کمالوندی

کمالوندی

Senin, 31 Agustus 2020 13:33

Surat Ghafair ayat 13-15

 

هُوَ الَّذِي يُرِيكُمْ آَيَاتِهِ وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ رِزْقًا وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُنِيبُ (13) فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (14)

Dialah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezeki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah). (40: 13)

Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya). (40:14)

Di kesempatan sebelumnya, kita telah membahas nasib orang musyrik dan kafir di hari Kiamat. Ayat kita kali ini mengisyaratkan ketauhidan dan tanda-tandanya. Ayat ini menyatakan; sangat banyak tanda-tanda monoteisme di penciptaan-Nya yang ada di sekitar kalian dan setiap hari kalian saksikan. Dengan kata lain, ayat dan tanda-tanda-Nya terlihat jelas di alam semesta. Langit, bumi, gunung, lembah dan laut, ikan di laut, burung dan hewan yang hidup di darat, seluruhnya tanda-tanda-Nya yang tidak tersembunyi dari pandangan kalian.

Lebih lanjut ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan mengirimi kalian rizki dari langit. Di antara tanda-tanda terpenting-Nya yang menjadi sumber kehidupan seluruh tanaman, hewan dan manusia adalah air hujan dan cahaya matahari yang semuanya turun dari langit. Tanpa hujan dan cahaya matahari kehidupan di bumi akan sulit.

Meski seluruh ayat dan tanda-tanda yang jelas ini tersebar di seluruh alam, namun hati dan mata yang tertutup tidak menyaksikan apapun. Sejatinya seseorang ketika menyaksikan tanda-tanda ini akan sadar. Untuk kembali kepada Tuhan, ia meniti jalan Tuhan dan membersihkan jiwa serta hatinya dari polusi. Dengan kata lain, mereka yang tidur akan terbangun dengan suara bel, namun mereka yang berpura-pura tidur dan tidak berencana bangun, tidak akan terbangun meski ada teriakan yang keras.

Labih lanjut ayat ini menyatakan, kini ketika kalian memahami bahwa Tuhan tidak memiliki sekutu di penciptaan, maka jangan letakkan sekutu di penyembahan-Nya. Ikhlaslah di agamamu dan jangan tempatkan sekutu bagi-Nya di penetapan hukum.

Tak diragukan lagi hal ini membuat orang kafir yang fanatik dan keras kepala sangat geram, tapi jangan takut melakukannya meski orang kafir tidak menyukainya.

Dari dua ayat di atas terdapat empat pelajaran yang dapat diambil:

1. Dunia di sekitar kita dipenuhi tanda-tanda tauhid. Cukup kita menyaksikan alam di sekitar kita dan kita akan mengakui keberadaan pencipta.

2. Penciptaan setiap makhluk hidup salah satu tanda-tanda Tuhan dan pemberian rizki kepada makhluk untuk keberlangsungan hidup mereka juga tanda lainnya.

3. Membersihkan agama dari segala bentuk tahayul dan bida'ah serta meninggalkan tradisi batil dan menghapus aturan anti agama, merupakan tanda iman sejati dan ikhlas.

4. Di masalah akidah, jangan berpikir keridhoan orang lain. Terimalah kebenaran dan hakikat serta amalkan, meski orang kafir tidak menyukainya.

رَفِيعُ الدَّرَجَاتِ ذُو الْعَرْشِ يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ لِيُنْذِرَ يَوْمَ التَّلَاقِ (15)

(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai 'Arsy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat). (40: 15)

Ayat ini menjelaskan sejumlah sifat dan af'al (perbuatan) Tuhan dan melanjutkan ayat sebelumnya, mengisyaratkan ikhlas dalam agama menyatakan: semakin ikhlas seorang mukmin di agamanya, derajatnya juga akan semakin tinggi. Allah akan meningkatkan derajat seseorang sesuai dengan keikhlasannya.

Kemudian ayat ini menyebutkan: Ia pemilik Arsy dan kekuatan serta otoritasnya meliputi alam semesta. Kekuasannya tidak terbatas dan tidak ada kekuatan yang menadingi-Nya.

Ayat sebelumnya mengisyaratkan tanda-tanda penciptaan Tuhan, sementara ayat ini menyebutkan sistem tasyrii dan mengatakan: Tuhan tidak membiarkan manusia sendirian, tapi selain memberi rizki materi kepada semua makhluk, Ia juga memberi rizki maknawi kepada manusia. Sarana rizki ini adalah para malaikat dan nabi yang Tuhan memberi peringatan manusia melalui mereka serta memperingatkan bahwa hari Kiamat sebuah kepastian.

Sejatinya hari Kiamat hari pertemuan, hari pertemuan manusia dengan Tuhan alam semesta. Tapi pertemuan ini bukan dengan mata kepala , karena Tuhan tidak memiliki mata. Hari pertemuan pemimpin kebenaran dan kebatilan dengan pengikutnya. Hari pertemuan orang baik. Hari pertemuan manusia dengan amal perbuatannya. Hari ketika orang zalim dan terzalimi bertemu, tapi ia tidak pernah membayangkan hari seperti ini.

Benar tujuan dari seluruh kitab samawi dan ajaran para nabi adalah memperingatkan manusia akan hari pertemuan ini.

Dari ayat di atas terdapat empat pelajaran yang dapat diambil:

1. Jalan agama adalah jalan kesempurnaan dan Tuhan menaikkan derajat mereka yang berusaha di jalan ini.

2. Malaikat wahyu akan menurunkan wahyu sesuai dengan perintah Tuhan dan siapa yang ditunjuk oleh Tuhan.

3. Para nabi adalah orang-orang pilihan Tuhan dan Ia memilih mereka berdaarkan pengetahuan dan hikmah-Nya.

4.Para nabi memperingatkan bahaya di jalan kehidupan manusia berdasarkan kasih sayang dan kebaikan. Siapa saja yang memperhatikan peringatan ini akan mencapai kebahagiaan dan siapa saja yang mengabaikannya akan mengalami nasib buruk dan kehancuran.

Senin, 31 Agustus 2020 13:32

Surat Ghafir ayat 10-12

 

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنَادَوْنَ لَمَقْتُ اللَّهِ أَكْبَرُ مِنْ مَقْتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ إِذْ تُدْعَوْنَ إِلَى الْإِيمَانِ فَتَكْفُرُونَ (10)

Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat), “Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir.” (40: 10)

Di pertemuan sebelumnya kita membahas tentang rahmat luas Ilahi bagi orang mukmin. Sementara ayat yang kita bahas kali ini berbicara mengenai kemarahan Tuhan kepada orang-orang yang menentang kebenaran karena keras kepala. Meski mereka memahami kebenaran tapi tetap menolak menerimanya.

Orang kafir di hari Kiamat ketika menyaksikan hasil perbuatannya, mereka merasa menyesal. Selain mencela dirinya mengapa memilih jalan ini, orang kafir juga mengutuk pemimpin dan sahabatnya yang menyeretnya ke jalan kebatilan.

Di hari Kiamat, orang kafir sangat membenci dirinya sendiri, namun penjaga neraka mengatakan kepada mereka: kemarahan dan kebencian Tuhan kepada kalian orang kafir yang keras kepala lebih besar dari azab hati nurani dan laknat serta kutukan kalian kepada yang lain. Karena kalian telah diseru ke jalan kebenaran oleh utusan Tuhan, namun kalian menolak dan mengingkari tauhid dengan sengaja dan ketika kalian mengetahui kebenaran. Mereka berpaling dari cahaya bimbingan Ilahi dan memilih kekufuran. Kalian menghina para utusan Tuhan yang dikirim untuk memberi petunjuk kepada kalian.

Dari ayat di atas terdapat dua pelajaran yang dapat diambil:

1. Menolak kebenaran, kekufuran dan menentang para utusan Tuhan akan memicu kemarahan Ilahi.

2. Azab Ilahi diturunkan setelah seluruh ada hujjah dan setelah hamba diseru kepada hidayah.

قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ (11)

Mereka menjawab, "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (40: 11)

Salah satu hakikat yang selalu diingkari orang kafir adalah alam setelah kematian dan kebangkitan di hari Kiamat. Mereka meyakini bahwa keberadaan manusia hanya terbatas di dunia dan setelah mati mereka musnah serta tidak ada yang tertinggal darinya.

Namun dengan menyaksikan kondisi Kiamat, tabir kelalaian akan tersingkap dan mata kebenaran semua orang akan terbuka. Orang kafir mengaku tanpa alasan menolak kebenaran yang disampaikan para nabi. Oleh karena itu, ketika mengakui kesalahannya, mereka mengatakan, Tuhan mematikan kita dua kali dan menghidupkan kita dua kali pula. Salah satunya di akhir usia kami ketika ruh dicabut dari jasad dan Tuhan memberi kehidupan di alam barzah. Dan yang kedua ketika umur dunia berakhir, ketika kami mati di alam barzah dan kemudian Tuhan menghidupkan kita di hari Kiamat.

Dengan demikian dari isi ayat ini menjadi jelas bahwa maksud dari dua kematian adalah kematian di akhir kehidupan dunia dan kematian di akhir alam barzah. Sementara maksud dari dua kehidupan adalah kehidupan di alam barzah dan kehidupan di hari Kiamat.

Bagaimana pun juga, orang kafir dengan mengakui hakikat ini meminta pengampunan kepada Tuhan dan kembali dihidupkan di dunia sehingga dapat mengubah perbuatan buruknya, atau paling tidak selamat dari api neraka. Padahal di hari Kiamat pengakuan dan penyeasalan ini tidak bermanfaat dan tidak akan membuat mereka kembali ke dunia atau keluar dari neraka.

