barat.

Kebijakan Republik Islam Iran melawan konspirasi ini sebagai bagian dari kewajiban teologisnya dengan menekankan perlunya kembali pada prinsip persatuan Islam.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei dalam pidatonya menjelaskan urgensi masalah ini dan faktor-faktor pemecah belah dunia Islam. Rahbar mengatakan, "Persatuan ulama dan cendekiawan Muslim untuk menemukan solusi Islam dalam cara hidup Islami, kerja sama universitas Islam untuk mempromosikan sains dan teknologi dan membangun fondasi peradaban baru,". Untuk mendukung masalah ini, Ayatullah Khamenei menyinggung isu lain seperti peran media Islam dalam mereformasi akar budaya masyarakat.

Memperkuat angkatan bersenjata negara-negara Muslim untuk mencegah terjadinya perang dan agresi di kawasan, serta memperkuat hubungan dan kerja sama antar pasar Islam mendukung perekonomian negara-negara tersebut dari pengaruh dominasi korporasi penjarah sebagai komponen lain dari penguatan persatuan dalam keamanan dan ekonomi.

Di bidang pertukaran budaya, yang berperan penting dalam persatuan Islam, peningkatan perjalanan orang untuk meningkatkan interaksi, empati, persatuan dan persahabatan sebagai cara-cara untuk meningkatkan persatuan dan menghindari perpecahan di dunia Islam.

Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan anggota Forum Ahl al-Bayt Sedunia dan Persatuan Radio dan Televisi Islam menjelaskan rencana Amerika dalam tiga arus utama.

Rahbar menjelaskan tiga arus dilancarkan musuh Islam dengan mengatakan, "Politik untuk menciptakan perselisihan antarnegara di kawasan; pengaruh politik, ekonomi dan budaya di negara-negara Islam; dan perselisihan di antara sesama Muslim."

Merujuk pada taktik musuh-musuh persatuan Islam, dengan membuat tembok antara Iran dan dunia Islam, beliau menyatakan, "Setiap orang wajib berusaha membongkar tembok palsu ini,".

Masalahnya adalah saat ini kita menyaksikan arus pemecah belah dunia islam dan Islamofobia yang berasal dari Barat dengan tujuan mengganggu persatuan Islam dan menciptakan perpecahan di antara sesama Muslim. Misalnya, selama beberapa pekan terakhir kita kembali menyaksikan bagaimana pemerintah Prancis membuktikan sifat jahatnya dengan mendukung tindakan tidak manusiawi dari salah satu medianya yang secara terang-terangan menghina Nabi Muhammad Saw.

Tabloid Prancis Charlie Hebdo baru-baru ini menerbitkan beberapa kartun yang menghina  Nabi Muhammad Saw. Presiden Prancis Emmanuel Macron, dalam sebuah pernyataan yang jauh dari etika diplomatik dan prinsip demokrasi, mengatakan bahwa Prancis akan terus menerbitkan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw.

Pengulangan tren ini dan tindakan menghina kesucian Islam menunjukkan apa yang dibutuhkan dunia Islam saat ini adalah persatuan muslim melawan sistem hegemoni dunia.

Ayatullah Khamenei dalam pidatonya menyingung pengaruh budaya Barat terhadap bangsa-bangsa lain, termasuk di dunia Islam. Salah satunya, stempel pejoratif ekstremisme terhadap bangsa-bangsa Muslim.

Tantangan lain yang membayangi dunia Islam selama lebih dari setengah abad adalah pendudukan Palestina dengan tidak adanya persatuan Islam dalam menghadapi rezim Zionis.

Faktanya, penindasan terbesar dalam beberapa abad terakhir yang terjadi di Palestina sangat menyakitkan. Sebuah bangsa yang dirampas tanah, rumah dan pertanian serta propertinya, bahkan identitasnya.

Mengenai nasib Palestina, Pemimpin Besar Revolusi Islam menekankan perlunya menjaga kewaspadaan, persatuan dan solidaritas rakyat Palestina serta perjuangan menggagalkan rencana jahat musuh.

Berbagai bukti menunjukkan bahwa saat ini Amerika Serikat dan rezim Zionis sedang berusaha untuk menghancurkan dan memecah belah dunia Islam dengan menormalisasi hubungan rezim kriminal Israel dengan negara-negara Muslim. Itulah mengapa rahbar selalu menekankan perlunya persatuan umat Islam melawan AS dan rezim Zionis, serta telah menasehati para pemimpin beberapa negara Islam untuk menghindari perilaku yang merendahkan martabat Muslim.

Dunia Islam saat ini sangat membutuhkan persatuan Islam dan upaya untuk menghilangkan hambatan persatuan melebihi sebelumnya. Para elit politik dan cendekiawan Muslim yang sadar memiliki tugas yang lebih berat.

Masalah ini menjadi perhatian besar Konferensi Persatuan Islam Tahun ini yang digelar dalam keadaan khusus karena penyebaran pandemi Covid-19. Meskipun dilakukan secara virtual, tapi perhatian tetap tertuju pada nilai-nilai yang tertanam dalam ajaran Islam sebagai agama rahmat dan kebaikan juga persatuan serta harkat dan martabat manusia.

 

Tanggal 13 Aban di kalender nasional Iran pasca kemenangan Revolusi Islam diperingati sebagai Hari Anti-Imperialisme Global.

Hari ini mengingatkan tiga peristiwa penting di sejarah kontemporer Iran di tiga periode yang berbeda.

Peristiwa penting tersebut adalah pengasingan Imam Khomeini ke Turki pada 13 Aban 1343 Hs (4 November 1964), pembunuhan sejumlah siswa yang memprotes rezim Shah Pahlevi pada Aban 1357  (4 November 1978) dan juga gerakan revolusioner mahasiswa pengikut garis Imam menduduki sarang spionase AS di Tehran (Kedubes AS) pada 13 Aban 1358 (4 November 1979).

