
کمالوندی
Normalisasi Hubungan Sudan dan Israel
Sudan akhirnya menyerah pada tekanan Amerika Serikat dan setuju untuk menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel. Presiden Donald Trump telah mengumumkan normalisasi hubungan antara Khartoum dan Tel Aviv.
Trump mengatakan bahwa ia telah memberi tahu Kongres AS tentang keputusannya untuk menghapus nama Sudan dari daftar negara-negara sponsor terorisme.
Pasca serangan 11 September, AS memasukkan Sudan dalam daftar negara-negara pendukung terorisme. Presiden Sudan Omar al-Bashir di tahun-tahun terakhir pemerintahannya berusaha menghapus nama negaranya dari daftar hitam itu, tetapi gagal meskipun ia telah menyesuaikan kebijakan Sudan dengan kebijakan AS dan sekutunya di kawasan.
Setelah rezim berganti, pemerintahan sementara di Khartoum terus berusaha menghapus nama Sudan dari daftar hitam AS. Dalam beberapa bulan terakhir, para pejabat Khartoum melakukan berbagai pembicaraan dengan pejabat Washington, tetapi AS memanfaatkan kesempatan ini untuk menjinakkan Sudan dan mendorongnya ke arah normalisasi hubungan dengan Israel menjelang pemilu presiden di AS yang diikuti Trump.
Pada September lalu, Uni Emirat Arab dan Bahrain setuju untuk menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis lewat mediasi Amerika. Sudan adalah negara ketiga yang dipertimbangkan oleh Washington dalam prakarsa ini.
Krisis ekonomi, kekurangan pangan, pengangguran dan kemiskinan, konflik internal, dan perang saudara di beberapa wilayah Sudan, serta wabah virus Corona telah memperburuk krisis di negara itu. Situasi ini dimanfaatkan oleh Washington dan Tel Aviv untuk membuka perundingan dengan Khartoum.
Masalah penghapusan nama Sudan dari daftar hitam dan paket bantuan ekonomi dari AS telah menyita perhatian para petinggi Khartoum, karena mereka sedang berusaha memasok pangan, mencari pinjaman dana, dan dukungan dari Washington.
Sudan akhirnya menyetujui normalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan namanya dihapus dari daftar hitam AS dan memperoleh bantuan ekonomi.
Dalam hal ini, jurnalis terkemuka Arab, Abdul Bari Atwan mengatakan, “Sudan memiliki sejarah dan warisan yang besar dalam melawan pendudukan Israel dan mendukung isu-isu yang berkaitan dengan umat Islam.”
“Normalisasi ini bertujuan untuk menghancurkan sejarah dan warisan ini, serta merusak revolusi dan gerakan-gerakan mulia Sudan untuk mencapai kebebasan, hak asasi manusia, dan pertumbuhan ekonomi. Tampaknya upaya untuk mencuri revolusi rakyat dan menyabot revolusi untuk berbagai kepentingan telah dimulai,” tambahnya.
Meski normalisasi ini disambut baik oleh AS, rezim Zionis, dan sekutunya, tetapi ini bukanlah kabar baik bagi orang-orang Sudan. Banyak partai di Sudan menentang keputusan tersebut termasuk dua partai besar yaitu Partai al-Muttamar dan Partai al-Baath.
Dalam pernyataan terpisah, mereka menentang keputusan rezim yang berkuasa untuk menormalisasi hubungan dengan Israel dan menegaskan bahwa mereka akan berusaha membentuk sebuah front nasional untuk menolak normalisasi hubungan dengan Zionis.
Ketua Partai Ummat Sudan, Shadiq al-Mahdi memperingatkan para penguasa militer dan pemerintahan transisi tentang konsekuensi dari normalisasi hubungan dengan Israel. Dia mengancam akan mencabut dukungan Partai Ummat kepada lembaga-lembaga pemerintahan transisi.
Pekan-pekan mendatang akan menjadi hari-hari kritis bagi Sudan. Sepertinya tidak hanya partai-partai politik, tetapi juga masyarakat Sudan akan menolak kesepakatan seperti itu. Perkembangan ini tidak akan menguntungkan Washington, dan banyak pakar di Amerika juga menganggap tekanan yang diberikan Gedung Putih kepada pemerintahan sementara Sudan, tidak tepat.
Manuver Mencurigakan Jelang Pemilu Dini di Irak
Transformasi politik dan keamanan di Irak pasca lawatan Perdana Menteri Mustafa Al Kadhimi ke Amerika Serikat bulan Agustus 2020 lalu, sekarang memasuki fase baru.
Dalam kunjungannya ke Amerika, PM Irak bertemu Presiden Donald Trump. Penguatan kerja sama ekonomi, dan kesepakatan penarikan pasukan Amerika dari Irak dalam jangka waktu tiga tahun, disebut-sebut sebagai hasil kunjungan Mustafa Al Kadhimi ke Washington.
Namun demikian, perkembangan politik Irak, pasca lawatan Al Kadhimi ke Amerika lebih memiliki ciri rumit, dan ambigu. Sekembalinya Al Kadhimi dari Amerika, serangan-serangan ke pangkalan militer, dan kedutaan besar Amerika di Irak mengalami peningkatan. Amerika menyalahkan kelompok-kelompok perlawanan Irak atas serangan ini, dan mengumumkan penutupan kedubesnya di Baghdad.
Kelompok-kelompok perlawanan tak hanya membantah tuduhan semacam ini bahkan menganggap serangan tersebut sebagai upaya terorganisir pasukan bayaran Amerika untuk merusak citra kelompok perlawanan Irak di hadapan publik negara ini, dan merupakan bentuk serangan baru terhadap kelompok perlawanan.
Sehubungan dengan hal ini, Juru bicara Batalion Sayyid Al Shuhada, salah satu kelompok afiliasi Hashd Al Shaabi, Kadhim Al Fartousi mengatakan, ada sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa kedubes Amerika di Irak melalui tangan pasukan bayaran, melancarkan serangan roket ke tempat-tempat diplomatik termasuk kedubes Amerika, pasalnya Washington sedang berusaha merusak kondisi Irak, dan mempengaruhi opini publik negara ini.