Dari ayat di atas terdapat dua pelajaran yang dapat diambil:

1. Di hari Kiamat, para pendosa berangan-angan dikembalikan di dunia. Selama kami bertaubat atas perbuatan buruk dan memperbaiki kesalahan, kami berusaha untuk tidak membutuhkan harapan yang tidak dapat direalisasikan seperti ini.

2. Mereka yang mengingkari kehidupan setelah kematian, akan mengalami dua kehidupan pasca kematian. Salah satunya kehidupan setelah kematian di alam barzah dan lainnya kehidupan di hari Kiamat.

ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ (12)

Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (40: 12)

Ayat ini menilai kekufuran sebuah kesyirikan, dengan demikian sebagian orang menolak hanya Tuhan yang mengatur urusan manusia dan dunia, tapi mengatakan, Tuhan pencipta kita, tapi setelah penciptaan, Ia membiarkan kita. Oleh karena itu, kita mencari opsi selain Tuhan di urusan kami dan dunia.

Menurut ungkapan al-Quran di ayat lain, mereka tidak mengingkari Tuhan sebagai pencipta, tapi menolak rububiyah-Nya di urusan alam semesta. Terkadang mereka menginginkan dirinya sebagai ganti dari Tuhan dan menentukan aturan bagi orang lain atau kewajiban. Terkadang karena kebodohan, mereka terjebak dalam khurafat dan menganggap suatu fenomena memiliki kekuatan tertentu. Di mana seakan-akan fenomena tersebut memainkan peran menentukan bagi nasib mereka. Seperti penyembah berhala atau bintang.

Jelas bahwa pemikirkan dan perilaku orang-orang seperti ini di dunia tidak bersifat sementara. Mereka dengan pemikiran seperti ini, bahkan jika mereka dikembalikan ke dunia, tetap akan memiliki perilaku seperti sebelumnya dan tidak akan berubah. Tidak akan ada perubahan dalam diri mereka.

Dari ayat di atas terdapat dua pelajaran yang dapat diambil:

1.Ikhlas di tauhid dan monotisme serta menjahui segala bentuk syirik jalan keselamatan manusia di hari Kiamat.

2. Seperti yang kita isyaratkan, di syirik, manusia meyakini Tuhan sebagai pencipta, tapi meyakini unsur lain berperan dalam pengaturan alam semesta dan mereka memilih opsi selain Tuhan. Bagaimana pun juga, kafir mutlak yang mengingkari keberadaan Tuhan dan juga syirik membuat manusia kesulitan di alam barzah.

Senin, 31 Agustus 2020 13:31

Surat Ghafir ayat 7-9

 

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ (7)

(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. (40: 7)

Sesuai dengan ayat-ayat al-Quran, para pembawa Arsy dan mereka yang berada di sekelilingnya selalu bersyukur, memuji dan mengucapkan tasbih kepada Allah serta beriman kepada-Nya. Mereka juga memohon ampun dosa orang-orang mukmin dan mengatakan, “Wahai Allah yang rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu. Ampuni mereka yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu serta jaga mereka dari siksa neraka.”

Sesuai dengan ayat-ayat al-Quran, malaikat adalah petugas yang mengelola dan menjaga sistem keberadaan dunia dan mereka melakukan banyak pekerjaan serta penhubung antara Allah dan manusia. Ayat ini menyinggung sisi lain dari hubungan malaikat dengan manusia dan menyebutkan, “Malaikat yang dekat dengan Allah yang berada di pusat pengelolaan alam, yakni ‘Arsy ilahi selain selalu dalam kondisi bersyukur dan mengucapkan tasbih kepada Allah, mereka juga berdoa untuk orang beriman dan memohon ampun buat mukminin.”

Ucapan mereka demikian, “Ya Allah! Dari satu sisi Engkau mengetahui kesalahan mereka dan di sisi lain, rahmat-Mu demikian luas, maka ampunilah orang-orang yang bersalah dan telah bertaubat. Jangan biarkan mereka mendapat azab neraka.”

Pada hakikatnya, ayat ini memberi berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa para pembawa ‘Arsy ilahi yang termasuk makhluk yang memiliki kekuatan gaib paling kuat, menjadi pendukung kalian. Mereka selalu berdoa untuk kalian dan memohon kepada Allah agar kalian mendapat ampunan dan rahmat Allah serta mengampuni kesalahan kalian dan terbebas dari siksa neraka. Mereka selalu memohon kepada Allah agar kalian sukses di dunia dan beruntung di akhirat. Ini menjadi wasilah paling besar yang dapat menenangkan orang-orang mukmin.

Ketika manusia merasa dunia dengan sistem materinya tidak terbatas dan ada kekuatan gaib di dunia yang mendukung orang-orang beriman, ini menjadi dukungan besar baginya di dunia yang penuh dengan kesulitan dan bahaya. Rasa ini memberikan manusia harapan, gairah dan kemampuan untuk berdiri di jalan Allah.

Dari ayat di atas terdapat tiga pelajaran yang dapat diambil:

1. Malaikat yang dekat dengan Allah memohon ampun buat orang-orang mukmin dan mendukung mereka, meniupkan harapan. Hal ini dengan sendirinya menyebabkan mereka yang mengikuti agama ilahi menjadi tenang dan tegar.

2. Berdoa kepada orang lain merupakan nilai dan baik. Kita belajar dari malaikat dan seperti mereka mendoakan orang lain dan bagi memohon kebaikan dari Allah untuk orang lain.

3. Tali yang menghubungkan manusia dengan Allah adalah malaikat, iman dan amal saleh. Bila tali ini terhubungkan dengan kuat, manusia akan selamat dari kejatuhan dan kebinasaan di dunia dan akhirat.

Sekarang kita simak bacaan ayat 8-9 surat Ghafir dan terjemahannya berikut ini:

رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آَبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (8) وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ وَمَنْ تَقِ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (9)

Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (40: 8)

Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar. (40: 9)

Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, dimana menjelaskan para malaikat memohon ampun kepada orang beriman, ayat-ayat ini mengatakan, “Para malaikat bukan saja memohon agar orang beriman suci dari dosa dan jauh dari azab ilahi, tetapi juga meminta kepada Allah agar tetap berada di surga bersama keluarga mereka.”

Tentu saja maksud dari sejumlah anggota keluarga adalah yang layak memasuki surga. Karena di Hari Kiamat hubungan famili tidak dapat membuat istri atau anak dan ayah atau ibu berada bersama manusia. Karena syaraat memasuki surga adalah iman dan amal saleh.

Tapi ada harapan bahwa orang yang masuk surga memohon kepada Allah agar ayah, ibu, istri dan anak berada bersama mereka. Allah lewat rahmat dan kemuliaan-Nya akan mengampuni mereka yang layak dan meletakkan mereka bersama di surga. Masalah ini sesuai dengan kemuliaan dan kebijaksanaan Allah.

Oleh karena itu, Allah dalam ayat-ayat laini memberikan janji bahwa Kami akan menggabungkan anak dan generasi orang mukmin untuk berkumpul dengan nenek moyangnya di surga. Janji ini menunjukkan nilai keluarga dan kokohnya hubungan kekeluargaan di sisi Allah.

Kemudian ayat ini melanjutkan doa para malaikat untuk orang mukmin agar dapat menjauhi keburukan di dunia dan akhirat. Mereka menyebut itu sebagai tanda rahmat Allah bagi orang mukmin. Pada hakikatnya, tujuan dari doa ini agar orang-orang mukmin yang hakiki akan memasuki surga dengan tenang.

Jelas, bila seseorang termasuk dalam doa para malaikat ini dan diselamatkan dari neraka dan dipindahkan ke surga, berarti telah mencapai derajat tertinggi dari kesuksesan dan keberuntungan.  Karena tidakada yang lebih baik dari ini yang dapat digambarkan manusia.

Dari dua ayat di atas terdapat tiga pelajaran yang dapat diambil:

1. Mendoakan orang lain cara para malaikat dan wali Allah. Ketimbang melaknat kepada orang yang berbuat kesalahan, akan lebih baik mendoakan mereka kepada Allah.

2. Ketika manusia belum dibersihkan dari polusi dosa, ia tidak bisa memasuki surga.

3. Kebahagiaan dan keberuntungan besar bada di balik keselamatan manusia dari polusi duniawi dan ukhrawi.

Senin, 31 Agustus 2020 13:27

Surat Ghafir ayat 1-6

 

Dengan berakhirnya surat az-Zumar pada pertemuan sebelumnya, kita memulai dengan ayat pertama surat Ghafir. Surat ini memiliki 85 ayat dan diturunkan di kota Mekah. Sebagaimana surat-surat yang diturunkan di Mekah, mayoritas ayat-ayat surat ini membicarakan tentang masalah akidah seperti tauhid, kenabian dan hari kebangkitan.

Pada ayat ketiga dari surat ini, Allah disifati dengan kata “Ghafir” yang berarti pemberi ampun. Tentu saja dikarenakan sekitar 20 ayat dari surat ini menceritakan seorang mukmin dari keluarga Firaun, sehingga surat ini juga disebut surat Mukmin.