Pawai 13 Aban (dok)
Titik sama dari ketiga peristiwa ini adalah gerakan revolusi dan anti arogansi. Di peristiwa 13 Aban 1343, Imam Khomeini, Bapak pendiri Republik Islam Iran dalam sebuah gerakan anti kubu arogan Amerika dan di pidatonya yang membongkar kebusukan musuh, menentang penerapan undang-undang kapitulasi. Kapitulasi berakar pada kolonialisme, dan kekuatan kolonial memberlakukan undang-undang ini di negara-negara lemah yang didominasi. Protes yang terungkap ini menyebabkan penangkapan Imam Khomeini dan deportasi berikutnya ke Turki pada 4 November 1964.

Pada Hari Mahasiswa, 4 November 1978, ketika Revolusi Islam mendekati hari-hari yang menentukan, sekelompok mahasiswa yang memprotes di Universitas Teheran ditembak oleh agen-agen penindas. Dalam penindasan berdarah ini, 56 orang menjadi martir dan ratusan lainnya luka-luka. Untuk mengenang para syuhada tersebut, hari ini dalam sejarah Revolusi Islam dinamakan Hari Pelajar.

Penangkapan sarang mata-mata adalah peristiwa penting lainnya dalam perang melawan arogansi global, yang didaftarkan pada 4 November 1979. Dalam pesannya, Imam Khomeini menyebut gerakan ini sebagai revolusi kedua dan lebih besar dari revolusi pertama.

Dengan demikian, tanggal 13 Aban menjadi simbol perjuangan bangsa Iran melawan arogansi dan tetap selamanya dikenang dalam sejarah Iran. Sejarah peristiwa setelah kemenangan revolusi menunjukkan bahwa selama empat puluh satu tahun terakhir, Amerika Serikat telah melakukan banyak tindakan permusuhan terhadap bangsa Iran.

Pengakuan pejabat AS untuk mendukung para pemberontak dan hubungan elemen utama dan adegan kerusuhan jalanan di Iran melalui agen CIA, Mossad dan jaringan anti-rezim di wilayah tersebut; Ini telah mengungkapkan sifat sebenarnya dan kedalaman permusuhan AS terhadap Iran.

Hillary Clinton, mantan menteri luar negeri Amerika di bukunya “Hard Choices” (pilihan sulit) seraya mengisyaratkan isu kerusuhan pasca pemilu presiden Iran menulis, “Pemerintah Barack Obama selama beberapa tahun pasca kerusuhan pemilu presiden di Iran tahun 1388 Hs (2009) membelanjakan puluhan juta dolar untuk melatih lebih dari 5000 anasir anti Iran di seluruh dunia.”

Sementera itu, Presiden AS saat ini, Donald Trump sama seperti pendahulunya berharap mampu memulihkan kondisi sebelumnya melalui represi politik dan sanksi ekonomi dan memaksa bangsa Iran bertekuk lutut dihadapan arogansi Amerika.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei tahun lalu di pidatonya bertepatan dengan peringatan 13 Aban, Hari Anti-Imperialisme Global seraya mengisyaratkan berlanjutnya permusuhan mendalam Amerika terhadap bangsa Iran mengingatkan sebagian langkah Amerika selama 41 tahun lalu termasuk ancaman, kudeta, sanksi, provokasi sektarian dan etnis, disintegrasi, kerusuhan, blokade ekonomi dan berbagai medote lainnya. “Mereka (AS) selama ini melakukan berbagai langkah dan cara yang mereka ketahui untuk melancarkan konspirasi terhadap lembaga yang dibentuk revolusi terutama pemerintahan Republik Islam,” ungkap Rahbar.

Imam Khomeini
Mahdi Alikhani, pakar politik terkait intervensi global Amerika selama beberapa periode kekuasaan Republik dan Demokrat serta dampaknya mengatakan, “...Intervensi nyata melalui militer, ancaman atau kudeta militer dan aksi-aksi penumbangan pemerintah nasional dan sipil yang menolak program dan tuntutan unilateral AS serta menggantikannya dengan pemerintahan yang menjadi pelaksana kepentingan kapitalis termasuk metode yang diterapkan Washington selama satu tahun terakhir khususnya awal dekade 50-an demi menjalankan dan memajukan kepentingannya di negara-negara dunia, khususnya di dunia ketiga.”

Intervensi Amerika di panggung dunia selalu ada selama masa kepresidenan Demokrat dan Republik, tetapi jenisnya bervariasi dari intervensi politik selama masa jabatan Demokrat hingga intervensi militer selama era Republik.

Selama empat dekade terakhir, Amerika Serikat telah memberlakukan tindakan koersif sepihak terhadap rakyat Iran. Menghasut Saddam Hussein untuk menyerang Iran dan memberlakukan perang 8 tahun, mengaktifkan kelompok teroris di Iran; Merusak perbatasan Iran dengan mendukung kelompok teroris; Penciptaan jaringan media dengan tujuan untuk mengubah identitas budaya dan agama Iran dan memulai perang ekonomi dan terorisme ekonomi dengan kedok pemberian sanksi terhadap Iran adalah di antara langkah-langkah yang telah diambil dalam empat puluh satu tahun terakhir.

Adapun pemerintahan Trump memilih menerapkan pendekatan represi maksimum dengan keluar dari perjanjian nuklir JCPOA.

Dalam perang ekonomi yang dilancarkan Amerika Serikat atas nama “tekanan maksimum” melalui pengenaan sanksi baru, bahkan impor obat dan peralatan medis dijadikan alat untuk meraih target. Bahkan orang sakit, perempuan dan anak, pengungsi, orang miskin dan mereka yang rentan, bertentangan dengan semua prinsip hukum internasional, berubah menjadi sasaran utama terorisme ekonomi AS. Oleh karena itu, berkas kinerja Amerika penuh dengan catatan hitam, konspirasi dan intervensi serta permusuhan.

Ayatullah Khamenei di pidatonya seraya menjelaskan realita bahwa Amerika sejak kemenangan revolusi Islam hingga kini tidak pernah berubah menjelaskan, “Kejahatan, sifat serigala, upaya untuk membentuk diktator internasional serta hegemoni tak terbatas, saat ini juga ada di Amerika. Brutalitas dan keburukan lebih besar perilaku, permusuhan dan konspirasi ini mengindikasikan realita bersejarah ini bahwa permusuhan Amerika dengan Iran memiliki akar yang mendalam.”