PM Irak baru-baru ini, bertepatan dengan setahun demonstrasi bulan Oktober 2019, membantah pemberitaan seputar ancaman Amerika untuk menutup kedubesnya di Baghdad. Ia mengatakan, sampai kapanpun kami tidak akan menolerir ancaman apapun, dan dari negara manapun. Meski demikian, reaksi atas ancaman penutupan kedubes Amerika di Baghdad oleh sebagian pejabat negara itu menunjukkan bahwa ada rencana terselubung strategis di balik rumor tersebut.
Tujuannya adalah menyebarkan ketakutan di tengah masyarakat Irak, bahwa dengan ditutupnya kedubes Amerika di Baghdad, tekanan ekonomi, dan isolasi politik Irak akan terjadi. Oleh karena itu, bukan hanya masalah penutupan kedubes Amerika atau penarikan pasukan negara itu dari Irak, yang disebut-sebut sama sekali tidak akan menguntungkan Baghdad, bahkan pemerintah dan kelompok politik Irak yang setuju dengan kehadiran militer Amerika, juga berusaha mempertahankan, serta memperkuat kehadiran pasukan Amerika disertai keamanan misi diplomatik, dan militernya.
Mustafa Al Kadhimi terkait hal ini dalam pidatonya memperingati setahun demonstrasi Oktober 2019 mengatakan, ancaman untuk mengucilkan Irak akan berpengaruh langsung pada perekonomian negara ini, karena investasi finansial Irak dilakukan melalui perantara Amerika. Menteri Luar Negeri Irak, Fuad Hussein pada 8 Oktober 2020 dalam sebuah wawancara televisi mengatakan, kami menjalin kontak dengan Amerika di berbagai level berbeda, dan kami juga melakukan kontak dengan sejumlah menlu negara Barat agar mendesak Amerika membatalkan keputusan menutup kedubesnya di Baghdad.
Poin lain yang diperingatkan PM Irak dalam pidatonya terkait dampak penutupan kedubes Amerika, adalah penarikan 2.500 tentara Amerika. Ia menuturkan, Amerika banyak melakukan kesalahan saat menduduki Irak. Sepertinya Mustafa Al Kadhimi dari satu sisi berusaha membuka kesempatan pada pasukan Amerika untuk bertahan di Irak, sementara di sisi lain mencegah meningkatnya protes kelompok-kelompok perlawanan serta beberapa faksi politik Irak terhadap dirinya, karena Al Kadhimi juga mempertimbangkan pemilu parlemen bulan Juni 2021 mendatang.
Selain perkembangan keamanan dan politik terkait kehadiran Amerika di Irak, masalah lain yang muncul dalam sebulan terakhir adalah potensi terjadinya kudeta terhadap pemerintahan Mustafa Al Kadhimi. Silang pendapat terkait masalah ini di antara tokoh-tokoh senior, dan beberapa anggota parlemen Irak, terjadi cukup panas.
Ketua Majelis Tinggi Islam Irak, Baqir Jabir Al Zubaidi, merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh yang memperingatkan soal konspirasi baru anasir-anasir rezim Baath yang masih tersisa di Irak. Baru-baru ini surat kabar elektronik Rai Al Youm mengutip Al Zubaidi menulis, konferensi-konferensi partai Baath Irak, terus digelar di Amerika dan beberapa negara Barat, dan akan menjadi pijakan langkah-langkah milisi bersenjata partai ini.
Al Zubaidi yang juga mantan menteri dalam negeri Irak itu mengatakan, sejumlah orang yang bertanggung jawab menyelenggarakan konferensi-konferensi ini adalah buron, dan merupakan anggota partai Baath yang tinggal di Kurdistan, dan beberapa negara Barat.
Ia menjelaskan, saat ini sedang dijalankan skenario kudeta militer di Irak yang dipimpin Izzat Ibrahim al-Douri pengganti mendiang Saddam Hussein, diktator Irak. Selain itu Baqir Jabir Al Zubaidi juga mengabarkan soal berlangsungnya pelatihan padat milisi bersenjata partai Baath di utara Provinsi Diyala, timur Irak, dan wilayah yang dikenal sebagai “segitiga kematian”.
Sekalipun kecil kemungkinan Amerika berusaha menaikkan lagi partai Baath ke tampuk kekuasaan di Irak, namun anasir-anasir partai ini memiliki sejumlah program penting yang ditawarkan kepada Washington dan sekutunya. Anggota partai Baath dari satu sisi mendapat dukungan dari beberapa negara kawasan Teluk Persia, di sisi lain memainkan peran signifikan dalam menciptakan kerusuhan di Irak. Sisa-sisa anggota partai Baath pada demonstrasi Oktober 2019, yang berubah menjadi kerusuhan dan berujung dengan pengunduran diri pemerintahan Adil Abdul Mahdi, memainkan peran kunci.
Pada saat yang sama, Amerika juga berusaha memasukkan sejumlah anasir Partai Baath ke dalam struktur kekuasaan Irak seperti parlemen, karena merusak soliditas parlemen, terutama melemahkan posisi kelompok-kelompok Syiah di Irak, merupakan tujuan terpenting Washington, dan sekutu Arabnya di kawasan Asia Barat. Salah satu anggota Aliansi Al Fath di Parlemen Irak, Mohammed Al Baldawi memperingatkan konspirasi baru negara-negara Arab Teluk Persia, dan Amerika.
Ia mengatakan, poros Amerika dan pendukungnya dalam lingkaran politik Irak, berusaha memasukkan para petinggi Partai Baath ke arena politik dengan transaksi-transaksi mencurigakan. Tujuan dari langkah ini, katanya, adalah kudeta halus terhadap proses politik. Bukan hanya Amerika yang berusaha mengembalikan para petinggi Partai Baath, negara-negara Arab pesisir Teluk Persia juga sama.
Seluruh manuver yang terjadi ini membawa beberapa pesan penting terkait proses politik Irak. Pertama, Amerika dan sekutu-sekutu Arabnya di kawasan, begitu juga rezim Zionis Israel mulai saat ini sudah menyusun langkah untuk pemilu parlemen bulan Juni 2021 mendatang di Irak, dan berusaha sebagaimana pada pemilu tahun 2018, bukan saja tidak kalah, bahkan berhasil menciptakan perubahan asasi sesuai keinginan mereka dalam pemilu Irak mendatang.
