
کمالوندی
Masjid Hagia Sophia
Jumat 24 Juli 2020 setelah 86 tahun, suara azan kembali berkumandang dari pengeras suara di Masjid Hagia Sophia. Tak diragukan lagi, hati-hati yang rindu di sekitar masjid ini bergetar dan gembira ketika mendengar suara muadzin yang memberi berita bahwa tempat bersejarah ini kembali ke asalnya.
Setelah beberapa dekade, tempat ini kembali menjadi lokasi ibadah dan munajat para monoteisme. Poin penting yang patut diperhatikan di perubahan ini adalah sambutan luas warga Muslim dan penyelenggaraan ritual ibadah shalat Jumat di Masjid Hagia Sophia. Setelah pengumuman berita ini, berbagai masyarakat Turki di sekitar masjid ini bergembira dan saling mengucapkan selamat di jejaring sosial.
Masjid Hagia Sophia adalah mahakarya arsitektur dan tentu saja penting dalam periode Bizantium dan Ottoman. Hagia Sophia dibangun pada masa Kekaisaran Bizantium atas perintah istri Kaisar Justinian I, Theodora. 10.000 pekerja membangun dan menyelesaikannya selama 5 tahun di bawah pengawasan 100 profesor dan arsitek. Sebagai sebuah gereja, ini adalah salah satu situs bersejarah dan keagamaan paling indah di Istanbul.
Hagia Sophia
Hagia Sophia berarti kebijaksanaan suci. Ketika Konstantinopel ditaklukkan oleh pasukan Ottoman, gereja diubah menjadi masjid atas perintah raja Ottoman, dan menara ditambahkan ke masjid pada saat ini. Tempat ini telah direnovasi dan dibangun kembali berkali-kali selama bertahun-tahun. Salah satu perubahan ini dapat dilihat pada masa Kemal Ataturk. Atas usulan Ataturk, Masjid Hagia Sophia dijadikan museum di tahun 1934.
Karpet masjid dikumpulkan dan tablet bundar yang beruliskan Allah Swt, Nabi Muhammad (SAW), Khulafaur Rasyidin, Imam Hassan (AS) dan Imam Hussein (AS) diturunkan sehingga keadaan spiritual tempat ini akan menjadi suasana museum. Namun, ketika mereka mencoba untuk menghapus tablet untuk digunakan di masjid-masjid lain, mereka tidak dapat menghapusnya dari pintu Hagia Sophia karena ukurannya yang berlebihan. Mereka harus ditumpuk di atas segalanya dan disimpan di sudut. Beberapa waktu kemudian, pada tahun 1949, tablet-tablet ini sekali lagi menghiasi dinding Hagia Sophia.
Nasib Hagia Sophia terkait dengan sejarah politik Turki. Pandangan singkat tentang sejarah Turki mengungkapkan dua pandangan berbeda tentang agama di negara ini. Di era Ottoman, para kaisar berusaha untuk memerintah rakyat atas nama agama dengan menyebut diri mereka sebagai khalifah. Selama periode inilah Hagia Sophia menjadi masjid.
Dengan runtuhnya Kekaisaran Ottoman dan pembentukan Republik Turki pada tahun 1923, Mustafa Kemal Ataturk, pemimpin kemerdekaan Turki, berkuasa. Dia adalah pendukung sekularisme dan nasionalisme dan memulai perjuangan besar melawan agama dan orang-orang beragama. Atas perintahnya, pada tahun 1934, Hagia Sophia menjadi museum. Dan hari ini, beberapa dekade kemudian, kita menyaksikan transformasi Hagia Sophia menjadi masjid lagi.
Dapat dikatakan bahwa ini adalah semacam kegagalan sekularisme dan pendekatan ulang manusia terhadap spiritualitas dan agama. Dalam beberapa abad terakhir, pengabaian ilmu pengetahuan modern tentang aktivitas Tuhan dalam keberadaan dan objektifikasi dari semua hubungan keberadaan telah mendominasi pemikiran materialis. Tetapi sekarang tampaknya umat manusia sedang mencari yang hilang dalam menaati kembali kerohanian, dan para pengikut agama yang berbeda, apakah itu monoteis atau agama lain, semuanya mencari penyelamat.