Seperti yang dijelaskan Rahbar, Amerika mendapat tamparan dengan kemenangan Revolusi rakyat Iran dan kini ketika tangannya terbelenggu untuk meraih manfaat yang besar, Washington berhalusinasi mampu kembali ke masa sebelumnya dan menganggap jalan untuk meraih tujuan ini adalah permusuhan dan konspirasi.

Kesalahan perhitungan musuh Republik Islam Iran ini mendorong mereka menempuh jalan panjang di permusuhannya dengan Tehran. Pergerakan ini berbeda dengan perhitungan Gedung Putih, malah menambah keagunan dan kebanggaan bangsa Iran di mana musuh bangsa Iran bahkan mengakui realita ini.

 

Seiring dengan tibanya pekan persatuan yakni 12 hingga 17 Rabiul Awwal yang dimaksudkan untuk menjaga kelahiran Nabi Muhammad Saw dan membentuk persatuan antara Ahlu Sunnah dan Syiah telah berlangsung selama beberapa dekade. Ide pekan persatuan dicetuskan oleh Republik Islam Iran.

Isu ini semakin membuat perhatian dunia Islam terhadap masalah berlanjutnya pendekatan permusuhan Barat khususnya Prancis terhadap pribadi suci Rasulullah Saw.

Terkait kepribadian dan misi Rasulullah Saw, al-Quran di Surah al-Anbiya ayat 107 menyebutkan, " وَ ما أَرْسَلْناکَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعالَمِین Artinya, Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Artinya Rasulullah Saw adalah rahmat bagi seluruh manusia di seluruh masa dan di seluruh tempat, serta tidak ada kebutuhan akan nabi lain.

Keberadaan Nabi Khatam (penutup) menyebabkan kebahagiaan dua dunia manusia. Karena praktek ritual dan rencana yang dibawanya akan mengakhiri kegagalan, kesengsaraan, kezaliman dan kebobrokan, dan pada akhirnya akan mengarah pada aturan orang benar dengan iman di dunia, dan pada akhirnya akan membawa berkah abadi dan abadi. Dia akan mencapai akhirat secara permanen. Tafsir tentang dunia "dunia" dalam ayat ini memiliki arti yang begitu luas sehingga mencakup semua manusia di segala usia dan abad, dan oleh karena itu ayat ini dianggap sebagai rujukan pada finalitas Nabi Islam; Karena keberadaannya adalah rahmat, pemimpin, pemimpin dan muqtada bagi seluruh umat manusia masa depan hingga ujung dunia.

Menurut Ayatollah Makarem Shirazi: Di ​​dunia saat ini di mana korupsi, kehancuran, penindasan, dan tirani jatuh dari pintu dan temboknya, api perang berkobar di mana-mana, dan cengkeraman para penguasa tirani menekan tenggorokan mereka yang tertindas, di dunia di mana Ketidaktahuan, kerusakan moral, pengkhianatan, penindasan, tirani, dan diskriminasi telah menciptakan ribuan jenis kekacauan; benar di dunia semacam ini arti dari keberadaan Nabi sebagai rahmat semakin nyata. Apa yang lebih baik dari rahmat yang membawa program di mana menjalankannya akan mengakhiri segala bentuk kegagalan, kesengsaraan dan hari-hari yang gelap? Benar Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya serta nilai-nilai moral yang diusungnya seluruhnya adalah rahmat, rahmat bagi seluruh umat manusia dan kelanjutan rahmat ini adalah terbentuknya pemerintahan orang saleh dengan penuh keimanan di seluruh muka bumi.

Meski keberadaan gemilang Rasulullah Saw dan peran tak tergantikannya dalam membentuk sejarah dunia yang bahkan banyak ilmuwan Barat mengakui beliau adalah sosok terbesar sejarah, namun menyimak sejarah barat menunjukkan bahwa Barat senantiasa memiliki pendekatan permusuhan terkait Islam dan Nabi Muhammad Saw. Barat menfokuskan upayanya untuk mempertanyakan kepribadian dan kesucian nabi besar Islam ini.

Upaya ini meski di abad 19 dan 20 mayoritasnya dilakukan dalam bentuk merusak citra dan banyak kritikan melalui buku-buku orientalis Eropa dengan harapan selain menolak risalah Muhammad juga mencitrakan sosok Nabi sebagai orang biasa. Namun begitu di abad 21 kita menyaksikan upaya sistematis dan luas Barat dalam melawan Islam dan Nabi Muhammad Saw dalam bentuk Islamofobia dan selama beberapa tahun terakhir gerakan anti Islam.

Contoh dari upaya ini adalah penghinaan dan melecehkan kesucian Nabi Muhammad Saw oleh sejumlah majalah Eropa khususnya Majalah Charlie Hebdo yang beberapa kali dan tanpa mengindahkan protes luas Muslim di seluruh dunia, menerbitkan karikatur yang menghina kesucian nabi Islam ini. Alasan kampanye besar-besaran anti Islam adalah ketakutan pemerintah Barat akan penyebaran cepat Islam di Eropa. Bahkan kini negara seperti Prancis menjadi pusat gerakan anti Islam di Eropa di mana sekitar 10 persen populasinya adalah Muslim dan Islam mengalami pertumbuhan pesat di negara ini.

Ini telah membunyikan alarm bagi politisi serta Gereja Katolik Prancis. Di saat yang sama, aksi anti-Islam baru-baru ini di negara-negara Eropa pada tahun 2020, khususnya pembakaran Alquran di Swedia, dan aksi majalah humor Prancis Charlie Hebdo dalam mencetak ulang kartun-kartun yang menghina Nabi Islam (SAW) menunjukkan bahwa arus anti-Islam sedang berusaha lebih keras menentang Islam dan menampilkan citra tak pantas dari nabi besar agama samawi ini.