Kedua, beberapa tokoh politik Irak yang ada di kelompok segitiga yaitu Syiah, Ahlu Sunnah dan Kurdi, dalam hal ini sejalan, dan berkoordinasi dengan Amerika, dan sudah memulai program mereka dari sekarang untuk pemilu mendatang. Ketiga, dengan memperhatikan situasi politik, dan keamanan terkini Irak, terbuka kemungkinan pecahnya kerusuhan dalam bentuk unjuk rasa atau kekerasan jalnan dalam beberapa bulan ke depan dengan maksud untuk menekan kelompok-kelompok perlawanan Irak.
Imam Ridha as; Imam Welas Asih
Makam suci Imam Ridha as sejak dahulu hingga kini menjadi lokasi ziarah umat Muslim, khususnya pengikut Syiah. Setiap hari di hari-hari seperti ini, ribuan peziarah dari berbagai bangsa dan budaya berbeda, berbondong-bondong menuju makam suci Imam Ali bin Musa as untuk menunjukkan kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw dan Ahlulbainya yang suci.
Banyak pecinta Imam Ridha as berjalan kaki dari berbagai kota menuju kota Mashhad, namun tahun ini di tengah pandemi Corona diberlakukan pembatasan bagi para peziarah manusia suci ini. Saat ini, demi menjaga keselamatan diri dan orang lain, para pecinta Imam Ridha berziarah kepada beliau dari jauh. Mereka berziarah dari jauh seraya mengucapkan salam, اَللّهُمَ صَلِّ عَلی علی بن مُوسَی الِّرِضا المَرُتَضی اَلاِمامِ التَّقیِّ النَّقیِّ وَ حُجَتِکَ عَلی مَن فَوقَ الاَرضِ و َمَن تَحت الثَّری اَلصِدّیقِ الشَّهیدِ صَلاةً کَثیرَةً تآمَّةً زاکِیَةً مُتَواصِلَةً مِتَواتِرَةً مُتَرادِفَة کَاَفضَلِ ما صَلَّیتَ عَلی اَحَدٍ مِن اولیائِکَ.»
Di antara anak Imam Musa bin Jakfar as, Ali bin Musa paling alim, mulia dan zuhud. Setelah ayahnya, Imam Ridha as memegang tampuk imamah dan pemimpin umat Muslim. Dari 20 tahun imamah Imam Ridha as, 17 tahun dihabiskan di kota Madinah dan di antara Ahlulbaitnya. Dari Madinah beliau memimpin dan membimbing umat Islam.
Imam Ridha as juga mengumpulkan murid-murid ayahnya dan beliau sibuk mengajar dan menyempurnakan hauzah ilmiah yang dibentuk kakeknya, Imam Jakfar Sadiq as. Keberadaan Imam Ridha as di kota Madinah berhasil mempengaruhi seluruh ilmuwan dan tokoh politik serta sosial Hijaz. Beliua menjadi tempat rujukan masyarakat baik di bidang materi maupun spiritual.
Ketika Makmun yang diluarnya ingin menyerahkan posisi putra mahkota kepada Imam Ridha as, beliau berkata, “Menurut Saya posisi putra mahkota tidak akan meningkatkan posisiku, karena ketika Saya di Madinah, posisiku sudah tinggi sehingga suratku terkirim ke timur dan barat pemerintahan Islam. Di sana tidak ada yang lebih mulia dari Saya dan siapa saja yang memiliki hajat, mereka meminta dariku. Dan Aku pun memenuhi kebutuhan dan permintaan mereka sesuai dengan kemampuanku.”
Perjalanan Imam Ridha (as) dari Madinah ke Marv adalah salah satu fase terindah dalam kehidupan Imam. Kafilah yang membawa Imam Ridha (as) selama perjalanannya akan disambut dengan sambutan hangat oleh orang-orang yang sangat ingin mengunjungi cucu Nabi Saw. Nishabur adalah salah satu kota dalam perjalanan menuju Imam Reza (as). Kota Nishabur yang memiliki pusat ilmiah, adalah salah satu kota di mana orang-orangnya, terutama para ilmuwan dan elitnya, sangat ingin belajar lebih banyak tentang ajaran-ajaran pembebasan dari Ahlulbait Nabi Saw.
Imam kedelapan Syiah ini dengan wajah yang memikat dan penuh spiritual serta mengenakan pakaian yang sederhana tampil di hadapan halayak. Semua orang yang hadir tengah menanti ucapan berharga beliau. Halayak diam menanti sabda manusia suci ini dan pengajarannya atas ajaran Ilahi. Imam kemudian berkata, “Aku mendengar dari ayahku Musa bin Ja'far, dia berkata mendengar dari ayahnya, Ja'far bin Muhammad yang berkata mendengar dari ayahnya Muhammad bin Ali yang berkata mendengar dari ayahnya Ali bin al-Husain yang mendengar dari ayahnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as yang berkata mendengar dari Rasulullah saw yang berkata mendengar dari Jibril as yang berkata, Allah swt berfirman:
Kalimat Laa ilaha illaLlah adalah pagar dan bentengku. Barang siapa yang masuk kedalamnya maka dia akan aman dari azab. Setelah itu Imam Ridha as berkata, “Tapi dengan syarat-syaratnya, dan aku adalah salah satu dari syarat-syarat itu.”
Ahlulbait Nabi Saw adalah pemimpin manusia yang membimbing mereka ke arah kebahagiaan dan pengetahuan serta menyelamatkan mereka dari kebuntuan dan kegelapan. Di antara pengaruh yang berikan para Imam dan pemimpin saleh kepada masyarakat adalah gerakan ke arah kesempurnaan. Oleh karena itu, setiap masyarakat yang menjadikan ajaran para pemimpin seperti Imam Ridha as sebagai panutannya, maka mereka tidak akan terjebak di kekakuan pemikiran dan keletihan.
Karakteristik moral, kezuhudan dan ketakwaan Imam Ridha as bahkan dipuji oleh musuhnya. Beliau sangat bersahaja dan penuh welas asih saat berhubungan dengan masyarakat dan tidak pernah merasa terpisah dari rakyat.
Salah satu julukan beliau adalah "Rauf" atau penyayang. Beliau as memiliki hubungan baik dengan orang kaya dan fakir-miskin, cerdik-pandai dan masyarakat awam, serta para pecinta bahkan musuh-musuh beliau.