Sekarang, terlepas dari institusi sekuler yang menekankan wacana Ataturk di Republik Turki, wacana ini tampaknya telah kehilangan tempatnya semula dalam masyarakat dan hanya slogan-slogannya yang tersisa di masyarakat Turki. Hari ini, kita menghadapi minat manusia yang luas dalam menghubungkan ke asal usul alam semesta, sebagai faktor yang paling meyakinkan dan membebaskan. Sebagai buntut dari krisis saat ini di dunia, manusia menjadi semakin sadar akan inefisiensi dan kelemahan pemikiran materialistis dan kembali ke panggilan sifat mereka.
Dari perspektif ini, kita menyaksikan fondasi pemikiran humanis yang goyah dan menurun di dunia sekuler. Manusia sadar betul bahwa pemikiran materialis tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia yang sesungguhnya dan lebih merupakan sarana untuk memperbudak manusia pada kerangka kerja pemikiran ateistik yang busuk daripada sebagai sarana pembebasan manusia.
Saat ini, masyarakat dan bangsa telah mencapai kesadaran, penemuan diri, kepercayaan diri dan pandangan jauh ke depan, dan bertekad untuk mengembalikan agama ke dunia manusia dan kehidupan sosial, bukan dalam bahasa dan penampilan, dan mengikuti sekolah di mana rasionalitas adalah spiritualitas. Kekuatan dengan moralitas, pengetahuan dan ilmu yang berharga dengan aksi kolektif. Tidak diragukan lagi, dalam hal ini, agama Islam memiliki kapasitas tinggi untuk membimbing para pengikut dan para pencari kebenaran. Dasar agama ini adalah rasionalitas.
Jelas, sebuah agama yang membahas kecerdasan dan kebijaksanaan manusia, yakin akan legitimasi dan kebenarannya, dan semakin banyak sains yang tumbuh, semakin banyak ajarannya yang bersinar. Itulah sebabnya kita menyaksikan penyebaran Islam dan suara monoteisme di dunia. Mungkin dapat dikatakan bahwa anti-Islamisme dan Islamophobia yang sekarang dipimpin oleh kekuatan arogan adalah karena perhatian manusia dan pendekatan terhadap Islam.
Berita kontemplatif tentang pertumbuhan dan penyebaran Islam diterbitkan setiap hari. Baru-baru ini, berita tentang seorang politisi Belanda yang merupakan lawan setia dan propagandis ekstremis melawan Islam sadar dan bertobat serta kemudian memeluk agama Islam menarik perhatian media. Pada 4 Februari 2019, Joram van Klaveren, mantan anggota Partai Kebebasan sayap kanan di Belanda, mengumumkan bahwa ia lebih akrab dengan aspek-aspek positif agama ini ketika menulis buku anti-Islam. Dia begitu terpesona hingga akhirnya memeluk Islam dan mengubah topik bukunya.
Dalam beberapa bulan bahwa virus COVID-19 telah menantang semua temuan ilmiah dan teknologi dari manusia beradab dan menjerumuskan dunia ke dalam penyakit mematikan, ia telah mencari bantuan untuk menghilangkannya dari keyakinan pada Tuhan dan ajaran Islam. Dalam berita lain, kita membaca: Seorang pastor Jerman meminta imam sebuah masjid di salah satu kota di negara ini untuk mengumandangkan azan di gereja untuk membawa hati lebih dekat kepada Tuhan karena penyebaran virus Corona.
Sekaitan dengan ini sekitar 100 masjid di Jerman dan Belanda menyiarkan suara azan untuk meningkatkan semangan masyarakat dalam melawan wabah Corona.
Mengingat ajaran dan tuntunan berharga Islam untuk membantu orang lain, di papan iklan sanitasi Belanda juga ditulis ayat ke 32 Surah al-Maidah yang artinya “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
Islam menyajikan gambaran yang jelas dan masuk akal tentang Tuhan, sehingga banyak orang yang menjadi Muslim menganggap penjelasan untuk masuk Islam sebagai penjelasan Islam dari tauhid. Sebuah situs berita yang berafiliasi dengan Gereja Kristen di Amerika Serikat mengaitkan konversi banyak orang Barat ke Islam sebagai hukum Islam yang rasional dan menarik: “Doktrin Islam itu sederhana dan logis; Semua orang percaya sama. (Islam) adalah agama yang praktis dan tidak menganggap posisi pastor lebih unggul... Faktor lain adalah bimbingan dan bukti keteraturan di dalamnya.