Kajian ini kita awali dengan menyimak bersama bacaan ayat 1-3 surat Ghafir dan terjemahannya berikut ini:

حم (1) تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (2) غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ (3)

Haa Miim. (40: 1)

Diturunkan Kitab ini (Al Quran) dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (40: 2)

Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nya-lah kembali (semua makhluk). (40: 3)

Surat ini seperti 27 surat al-Quran yang lain dimulai dengan huruf muqattha’ah yang telah dijelaskan sebelumnya tentang masalah ini dan dengan mencermati ayat selanjutanya menjelaskan keagungan al-Quran. Artinya, dengan semua keagungan ini al-Quran diturunkan oleh Allah yang Maha Bijaksana dari huruf sederhana lalu dikombinasikan, dimana huruf-hufur ini dapat diakses semua manusia, tapi kalian tidak mampu untuk membuat yang seperti itu.

Ayat selanjutnya mendeskripsikan Allah dengan lima sifat dari sifat-sifat ilahi yang menjadi sumber berita gembira dan juga faktor pengingat, sehingga dari satu sisi memberi harapan kepada mereka yang berdosa agar bertaubat, Allah akan mengampuni. Di sisi lain, memberi peringatan kepada mereka bila tetap bersikeras untuk berbuat dosa dan merusak kehormatan perintah ilahi, maka akan mendapat balasan berat.

Selanjutnya yat-ayat ini menekankan poin ini bahwa hanya Allah yang nikmatnya meliputi semua, sehingga layak untuk disembah. Selain Dia tidak ada yang layak untuk disembah. Selain itu, setelah mati, semua makhluk akan kembali kepada-Nya dan harus menjawab semua perbuatan yang telah dilakukan selama di dunia.

Dari tiga ayat di atas terdapat empat pelajaran yang dapat diambil:

1. Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan sesuai dengan tingkat pemahaman manusia.

2. Al-Quran manifestasi ilmu Allah yang tidak terbatas. Karenanya tidak ada logika atau pendapat yang mampu menghadapinya.

3. Berpegangan dengan al-Quran menjadi sumber kemuliaan dan kekuatan umat Islam di dunia. Karena diturunkan dari Allah yang Mulia dan Tahu.

4. Diturunkannya al-Quran untuk mengenal sumber penciptaan dan hari kebangkitan, sehingga manusia dapat menemukan jalur kesempurnaan dan jalan kedekatan kepada Allah lalu melewatinya.

Sekarang kita simak bacaan ayat 4-6 surat Ghafir dan terjemahannya berikut ini:

مَا يُجَادِلُ فِي آَيَاتِ اللَّهِ إِلَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَا يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلَادِ (4) كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَالْأَحْزَابُ مِنْ بَعْدِهِمْ وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ (5) وَكَذَلِكَ حَقَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ أَصْحَابُ النَّارِ (6)

Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan bebas dari suatu kota ke kota yang lain memperdayakan kamu. (40: 4)

Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu sesudah mereka telah mendustakan (rasul) dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar terhadap rasul mereka untuk menawannya dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena itu Aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku? (40: 5)

Dan demikianlah telah pasti berlaku ketetapan azab Tuhanmu terhadap orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka. (40: 6)

Ayat-ayat ini berusaha menenangkan Nabi Muhammad Saw dan umat Islam di awal Islam dan generesi selanjutnya agar bila ada orang yang berdiri menghalangi agama kalian dan ingin melawan kebenaran dan menghapusnya, jangan sampai putus harapan atau menjadi lemah. Karena sepanjang sejarah selalu demikian bahwa orang-orang kafir dan musuh bukan hanya melawan pengikut agama-agama ilahi, tapi juga utusan Allah lalu membuat segala bentuk konspirasi agar dapat mencegah mereka dari jalan kebenaran.

Hari ini kita menyaksikan kekuatan-kekuatan zalim dan arogan menyelenggarakan konferensi, kunjungan diplomatik, manuver militer dan membentuk koalisi menunjukkan kemampuan mereka dan berusaha untuk menakut-nakuti bangsa-bangsa di dunia. Tapi orang mukmin harus waspada untuk tidak terperdaya pertunjukan yang dilakukan musuh dan tidak takut dan terpesona kekuatan lahiriah mereka.

Tentu saja sejarah telah menyaksikan banyak pribadi seperti ini dan menunjukkan betapa lemahnya mereka menghadapi balasan ilahi. Tidak diragukan lagi bahwa yang nanti menang adalah kebenaran dan mereka dengan kejahatan yang dilakukannya pada dasarnya telah membuat dirinya tertimpa balasan ilahi baik di dunia dan akhirat.

Dari tiga ayat di atas terdapat lima pelajaran yang dapat diambil:

1. Akar segala perdebatan dan perlawanan terhadap hak adalah kekufuran. Waspada jangan sampai melawan kebenaran dan mendebat kebenaran untuk ketamakan duniawi.

2. Jangah berharap semua beriman. Kufur dan pengingkaran orang lain jangan membuat kita lemah dan putus asa di jalan kita.

3. Pemimpin kekafiran melakukan banyak kegiatan untuk melemahkan kebenaran dan menakuti umatIslam. Tapi ahli iman tidak boleh membiarkan dirinya takut akan keributan ini.

4. Kelompok musuh dan penentang kebenaran mendustakan para utusan Allah dan membuat segala konspirasi menentang mereka. Dengan berbagai cara mereka mempropagandakan anti agama agar mereka menjadi lemah.

5. Salah satu Sunnah Ilahi adalah membalas orang-orang kafir yang melawan kebenaran dan keras kepala. Tentu saja balasan ini berdasarkan kebenaran dan keadilan.

 

Imam Musa bin Ja'far a.s. yang dikenal dengan julukan Al-Kazhim, babul hawaa`ij (pintu terkabulnya hajat) dan hamba yang saleh dilahirkan di Abwa`, sebuah desa yang terletak di antara Makkah dan Madinah serta menurut salah satu riwayat beliau dilahirkan pada 20 Dzulhijjah 128 H. Ibunya bernama Hamidah.

Ia syahid pada tanggal 25 Rajab 183 H. di penjara Harun Ar-Rasyid pada usia 55 tahun dengan cara diracun. Kuburannya berada di kota Kazhimain, dekat kota Baghdad.

Para Imam Maksum dan Ahlul Bait Rasulullah Saw merupakan manusia mulia terbaik yang mengajarkan akhlak dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Mereka meletakkan prinsip pendidikan dan pengajaran yang terbaik kepada masyarakat. Seluruh pelajaran yang mereka sampaikan berasal dari satu sumber yaitu Nabi Muhammad Saw yang diutus oleh Allah swt untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Peran Ahlul Bait dalam membimbing dan memberi petunjuk bagi umat manusia sepanjang sejarah diakui bukan hanya oleh kalangan Syiah, tapi juga Sunni. Berbagai literatur Sunni menunjukkan pengakuan terhadap ketinggian kedudukan Ahlul Bait Rasulullah Saw. Salah satu dari Ahlul Bait itu adalah Imam Musa Kazim.


Imam Musa Kazhim a.s. meneruskan metode ayahnya dalam berdakwah yang menekankan pentingnya sebuah perombakan pemikiran dan akidah masyarakat waktu itu dan memerangi aliran-aliran yang menyimpang dari rel Islam. Dengan argumentasi-argumentasi yang kokoh ia telah membuktikan kerapuhan pemikiran-pemikiran atheis dan menyadarkan orang-orang yang sedang menyeleweng akan kekeliruannya. Tidak lama berselang revolusi pemikiran yang dirintis oleh Imam Kazhim a.s. mengalami puncak kecemerlangannya dan mempengaruhi para ilmuwan yang hidup kala itu.

Realita ini sangat mengkhawatirkan para penguasa Abasiyah. Dengan ini mereka menggunakan tindak kekerasan dan penyiksaan dalam menangani para pengikutnya. Dikarenakan tindakan asusila mereka ini dan adanya kemungkinan bahaya yang mengancamnya, Imam Kazhim a.s. memerintahkan Hisyam, salah satu pengikut setianya untuk tutup mulut. Dan hingga Khalifah mati, ia meliburkan semua program diskusi dan pembahasan ilmiahnya.

Komitmen dan kegigihan Imam Musa Kazim dalam menegakkan kebenaran dan melawan kezaliman menyebabkan beliau harus menjalani kehidupan yang sulit di era dinasti Abbasiah. Sejarah mengungkapkan bahwa Imam Musa Kazim mendekam di penjara selama 14 tahun. Penguasa lalim saat itu menghendaki Imam Musa menghentikan perlawanannya atas kezaliman. Bahkan Dinasti Abbasiah menjanjikan akan memberikan harta yang melimpah setiap bulannya kepada Imam Musa. Namun beliau menolak usulan tersebut dengan menyebutkan ayat 33 surat Yusuf, "Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku."

Meskipun berada dalam tekanan penguasa lalim, Imam Kazhim dengan berbagai cara melakukan penyadaran kepada umat Islam mengenai sistem politik dan sosial yang ideal berdasarkan ajaran Islam, sehingga masyarakat pun memahami nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial, termasuk dalam politik.

Di saat-saat sulit sekalipun, Imam Kazhim tetap konsisten membimbing umat Islam baik secara langsung maupun melalui para muridnya. Arahan dan bimbingan Imam Kazhim tentu saja sangat berpengaruh bagi masyarakat. Hisham bin Hakam adalah salah satu murid Imam Kazim. Ia banyak meninggalkan karya di berbagai ilmu. Imam kerap memberi nasehat kepada Hisham, salah satunya berkenaan dengan dunia dan akhirat. Beliau berkata, bukan dari kami orang yang rela menjual akhiratnya demi dunia atau sebaliknya.