Salah seorang sahabat Imam as berkata, "Setelah menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, beliau as selalu bersikap ramah dan penuh kasih sayang terhadap anggota keluarga dan orang-orang sekitarnya. Setiap kali menyambut hidangan makan, beliau as selalu memanggil anak kecil, orang dewasa bahkan para pekerja." Ketika para budak tidak memperoleh hak-hak minimalnya, Imam Ridha as memperlakukan mereka dengan baik dan penuh kasih sayang. Mereka mendapat tempat dan dihormati di rumah sang Imam. Mereka banyak belajar etika dan nilai-nilai kemanusiaan dari Sang Imam. Selain memperlakukan mereka dengan kasih sayang, Imam as senantiasa menasehati bahwa jika kalian tidak memperlakukan manusia dengan seperti ini, maka kalian telah menzalimi mereka.
Salah seorang yang menyertai Imam Ridha as berkata, "Dalam perjalanan ke Khorasan, aku menyertai Imam Ridha as. Suatu ketika Imam meminta dihidangkan makanan. Beliau as mengumpulkan seluruh rombongan di dekat jamuan, termasuk para budak dan orang-orang lain. Aku berkata kepada beliau: "Wahai Imam, sebaiknya mereka makan di tempat lain." Beliau berkata: "Tenanglah! Pencipta kita semua adalah satu, ayah kita adalah Nabi Adam as dan ibu kita semua adalah Hawa. Pahala dan siksa bergantung pada perbuatan masing-masing."
Ketika berusia 35 tahun Imam Ridha as memegang tugas Imamah dan membimbing umat Islam. Imamah Imam Ridha as berlansung selama 20 tahun. Setiap ucapan beliau menunjukkan semangat untuk meraih keridhaan Allah Swt, oleh karena itu beliua dikenal dengan julukan Ridha, yakni orang yang telah meraih puncak kesempurnaan akhlak dan rela atas apa yang diberikan oleh Tuhan.
Ajaran dan bimbingan ilmiah, ideologi dan politik Imam Ridha as yang bersumber dari Islam yang otentik membuat Khalifah Makmun sangat khawatir, karena setiap hari masyarakat Muslim semakin menyadari akan keluasan ilmu dan keutamaan Imam Ridha as. Masyarakat pun sadar akan keunggulan beliau. Kesadaran masyarakat atas posisi unggul Imam Ridha membuat rakyat meragukan Makmun dan kekuasaannya, meski ia sendiri berulang kali memuji keagungan ilmiah dan pengaruh spiritual Imam Ridha as, namun karena ia terjebak di rawa haus kekuasaan maka Makmun hanya berpikir untuk mempertahankan kekuasaannya.
Makmun berjalan sambil diam dan tangannya memetik buah anggur di bejana serta memakannya. Kemudian ia maju dan mencium kening Imam. Ia memberi seikat anggur kepada Imam dan berkata, Wahai anak Rasulullah! Aku tidak melihat anggur yang lebih baik dari anggur ini. Imam menjawab, “Tapi anggur surga lebih baik dari yang ini. Makmun kemudian berkata, silahkan makan anggur ini. Imam menolaknya. Tapi Makmun bersikeras memberi buah yang telah diracun kepada Imam.
Imam tersenyum dengan kecut. Saat itu, kulit beliau langsung pucat dan kondisinya berubah. Kemudian beliau melempar anggut tersebut ke tanah dan bangkit. Dengan lesu, beliau berjalan. Abu Salt, salah satu sahabat dekat Imam Ridha yang tidak menyadari apa yang terjadi dengan Imam, sangat gembira ketika menyaksikan Imam muncul. Ia gembira karena berada di sisi salah satu keturunan Rasulullah, Imam Ridha as. Menurutnya adalah mentari yang menerangi hati-hati yang telah siap dan memberi mereka kehidupan.
Abu Salt yang tengah merenung akhirnya menyadari kondisi tak wajar Imam Ridha as. Ia menyadari bahwa Makmun telah menggunakan tipu daya terakhirnya. Ia kemudian melolong dan menangis, tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak lama kemudian Imam Ridha as gugur syahid. Hari itu adalah hari terakhir di bulan Safar tahun 203 H.
Meski Imam Ridha gugur syahid dalam kondisi terasing, namun cahaya hidayahnya yang disampaikan Allah Swt melalui Ahlulbait Nabi untuk kebahagiaan manusia tidak pernah padam.
Muhammad Saw; Mentari Penerang Alam Semesta
Hasan bin Ali bin Abi Thalib as yang dikenal dengan Imam Hasan al-Mujtaba adalah imam kedua Syiah dan putra sulung dari Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa.
Bulan Safar di kalangan para ulama Syiah dianggap sebagai hari syahidnya Imam Hasan as, cucu Rasulullah Saw. Menurut riwayat masyhur, kesyahidan beliau terjadi pada tahun 50 H/670. Riwayat paling populer menyebutkan Imam Hasan gugur syahid pada akhir bulan Safar yaitu tanggal 28 Safar. Riwayat lain mencatat beliau syahid pada hari ke-7 bulan Safar.
Salah seorang ulama yang meyakini 7 Safar sebagai hari kesyahidan Imam Hasan as adalah Syahid Awwal. Menurut para ulama besar seperti, Kaf'ami, Syeikh Bahai, Allamah Majlisi, Shahibul Jawahir, Syeikh Kashif al-Ghita', dan Muhaddis Qummi, Imam Hasan al-Mujtaba gugur syahid pada tanggal 7 Safar. Dari dua riwayat yang berbeda, kaum Muslim Syiah memperingati hari syahidnya manusia suci ini setiap tanggal 7 dan 28 Safar.
Setelah Imam Ali as gugur syahid pada tahun 40 Hijriyah, kota Kufah sebagai pusat pemerintahan Ahlu Bait as kembali menyaksikan sebuah peristiwa besar yaitu pengangkatan Imam Hasan sebagai khalifah. Pada pagi hari 21 Ramadhan, Abdullah bin Abbas mengumpulkan masyarakat dan berkata kepada mereka, "Wahai masyarakat! Amirul Mukminin telah pergi ke persinggahan lain dan meninggalkan putranya di tengah kalian. Jika kalian ingin, putra beliau akan mendatangi kalian." Masyarakat menangis dan meminta kehadiran Imam Hasan di hadapan mereka.