Semakin manusia berpikir dan berakal, maka kita akan menyaksikan bertambahnya keyakinan akan kekuasaan Tuhan dalam mengatur segala urusan di dunia. Hal telah memberi warna baru ke dunia. Dapat dikatakan bahwa kebangkitan spiritualisme dan religiusitas akan mengubah wajah dunia dan akan menghadapi modernisme yang ada dengan tantangan epistemologis dan ontologis yang mendalam.
Mengapa Pamor AS Semakin Terpuruk Pasca Teror Syahid Soleimani ?
Instruksi langsung Presiden AS, Donald Trump dalam aksi teror terhadap Syahid Soleimani, Komandan Pasukan Quds Korp Garda Revolusi Islam Iran dan Abu Mahdi Al Muhandes, Wakil Ketua Al-Hashd Al-Shaabi Irak bersama sejumlah orang lainnya di bandara Baghdad yang terjadi 3 Januari 2020, sejak awal telah menyulut protes dan kecaman di seluruh dunia yang terus berlanjut hingga kini.
Pelapor Khusus PBB mengenai kasus pembunuhan Letjen Syahid Soleimani, Agnes Callamard dalam laporan yang disampaikan 6 Juli lalu, menyebut aksi militer AS tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional. Ia menilai tindakan militer AS terhadap Syahid Soleimani di luar proses hukum, tergesa-gesa atau sewenang-wenang. Menurutnya, Amerika Serikat telah gagal memberikan bukti yang cukup untuk mendukung klaimnya bahwa Soleimani merupakan ancaman yang akan terjadi.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan televisi Al-Mayadeen pada 12 Juli, Agnes Callamard menegaskan bahwa Amerika Serikat telah melanggar Piagam PBB dengan membunuh Letjen Soleimani. Pejabat PBB ini memandang tindakan Amerika Serikat membunuh seorang pejabat tinggi di negara ketiga pada Januari 2020 sebagai aksi berbahaya di arena internasional.
Callamard menyebut pembunuhan itu sebagai "pelanggaran terhadap semua prinsip", dan mengatakan bahwa Amerika Serikat telah mengubah definisi "bahaya yang akan terjadi" , padahal faktanya Letjen Soleimani bukan bahaya yang akan segera terjadi bagi Amerika Serikat.
Pejabat PBB ini mengatakan, "Pembunuhan Jenderal Soleimani merupakan masalah penting dalam dua tingkat hukum. Ini adalah masalah hukum internasional dan hubungan internasional. Jika seorang pejabat berpangkat tinggi di salah satu negara demokratis dibunuh dengan cara ini, saya pikir ini akan menjadi tindakan konfrontatif yang mengarah deklarasi perang, dan kemungkinan demikian sangat tinggi,".
Callamard menekankan, "selama empat atau lima tahun terakhir, Jenderal Soleimani memainkan peran yang efektif dan penting dalam perang melawan ISIS yang disebut Dewan Keamanan PBB sebagai kelompok teroris."
Laporan Callamard disambut dengan reaksi keras dari Amerika Serikat. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Morgan Ortagus dengan nada marah mengkritik laporan PBB dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.
Pentagon mengakui aksi pembunuhan Jenderal Soleimani dan rombongannya diperintahkan langsung oleh Donald Trump. Dalih Trump untuk menjustifikasi tindakan kriminalnya dengan menyebut Jenderal Soleimani memasuki Irak guna merencanakan serangan terhadap Amerika dan pangkalannya, sehingga serangan udara AS adalah tindakan pencegahan.
Namun, pejabat tinggi Irak membantah tuduhan tersebut. Perdana Menteri Irak waktu itu, Adel Abdul-Mahdi mengumumkan dalam sidang parlemen 5 Januari bahwa Jenderal Soleimani tiba di Baghdad untuk menyampaikan pesan Iran dan menanggapi surat Saudi, yang sebelumnya sudah disampaikan ke Tehran dari Baghdad. Dengan demikian, klaim Washington jelas dibuat-buat, dan kemudian terungkap bahwa pemerintahan Trump telah berencana untuk membunuh Jenderal Soleimani selama sekitar satu setengah tahun sebelumnya.