Pada suatu hari, Imam Musa al-Kazhim as melintasi gang tempat kediaman Bishr bin Harits al-Hafi. Saat itu seorang pembantu wanita keluar dari rumah tersebut untuk membuang sampah dari sisa acara pesta.

Imam Kazhim kemudian bertanya kepada pembantu itu, "Apakah pemilik rumah ini orang bebas (merdeka) atau budak?" Dia menjawab, "Tentu saja dia orang bebas!" Imam lalu berkata, "Engkau benar, karena jika dia adalah seorang hamba, dia akan takut kepada Tuannya dan beramal sesuai tuntutan penghambaan."

Pembantu itu kembali ke rumah ketika Bishr sedang di meja anggur. Bishr bertanya mengapa ia tidak segera balik ke rumah setelah membuang sampah. Pembantu itu kemudian bercerita kepada Bishr tentang apa yang dikatakan Imam Kazhim as, "Bagaimana Bishr bisa menjadi hamba, sementara ia tidak patuh kepada Tuannya yaitu Allah (Maha Perkasa dan Maha Tinggi)."

Bishr terguncang dengan kata-kata itu. Dia bergegas keluar rumah untuk mengejar Imam Musa al-Kazhim sampai lupa memakai sandal. Dia berkata, "Wahai tuanku! Ulangilah padaku apa yang kau katakan kepada perempuan ini."

Imam Kazhim as kemudian mengulangi ucapannya. Seketika secercah cahaya bersinar dalam hati Bishr dan ia menyesali perilakunya. Dia mencium tangan Imam dan mengusapkan tanah pada pipinya. Diiringi isak tangis ia berkata, “Iya, aku adalah hamba... iya aku adalah hamba.”

Sejak saat itu, Bishr tidak memakai sandal lagi selama sisa hidupnya karena dia ingin mengingat keadaan yang ia alami ketika memutuskan untuk bertaubat. Dia kemudian dikenal sebagai al-Hafi yang berarti Bertelanjang Kaki.

Bishr bin Harits al-Hafi adalah salah satu contoh dari sosok yang memperoleh cahaya hidayah di tangan Imam Musa as dan mengubah jalan hidupnya ke arah yang diridhai Allah Swt.

Selama masa imamahnya, Imam Kazhim giat menjelaskan kepada masyarakat sistem ideal politik dan sosial. Dengan bersandar pada riwayat dan berbagai hadis, beliau berusaha keras menghidupkan tuntutan dan sirah Rasulullah Saw dan para kakeknya yang suci. Imam Kazhim juga memperkuat sistem yang dibentuk ayahnya, Imam Shadiq as.

Imam Musa Kazhim as melanjutkan program-program ayahnya Imam Jakfar Sadiq as. Guna mencegah penyusupan ateisme serta untuk menjaga tuntutan pemikiran dan ideologi masyarakat, beliau memusatkan upaya-upaya beliau di sektor budaya. Beliau menyampaikan hukum dan maarif Islam di berbagai bidang melalui para sahabat dan murid pilihan.

Imam Kazhim sebagaimana ayahnya, layaknya lautan ilmu pengetahuan dan keutamaan. Beliau berhasil mendidik banyak murid dan mengantarkan mereka hingga ke derajat guru, ahli fikih dan tafsir Al Quran serta bidang ilmu lainnya.

Salah satu ilmuwan besar Ahlu Sunnah, Ibn Hajar Haithami menggambarkan keluhuran ilmu Imam Kazhim seperti ini, Musa Kazhim adalah pewaris ilmu ayahnya.

Ia mewarisi keutamaan dan kesempurnaan ayahnya. Ia sangat pemaaf dan begitu sabar menghadapi masyarakat yang bodoh. Ia dijuluki Kazhim dan di masa itu tidak ada seorangpun yang mampu menandinginya dalam pengetahuan Ilahi dan kesabaran.


Imam Kazhim memberikan sebuah formula komprehensif dan efektif dalam manajemen hidup, beliau berkata, upayakanlah untuk membagi waktu kalian ke dalam empat bagian. Satu bagian khusus untuk bermunajat dengan Allah Swt. Bagian lain untuk mencari nafkah dan rezeki yang halal.

Bagian berikutnya untuk berinteraksi dengan saudara dan orang-orang terpercaya yang mengingatkan kalian akan aib dan tulus bersahabat. Bagian terakhir untuk menikmati hal-hal menyenangkan yang halal, karena berkat bantuan bagian ini, kalian akan mampu melewati ketiga bagian sebelumnya.

Imam Kazhim berkata, penuhilah keinginanmu dengan sesuatu yang halal dari dunia, namun jangan sampai merusak derajatmu dan jangan berlebihan. Menikmati yang halal bisa membantumu menyelesaikan urusan dunia.

Muhammad bin Saai Shafii berkata, Imam Kazhim memiliki kedudukan yang tinggi dan derajat yang luhur. Beliau dikenal sangat tekun beribadah dan memiliki kemuliaan agung. Ia menghabiskan malam dengan bersujud dan shalat, sementara siang dengan sedekah dan puasa.


Karena kesabaran dan kebijaksanaannya, ia dijuluki Kazhim. Beliau selalu berbuat baik kepada orang-orang yang menghinanya dan memaafkan yang bersalah. Ia juga dijuluki Abdu Shaleh karena sangat tekun beribadah. Di Irak ia dikenal dengan Bab Al Hawaaij, karena setiap fakir miskin yang mendatangi rumah beliau, selalu pulang tanpa tangan hampa.

Senin, 31 Agustus 2020 13:23

Dialog Damai Islam dengan Ahlul Kitab

 

Hari Mubahalah jatuh pada tanggal 24 bulan Dzulhijjah dan pada hari itu, Rasulullah Saw menawarkan mubahalah kepada Nasrani Najran yang menolak kebenaran dan mereka pun menerima tantangan ini.

Mubahalah adalah saling melaknat atau saling mendoakan agar laknat Allah Swt ditimpakan kepada kaum zalim dan mereka yang berdusta tentang kebenaran.

Rasulullah Saw datang ke lokasi mubahalah bersama keluarga terdekatnya yaitu Fatimah az-Zahra dan Imam Ali as serta kedua cucunya, Imam Hasan dan Imam Husein as. Dengan menyaksikan wajah-wajah suci ini, Nasrani Najran membatalkan mubahalah dan menyadari bahwa kebenaran berada di pihak Rasulullah.

Pada tahun kesepuluh Bitsat, Nabi Muhammad Saw menulis surat kepada Uskup Najran untuk menyeru kaum Nasrani kepada Islam. Mereka diberi pilihan yaitu memeluk Islam atau membayar jizyah (pajak) dengan tetap tinggal di negara Islam.

Uskup Agung Nasrani, Abu Haritsah membentuk sebuah dewan untuk membicarakan masalah tersebut dan pada akhirnya mereka memutuskan mengirimkan sebuah delegasi ke Madinah untuk berdialog dengan Rasulullah. Delegasi ini berjumlah 10 tokoh Nasrani dan ditugaskan untuk berdialog dengan Nabi Muhammad Saw di Madinah dan menyelidiki argumen-argumen kenabian akhir zaman.


Rasulullah Saw membuka dialog di Madinah dengan membacakan ayat al-Quran untuk memperkenalkan Islam dan mengajak mereka kepada agama Ilahi. Uskup Agung berkata, “Jika maksud engkau dari memeluk Islam adalah beriman kepada Tuhan, kami sudah beriman kepada Tuhan dan menjalankan hukum-hukumnya.”

Rasulullah menjawab, “Menerima Islam ada tanda-tandanya dan apa yang kalian yakini dan lakukan, tidak sesuai dengan tanda-tanda ini. Kalian meyakini Tuhan memiliki anak dan menganggap Isa al-Masih as sebagai anak Tuhan, padahal keyakinan ini bertentangan dengan penyembahan Tuhan Yang Maha Esa.”

Namun, delegasi Nasrani tetap mempertahankan konsep Trinitas dan menyebut Isa al-Masih sebagai anak Tuhan. Menurut mereka, Isa adalah anak Tuhan karena ia lahir tanpa perantaraan seorang ayah. Menurut ulama Nasrani, jika Isa adalah hamba dan makhluk Tuhan, lalu siapa ayahnya? Manusia adalah makhluk dan ia wajib punya ayah.

Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril as untuk menyampaikan ayat 59 surat Ali Imran kepada Rasul. “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, Jadilah (seorang manusia), maka jadilah dia."

Rasul Saw berkata kepada mereka, “Jika ketiadaan ayah merupakan bukti atas Uluhiyah (ketuhanan) Isa, maka Nabi Adam – yang tidak punya ayah dan ibu – lebih layak atas posisi Uluhiyah. Sungguh tidak demikian, keduanya adalah hamba dan makhluk Tuhan.”

Pada kesempatan itu, Allah Swt mengingatkan Rasulullah bahwa kaum Nasrani sengaja mencari-cari alasan agar bisa menolak kebenaran. Oleh karena itu, Dia memerintahkan Rasul untuk melakukan mubahalah dengan kaum Nasrani yang mengikutsertakan keluarga dan orang-orang terdekat dari kedua kelompok.

"… Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), ‘Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." (QS. Ali Imran, ayat 61)

Setelah turun ayat ini, dua pendeta besar Nasrani berkata, “Jika Muhammad bersama kebenaran, ia akan datang dengan keluarga terdekatnya (Ahlul Bait). Jika ia datang bersama anak-anak dan orang terdekatnya, jangan lakukan mubahalah, karena jelas bahwa dia adalah Rasul dan orang yang jujur dan punya iman yang kuat sehingga membawa orang-orang terdekatnya. Tetapi jika ia datang bersama para komandan dan pasukannya, jelas ia adalah pendusta.”  

Satu hari kemudian, para pembesar Nasrani menyaksikan bahwa Rasulullah hanya ditemani oleh empat orang untuk bermubahalah. Rasul memegang tangan Sayidina Hasan sambil memangku Husein dan berjalan ke luar kota bersama Ali dan Fatimah as.


Ketika menyaksikan pemandangan itu, Uskup Agung Nasrani, Abu Haritsah bertanya kepada kaumnya, “Siapa mereka yang bersama Nabi Saw?” Kaumnya menjawab, "Yang di depan itu anak paman dan suami putrinya serta orang yang paling dicintai olehnya. Dua anak itu adalah putra-putranya dari putrinya dan wanita itu adalah Fatimah, putrinya yang paling dicintai."

Kaum Nasrani mulai menyadari bahwa Islam berada pada kebenaran dan mereka membatalkan mubahalah. Dalam ayat mubahalah, Imam Hasan dan Imam Husein disebut sebagai Abna’ana (anak-anak kami), kata Nisa’ana mengacu pada Sayidah Fatimah az-Zahra as, dan kata Anfusana merujuk pada Imam Ali as.

Sekelompok mufassir Ahlu Sunnah seperti, Zamakhsyari, Fakhrul Razi, dan Ibnu Atsir juga berbicara tentang peristiwa mubahalah dalam bukunya. Menurut catatan Zamakhsyari, Uskup Agung Najran, Abu Haritsah berkata, "Aku menyaksikan wajah-wajah yang jika mereka memohon kepada Tuhan untuk mengangkat sebuah gunung dari tempatnya, gunung tersebut akan terangkat. Jadi jangan bermubahalah. Jika kalian lakukan itu, kalian akan binasa dan tidak ada seorang Nasrani pun yang tersisa di bumi ini."

Zamakhsyari menyebut ayat mubahalah sebagai bukti terkuat atas keutamaan Ahlul Bait Nabi as dan saksi hidup atas kebenaran ajaran Islam.

Seorang mufassir besar Syiah, Allamah Sayid Muhammad Husein Tabatabaei mengatakan, “Mubahalah adalah salah satu mukjizat Islam yang tersisa. Setiap orang yang beriman, dapat melakukan mubahalah – dengan mengikuti Rasulullah Saw – dengan penentangnya untuk membuktikan kebenaran Islam dan memohon kepada Allah agar diturunkan siksa kepada pihak penentang (kebenaran).”

Kaum Yahudi dan Nasrani – yang disebut sebagai Ahlul Kitab oleh al-Quran – mengetahui tentang kebenaran Rasulullah Saw dan Ahlul Bait. Mereka menemukan nama Muhammad dalam kitab Taurat dan Injil serta mempelajari tentang Nabi akhir zaman dan kedatangan juru selamat. Namun, sebagian mereka menolak memeluk Islam setelah kedatangan Rasulullah.

Allah Swt menyinggung pembangkangan ini pada ayat 146 surat al-Baqarah dan menyebut mereka sebagai orang-orang yang menyembunyikan kebenaran. Allah berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.”


Sejumlah ayat dalam al-Quran menyinggung tentang kabar gembira yang diberikan oleh Taurat dan Injil mengenai kedatangan Rasulullah, di mana orang-orang Yahudi dan Nasrani juga menantikan kedatangan ini, mereka bahkan mengenal sosok Muhammad seperti mengenal anak-anaknya sendiri.

Di ayat lain disebutkan bahwa Ahlul Kitab selain mengenal Rasulullah Saw, juga mengetahui tentang masyarakat yang akan dibentuk oleh Nabi akhir zaman di mana orang-orang yang bersamanya saling mengasihi.

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil…” (QS. Al-Fath, ayat 29)

Peristiwa mubahalah menunjukkan perilaku mulia dan rasional yang dibarengi dengan kelembutan dan kepalangan dada Rasulullah Saw dengan Ahlul Kitab. Rasulul tetap menawarkan dialog meskipun ia berada di puncak kekuatan politik dan militer pada waktu itu.

Rasul Saw memperlakukan orang-orang yang menentangnya dengan lembut dan terus berusaha membimbing mereka. Beliau membuktikan kebenaran Islam dengan argumentasi logis dan menyeru mereka pada kebenaran. 

Senin, 31 Agustus 2020 13:21

Rahasia Keabadian Asyura (7)

 

Rahasia lain dari keabadian Asyura adalah prinsip amar makruf nahi munkar (bahasa Arab: الأمر بالمعروف والنهی عن المنکر‎, al-amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar).

Di bagian sebelumnya kita telah membahas bersama sisi reformasi di kebangkitan Husseini. Kami ingatkan kembali bahwa memerangi kerusakan dan korupsi merupakan prasyarat bagi reformasi serta keniscayaannya adalah tidak patuh terhadap orang fasid. Selain itu, langkah terpenting untuk mereformasi setiap pemerintahan dan masyarakat adalah memperbaiki wawasan dan pandangan mereka.

Namun terlepas dari sisi teori, keharusan sebuah reformasi adalah menghidupkan nilai-nilai dan melawan gerakan anti nilai-nilai tersebut yang disebut amar makruf dan nahi munkar dalam budaya Islam di mana seluruh umat Muslim harus memiliki rasa tanggung jawab di masalah ini.

Imam Hussein as saat menjelaskan filosofi kebangkitannya mengatakan, Saya ingin menegakkan nilai-nilai dan mencegah arus anti nilai ini. Kemudian Imam menjelaskan urgensitas masalah ini dan berkata, Dalam hal ini Aku akan mengikuti sirah Kakekku Muhammad Saw dan ayahku Ali bin Abi Thalib as.

Untuk lebih memperjelas kesesuaian antara kebangkitan Imam Hussein as dengan sirah Rasulullah Saw, kami ajak anda untuk memperhatikan sabda Rasul, Ummatku akan selalu hidup dalam kebaikan, jika mereka saling menasehati untuk berbuat baik dan melarang berbuat buruk serta saling bekerja sama berdasarkan prinsip nilai-nilai agama dan kemanusiaan dan jika mereka tidak melakukan hal ini maka berkah besar Ilahi akan dicabut dari mereka dan mereka akan dikuasai oleh kelompok lain. Jika demikian maka mereka tidak akan memiliki penolong baik di bumi maupun langit.

Tak diragukan lagi jika umat Islam tidak mengindahkan petunjuk dan pencerahan Rasul ini, dan sejak meninggalnya Rasul mereka menentang penyelenggara Saqifah, serta mulut-mulut mereka mulai memprotes dan meletakkan Ali as di posisi Imam dan pemimpin Ilahi, maka sesuai dengan sabda Nabi, umat Islam akan hidup dalam kedamaian dan kemakmuran serta tidak akan terbuka bagi kelompok lain menguasai komunitas Islam. Dan yang lebih penting berkah Ilahi tidak akan terputus terhadap umat Islam.

Faktor kelalaian dan ketidakpedulian muslim di awal Islam dapat dicermati di sabda Rasul berikut ini, Sungguh, Tuhan sangat marah kepada manusia beriman yang tidak beragama. Para sahabat takjub dan bertanya, Wahai Rasul! Siapa orang beriman yang tidak beragama? Nabi menjawab: orang yang tidak melakukan amar makruf dan mencegah penyimpangan (nahi mungkar).

Bagaimana mungkin manusia yang beriman dan mengklaim beragama, namun pasif terhadap dekadensi sosial, politik, budaya, dan ekonomi serta mereka memilih bungkam.

Ali as berkata, orang yang tidak menolak kesesatan dan kerusakan melalui tangan, mulut dan hatinya serta tidak menunjukkan respon apapun, ia seperti mayat berjalan di tengah orang yang hidup.

Sementara itu, Rasulullah Saw bersabda, Ada dua kelompok di umatku jika mereka baik maka umatku juga akan baik. Dan jika mereka fasid dan rusak maka umatku juga akan rusak. Rasul ditanya siapa dua kelompok tersebut. Rasul menjawab, ulama dan pemimpin.

Sabda nabi ini dengan jelas mengungkapkan peran lebih besar para pemimpin agama dalam mengelola masyarakat dari pada penguasa. Karena para pemimpin agama (ulama) melalui pencerahan dan bimbingannya dapat mencegah berkuasanya penguasa zalim dan anti agama.

Terkait hal ini, al-Quran juga mengisyaratkan pemimpin agama sejumlah kaum yang membantu terbukanya sejumlah penyimpangan dan kesesatan di tengah masyarakat karena kebungkamannya. Al-quran mencela orang alim dan pemimpin agama seperti ini dan menyatakan, “Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al Maidah : 63)

Imam Hussein as seraya meneladani wahyu Ilahi saat berada di Mina dan dua tahun sebelum kematian Muawiyah serta di tengah-tengah 200 sahabat Rasul dan 500 tabiin menyampaikan khutbah yang panjang.

Saat itu, Imam Hussein mengkritik keras pada sahabat dan tabiin serta bersandar pada ayat yang telah kami nukil, beliau berkata, Mengapa kalian tidak mengambil pelajaran dari firman Tuhan? Mengapa kalian bungkam dan tidak protes seperti ulama Yahudi dan Kristen dihadapan penyimpangan dan bid’ah yang terjadi dan bertentangan dengan sirah serta metode Rasulullah karena takut atas nyawa kalian?