Setelah kepergian ayah, Imam Hasan memikul tanggung jawab untuk memimpin masyarakat Muslim. Beliau bergerak cepat untuk menata kembali situasi yang kacau setelah gugurnya sang ayah dan mengendalikan urusan pemerintahan Islam.
Tidak butuh waktu lama bagi masyarakat untuk memahami bahwa Imam Hasan sama seperti ayahnya, memiliki tekad yang kuat untuk menegakkan keadilan dan menjalankan syariat Islam. Ini adalah sesuatu yang diimpikan oleh mayoritas masyarakat. Namun, penegakan keadilan membuat gusar segelintir orang dan kalangan oportunis.
Sejak masa itu, Imam Hasan as selalu menghadapi pembangkangan dan penentangan dari Mu'awiyah yang berkuasa di Syam. Penentangan ini menyebabkan pecahnya perang dan Imam Hasan juga memobilisasi sebuah pasukan untuk menghadapi perang. Tetapi, kondisi masyarakat Muslim tidak mengizinkan Imam untuk mengambil tindakan militer.
Mu'awiyah menawarkan proposal damai dan Imam Hasan juga menerimanya dengan penuh pertimbangan dan demi masa depan masyarakat Muslim. Ada beberapa faktor penting yang membuat Imam memprioritaskan perdamaian. Salah satu tindakan Bani Umayyah adalah menjauhkan para tokoh dan orang-orang penting dari lingkaran Imam Hasan. Mu'awiyah menarik para tokoh dengan memberikan suap dan janji-janji manis.
Imam Hasan telah menyiapkan sebuah pasukan besar, tetapi ia sendiri tidak yakin dengan kesetiaan mereka. Beberapa komandan pasukan menolak berperang dengan tentara Syam setelah menerima suap dari Bani Umayyah.
"Hari ini karena kedengkian dan dendam, persatuan dan kesepahaman telah hilang di antara kalian. Ketahanan kalian telah hilang dan lisan kalian mulai mengeluh. Hari ini adalah hari di mana kalian lebih mementingkan kepentingan kalian daripada agama dan kalian tidak setia," kata Imam Hasan as dalam menanggapi perilaku sekelompok komandan pasukannya.
Imam Hasan berada pada situasi yang sangat sulit dan memahami bahwa kerugian perang dengan Mu'awiyah lebih besar dari keuntungannya. Untuk itu, beliau menerima perdamaian dan tentu saja dengan beberapa syarat. Menurut salah satu butir kesepakatan damai, pasca Mu'awiyah kekhalifahan akan diserahkan kembali kepada Imam Hasan as.
Jika sesuatu terjadi pada beliau, maka Imam Husein as akan menduduki posisi khalifah dan Mu'awiyah tidak boleh mengangkat orang lain sebagai penggantinya.
Bani Umayyah juga harus berhenti menyebarkan bid'ah dan menghina serta melaknat Amirul Mukminin Ali as di mimbar-mimbar masjid, dan mengenang beliau dengan kebaikan. Mu'awiyah juga harus memberikan kompensasi satu juta dirham kepada para keluarga syuhada yang terbunuh di barisan Imam Ali as dalam Perang Jamal dan Shiffin.
Mu'awiyah wajib memberikan rasa aman kepada para sahabat Ali as dan Syiahnya di mana pun mereka berada. Harta, jiwa, dan anak-anak mereka harus memperoleh rasa aman. Muawiyah tidak boleh merongrong Hasan dan Husein as secara diam-diam ataupun terang-terangan atau menakut-nakuti pengikutnya. Poin terakhir dokumen kesepakatan itu menegaskan bahwa Mu'awiyah akan berkomitmen dengan perjanjian yang disepakati dan tidak menimbulkan persoalan bagi Hasan bin Ali atau saudaranya atau salah satu dari Ahlul Bait Nabi baik secara diam-diam atau pun terang-terangan.
Imam Hasan as berusaha memasukkan sikap politiknya dalam butir-butir kesepakatan sehingga dapat meneruskan perlawanan terhadap Mu'awiyah di tingkat lain. Beliau memasukkan poin-poin yang sangat menguntungkan Islam dan kaum Muslim dan berusaha memperkenalkan wajah asli Mu'awiyah kepada publik.
Imam Hasan memaksa Mu'awiyah untuk bertindak sesuai dengan al-Quran, Sunnah Nabi dan sirah Khulafaur Rasyidin. Tentu saja, Imam yakin bahwa Mu'awiyah tidak akan melaksanakan butir-butir kesepakatan, tetapi dengan cara ini wajah aslinya akan tersingkap dan ini termasuk salah satu motivasi besar Imam dalam perang dengan Mu'awiyah. Beliau memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memilih dan menentukan masa depannya dengan keputusan mereka sendiri.
Setelah kesepakatan damai, Imam Hasan as menetap sebentar di Kufah dan kemudian berpindah ke kota Madinah. Beliau memulai program-programnya dengan format baru di Madinah. Agama terancam oleh penyimpangan dan bid'ah karena kegiatan-kegiatan menyimpang Bani Umayyah dilakukan atas nama Islam.
Imam Hasan memilih gerakan budaya dan pemikiran untuk menjelaskan prinsip-prinsip Islam kepada masyarakat. Metode ini akan memudahkan mereka untuk memilah antara kebenaran dan kesesatan. Imam menjadikan Madinah sebagai basis penting untuk mempromosikan pemikiran Islam dan mendidik para fuqaha, perawi hadis, dan ulama besar. Para pencari ilmu dari berbagai penjuru Dunia Islam datang ke Madinah dan berguru kepada Imam Hasan.
Pelanggaran Bani Umayyah terhadap kesepakatan damai mulai terkuak seiring berjalannya waktu. Penguasa Umawi memandang Imam Hasan sebagai batu sandungan untuk menjalankan beberapa rencana jahatnya. Salah satu agenda Mu'awiyah adalah mengangkat putranya, Yazid sebagai penggantinya.
Mu'awiyah ragu-ragu untuk mengambil keputusan yang melanggar kesepakatan damai dengan Imam Hasan. Dia tahu bahwa jika rencana itu diwujudkan di masa hidup Imam, pasti ia akan mendapat penentangan keras dari Hasan bin Ali as. Untuk itu, Mu'awiyah mencari segala cara untuk menyingkirkan Imam Hasan.