Faktanya, banyak bukti dan pernyataan pejabat senior AS yang menunjukkan bahwa Washington telah membuat keputusan ini selama berbulan-bulan dan hanya mencari waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana jahat ini. Pada 13 Juni 2020, NBC melaporkan bahwa Trump telah mengeluarkan perintah pembunuhan Syahid Soleimani pada Juni 2019, tujuh bulan sebelumnya. Keputusan ini keluar tidak lama setelah jatuhnya pesawat Global Hawk AS oleh pertahanan udara Iran.
Pada pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berlangsung Kamis (9/7/2020) para anggota dewan ini mengumumkan posisi mereka mengecam serangan drone yang dilancarkan militer AS terhadap Syahid Soleimani dan menilai aksi teror itu berada luar aturan internasional. Pertemuan ini kembali menunjukkan kegagalan lain bagi pemerintahan Trump yang semakin terkucil di arena global.
Tanggapan para anggota Dewan HAM PBB muncul setelah investigator khusus PBB, Agnes Callamard menyampaikan laporannya mengenai aksi terorisme yang dilakukan AS terhadap Iran di negara lain. Pada pertemuan itu, Callamard membacakan laporan tentang pembunuhan Syahid Soleimani dan rekan-rekannya yang diterbitkan dua hari sebelumnya. "Beberapa negara dan kekuatan non-negara menggunakan pesawat tanpa awak di seluruh dunia, sementara tidak ada kriteria yang mengatur penggunaannya," kata laporan itu.
Mengenai pembunuhan Syahid Soleimani, Callamard mengungkapkan, "Seorang pejabat tinggi pemerintah Iran menjadi sasaran, padahal ia pejabat suatu negara yang berdaulat. Operasi pembunuhan Soleimani belum pernah terjadi sebelumnya dalam konteks konflik bersenjata,". Menurutnya, pembunuhan Letjen Syahid Soleimani pertama kali dilakukan sebuah negara yang menggunakan prinsip pertahanan diri untuk membenarkan serangan terhadap pejabat pemerintah lain di wilayah negara ketiga, yang termasuk kategori tindakan ilegal.
Masalah yang disoroti para anggota Dewan HAM PBB dari laporan Callamard mengenai urgensi pengendalian operasi drone demi menghindari pembunuhan yang melanggar standar internasional. Callamard menyebut pengerahan drone di seluruh dunia menjadi masalah yang sangat berbahaya bagi keamanan internasional, dan acapkali kesalahan dalam operasi yang dilakukan dengan drone militer. Pernyataannya ini juga menunjuk ke arah jejak kelam penggunaan drone dalam operasi militer AS sejak kepresidenan Barack Obama yang dilakukan di sejumlah negara dunia.
Berbagai serangan yang dilakukan dengan dalih memerangi terorisme sejauh ini telah membunuh banyak warga sipil, dan Washington terus berusaha membenarkan aksi mereka dengan mengklaim bahwa masalah itu sebagai efek samping belaka. Perwakilan Uni Eropa di Dewan HAM PBB mengkritik masalah ini dengan mengatakan bahwa penggunaan drone dalam operasi pembunuhan tidak dapat dibenarkan dan tidak bisa diterima.
Masalah sentral dari pembunuhan Letjen Soleimani dilakukan pemerintahan Trump tanpa sepengetahuan atau izin pemerintah Irak dengan melancarkan serangan drone, padahal ia merupakan tamu dari pemerintah Irak dan membawa pesan dari negaranya untuk Perdana Menteri saat itu Adel Abdul-Mahdi. Serangan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Irak dan termasuk tindakan ilegal.
Poin penting lainnya mengenai banyaknya anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menyebut langkah AS itu ilegal, mengindikasikan bahwa Washington telah gagal meyakinkan masyarakat internasional untuk membenarkan tindakan kriminalnya.
"Pembunuhan Jenderal Soleimani oleh Amerika Serikat adalah pelanggaran terhadap Piagam PBB," kata utusan Kuba. Bahkan pihak Eropa yang menjadi mitra Washington menolak untuk membenarkan langkah pemerintahan Trump. Perwakilan Belanda di PBB mengatakan, "Operasi pembunuhan ini berada di luar kerangka hukum yang menimbulkan risiko besar di tingkat internasional,".
Laporan investigator Khusus PBB dan para anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB tentang ilegalnya aksi militer AS dalam pembunuhan Syahid Soleimani dan rombongannya dengan jelas menunjukkan bahwa pemerintahan Trump adalah pelanggar utama hukum dan aturan internasional, dan kini negara ini semakin terkucil di arena global melebihi sebelumnya.