Arus anti Islam ini dipimpin oleh kelompok sayap kanan yang dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh dua fenomena, yaitu krisis ekonomi di Eropa sejak 2008 dan saat ini resesi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang disebabkan oleh wabah virus Corona dan penyakit Covid-19, serta invasi para pencari suaka, yang sebagian besar adalah Muslim, telah mampu secara bertahap meningkatkan posisi mereka dengan menarik opini publik di Eropa dan, sejalan dengan itu, untuk memperluas praktik anti-Islam mereka.

Lembaga riset politik, ekonomi dan sosial SETA September 2019 menyatakan, munculnya kelompok sayap kanan di Eropa telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam kasus Islamofobia dan ancaman terhadap keamanan dan stabilitas Eropa. Menurut Nosratollah Tajik, pengamat politik, “Proses ini sedemikian rupa sehingga komunitas muslim jika sebelumnya merasa aman di Barat, kini tidak lagi memiliki perasaan ini dan mereka ditekan dibawah Islamofobia.”

Isu penting dalam hal ini adalah dukungan penuh dari Presiden Prancis Emmanuel Macron atas tindakan anti-Islam, termasuk penerbitan kartun penghinaan terhadap Nabi (SAW) dengan dalih menjaga kebebasan berekspresi, khususnya kebebasan penistaan ​​di Prancis. Pendekatan yang sesat dan desakan untuk terus berlanjut ini telah memicu reaksi kekerasan berupa serangan senjata tajam di berbagai penjuru Perancis, dan telah meninggalkan negara besar Eropa itu dengan pandangan yang menakutkan. Dalam hal ini, pada hari Kamis, 29 Oktober, Itu adalah hari yang berdarah di Prancis.

Dalam insiden pertama, yang terjadi di kota Nice pada jam 9 pagi, seorang pria bersenjata pisau menyerang orang-orang di dekat gereja Notre Dame di kota Nice di selatan Prancis. Menyusul kejadian tersebut, polisi setempat mengonfirmasi kematian sedikitnya tiga orang dan melukai beberapa lainnya.

Media lokal kemudian melaporkan bahwa polisi menembak dan membunuh pria bersenjata lainnya di kota Avignon, Prancis tenggara, yang diidentifikasi sebagai anggota kelompok sayap kanan yang ekstrim. Juga Kamis malam, polisi di kota Lyon menangkap seorang pria bersenjata yang berencana melakukan operasi penusukan. Polisi Saudi juga telah menangkap seorang warga Saudi yang menyerang seorang penjaga di konsulat Prancis di Jeddah.

Presiden Prancis Emmanuel Macron
Rangkaian peristiwa berdarah tersebut, yang merupakan reaksi terhadap kelanjutan anti-Islamisme di Prancis, menunjukkan pendekatan Emmanuel Macron yang keras kepala dan irasional dalam mendukung penuh aksi-aksi anti-Islam, termasuk desakan Charlie Hebdo untuk terus menerbitkan kartun-kartun satir Nabi (SAW) dengan dalih kebebasan berekspresi, tidak ada hasil selain menghasut umat Islam dan meningkatnya ketegangan dan konfrontasi dalam masyarakat Prancis, dan kelanjutan tren saat ini dapat menyebabkan peningkatan kekerasan yang luar biasa di negara Eropa ini.

Akan tetapi, kali ini, tanpa menyebutkan peran penting dari sikap anti-Islamnya dalam pembentukan dan kelanjutan serangan ini, Macron menggambarkan serangan pisau di Nice sebagai "serangan teroris oleh Islamis" dan berkata: "Prancis tidak pernah menyerah terhadap teror dalam mempertahankan nilai-nilainya.” Faktanya, sikap anti-Islam Macron yang berulang-ulang dalam membela penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad dan desakannya untuk menghadirkan RUU anti-Islam telah menempatkan Prancis pada garis ketegangan dan ketidakamanan.

Menurut Sayid Hadi Burhani, pakar Asia Barat, Prancis negara paling bebas dalam menghina nilai-nilai Islam dan gerakan anti Islam. Masalah ini yakni aksi dan reaksi yang mendapat perhatian Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif. Di cuitan Twwiternya saat mengecam serangan hari Kamis di Nice menulis, ini lingkaran setan penyebaran kebencian, provokasi dan kekerasan harus digantikan dengan rasionalitas. Semua pihak harus menyadari bahwa radikalisme hanya akan meningkatkan radikalisme dan perdamaian tidak dapat diraih melalui provokasi. Macron dengan dalih kekebasan berekspresi di negaranya untuk menghina kesucian Islam telah membangkitkan banyak kritik dan protes di dalam negeri Prancis sendiri. Penghinaan terhadap kesucian di berbagai negara dunia, bahkan di sejumlah negara sekuler dan yang bertumpu pada pemisahan antara agama dan politik juga dinyatakan sebagai kejahatan.

Sejatinya sikap Macron dan upayanya untuk menyamakan Islam dan terorisme dimaksudkan untuk mencitrakan wajah pro kekerasan Islam serta menemukan alasan baru untuk menekan umat Islam di Prancis serta melanjutkan aksi anti Islam. Padahal tokoh-tokoh Islam secara jelas menolak hal ini.

Sayid Hasan Nasrullah, sekjen Hizbullah Lebanon seraya menekankan bahwa umat Islam tidak pernah dapat mentolerir dan menerima segala bentuk penghinaan terhadap Nabi Muhammad, serta mengecam insiden Nice Prancis mengatakan, masalah ini harus dipahami dengan ajaran Islam yang melarang pembunuhan orang tak berdosa. Petinggi Prancis tidak dapat menyebut umat Muslim bertanggug jawab atas kejahatan di kota Nice.

"Jika kita berasumsi bahwa seorang Kristen telah melakukan kejahatan, maka tidaklah tepat bagi kita untuk meminta umat Kristiani dan agama Kristen bertanggung jawab," jelasnya.

Sekjen Hizbullah mengkritik pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam dan kaum Muslim. "Tidak tepat jika berbicara tentang terorisme dan fasisme Islam," tandasnya.

Nasrallah menggarisbawahi bahwa tidak ada Muslim yang menyebut kejahatan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Eropa di Aljazair, Libya, dan Afghanistan sebagai terorisme Kristen.