Muaawiyah menawarkan Ja'dah binti Asy'at bin Qais, salah seorang istri Imam Hasan untuk meracuni suaminya itu. Jika berhasil, ia akan diberi seratus ribu dirham imbalan dan dinikahkan dengan Yazid, yang akan dilantik sebagai raja pengganti. Ja'dah menerima tawaran itu dan berhasil membunuh Imam Hasan as dengan cara menuangkan racun ke air minumnya.
Dalam riwayat, Imam Hasan dikenal sebagai pribadi yang dermawan, penenang setiap kalbu yang didera kesusahan, dan pengayom kaum fakir-miskin. Tak ada seorang miskin pun yang datang mengadu kepadanya lantas kembali dengan tangan hampa. Terkadang, jauh sebelum si miskin mengadukan kesulitan hidupnya, Imam Hassan sudah terlebih dahulu membantu mengatasinya dan tak membiarkannya harus merasa hina lantaran meminta bantuan.
Imam Hasan berkata, "Memberi sebelum diminta adalah kebesaran jiwa yang teragung."
Muhammad Saw; Mentari Penerang Alam Semesta
Hasan bin Ali bin Abi Thalib as yang dikenal dengan Imam Hasan al-Mujtaba adalah imam kedua Syiah dan putra sulung dari Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa.
Bulan Safar di kalangan para ulama Syiah dianggap sebagai hari syahidnya Imam Hasan as, cucu Rasulullah Saw. Menurut riwayat masyhur, kesyahidan beliau terjadi pada tahun 50 H/670. Riwayat paling populer menyebutkan Imam Hasan gugur syahid pada akhir bulan Safar yaitu tanggal 28 Safar. Riwayat lain mencatat beliau syahid pada hari ke-7 bulan Safar.
Salah seorang ulama yang meyakini 7 Safar sebagai hari kesyahidan Imam Hasan as adalah Syahid Awwal. Menurut para ulama besar seperti, Kaf'ami, Syeikh Bahai, Allamah Majlisi, Shahibul Jawahir, Syeikh Kashif al-Ghita', dan Muhaddis Qummi, Imam Hasan al-Mujtaba gugur syahid pada tanggal 7 Safar. Dari dua riwayat yang berbeda, kaum Muslim Syiah memperingati hari syahidnya manusia suci ini setiap tanggal 7 dan 28 Safar.
Setelah Imam Ali as gugur syahid pada tahun 40 Hijriyah, kota Kufah sebagai pusat pemerintahan Ahlu Bait as kembali menyaksikan sebuah peristiwa besar yaitu pengangkatan Imam Hasan sebagai khalifah. Pada pagi hari 21 Ramadhan, Abdullah bin Abbas mengumpulkan masyarakat dan berkata kepada mereka, "Wahai masyarakat! Amirul Mukminin telah pergi ke persinggahan lain dan meninggalkan putranya di tengah kalian. Jika kalian ingin, putra beliau akan mendatangi kalian." Masyarakat menangis dan meminta kehadiran Imam Hasan di hadapan mereka.
Setelah kepergian ayah, Imam Hasan memikul tanggung jawab untuk memimpin masyarakat Muslim. Beliau bergerak cepat untuk menata kembali situasi yang kacau setelah gugurnya sang ayah dan mengendalikan urusan pemerintahan Islam.
Tidak butuh waktu lama bagi masyarakat untuk memahami bahwa Imam Hasan sama seperti ayahnya, memiliki tekad yang kuat untuk menegakkan keadilan dan menjalankan syariat Islam. Ini adalah sesuatu yang diimpikan oleh mayoritas masyarakat. Namun, penegakan keadilan membuat gusar segelintir orang dan kalangan oportunis.
Sejak masa itu, Imam Hasan as selalu menghadapi pembangkangan dan penentangan dari Mu'awiyah yang berkuasa di Syam. Penentangan ini menyebabkan pecahnya perang dan Imam Hasan juga memobilisasi sebuah pasukan untuk menghadapi perang. Tetapi, kondisi masyarakat Muslim tidak mengizinkan Imam untuk mengambil tindakan militer.
Mu'awiyah menawarkan proposal damai dan Imam Hasan juga menerimanya dengan penuh pertimbangan dan demi masa depan masyarakat Muslim. Ada beberapa faktor penting yang membuat Imam memprioritaskan perdamaian. Salah satu tindakan Bani Umayyah adalah menjauhkan para tokoh dan orang-orang penting dari lingkaran Imam Hasan. Mu'awiyah menarik para tokoh dengan memberikan suap dan janji-janji manis.
Imam Hasan telah menyiapkan sebuah pasukan besar, tetapi ia sendiri tidak yakin dengan kesetiaan mereka. Beberapa komandan pasukan menolak berperang dengan tentara Syam setelah menerima suap dari Bani Umayyah.
"Hari ini karena kedengkian dan dendam, persatuan dan kesepahaman telah hilang di antara kalian. Ketahanan kalian telah hilang dan lisan kalian mulai mengeluh. Hari ini adalah hari di mana kalian lebih mementingkan kepentingan kalian daripada agama dan kalian tidak setia," kata Imam Hasan as dalam menanggapi perilaku sekelompok komandan pasukannya.
Imam Hasan berada pada situasi yang sangat sulit dan memahami bahwa kerugian perang dengan Mu'awiyah lebih besar dari keuntungannya. Untuk itu, beliau menerima perdamaian dan tentu saja dengan beberapa syarat. Menurut salah satu butir kesepakatan damai, pasca Mu'awiyah kekhalifahan akan diserahkan kembali kepada Imam Hasan as.
Jika sesuatu terjadi pada beliau, maka Imam Husein as akan menduduki posisi khalifah dan Mu'awiyah tidak boleh mengangkat orang lain sebagai penggantinya.
Bani Umayyah juga harus berhenti menyebarkan bid'ah dan menghina serta melaknat Amirul Mukminin Ali as di mimbar-mimbar masjid, dan mengenang beliau dengan kebaikan. Mu'awiyah juga harus memberikan kompensasi satu juta dirham kepada para keluarga syuhada yang terbunuh di barisan Imam Ali as dalam Perang Jamal dan Shiffin.