Setelah pertemuan Dewan HAM PBB, Washington menegaskan kembali tuduhannya terhadap Letjen Syahid Soleimani dan mengkritik laporan Callamard tentang pembunuhan yang dilakukannya. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam cuitan di Twitternya menulis, "Kami menolak laporan palsu Pelapor Khusus PBB tentang kasus pembunuhan Jenderal Iran, Qassem Soleimani dengan UAV. Amerika Serikat senantiasa transparan dalam masalah prinsip-prinsip hukum internasional, dan akan selalu bertindak untuk melindungi Amerika Serikat."
Statemen pejabat tinggi kebijakan luar negeri AS ini menunjukkan dengan jelas ketidakmampuan AS menjawab pertanyaan dasar yang diangkat dalam laporan Callamard, yaitu legalitas pembunuhan Letjen Soleimani. Pompeo tidak merujuk pada hukum dan peraturan internasional yang menjadi dasar bagi Amerika Serikat melancarkan aksi pengecut itu.
Bahkan, ketika seorang pejabat senior PBB secara eksplisit menyatakan bahwa langkah Trump memerintahkan pembunuhan Syahid Soleimani dengan serangan pesawat tak berawak kepadanya sebagai aksi ilegal, Washington tidak bisa menunjukkan tindakannya legal. Satu-satunya alasan, Washington selalu memandang dirinya sebagai jaksa, hakim dan perangkat hukum lainnya yang mengatur dunia. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Washington hanya mengandalkan kekuatan militer dan ekonominya, sehingga bisa mengambil tindakan apapun demi kepentingannya sendiri dan tidak memperhatikan hukum dan norma internasional serta Piagam PBB.(
Hamas: Propaganda Al Arabiya Searah dengan Politik Anti-Palestina Rezim Zionis
Hamas, gerakan Mukawamah Palestina mengecam aksi surat kabar Saudi, Al Arabiya dan menyindir gerak sebarisnya dengan politik anti-Palestina rezim Zionis.
Beberapa hari terakhir surat kabar Saudi bernama Al Arabiya menyerang Hamas dan cabang militernya, Qassam.
Al Arabiya mengklaim bahwa Hamas menangkap beberapa pasukan militer Qassam karena terbukti kerjasama dengan Israel. Al Arabiya mengaku laporan itu bersumber dari petinggi Gaza. Tetapi berita itu ditolak mentah-mentah dan mereka menyebut Al Arabiya dengan penebar fitnah.
“Propaganda yang ditebar Al Arabiya berdasarkan pada fitnah dan berita palsu yang ditulis oleh agen keamanan rezim Zionis,” jelas Hamas.
Mengutip pernyataan petinggi Hamas, surat kabar Safa News melaporkan (14/7/2020), tujuan dari propaganda Al Arabiya adalah memukul Mukawamah Palestina dan menghancurkan kepercayaan mereka untuk membebaskan Palestina Pendudukan.
“Aksi Al Arabiya dan media-media anti Mukawamah secara umum sebaris dengan politik rezim Zionis dan upaya tiada henti mereka untuk mendzalimi warga Palestina,” tegas Hamas.
“Dengan segala kekuatan, warga Palestina menantang Israel dan para anteknya. Mukawamah tegap berdiri hingga pembebasan al-Quds.”
Konvoi Militer AS Menjadi Sasaran di Sekitar Samarra
Konvoi pasokan pasukan AS di provinsi Salahudin Irak di daerah Makishifa menjadi sasaran bom pinggir jalan.
Kelompok yang baru dibentuk “Ashab al-Kahf” telah mengambil alih tanggung jawab terhadap peristiwa ini.
Setelah konvoi menjadi sasaran, helikopter-helikopter Amerika terbang untuk memeriksa kembali daerah itu.
Sabtu malam lalu pun, konvoi militer AS diserang di kota Al-Diwaniyah, setelah itu sejumlah kendaraan lapis baja dan pengangkut personel terbakar.
Koalisi Al-Fatah: Kunjungan Al-Kazimi ke Riyadh Tidak Berefek Baru Bagi Irak
Koalisi Fatah mengatakan kunjungan Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kazimi ke Arab Saudi tidak akan melampaui protokol.
Anggota koalisi Al-Fatah Mohammed Karim, anggota Irak dari koalisi Fatah, mengatakan kepada Shafaq News bahwa kunjungan al-Kazimi ke Arab Saudi Senin depan “tidak akan membawa hal baru.”