"Untuk menghormati Islam sebagai agama, maka istilah seperti terorisme dan fasisme Islam tidak perlu digunakan," imbuhnya.

Rabu, 04 November 2020 16:10

Akar dan Faktor Islamofobia di Barat

 

Isu Islamofobia di Barat semakin hari kian memiliki dimensi baru dan pemerintah serta media Barat memperparah isu ini. Islamofobia sebuah wacana baru yang mengacu pada diskriminasi atau fanatisme anti Islam dan Muslim. Kini domain Islamofobia kain luas dan berubah menjadi anti Islam yakni tindakan praktis terhadap Islam dan Muslim di Barat.

Perlakuan ini cukup luas baik di bidang politik, sosial dan media. Istilah Islamofobia untuk pertama kalinya muncul di dekade 1980-an, namun menjadi umum setelah insiden 11 September 2001. Di balik wacana Islamofobia tersembunyi beragam skema di antaranya ketakutan dan kebencian terhadap Muslim dan ada anggapan bahwa Islam tidak selaras dengan nilai-nilai bersama berbagai budaya, maka Islam lebih rendah dari Barat. Serta pada akhirnya klaim bahwa Islam bukan sebuah agama samawi, tapi sebuah ideologi kekerasan politik.

Bagaimanapun juga Islamofobia dapat disebut sebuah pendekatan politik media yang dikejar Barat untuk mencitrakan wajah negatif Islam dengan melekatkan sifat seperti kekerasan, terorisme, anti HAM, despotisme, keterbelakangan, tidak beradab, berbahaya bagi dunia dan tidak rasional. Mereka melalui upaya ini ingin mempersiapkan ruang mental yang diperlukan bagi Islamofobia. Mengingat bahwa Kristen agama mayoritas di dunia Barat, oleh karena itu Islam menjadi agama yang paling banyak dihadapi dan dipikirkan Kristen dan banyak disalahpahami. Dengan demikian Islam mendapat serangan keras dari Dunia Kristen.

Insiden 11 September 2001
Meski proses Islamofobia dan anti Islam semakin meningkat pasca insiden 11 September 2011, namun fenomena ini memiliki akar di abad-abad lalu dan di era perang Salib. Seiring berlalunya waktu, hal masih tetap tersimpan di benak Barat dan kemudian dilahirkan kembali. Insiden 11 September dan fenomena terorisme selama beberapa tahun terakhir di Eropa kembali menghidupkan kecenderungan tersembunyi ini dan dan masuk ke konstelasi sosial dan politik di negara-negara Barat.

Selain itu, di gelombang kontemporer Islamofobia dan anti Islam, insiden 11 September menjadi titik balik dan penggerak sangat penting di mana untuk selanjutnya Islamofobia muncul dalam bergam bentuk, dari sebuah kecenderungan tersembunyi dan subkultur terisolasi di komunitas Barat menjadi sebuah arus efektif dan universal. Diakuinya secara resmi Islamfobia dan arusnya yang mengkampanyekan kecenderungan ini dan memperparahnya, termasuk bentuk terpenting Ismofobia modern dan gelombang bagi pasca insiden 11 September hingga kini. Dengan kata lain, saat ini kita menyaksikan kecenderungan radikal sosial dan politik resmi semakin kuat terhadap Muslim.

Dua tokoh politik Barat terkemuka di tahun-tahun akhir Perang Dingin yakni, Bernard Lewis dan Samuel P. Huntington menggulirkan pandangan yang kemudian menorehkan perang dingin paling besar antara Barat dan Islam. Luwis yang dikenal sebagai arsitek pemikiran neo konservatif di pendudukan militer Irak di tahun 2003 merupakan sosok pertama yang di tahun 1988 dalam sebuah pidatonya menggulirkan ideologi ini.

Berdasarkan ideologi ini, status dan identitas Muslim dan Arab dicap sebagai ancaman. Sejatinya berdasarkan kecenderungan dan ideologi ini, nilai-nilai Barat dianggap unggul dan pihak lain, yang dimaksud di sini adalah muslim, melawan nilai-nilai ini dan mereka dianggap sebagai ancaman keamanan.

Sementara itu, Samuel Huntington yang tidak terlalu jauh dari Luwis, di awal dekade 1990-an melalui teori Clash of Civilizations, dia memperkenalkan mekanisme kognitif identitas yang sama dalam bentuk lain dan berbicara mengenai konfrontasi berdarah Barat dan Muslim di bidang peradaban. Titik kesamaan teori kedua tokoh politik Barat ini adalah Islamofobia dalam koridor identitas. Terkait hal ini Huntington menulis, “Selama Islam masih tetap eksis sebagai Islam, dan Barat tetap Barat, konflik mendasar antara dua peradaban ini dan cara hidup mereka akan menentukan hubungan mereka di masa depan, seperti yang terjadi dalam empat belas abad terakhir.”

Saat ini, Islamofobia yang meluas dan sistematis telah menjadi paradigma yang berlaku di dunia Barat dalam menghadapi dunia Islam dan umat Islam, khususnya umat Islam yang tinggal di Barat, dan telah menjadi perhatian utama mereka. Tren yang berkembang dari Islamofobia dan anti-Islamisme di Barat telah meningkatkan suasana ketidakpercayaan antara dunia Islam dan Barat, dan mempersulit kehidupan komunitas Muslim di Barat, khususnya di Eropa.

Meskipun masyarakat Eropa memiliki sejarah panjang interaksi dengan Islam dan pengaruh peradaban Islam, dan di era pasca-Perang Dunia II berhutang rekonstruksi negara mereka kepada pekerja Muslim yang murah, namun tantangan dan masalah sosial dan ekonomi di dalam masyarakat ini, terutama setelah krisis ekonomi tahun 2008, peristiwa 9/11 di Amerika Serikat, dan dampak yang ditimbulkan masyarakat Barat terhadap Islam dan Muslim, dan akhirnya pertumbuhan populasi Muslim dan kehadiran sosial, ekonomi dan politik mereka di Barat, terutama setelah meningkatnya imigrasi ke Barat sebagai pencari suaka telah memperkuat fenomena Islamofobia dan kebencian terhadap Muslim di Barat khususnya Eropa.