Mu'awiyah wajib memberikan rasa aman kepada para sahabat Ali as dan Syiahnya di mana pun mereka berada. Harta, jiwa, dan anak-anak mereka harus memperoleh rasa aman. Muawiyah tidak boleh merongrong Hasan dan Husein as secara diam-diam ataupun terang-terangan atau menakut-nakuti pengikutnya. Poin terakhir dokumen kesepakatan itu menegaskan bahwa Mu'awiyah akan berkomitmen dengan perjanjian yang disepakati dan tidak menimbulkan persoalan bagi Hasan bin Ali atau saudaranya atau salah satu dari Ahlul Bait Nabi baik secara diam-diam atau pun terang-terangan.
Imam Hasan as berusaha memasukkan sikap politiknya dalam butir-butir kesepakatan sehingga dapat meneruskan perlawanan terhadap Mu'awiyah di tingkat lain. Beliau memasukkan poin-poin yang sangat menguntungkan Islam dan kaum Muslim dan berusaha memperkenalkan wajah asli Mu'awiyah kepada publik.
Imam Hasan memaksa Mu'awiyah untuk bertindak sesuai dengan al-Quran, Sunnah Nabi dan sirah Khulafaur Rasyidin. Tentu saja, Imam yakin bahwa Mu'awiyah tidak akan melaksanakan butir-butir kesepakatan, tetapi dengan cara ini wajah aslinya akan tersingkap dan ini termasuk salah satu motivasi besar Imam dalam perang dengan Mu'awiyah. Beliau memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memilih dan menentukan masa depannya dengan keputusan mereka sendiri.
Setelah kesepakatan damai, Imam Hasan as menetap sebentar di Kufah dan kemudian berpindah ke kota Madinah. Beliau memulai program-programnya dengan format baru di Madinah. Agama terancam oleh penyimpangan dan bid'ah karena kegiatan-kegiatan menyimpang Bani Umayyah dilakukan atas nama Islam.
Imam Hasan memilih gerakan budaya dan pemikiran untuk menjelaskan prinsip-prinsip Islam kepada masyarakat. Metode ini akan memudahkan mereka untuk memilah antara kebenaran dan kesesatan. Imam menjadikan Madinah sebagai basis penting untuk mempromosikan pemikiran Islam dan mendidik para fuqaha, perawi hadis, dan ulama besar. Para pencari ilmu dari berbagai penjuru Dunia Islam datang ke Madinah dan berguru kepada Imam Hasan.
Pelanggaran Bani Umayyah terhadap kesepakatan damai mulai terkuak seiring berjalannya waktu. Penguasa Umawi memandang Imam Hasan sebagai batu sandungan untuk menjalankan beberapa rencana jahatnya. Salah satu agenda Mu'awiyah adalah mengangkat putranya, Yazid sebagai penggantinya.
Mu'awiyah ragu-ragu untuk mengambil keputusan yang melanggar kesepakatan damai dengan Imam Hasan. Dia tahu bahwa jika rencana itu diwujudkan di masa hidup Imam, pasti ia akan mendapat penentangan keras dari Hasan bin Ali as. Untuk itu, Mu'awiyah mencari segala cara untuk menyingkirkan Imam Hasan.
Muaawiyah menawarkan Ja'dah binti Asy'at bin Qais, salah seorang istri Imam Hasan untuk meracuni suaminya itu. Jika berhasil, ia akan diberi seratus ribu dirham imbalan dan dinikahkan dengan Yazid, yang akan dilantik sebagai raja pengganti. Ja'dah menerima tawaran itu dan berhasil membunuh Imam Hasan as dengan cara menuangkan racun ke air minumnya.
Dalam riwayat, Imam Hasan dikenal sebagai pribadi yang dermawan, penenang setiap kalbu yang didera kesusahan, dan pengayom kaum fakir-miskin. Tak ada seorang miskin pun yang datang mengadu kepadanya lantas kembali dengan tangan hampa. Terkadang, jauh sebelum si miskin mengadukan kesulitan hidupnya, Imam Hassan sudah terlebih dahulu membantu mengatasinya dan tak membiarkannya harus merasa hina lantaran meminta bantuan.
Imam Hasan berkata, "Memberi sebelum diminta adalah kebesaran jiwa yang teragung."
Transaksi Senjata Iran akan Dimulai 18 Oktober 2020
Juru bicara delegasi perwakilan Iran di PBB mengatakan, Iran pada 18 Oktober 2020 bersamaan dengan berakhirnya pembatasan senjata, akan memulai transaksi senjatanya.
ISNA (16/10/2020) melaporkan, Alireza Miryousefi menuturkan, sepenuhnya jelas bahwa PBB, dan mayoritas negara anggota menentang apa yang disebut sebagai kebijakan tekanan maksimum Amerika Serikat terhadap Iran.
Ia menambahkan, upaya Amerika untuk semakin melanggar kesepakatan nuklir JCPOA, dan resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB berujung dengan terkucilnya negara itu.
Jubir delegasi Iran di PBB juga menyinggung soal kemitraan Iran dengan negara lain di bidang senjata.
"Iran memiliki sahabat, dan mitra dagang yang banyak, dan punya industri senjata dalam negeri yang kuat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pertahanannya sendiri untuk menghadapi ancaman asing," imbuhnya.
Berdasarkan resolusi 2231 DK PBB, mulai tanggal 18 Oktober 2020, embargo senjata Iran akan berakhir.
Iran Desak Masyarakat Internasional Bersatu Hadapi Dampak Unilateralisme AS
Wakil Republik Islam Iran di Komite Ketiga Majelis Umum PBB seraya menyesalkan ketidakpedulian Amerika atas sikap PBB di masa pandemi Corona, meminta masyarakat internasional bersatu melawan dampak unilateralisme Washington.
Seperti dilaporkan IRNA, Mohammad Zareian Jumat (16/10/2020) di sidang Komite Ketiga Majelis Umum PBB seraya menjelaskan bahwa PBB sejak awal pandemi Corona mengakui secara resmi dampak merusak sanksi sepihak dan pentingnya solidaritas serta penghormatan penuh terhadap HAM, mengingatkan,meski demikian Amerika dengan menjatuhkan sanksi sepihak dan ilegal terhadap berbagai negara yang lebih banyak terpapar Corona, telah meningkatkan ketidakpeduliannya.