Kemudian Imam Hussein melanjutkan, Kalian mengenal halal dan haram, kalian mendapat posisi tinggi dan dihormati di tengah masyarakat berkat kemurahan Allah Swt, lantas mengapa kalian diam dan tidak melawan penguasa zalim (Bani Umawiyah)? Apakah kalian mengira akan duduk bersama Rasul di surga dengan sikap dan kinerja buruk kalian ini? Betapa angan-angan palsu...

Tak diragukan lagi tanggung jawab amar makruf yakni menyuruh ke perbuatan baik dan nilai-nilai serta nahi munkar berada di pundak seluruh anggota masyarakat. Yakni mereka dengan mengikuti teladan pemimpin dan ulama berkomitmen dan sadar serta bangkit melawan penguasa yang tidak layak serta menyuarakan protes dan jika mereka memilih bungkam serta tidak peduli, maka mereka nantinya akan bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Mereka akan seperti ulama yang memilih kompromi, layak untuk dicela.

Sama seperti firman Tuhan terkait Bani Israel, Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (al-Maidah: 78-79)

Akhirnya solusi untuk setiap pemerintah khususnya komunitas Islam untuk bebas dari penyimpangan dan kesesatan ideologi dan praktis adalah menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan Islami serta melawan kerusakan moral, sosial, politik, budaya dan ekonomi.


Allah Swt di Surah at-Taubah ayat 71 berfirman yang artinya, Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Oleh karena itu, Imam Hussein as berkata ketika amar makruf dan nahi munkar dijalankan, semua hal yang diperintahkan Tuhan untuk dilakukan akan terpenuhi. Karena amar makruf dan nahi munkar adalah seruan untuk menghidupkan Islam di seluruh dimensi dan peluang untuk menghancurkan segala bentuk kezaliman, melawan orang zalim, rampasan perang serta pendapatan umum dibagi secara adil, zakat dan sedekah dikumpulkan serta dialokasikan untuk keperluan yang tepat.

Ketika utusan Imam Hussein, yakni Muslim bin Aqil dihadapkan pada pengkhianatan warga Kufah dan dijatuh ke dalam cengkeraman Ibnu Ziyad, serta Ubaidillah berusaha mencitrakan kebangkitan Hussein sebagai kerusakan dan merugikan kepentingan umat Islam, Muslim dengan keberaniannya menjelaskan esensi kebangkitan Imam Hussein. Ia berkata, justru kalian yang menampilkan perbuatan buruk dan tak terpuji serta menghancurkan perbuatan baik dan memaksakan hegemoni kalian terhadap warga (melalui ancaman dan kerakusan) serta membentuk pemerintahan kalian berbeda dengan perintah dan hukum Tuhan dan merebut kekuasaan. Karena kalian berperilaku layaknya kaisar terhadap rakyat, maka kami datang mengajak rakyat untuk menegakkan nilai dan kebaikan di tengah mereka dan mencegah kemungkaran. Kami menyeru mereka menjalankan ajaran Tuhan dan sunnah Rasul seperti yang disabdakan Nabi: Kamilah yang pantas melakukan hal ini.

Kesimpulannya adalah membela hal baik dan melawan kemunkaran yang selaras dengan fitrah suci dan tauhid seluruh manusia adalah salah satu rahasia keabadian spirit Husseini yang dapat menjadi inspirasi umat manusia dan pecinta keutamaan dan kehormatan manusia.

Senin, 31 Agustus 2020 13:21

Rahasia Keabadian Asyura (6)

 

Salah satu tujuan mulia dan transformatif para Nabi adalah melawan rezim lalim yang menindas masyarakat. Para Nabi juga meletakkan dasar bagi perubahan sosial menuju perbaikan di tengah masyarakat.

Para Nabi mengusung perjuangan tauhid bangkit melawan para penguasa korup dan lalim. Mereka juga datang untuk melakukan reformasi dan perbaikan di muka bumi ini. Alquran menjelaskan perjuangan para Nabi melakukan reformasi melawan para penguasa lalim sebagaimana dalam  surat ash-Shuara ayat 151-152 yang berbunyi, "Dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan".

Imam Hussain bin Ali mengambil jalan perjuangan Nabawi melawan rezim lalim Yazid. Beliau dalam salah satu perkataannya menunjukkan tujuan perlawanan dengan mengatakan, "ُSesungguhnya, perjuangan yang aku lakukan bukan untuk meraih kekuasaan, tamak atau menyulut kerusuhan maupun penindasan, tetapi tujuanku untuk memperbaiki urusan kakekku (Nabi Muhammad Saw)".

Dengan pernyataan ini, Imam Hussein menyangkal kampanye hitam dan perang psikologis Bani Umayyah yang mencoba menunjukkan perjuangannya demi meraih kekuasaan, sekaligus mengungkap sifat ambisius dan haus kekuasaan dari Yazid bin Muawiyah.

Kemudian, Imam Hussein memperkenalkan motivasi utamanya memerangi yazid untuk memberantas kezaliman, korupsi dan kerusakan yang merajalela di tengah masyarakat. Lebih jauh, ia berupaya menciptakan reformasi di kalangan umat Islam dan mengembalikan tatanan sosial yang telah melenceng menuju jalan kenabian yang agung.

Nabi Muhammad Saw yang menjadi acuan dari perjuangan Imam Hussein bersabda, "Manusia terbaik adalah yang orang yang melakukan perbaikan untuk urusan masyarakatnya."

Pertanyaan penting yang muncul di benak kita dalam hal ini adalah di mana dan bagaimana memulai reformasi dalam sistem dan masyarakat yang korup? Untuk menjawab pertanyaan mendasar ini, tampaknya harus merujuk pada perjuangan Imam Husein yang menjadikan Al-Quran dan Sunnah rasulullah Saw sebagai pijakannya. 

Pada tahap pertama, reformasi harus dilakukan dengan mengubah cara pandang dan cakrawala berpikir, sebagaimana yang dilakukan semua Nabi ilahi. Dalam hal ini, Al-Quran surat An-Nahl ayat 36 menjelaskan,"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di ant orang yang telah pasti kesesatan kasihan. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan menunggulah bagaimana cara kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)."

Pemikiran reformis yang berpijak dari pandangan tauhid adalah penyangkalan terhadap kekuatan berhala atau dalam bahasa al-Quran disebut "Taghut", yang muncul dalam berbagai bentuk, terutama pemerintaha lalim dan despotik sebagaimana ditampakkan Yazid yang diperangi Imam Hussein. 

Hussein Ibn Ali dengan sikap tauhid yang begitu dalam telah menunjukkan siapa yang layak memerintah dan memimpin umat Islam dengan mengatakan, "Pemimpin hanya berhak dipegang oleh orang yang layak, berpegang tegung pada kitab suci dan menegakkan keadilan serta membela kebenaran, serta keberadaannya didedikasikan di jalan ilahi,".

Sementara itu, para pemimpin dan penguasa dinasti Umayyah bertentangan dengan jalan yang diambil semua Nabi. Mereka bukan hanya tidak berusaha menegakkan dan mengibarkan panji keadilan, tetapi juga melanggar semua batas agama dan kemanusiaaan, dengan melakukan berbagai kejahatan. Dalam hal ini, Imam Hussein berkata, "Lihatlah bagaimana mereka tidak menegakkan kebenaran, dan tidak melarang kebatilan. Di zaman seperti ini, orang yang beriman dan berkomitmen terhadap jalan kebenaran harus mempersiapkan dirinya untuk berjuang di jalan ilahi dan bertemu dengan Tuhannya." 

Pencerahan ini diilhami oleh al-Quran, yang menggambarkan karakteristik pemimpin dan pemimpin yang layak sebagaiman dijelaskan dalam surat Al-anbiya ayat 73, "Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah,".

Penguasa lalim Bani Umayyah, terutama Yazid bin Mu'awiyah, bukan hanya tidak memiliki salah satu sifat mulia yang dimiliki Imam Hussein, bahkan bertentangan dengannya. Mereka menjadikan yang haram sebagai halal, dan juga sebaliknya, mereka melanggar aturan ilahi dan puncaknya menciptakan tragedi besar sepanjang sejarah seperti Asyura demi menghancurkan nilai-nilai Islam.

Imam Hussein bangkit untuk melakukan reformasi di bidang agama, moral, sosial, budaya dan politik umat Islam. beliau berkata: "Tuhanku, engkau tahu kami tidak mengumpulkan kekayaan, tetapi tujuan kami demi memulihkan kondisi saat ini dan menegakkan nilai-nilai agama-Mu, dan membela orang-orang yang tertindas,".

Oleh karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan Imam Hussein adalah membebaskan umat Islam dari dominasi anti-agama dan ambisi politik rezim lalim demi membela orang-orang yang tertindas dan menegakkan keadilan.

Sayangnya, ribuan orang yang menulis surat kepada Imam Hussein dengan tujuan yang sama, akhirnya berbalik arah karena takut menghadapi ancaman dan godaan. Mereka  melupakan semua tanggung jawab agama, moral dan kemanusiaannya. Sikap mereka ini dikecam al-Quran sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Araf ayat 179 yang berbunyi, "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai,".

Langkah Imam Hussein dalam gerakan reformasinya adalah mengembalikan kemurnian Islam sebagaimana dibawa Nabi Muhammad Saw, yang telah mengalami penyimpangan di masa dinasti Umayah. Ajaran Islam mengalami penyimpangan yang dimulai setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw karena adanya pemisahan antara Al-Quran dengan Ahlul Baitnya, dan puncak penyimpangan ini terjadi pada masa pemerintahan Yazid.