Meskipun Islamofobia dan asal-usulnya sudah ada sejak sebelum 9/11 dan bahkan lebih dari seribu tahun yang lalu, tidak ada keraguan bahwa 9/11 dan gelombang politik, keamanan, dan propaganda besar-besaran yang ditimbulkannya memiliki efek mendalam pada bagaimana menyikapi Muslim di Barat dan bagaimana berinteraksi dengan mereka dalam masyarakat Barat.

Apalagi, pasca merebaknya terorisme Takfiri di Asia Barat, di mana Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa menjadi faktor penting dalam pertumbuhan dan penyebaran kelompok teroris seperti ISIS, para teroris Takfiri ini mengalihkan serangannya ke negara-negara Eropa, khususnya Prancis dan Inggris. Isu tersebut memperburuk fenomena Islamofobia.

Gelombang Islamofobia yang tersebar luas dan terencana telah muncul dalam berbagai bentuk, formal dan informal, dan selain melukiskan gambaran Islam dan Muslim yang membingungkan dan menyimpang, telah memberlakukan banyak pembatasan dan tekanan psikologis dan hukum pada Muslim yang tinggal di negara-negara Barat.

Selama satu dekade terakhir, maraknya kelompok teroris ekstremis dan meluasnya aksi teror di negara-negara Barat, serta krisis pengungsi yang mayoritas penduduknya beragama Islam, menjadi dalih sebagian pemimpin dan media Barat untuk menyebarkan Islamofobia. Posisi dan berbagai pernyataan politisi populis di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menarik perhatian publik atas serangan mereka terhadap Muslim dan menyalahkan mereka atas isu-isu seperti terorisme, pengangguran dan ketidakamanan di negara-negara tersebut.

Pada saat yang sama, sikap dan tindakan banyak pejabat senior Barat ditujukan untuk menyebarkan Islamofobia dan mendorong kekerasan terhadap Muslim. Secara khusus, Presiden AS Donald Trump berada di garis depan Islamofobia dan kebencian terhadap Muslim di Amerika Serikat dan Barat. Selama kampanye pemilihan presiden AS 2016, Trump mengumumkan bahwa Muslim harus dilarang memasuki Amerika Serikat dengan dalih memerangi terorisme.

Pernyataannya menuai kritik luas terhadap Trump dari dalam dan luar Amerika Serikat. Menurut Daniel Benjamin, seorang ahli politik Amerika, Trump telah bertindak lebih untuk memperluas aktivitas teroris daripada membantu memerangi terorisme. Dalam pidatonya, Trump secara eksplisit menyebut "terorisme Islam" sebagai penyamaan terorisme dengan Islam.

Di Inggris, Prancis, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya, anti-Islamisme, kekerasan verbal dan fisik, dan diskriminasi terhadap Muslim telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena pertumbuhan dramatis kelompok dan partai sayap kanan dan semakin populernya politisi populis.

Serangan ke masjid dan aksi pembakaran tempat ibadah Islam, serangan fisik dan verbal terhadap umat Islam dan bahkan non-Muslim yang berpenampilan seperti orang-orang di negara-negara Islam di Asia Barat, dan ‌diskriminasi terhadap pemeluk Islam di berbagai bidang pendidikan dan pekerjaan hanyalah beberapa contoh Islamofobia di masyarakat Barat yang telah menyebabkan kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Muslim.

Insiden serangan teror ke Masjid di Selandia Baru
Secara khusus, serangan terhadap dua masjid di Selandia Baru pada 15 Maret 2019, dan pembunuhan puluhan Muslim di tangan ekstremis sayap kanan rasis menunjukkan bagaimana propaganda anti-Islam dan promosi Islamofobia oleh para pemimpin Barat seperti Trump dapat mendorong kelompok rasis untuk melakukan kekerasan terhadap Muslim.

Tampaknya propaganda Islamofobia yang meluas, serta proses tindakan anti-Islam dan anti-Muslim, kini telah mengambil dimensi baru, dan tidak hanya dalam masyarakat Barat, tetapi anti-Islamisme kini telah mengambil dimensi global. Faktanya, kita sekarang menyaksikan semua jenis tindakan anti-Islam dan penganiayaan terhadap Muslim di negara-negara Barat. Tindakan tersebut, seiring dengan merebaknya fenomena Islamophobia dan penciptaan ketakutan umat Islam oleh media Barat, telah menciptakan suasana negatif terhadap umat Islam di negara-negara yang menuntut kebebasan dan hak asasi manusia tersebut.

Secara global, Islamofobia di Barat dilakukan dalam berbagai bentuk mulai dari membingkai umat Muslim dengan berbagai kasus hukum palsu, melecehkan sakralitas Islam, progapanda negatif anti Islam dan Muslim, beragam penganiayaan dan menakut-nakuti Muslim serta diskriminasi terhadap mereka. Contoh terbaru dari langkah seperti ini yang menuai respon luas Muslim adalah perilisan beberap akali kartun yang menghina kesucian Nabi Muhammad Saw di Denmark dan Prancis. Tindakan seperti ini kini telah menjadi simbol Islamofobia.

 

Umat Muslim di seluruh dunia memprotes penyataan anti-Islam yang dilontarkan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait dengan publikasi karikatur penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Umat Islam juga menyerukan pemboikotan terhadap barang-barang produk Prancis.

Protes luas umat Islam meluap setelah Macron membela publikasi karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang dimuat di Majalah Satir Charlie Hebdo dengan dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sikap Prancis pun, dibalas dunia dengan protes, kecaman, hingga boikot produk negara itu termasuk umat Islam di Pakistan hingga Bangladesh. Mereka turun ke jalan untuk mengecam pernyataan Presiden Prancis.

Umat Muslim dunia juga marah setelah pernyataan kontroversial Macron, yang mengaitkan muslim dengan gerakan separatis pasca insiden pembunuhan seorang guru yang sempat mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW dan membahasnya bersama murid-murid di kelas kebebasan berekspresi.