“Irak harus memiliki hubungan baik dengan semua negara dan berhubungan dengan semua orang, bahkan mereka yang menentang Irak,” tegas Karim.
“Tujuannya adalah untuk mengirim pesan meyakinkan niat baik dari Baghdad. Kebijakan luar negeri yang seimbang harus dipertahankan sehingga Irak bukan pihak yang terlibat konflik regional dan internasional,” katanya.
“Kelompok-kelompok politik di parlemen memantau setiap perjanjian antara Baghdad dan Riyadh, dan parlemen menentang perjanjian apa pun yang tidak menguntungkan Irak dan rakyat Irak,” katanya.
“Tanpa persetujuan parlemen, tidak akan ada kesepakatan baru antara kedua negara, Setelah perjalanan, kami akan mengumumkan pendapat dan posisi kami,” Kata Karim.
Al-Kazimi dijadwalkan akan mengunjungi Riyadh untuk pertama kalinya sejak menjadi perdana menteri. Tentu saja, ia berniat melakukan perjalanan ke Tehran sebelum Riyadh.
Moskow dan Damaskus Kepada AS: Hentikan Aksi Yang Sebabkan Ketidakstabilan di Suriah!
Rusia dan Suriah menekankan bahwa orang-orang di kamp pengungsi Al-Rakban di Suriah tenggara dipaksa untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris yang dikontrol AS.
Sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan hari ini oleh Markas Besar Rusia-Suriah untuk Koordinasi Kembalinya Pengungsi Suriah menyatakan: “Para pria kamp Al-Rakban dipaksa untuk bergabung dengan kelompok-kelompok bersenjata yang dikontrol AS untuk mencari nafkah dan menyediakan makanan bagi keluarga mereka.”
Menurut pernyataan bersama Rusia-Suriah, orang-orang bersenjata dari kelompok teroris yang dikenal sebagai “Maghawir al-Tsawra” yang kembali ke pangkuan pemerintah Suriah telah bersaksi tentang kasus tersebut.
Rusia dan Suriah mengatakan bahwa “Militan yang dikendalikan AS sengaja menciptakan kondisi bagi mereka yang tidak ingin bergabung dengan kelompok teroris tidak akan mendapatkan makanan dan bantuan medis.”
Rusia dan Suriah telah meminta Amerika Serikat untuk menghentikan tindakannya yang menggoyahkan Suriah, untuk mematuhi hukum internasional dan prinsip-prinsip PBB, dan untuk menyerahkan semua wilayah Suriah yang diduduki kepada pemerintah Suriah.
“Pendudukan AS dan sekutunya di bagian Suriah telah meningkatkan penderitaan bagi warga sipil dan menjadi penghalang bagi mereka untuk kembali ke kehidupan yang damai di negara itu,” kata pernyataan itu.
Kamp al-Rakban di daerah al-Tanf di barat daya Suriah dikendalikan oleh unsur-unsur teroris yang berafiliasi dengan pasukan AS yang hadir di pangkalan al-Tanf, dan Rusia telah berulang kali memperingatkan Washington tentang situasi bencana di al-Rakban, serta mendesak Washington untuk memfasilitasi evakuasi para pengungsi. .
Di antara tindakan AS selama sepuluh tahun terakhir yang telah mulai melakukan intervensi langsung di Suriah, selain mempersenjatai dan memperlengkapi teroris, adalah mencegah pengungsi Suriah kembali ke rumah mereka dari kamp dan negara-negara tetangga di Suriah.
Al-Nujaba: Amerika Serikat Tidak Mampu Mengubah Keputusan Irak
Nasr al-Shammari mengatakan kepada Al-Mayadin Network: “Kami memberi selamat kepada operasi yang menargetkan pasukan Amerika di Irak dan menemukan metode perlawanan untuk memaksa Amerika meninggalkan Irak.”
Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Najaf Irak menyatakan: “Pasukan Amerika di Irak adalah pasukan pendudukan dan serangan terhadap mereka oleh pasukan perlawanan akan meningkat dari hari ke hari.”
Al-Shammari menambahkan: “Operasi perlawanan terhadap pasukan Amerika dibenarkan dan pasukan perlawanan memiliki keputusan bersama untuk menghadapi pasukan Amerika.”