Senin, 31 Agustus 2020 13:20

Rahasia Keabadian Asyura (5)

 

Salah satu ciri paling mendasar dari para Nabi Allah adalah penentangan dan perlawanannya terhadap penindasan dan berupaya menegakkan keadilan. Oleh karena itu, para Nabi mengemban misi membangun sistem yang adil di muka bumi.

Berdasarkan al-Quran dan sejarah, Nabi Ibrahim adalah pengibar panji tauhid, Nabi Musa berhadapan dengan pemerintahan lalim Firaun, Nabi Isa menghadapi penguasa haus darah di Roma, dan para Nabi lainnya bertempur melawan para penguasa tiran yang despotik. Tujuan dari semua Nabi adalah untuk membebaskan bangsa-bangsa yang tertindas dari perbudakan untuk menghidupkan kembali spirit pembebasan dan kemerdekaan serta keadilan.

Imam Ali bin Abi Thalib yang dibesarkan dalam naungan Nabi Muhammad Saw menjelaskan tentang peran tauhid yang mencerahkan dan membebaskan, dengan mengatakan, "Sesungguhnya Allah swt mengutus Muhammad Saw untuk membebaskan manusia dari perbudakan dan penghambaan (kekuasaan dan kekayaan) menuju penyembahan dan pengabdian kepada Tuhan. Mengeluarkan manusia dari perjanjian (kehinaan dan perbudakan) menuju perjanjian (kehormatan ilahi) dan membebaskan dari ketaatan buta dan tunduk tanpa kesadaran menjadi penerimaan terhadap keesaan Tuhan dan membebaskannya dari ketergantungan terhadap selain-Nya. "

Ketauhidan yang diusung para Nabi dan aulia Allah secara subtansial mengajak manusia menuju pembebasan dari segala bentuk belenggu keterikatan kepada selain Allah swt, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surat Al-Araf ayat 157 sebagai berikut, "....menghilangkan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada padanya. Maka orang-orang yang beriman kepadanya memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung,". 

Melanjutkan perjuangan ilahi, Imam Hussein Ibn Ali yang terinspirasi dari ajaran Islam bangkit melawan penindasan yang dilakukan Bani Umayyah. Ketika melihat Yazid sedang berusaha untuk mengambil baiat darinya dengan ancaman, Imam Husein tidak tinggal diam menyaksikan meningkatnya penindasan yang dilakukan dinasti Abu Sufyan yang merusak nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, Hussein bin Ali menggunakan semua kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran kepada masyarakat, meskipun harus ditebus dengan darahnya sendiri.

Ketika melihat pasukan Hurr di depannya, Imam Husein berbicara kepada mereka dengan mengatakan, "Wahai manusia, Nabi Muhamamad Saw pernah mengungkapkan barang siapa yang melihat penguasa lalim mengharamkan yang dihalakan oleh Allah swt, melanggar aturan-Nya dan bertindak bertentangan dengan jalan Rasullah Saw, serta melakukan dosa dan penindasan terhadap orang lain, tetapi kalian tetap diam dan tidak perduli, maupun tidak bertindak atau berbicara menentangnya; maka Tuhan akan menempatkan kalian sama dengan posisi penguasa tiran (di neraka),".

Hussein bin Ali melanjutkan kata-katanya yang mencerahkan dengan menunjukkan beberapa penyimpangan yang dilakukan Bani Umayah. Beliau berkata, "Sadarlah, lihatlah mereka yang mengikuti jalan setan dan menjadikan ketaatan terhadap dirinya sebagai kewajiban bagi orang lain, menolak untuk menaati aturan ilahi, menampakkan kerusakan di depan publik, aturan Allah ditiadakan dan menjadikan harta pampasan perang dan kekayaan umum menjadi milik pribadi, mengharamkan yang sudah dihalalkan Allah, maupun sebaliknya. dengan semua sifat ini, apakah aku tidak layak untuk menggantikan mereka memimpin umat ?" 

Meskipun Imam Husein sudah menyampaikan pencerahan mengenai kondisi yang ada saat itu, tapi ribuan orang yang jemu dengan tirani Bani Umayah dan dua belas ribu orang yang mengirim surat kepada Imam Hussein supaya bangkit melawan Yazid, pada akhirnya hanya sedikit yang benar-benar bersama Imam Hussein melawan pemerintahan lalim.

Sebagian besar orang yang mengirim surat kepada Imam Husein tersebut mengingkari janjinya dan takut terhadap Yazid maupun ancaman Ubaidillah dengan melepaskan tanggung jawabnya dan meninggalkan Imam Hussein bersama sejumlah kecil pasukannya di padang Karbala. 

Imam Hussein menjelaskan penyebab bencana ini dalam salah satu perkataannya, "Orang yang menjadi budak dunia (dan terpesona oleh kemegahannya) dan agama sebagai bahasa mereka (mereka berpura-pura menjadi religius) yang beragama selama menguntungkan kepentingannya dan memenuhi mata pencahariannya. Ketika menghadapi bencana, maka orang-orang yang beriman akan berkurang".

Faktanya, agama menjadi ancaman utama para pemuja dunia karena dianggap mengancam keberlangsungan penindasan yang mereka. Mereka yang mendukung penguasa otoriter dengan sikap diam, ketidakpedulian, dan kurangnya dukungan terhadap pemimpin sejati dan merakyat, sama saja dengan ikut serta dalam semua penindasan dan kejahatan yang dilakukan oleh para penindas, karena merekalah yang memperkuat dan melanggengkan fondasi para penguasanya yang brutal dan kejam. Imam Sadiq berkata, "Jika Bani Umayyah tidak dibantu oleh masyarakat sendiri ...,maka mereka tidak akan pernah bisa merebut hak kepemimpinan ilahiah kami,".

Oleh karena itu, jika orang-orang Kufah, yang menulis dua belas ribu surat kepada Imam Hussein, tidak mengkhianati beliau, apakah tragedi Asyura akan terjadi?

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa para penindas dan yang tertindas sama-sama masuk ke dalam api neraka yang membakarnya. Penindas masuk neraka karena dia melakukan penindasan dan kejahatan. Sedangkan yang tertindas karena dia datang untuk mendukung penindas dan membantunya. Faktanya, akar dari semua penyimpangan, pelanggaran perjanjian, pengkhianatan dan kejahatan adalah kurangnya ketaatan terhadap dua prinsip dasar yaitu tauhid dan hari akhirat.

Berkaitan dengan masalah ini, Imam  Ali mengatakan, "Demi Tuhan, lebih baik aku berada di atas ranting-ranting dari pagi hingga malam hari dan lumpur yang kotor di dunia ini daripada di hari kiamat kelak harus mempertanggungjawabkan penindasan kepada hamba Allah selama di dunia. Bagaimana aku bisa melakukan kelaliman padahal tubuh ini akan hancur di telan tanah?" 

Imam Hussein yang dibesarkan dalam bimbingan Nabawi bangkit melawan Bani Umayyah dengan mengatakan, "Tidakkah kamu melihat bahwa bagimana kebenaran tidak ditegakkan, dan yang salah tidak dilarang? Apakah engkau mengingkari pertemuan dengan Tuhanmu,".

Beliau menegaskan, "Sungguh, aku tidak melihat kematian (kesyahidan di jalan Tuhan) kecuali kebahagiaan, dan  kehidupan di bawah bayang-bayang penindas  sebagai kesengsaraaan.

Senin, 31 Agustus 2020 13:19

Rahasia Keabadian Asyura (4)

 

Salah satu rahasia keabadian Asyura adalah sisi cinta kebebasan Imam Hussein as dan para sahabatnya yang ditampilkan secara heroik di peristiwa Padang Karbala.

Di budaya kesempurnaan Islam Muhamadi, salah satu sisi unggul eksistensi setiap manusia adalah mencapai puncak kebebasan. Karena dengan mencapai kebebasan, manusia mampu hidup dengan ringan dan bebas, bergerak serta bersemangat. Mereka bebas terbang di atmosfer spiritual dan kemanusian, serta di kehidupannya yang bergelimang harta materi akan bangkit dan membaskan dirinya dari belenggu duniawi.

Kebebasan merupakan syarat utama dari gerakan dan lompatan. Dalam pandangan mendasar, perjuangan keras manusia atas kebenaran dan kebatilan, mereka akan memiliki komitmen yang lebih kuat. Pemimpin agama atau politik mana yang menjadi sumber perubahan dunia dengan asuhan manja?

Tak diragukan lagi Imam Hussein as dan sahabat setianya merupakan manifestasi utuh kebebasan dan ini faktor lain dari keabadian Asyura. Mereka memilih melakukan transaksi dengan Tuhan ketimbang bergelimang dengan kemewahan duniawi dan menjual agamanya demi kekayaan atau kekuasaan dunia. Transaksi ini untuk menjaga kehormatan, nilai-nilai tinggi Ilahi dan kemanusiaannya serta memanifestasikan kebebasannya dan untuk menghindar dari jebakan kehinaan dan juga tidak menjual derajat tinggi yang diperolehnya dengan harga murah dan sesuatu yang fana.