Umat Islam semakin meradang setelah Macron meminta karikatur Nabi Muhammad SAW dipajang dan diproyeksikan di gedung-gedung pemerintahan sebagai sikap pembelaannya terhadap kebebasan berekspresi.

Seruan boikot produk perancis, juga menggema di negara-negara Muslim, seperti yang terjadi di Turki, dan Jordania. Produk-produk buatan Prancis ditarik dari rak-rak di pasar-pasar swalayan.

Prancis mendapat sorotan tajam karena menolak mengutuk penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW oleh Charlie Hebdo pada September 2020.

Peristiwa ini memancing kemarahan di banyak negara mayoritas Muslim dan memunculkan seruan untuk memboikot barang-barang Prancis. Selain itu, pernyataan Presiden Macron mengenai Islam juga telah memicu kemarahan bagi negara-negara mayoritas Muslim.

Macron menyatakan akan melawan segala bentuk 'separatisme Islam' pasca peristiwa pemenggalan seorang guru bernama Samuel Paty di luar Paris, awal Oktober 2020. 

Samuel Paty, 47 tahun, dibunuh dan dipenggal pada 16 Oktober 2020 di Conflans-Sainte-Honorine, di pinggiran Paris, oleh seorang pengungsi Chechnya yang berusia 18 tahun setelah dia dikecam karena menunjukkan kartun penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya dalam diskusi tentang kebebasan berekspresi di kelas.

Ketegangan semakin meningkat di Prancis setelah langkah keras pemerintah Paris terhadap umat Muslim pasca pembunuhan Paty tersebut. Pernyataan kontroversial Macron tentang Muslim juga memicu kecaman tajam dari para pemimpin dan aktivis Muslim dari seluruh dunia.

Rabu, 04 November 2020 16:04

Instagram Blokir Akun Resmi Rahbar

 

Jejaring media sosial Instagram menutup akun resmi Pusat Informasi Kantor Perlindungan dan Publikasi Karya Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, dalam bahasa Prancis.

Sebelumnya, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Rabu malam, 28 Oktober 2020 mengirim pesan pendek kepada para pemuda Prancis melalui media sosial.

Dalam pesannya, Rahbar meminta pemuda Prancis untuk bertanya kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron mengapa dia mendukung aksi penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw, dan menganggapnya sebagai kebebasan berpendapat, tetapi meragukan Holocaust dianggap kejahatan, dan jika ada yang menulis tentang hal ini akan dijebloskan ke penjara.

Laman baru Instagram Rahbar dalam bahasa Prancis sebagai pengganti laman yang sudah ditutup sudah beroperasi di alamat instagram.com/fr.Khamenei.ir.

Umat Muslim di seluruh dunia memprotes penyataan anti-Islam yang dilontarkan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait dengan publikasi karikatur penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Umat Islam juga menyerukan pemboikotan terhadap barang-barang produk Prancis.

Protes luas umat Islam meluap setelah Macron membela publikasi karikatur penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang dimuat di Majalah Satir Charlie Hebdo dengan dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sikap Prancis pun, dibalas dunia dengan protes, kecaman, hingga boikot produk negara itu termasuk umat Islam di Pakistan hingga Bangladesh. Mereka turun ke jalan untuk mengecam pernyataan Presiden Prancis.

Umat Muslim dunia juga marah setelah pernyataan kontroversial Macron, yang mengaitkan muslim dengan gerakan separatis pasca insiden pembunuhan seorang guru yang sempat mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW dan membahasnya bersama murid-murid di kelas kebebasan berekspresi.

Umat Islam semakin meradang setelah Macron meminta karikatur Nabi Muhammad SAW dipajang dan diproyeksikan di gedung-gedung pemerintahan sebagai sikap pembelaannya terhadap kebebasan berekspresi.

Seruan boikot produk perancis, juga menggema di negara-negara Muslim, seperti yang terjadi di Turki, dan Jordania. Produk-produk buatan Prancis ditarik dari rak-rak di pasar-pasar swalayan.

 

Peserta Konferensi Internasional Persatuan Islam menekankan perlunya membangun Organisasi Persatuan Islam demi mewujudkan umat yang satu dan peradaban baru Islam.

Hal itu disampaikan dalam deklarasi konferensi yang dikeluarkan pada Selasa (3/11/2020) malam di Tehran.

"Demi terwujudnya umat yang satu dan peradaban baru Islam, maka perlu dibentuk Organisasi Persatuan Islam karena badan ini mampu mengorganisir kerja sama dunia Islam dan sinergi bangsa-bangsa Muslim serta mencegah perpecahan dan agresi di dunia Islam," kata pernyataan tersebut.

Peserta konferensi menyatakan penyesalan dan kecaman terhadap perilaku beberapa pemimpin negara Muslim yang menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis dan mengabaikan perjuangan Palestina dan Quds.

"Palestina masih menjadi isu utama dunia Islam dan setiap upaya untuk mengabaikan atau mendistorsi dan berkompromi dalam hal ini seperti prakarsa Kesepakatan Abad, pasti akan gagal," tegasnya.

Peserta konferensi menyerukan kerja sama kaum Muslim untuk memberikan solusi dan tindakan segera dalam membela Palestina dan Masjid al-Aqsa serta dalam mendukung perlawanan Islam.

Mereka menyatakan bahwa pembebasan Palestina harus berjalan berbarengan dengan pembebasan penuh wilayah yang diduduki Zionis seperti Dataran Tinggi Golan Suriah, wilayah pertanian Shebaa di Lebanon Selatan, dan daerah pendudukan lainnya.

Peserta konferensi juga mengusulkan agar menteri kesehatan negara-negara Muslim melakukan pertemuan untuk membahas masalah penanganan wabah virus Corona. Mereka bisa saling memanfaatkan kapasitas untuk mencegah, mengobati, dan melawan segala penyakit menular di dunia, khususnya pandemi Covid-19.

Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-34 yang diselenggarakan secara virtual di Tehran, resmi ditutup pada Selasa kemarin. 

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei dalam pidato memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw dan kelahiran Imam Ja'far Shadiq hari Selasa (3/11/2020) menegaskan dua isu sentral mengenai urgensi persatuan Islam dan kebijakan rasional resistensi melawan hegemoni AS.