Pejabat senior Grup Perlawanan Irak menambahkan bahwa pemerintah Irak adalah badan eksekutif dan baik legislatif maupun pemerintah maupun badan lain tidak dapat mencegah kelompok-kelompok perlawanan menyerang Amerika.
Terbangnya Ababeel-1 di atas Kementerian Perang Israel
Brigade Ezzedine Al Qassam, sayap militer Hamas, dalam peringatan setahun penerbangan pesawat nirawak kelompok perlawanan Palestina, menayangkan video terbangnya drone mereka di atas gedung Kementerian Perang rezim Zionis Israel.
Fars News (14/7/2020) melaporkan, pada 14 Juli 2014 dalam perang 51 hari antara Palestina dan Israel, Brigade Al Qassam berhasil menerbangkan drone pertamanya di atas gedung Kementerian Perang Israel.
Stasiun televisi Al Quds mengabarkan, Brigade Al Qassam mengumumkan, Ababeel-1 dibuat oleh Al Qassam, dan drone ini telah melakukan banyak tugas pengintaian, hingga sampai ke Kementerian Perang Israel di Tel Aviv, selain itu ia juga melakukan operasi jihad.
Brigade Al Qassam menambahkan, drone Ababeel-1 dalam salah satu penerbangan mata-matanya berhasil melaksanakan tugas pengintaian di atas gedung Kementerian Perang Israel di Tel Aviv, lokasi yang menjadi pusat kontrol serangan ke Gaza.
Drone militer Hamas yang mengejutkan Israel pada tahun 2014 itu memiliki tiga fungsi, identifikasi, agresi dan bunuh diri. (
Ribuan Orang Zionis Berdemontrasi Tuntut Netanyahu Mundur
Ribuan Zionis Selasa malam turun ke jalan menuntut pengunduran diri Benjamin Netanyahu dari jabatan perdana menteri Israel sebagai bentuk protes atas korupsi yang melilitnya.
Para demonstran berkumpul di depan rumah perdana menteri Israel mengusung plakat bertuliskan "Korupsi Netanyahu Menjijikkan bagi Kami" dan "Turunkan Netanyahu"
Polisi rezim Zionis mengepung para demonstran yang mengenakan masker untuk membubarkan unjuk rasa tersebut..
Netanyahu menghadapi empat kasus korupsi berat.
Kasus korupsi pertama melibatkan perusahaan telekomunikasi rezim Zionis, Bezeq Telecom yang dikenal dengan "skandal 4000".
Kasus korupsi lainnya yang paling berat melilit Netanyahu yang disebut skandal 1000 mengenai penerimaan suap senilai satu juta dolar dari Arnaud Mimran yang dipergunakan untuk membiayai kampanye pemilu perdana menteri rezim Zionis.
Netanyahu juga terlibat kasus suap yang diberikannya kepada pemilik koran Yedioth Ahronoth supaya mendukung kinerjanya selama menjabat yang dikenal dengan skandal 2000.
Selain itu, Netanyahu dijerat kasus korupsi lain "skandal 3.000" berkaitan dengan pembelian tiga kapal selam dari Jerman senilai lebih dari satu miliar dolar.
Asa'ib Ahl al-Haq Desak Pengusiran Pasukan AS dari Irak
Biro Politik Asa'ib Ahl al-Haq Irak menyatakan satu-satunya cara mempertahankan kedaulatan negara ini adalah mengusir pasukan asing.
Seperti dilaporkan televisi al-Alam, Rabu (15/7/2020), juru bicara Biro Politik Asa'ib Ahl al-Haq, Mahmoud al-Rubaie mengatakan pasukan Amerika harus diusir dari Irak.
"Resolusi pengusiran pasukan teroris AS sudah lama disahkan, tetapi Washington dengan memanfaatkan pengaruh para politisi pro-mereka, telah menghalangi pelaksanaan undang-undang ini," ujarnya.
Al-Rubaie menegaskan bahwa kemerdekaan penuh Irak akan terwujud dengan mengusir semua pasukan asing dan memegang kendali di seluruh negeri, zona udara, serta jalur maritim dan darat.
Parlemen Irak meloloskan resolusi pengusiran pasukan AS pada 5 Januari 2020 setelah militer AS secara pengecut membunuh Komandan Pasukan Quds Iran, Letnan Jenderal Qasem Soleimani dan Wakil Ketua Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis di Baghdad.