Allah Swt di Surah al-Taubah ayat 111 berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”

Benar Imam Hussein as dan sahabatnya yang setia, yang gugur di Padang Karbala merupakan manifestasi dari ayat di atas. Mereka melakukan transaksi dengan Tuhan, sebuah transaksi yang sangat menguntungkan ketimbang bergelimang dengan harta duniawi dan kemudian mereka nantinya akan disiksa dengan azab yang pedih. Darah pada syuhada Karbala menjadi imbalan surga yang akan mereka nikmati tanpa batas. Inilah arti sejati dari kebebasan.

Hussein bin Ali as untuk menunjukkan kepada para pecintan kebebasan di dunia, kebebasan dan tidak bergantung terhadap keduniawian, ketika ia ingin bertolak ke kota Kufah bertemu dengan penyair terkenal Farazdaq. Farazdaq berkata kepada Imam Hussein: Wahai putra Rasulullah Saw! Bagaimana anda percaya kepada warga Kufah? Mereka adalah orang yang membuah sepupu Anda, Muslim bin Aqil dan sahabatnya.

Setelah memohon ampunan bagi Muslim, Imam Hussein berkata, “Ia menuju ridwan Ilahi. Ia telah menunaikan tanggung jawabnya dan kami saat ini masih tetap komitmen dengan tanggung jawab kami.” Kemudian Imam bersyair, Jika dunia dianggap berharga, maka harus disadari bahwa akhirat yang merupakan tempat pahala Ilahi lebih mulai dan berharga. Jika ini adalah takdir Ilahi bahwa manusia diciptakan untuk mati, maka ketahuliah mati di jalan Tuhan lebih mulia dan jika rezeki manusia dibagi secara tertentu, maka kita harus sadari bahwa tidak tamak lebih indah dan baik. Jika menimbun harta hanya akan ditinggalkan setelah manusia meninggal, maka apa nilainya hal tersebut sehingga kita bakhil.

Para sahabat Imam Hussein as, mengikuti teladan Imamnya, memalingkan muka dari semua afiliasi mereka dan menanggapi panggilan untuk bantuan pemimpin para syuhada (Imam Hussein) dengan penuh dan dari lubuk hati mereka yang paling dalam. Di antara sahabat ini adalah Zuhair yang kembali dari ibadah haji  menuju Kufah.

Peringatan duka Imam Hussein di bulan Muharram (dok)
Saat itu, ia tengah berada di meja makan bersama keluarganya, ketika utusan Imam Hussein as mendatanginya dan mengundangnya untuk bertemu dengan Imam Hussein. Ia terkejut karena selama perjalanannya tersebut, ia berusaha menjahui rombongan Imam Hussein. Istrinya berkata kepadanya, “Apakah kami tidak memberi jawaban, ketika putra Rasul mengirim utusan kepadamu? Bangkit dan cepatlah mendatangi putra Rasul, apa yang diminta darimu dan kembalilah kesini!

Zuhair langsung bangkit dan mendatangi Imam Hussein. Tak lama kemudian Zuhair kembali ke kafilahnya dengan muka berseri-seri dan menginstruksikan seluruh kemah dibongkar dan kemudian mendirikan kemah di sisi rombongan Imam Hussein. Kemudian ia menghadap istrinya sambil berkata, Kamu dapat bergabung dengan familimu, karena aku tidak ingin kamu cidera karenaku, Aku hanya menginginkan kebaikan bagi dirimu? Ia juga menghadap sahabatnya dan berkata, siapa saja yang ingin menolong putra Rasul, maka kenakan pakaian kalian dan ini akhir perjumpaan kita.

Zuhair memilih jalannya dengan penuh kebebasan dan kesadaran. Selama perjuangan Imam Hussein, ia memainkan peran gemilang. Setiap kali ada ancaman dari musuh, dia akan bangkit, terkadang dengan khutbah dan terkadang dengan mengangkat senjata, ia berperang dan mengusir bahaya.

Di pagi hari tanggal 10 Muharram (Asyura), ketika Zuhair menyaksikan barisan musuh menerjang perkemahan Imam Hussein, ia bangkit menuju medan pertempuran. Ia berkata, Wahai warga Kufah, Aku memperingatkan kalian atas azab pedih Tuhan. Hak muslim terhadap saudara muslinya adalah menasihatinya dan menyadarkan mereka, kita saat ini masih bersaudara dan seagama, selama pedang kita tidak saling berbenturan dan kalian tidak tidak melanjutkan permusuhan membabi buta kalian, maka kalian layak untuk diberi nasihat. Namun ketika pedang kita saling berbenturan di medan perang, maka tidak ada batasan di antara kita....Benar Tuhan menguji kita dengan keluarga Nabi sehingga tampak bagaimana kita memperlakukan mereka...

Pencerahan Zuhair yang telah berhasil membebaskan dirinya dari segala bentuk ketergantungan, bukan saja tidak efektif terhadap tentara bayaran Bani Umayah yang ikut dalam pertempuran baik karena ancaman atau kerakusan, bahkan para pecinta kekuasaan dan harta pun memusuhinya. Mereka ini mengungkapkan sikap seorang budak dan penyerahan dirinya dengan memuji pemimpin zalim dan anti agama dari Bani Umayyah.

Zuhair yang telah muak dengan kebodohan dan perudakan ini akhirnya dengan ijin Imam, tampil di medan pertempuran sambil melantunkan syair, Aku Zuhair putra Qain, Aku bela Husein dangan pedangku. Husein salah satu cucu Rasul – dari keluarga yang baik dan bertakwa. Ia utusan suci Tuhan dari generasi Nabi- Aku bertarung dengan kalian dan aku bangga dengannya.

Salah satu tokoh kebebasan di Padang Karbala adalah Hurr bin Yazid al-Riyahi. Ia sebelumnya komandan salah satu pasukan di bawah Ubaidillah dan bertugas mencegah perjalanan rombongan Imam Hussein di manapun berada. Hurr bersama seribu pasukannya berbaris di depan rombongan Imam. Imam Hussein kemudian memerintahkan untuk memberi minum pasukan dan kuda-kuda tentara Hurr. Saat itu, tibalah waktu shalat. Setelah shalat, di mana Hurr dan pasukannya bermakmum kepada Imam Husien, cucu Nabi ini memerintahkan rombongannya segera berangkat. Saat itu, Hurr berkata, kami mendapat tugas untuk membawa Anda kepada Ubaidillah. Kemudian Imam menolaknya.

Akhirnya Hurr kembali ke pasukan Ubaidillah dalam kondisi bingung atas dua jalan bagi nasibnya. Akhirnya Hurr berinisiatif membebaskan dirinya dari belenggu harta dan pangkat duniawi. Khususnya ketika ada seruan Imam Husien minta bantuan. Ia kemudian mendatangi Umar bin Saad dan bertanya, “Apakah Kamu benar-benar ingin memerangi Husein? Umar berkata, Benar! Aku bersumpah akan memeranginya, paling tidak kepala dan tangan terpisah dari badan. Hurr yang hati nuraninya terbangun dan pada akhirnya memilih jalan yang sangat menentukan, bergerak menuju perkemahan Imam Hussein as.

Salah satu tentara yang hadir di medan pertempuran ketika merasakan niat Hurr meninggalkan perkemahan Ubaidillah, bertanya kepadanya mengapa ia membuat pilihan seperti ini? Hurr berkata: Ketika aku dihadapkan pada pilihan neraka atau surga, Aku bersumpah bahwa aku pasti memilih surga.

Hurr yang membuat Husein dan sahabatnya ditahan di tempat tanpa air dan tumbuhan, mendatangi Imam dalam keadaan malu dan berkata, “Aku kembali dan menyesal. Apakah kamu menerima taubatku? Imam berkata, Allah menerima taubatmu. Hurr langsung gembira dan sama seperti pecinta kebebasan lainnya, merasa bahagia. Ia kemudian menuju medan pertempuran dan berperang melawan tentara Ubaidillah. Ketika ia gugur, jenazahnya di bawah ke perkemahan Imam Hussein. Imam berkata, kesyahidannya seperti kesyahidan para nabi dan keluarganya.

Di riwayat lain disebutkan, ketika Hurr mereguk cawan syahadah, Imam memandangnya dan berkata, Kamu bebas seperti ibumu memberi kamu nama Hurr. Dan kami bebas di dunia dan akhirat.

Contoh lain dari kebebasan Imam Hussein dan sahabatnya adalah kisah keluarga Wahab di mana anak, istri dan ibunya memiliki peran di Karbala. Wahab bertempur dengan tentara Yazid di puncak usia mudanya. Ia dikelilingi banyak musuh dan pada akhirnya kedua tangannya terpotong. Istrinya mendatanginya sambil membawa tombak. Wahab berusaha menghalau istrinya, tapi istri yang setia ini berkata, aku akan tetap berada di sisimu dan berperang melawan musuh hingga aku gugur.

Imam Hussein berkata kepadanya, Semoga pahala dari Ahlul Baitku menjadi bagianmu dan semoga Allah merahmati kalian. Kembalilah ke perkemahan perempuan. Saat itu, salah satu tentara Ubaidillah memotong kepala Wahab dan melemparkannya ke perkemahan Imam Hussein. Ibu Wahab mengambil kepala anaknya dan membersihkan darah dari wajahnya serta berdoa: Segala puji bagi Allah yang telah membuat wajahku bercahaya dan mataku bersinar dengan kesyahidan putraku. Kemudian ia melemparkan kepala anaknya ke pasukan Ubaidillah dan mengenai salah satu tentara musuh hingga mati.

Budak Syimr yang menyaksikan peristiwa mendadak tersebut, langsung menyerang ibu Wahab hingga gugur.

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…