Rahbar menjelaskan pentingnya persatuan di dunia Islam dalam kondisi global yang sensitif saat ini. Beliau juga menyinggung motif di balik layar penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw yang dilakukan media Prancis yang didukung Presidennya, Emannuel Macron, dengan mengatakan, "Dukungan getir dan buruk dari pemerintah Prancis dan beberapa negara lain terhadap tindakan penghinaan [kepada Nabi Muhammad Saw] ini menunjukkan adanya plot yang terorganisir di balik tindakan tersebut, sebagaimana terjadi di masa lalu,".

Ayatullah Khamenei menyebut pembelaan presiden dan pemerintah Prancis terhadap barbarisme budaya dan tindakan kriminal karikaturis, sebagai satu sisi gambar dari mata uang dengan sisi lainnya mendukung rezim despotik Saddam dahulu.

Poin penting lainnya dalam pidato Rahbar kemarin mengenai identifikasi karakter asli rezim arogan global, terutama Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun, Amerika Serikat berusaha untuk mendominasi dunia dengan menggunakan segala cara yang dimilikinya, bahkan melakukan hegemoni dan monopoli di bidang sains dan teknologi.

Faktanya, Amerika Serikat untuk pertama kalinya menggunakan sains untuk menghancurkan dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki dengan senjata nuklir. AS memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan hegemoninya. Tidak hanya itu, Amerika Serikat juga meluncurkan perang pre-emptive yang terjadi setelah peristiwa 11 September 2001.

Sebagian dari rekam jejak kelam AS ini mengindikasikan signifikansi pernyataan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengenai urgensi perlawanan terhadap hegemoni AS di tingkat global, dan pemanfaatan potensi besar dunia Islam untuk melawannya demi kebaikan bersama umat manusia. 

Rahbar dalam pidatonya menyinggung urgensi persatuan Islam dalam kondisi getir dunia Islam dewasa ini, seperti perang lima tahun di Yaman dan pemboman brutal terhadap rakyatnya oleh Arab Saudi, maupun penghinaan beberapa rezim yang mempermalukan Umat Islam dengan mengabaikan masalah Palestina. Ayatullah Khamenei menekankan bahwa persoalan yang menimpa bangsa dan negara Muslim dari Kashmir hingga Libya akan bisa diselesaikan dengan persatuan Islam.

Ayatullah Khamenei menyebut faktor utama permusuhan Amerika Serikat terhadap Republik Islam disebabkan karena bangsa Iran tidak mau menerima dikte AS yang menindas dan menolak mengakui dominasi mereka. Ayatullah Khamenei menegaskan, "Permusuhan ini akan terus berlanjut dan satu-satunya cara untuk menyelesaikannya dengan membuat musuh putus asa, sehingga mereka tidak lagi melanjutkan serangan terhadap rakyat dan pemerintah Iran,".

Pernyataan Rahbar mengingatkan pada pelajaran sejarah dan fakta bahwa perilaku AS tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Itulah sebabnya Ayatullah Khamenei memandang transisi kekuasaan di AS tidak akan mengubah kebijakan Iran. Di sisi lain, fenomena pilpres AS dalam pandangan Rahbar sebagai cermin dari wajah buruk demokrasi liberal di negara ini. Ayatullah Khamenei menekankan, "Terlepas dari siapa yang akan berkuasa di Amerika Serikat, situasi saat ini menunjukkan degradasi moral hingga sosial yang parah di Amerika Serikat. Pada akhirnya, berlanjutnya kondisi demikian akan mengarah pada kepunahan dan kehancuran,".

Pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran yang membahas berbagai dimensi menekankan masalah strategis yang ditekankan berulangkali sebelumnya. Sebuah kunci yang terus ditegaskan Rahbar sebagai pengingat bahwa permusuhan Washington terhadap Tehran disebabkan karena bangsa Iran tidak mau menerima kebijakan opresif AS, dan satu-satunya opsi dengan melanjutkan perlawanan hingga musuh putus asa. Dalam konteks global, umat Islam harus kuat dan memperkuat semua sarana yang dibutuhkan dalam melawan hegemoni Barat.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei menilai kemarahan dan protes umat Islam terhadap penghinaan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai indikasi umat Islam masih hidup dan eksis.

Rahbar dalam pidato memperingati maulid Nabi Muhammad Saw dan kelahiran Imam Ja'far Sadiq hari Selasa (3/11/2020) mengatakan bahwa hari ini musuh utama Islam adalah adidaya arogan dan Zionisme yang mengerahkan segenap kekuatannya untuk menghancurkan umat Islam.

Menyinggung penerbitan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw di Prancis, Ayatullah Khamenei menegaskan, "Seorang kartunis telah melakukan kesalahan, tapi ini bukan hanya penyimpangan dan kerusakan yang dilakukan seorang seniman. Sebab masalahnya terletak pada kebijakan pemerintah yang mendukung perbuatan salah tersebut. Persoalannya seorang pejabat politik secara eksplisit mendukungnya,".

"Pemerintah Prancis mengaitkan masalah ini dengan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Langkah ini justru menjadi kebijakan yang telah merangkul teroris paling kejam di dunia," tegas Rahbar.

Ayatullah Khamenei menyinggung jejak kelam pemerintah Prancis yang dahulu membantu serigala haus darah seperti Saddam selama perang yang dipaksakan terhadap Iran pada tahun 1980 hingga 1988, dengan menjelaskan bahwa pembelaan terhadap kebiadaban dan tindakan kriminal kartunis adalah satu sisi dari mata uang dengan sisi lainnya mendukung rezim Saddam.

"Para teroris telah membunuh presiden, ketua mahkamah agung dan perdana menteri, serta beberapa pejabat Iran, juga 17.000 orang di jalan dan pasar di negara ini," papar Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran.

Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa kemarahan dan protes umat Islam terhadap penghinaan yang dilakukan media Prancis kepada Nabi Muhammad Saw merupakan pertanda bahwa dunia Islam masih hidup, dan tetap mempertahankan identitas keislamannya.

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…