“Represi maksimum terhadap bangsa Iran selama masa pandemi Corona, dengan jelas melanggar hak kehidupan dan kesehatan khususnya bagi lapisan masyakat yang paling terdampak wabah ini seperti perempuan, anak-anak, manula serta pasien,” papar Zareian.
Wakil Iran ini juga menjelaskan, dampak transteritorial langkah paksa sepihak yang diterapkan Amerika terhadap mayoritas negara berdampak pada kedaulatan negara, kepentingan legal berbagai lembaga atau individu serta kebebasan perdagangan dan navigasi serta mengganggu realisasi hak atas pembangunan.
Sanksi sepihak dan zalim Washington yang mencakup kebutuhan mendasar dan bahkan obat-obatan serta peralatan medis dapat menciptakan beragam kendala bagi rakyat di negara-negara yang disanksi Amerika khususnya pasien Corona.
Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif baru-baru ini seraya memprotes kebijakan permusuhan Amerika di tengah-tengah maraknya pandemi COVID-19 mengatakan, dunia tidak lagi dapat diam menyaksikan terorisme ekonomi Amerika yang dibarengi dengan terorisme medis.
Rahbar Hadiri Acara Duka Kesyahidan Imam Ridha as
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menghadiri acara duka memperingati kesyahidan Imam Ali bin Musa ar-Ridha as.
Acara yang berlangsung sebelum Dzuhur tersebut diselenggarakan di Huseiniyah Imam Khomeini ra di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran, Sabtu (17/10/2020).
Tanggal 30 Safar 203 H, Imam Ridha as gugur syahid. Beliau adalah cicit Rasulullah Saw. Beliau dimakamkan di Mashhad, timur laut Republik Islam Iran.
Imam Ridha as lahir pada tahun 148 Hijriah di kota Madinah. Beliau menjadi imam setelah ayahnya Imam Musa Kazhim as gugur syahid.
Imam Ali bin Musa as dipanggil Ridha karena sikap rela dan gembira menerima apa yang dikaruniakan kepadanya.
Makmun, Khalifah Bani Abbas pada tahun 200 Hijriah memerintahkan Imam Ridha as untuk pergi ke Marv, yang terletak di tenggara Turkmenistan sekarang yang dulunya merupakan bagian dari Khorasan Besar.
Meskipun Makmun melantik Imam Ridha as menjadi penggantinya, tetapi sebenarnya hal itu dengan berniat untuk memperkokohkan pemerintahannya. Dalam kondisi ini, Imam terpaksa menerimanya.
Kedudukan tinggi ilmu dan spiritual Imam Ridha as dan pengaruhnya yang semakin berkembang dalam opini umum secara berangsur-angsur menyebabkan Makmun menjadi takut. Akhirnya Makmun meracuni Imam Ridha as.
Di antara kata-kata hikmah yang dapat dipetik dari kata-kata beliau adalah "Hamba Allah terbaik adalah mereka yang merasa senang setiap kali berbuat baik dan segera meminta ampunan setiap kali berbuat salah. Mereka akan bersyukur atas setiap nikmat yang dianugerahkan kepadanya, dan ketika dililit masalah, mereka tetap bersabar dan tidak murka."
Hejazi: Kawasan tidak lagi Aman bagi AS
Wakil komandan pasukan Quds Sepah Pasdaran Iran (IRGC) saat merespon statemen presiden Amerika terkait bahwa setelah gugurnya Syahid Qasem Soleimani, kawasan semakin aman bagi pasukan Amerika mengatakan, “Jika kawasan bagi kalian semakin aman, lantas mengapa kalian melarikan diri?”
Brigjen. Mohammad Hejazi Jumat (16/10/2020) di konferensi internasional kelima para pejuang di Tehran menekankan, pasukan Amerika di seluruh dunia dalam kondisi ketakutan.
“Amerika ingin secepatnya keluar dari Afghanistan dan metode penarikan diri dari kawasan karena ketakutan karena kawasan tidak lagi aman bagi mereka,” ungkap Hejazi.
Wakil komandan pasukan Quds IRGC ini seraya menjelaskan bahwa Amerika saat ini sendirian dan terkucil mengungkapkan, arus muqawama terus berlanjut dan masih akan berlanjut serta pengalaman membuktikan bahwa poros muqawama senantiasa menang dan terus maju serta bagi musuh adalah kemunduran dan kejatuhan.
Hejazi juga mengisyaratkan normalisasi hubungan sebagian rezim Arab dengan Israel dan mengatakan, bangsa Muslim kawasan menentang keras langkah seperti ini.
Konferensi internasional kelima para pejuang di pengasingan dengan topik Palestina dan sistem global masa depan digelar di Tehran hari Jumat.
Di konferensi ini diberikan penghargaan kepada wakil dari Nigeria, Yaman, Palestina, Lebanon dan Bahrain yang menjadi pelopor perjuangan anti kubu arogan dunia di kawasan.
Iran Kecam Serangan Rudal ke Ganja, Azerbaijan
Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Republik Azerbaijan mengecam serangan rudal ke kota Ganja yang menewaskan serta menciderai sejumlah warga sipil.
Akibat serangan rudal Sabtu (17/10/2020) dini hari militer Armenia ke kota Ganja, kota kedua terbesar di Republik Azerbaijan sampai saat ini 12 orang dilaporkan tewas dan 40 lainnya cidera.
Kedubes Iran di Republik Azerbaijan di statemennya seraya mengucapkan solidaritas kepada keluarga korban dan berharap kesembuhan korban terluka di insiden ini, menekanakn, serangan ke kota dan rakyat tak berdosa bertentangan dengan hukum dan norma-norma yang diakui internasional serta sebuah kejahatan perang yang harus segera dihentikan.
Serangan rudal beberapa malam lalu militer Armenia ke kota Ganja juga menewaskan sepuluh orang dan menciderai 35 lainnya.
Republik Azerbaijan dan Armenia terlibat friksi terkait kawasan Nagorno-Karabakh dan friksi ini meletus tahun 1988.
Babak baru konfrontasi bersenjata meletus pada 27 September dan sampai saat ini sejumlah pasukan kedua pihak tewas dan terluka.