کمالوندی

کمالوندی

 

Militer rezim Zionis Israel Jumat (3/7/2020) menumpas aksi demo mingguan warga Palestina di desa Kafr Qaddum di Tepi Barat Sungai Jordan yang menentang pembangunan distrik Zionis dan menciderai 15 pemuda Palestina.

Murad Shtewi, jubir dan koordinator muqawama rakyat Palestina di Kafr Qaddum mengatakan, puluhan militer Zionis menyerang warga Palestina dan menembakan mereka dengan gas air mata ke arah demonstran. Serangan ini mengakibatkan puluhan warga mengalami sesak nafas.

Mohammad al-Aloul, wakil ketua Gerakan Fatah yang juga hadir di aksi demo ini mengatakan, rakyat Palestina dari berbagai lapisan masyarakat mengikuti aksi demo ini dan menolak keputusan penjajah Quds menganeksasi Tepi Barat ke bumi pendudukan.

Rezim Zionis Israel dengan dukungan Amerika berencana melaksanakan aneksasi 30 persen wilayah Tepi Barat, namun membatalkan rencana tersebut karena penentangan masyarakat internasional yang diakibatkan represi opini publik. 

 

Media Amerika Serikat mengabarkan puluhan diplomat negara itu bersama keluarga mereka meninggalkan Arab Saudi karena penyebaran wabah Virus Corona yang terus meluas.

Fars News (4/7/2020) melaporkan, puluhan diplomat Amerika di Saudi bersama keluarga mereka, dalam beberapa hari ke depan bermaksud meninggalkan negara itu.
 
Surat kabar The Wall Street Journal menulis, para diplomat Amerika di Saudi memutuskan untuk meninggalkan negara itu karena pandemi Covid-19 yang terus meluas.
 
Departemen Luar Negeri Amerika minggu lalu mengkonfirmasi kepulangan secara sukarela sejumlah pegawai Kedutaan Besar Amerika untuk Saudi yang bukan pegawai inti. 
 
Sumber terpercaya kepada Wall Street Journal mengatakan, dalam beberapa minggu ke depan, kemungkinan diplomat Amerika yang akan meninggalkan Saudi, jumlahnya bertambah banyak.
 
Pada fase awal wabah Virus Corona, Saudi berhasil menekan perluasan Covid-19 secara signifikan karena menerapkan pembatasan ketat. Namun dengan alasan untuk memulihkan kembali denyut ekonominya yang terpuruk akibat penurunan harga minyak dunia, bulan lalu melonggarkan pembatasan.
 
Hingga hari Jumat (3/7/2020) di Saudi tercatat sekitar 200.000 orang tertular Covid-19, sementara dua bulan sebelumnya hanya sekitar 90.000 orang yang positif Corona di Saudi, dan korban tewas lebih dari 1.800 orang.

 

Pasukan angkatan darat Irak ditempatkan di garis perbatasan Turki untuk melindungi integritas teritorial dari serangan darat Turki.

Fars News (4/7/2020) melaporkan, bersamaan dengan penempatan pasukan, serangan udara dan artileri Turki ke utara Irak, sumber media Irak mengabarkan penempatan pasukan darat negara itu di perbatasan Turki.
 
Stasiun televisi Sky News mengabarkan, tujuan penempatan pasukan Irak di perbatasan Turki untuk mencegah masuknya pasukan Turki ke wilayah Irak. Namun tidak disebutkan berapa jumlah pasukan Irak yang ditempatkan di perbatasan Turki itu.
 
Jet-jet tempur Turki, Jumat (3/7) membombardir dua wilayah pegunungan di Provinsi Duhok, utara Irak, tapi tidak menimbulkan korban jiwa.
 
Sky News menambahkan, pasukan Turki sampai saat ini sudah mendirikan 24 pangkalan militer di wilayah pegunungan utara Irak.
 
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Irak, Ahmed Al Sahaf kembali mendesak penghentian serangan militer Turki ke utara Irak, dan menganggapnya dilakukan sepihak tanpa koordinasi Baghdad. 
 
Ia menegaskan, Irak mungkin saja akan menggunakan senjata ekonomi untuk menghentikan serangan Turki ke utara negara ini.

 

Sirna sudah harapan Benjamin Netanyahu untuk menjarah 30% Tepi Barat pada tanggal 1 Juli kemarin. Salah satu media Israel, Haaretz mengamati faktor di balik pukulan telak yang harus diterima kehormatan rezim serta sosial Zionis.

“Gagal karena sejak awal aneksasi Tepi Barat hanyalah satu opini pengalihan akan kejahatan finansial Benjamin Netanyahu.” Ya inilah faktor utama sorotan Haaretz. Media Israel tersebut menunjuk Netanyahu sebagai biang keladi semuanya.

Tak seperti biasanya, di awal analisa, Haaretz menceritakan satu cerita kuno Yahudi. Kemudian Haaretz mengatakan, Benjamin Netanyahu mengawali opini aneksasi Tepi Barat dalam sesi wawancaranya dengan Chanel 12, yaitu di awal masa kampanye sebelum Pemilu di Palestina Pendudukan.

“Sedari itu pula, opini tersebut hanyalah satu opini untuk mengalihkan warga, tak lebih,” jelas Haaretz.

“Opini ini selalu berhasil membelah fokus peserta Pemilu. Itu adalah perangkat terbaik Netanyahu, bahkan opini itu juga digunakan sebagai senjata untuk menutupi kemalangannya melawan Coronavirus. Pengalihan aneksasi telah menjadikan COVID-19 mengamuk di gelombang kedua di Palestina Pendudukan.”

Efek opini aneksasi tidak hanya terbatas pada internal Israel, tetapi juga internasional tentunya karena aksi-aksi Netanyahu yang terus berupaya mendapatkan dukungan antek-antek luar negeri.

“Aneksasi Tepi Barat juga berpengaruh ke opini dunia. Sudah bertahun-tahun, dunia menekan Israel untuk menghentikan kolonialisme dan menuntut rezim Zionis untuk mundur dari Palestina sehingga memberikan kesempatan untuk rakyat membangun Palestina merdeka.

Namun semenjak opini aneksasi Tepi Barat dilempar, arah angin lebih memihak Benjamin Netanyahu”, hemat Haaretz.

Meski demikian, Haaretz menyayangkan dan mengatakan bahwa PM Benjamin Netanyahu tidak memiliki program aneksasi.

“Tidak ada satupun program. Tidak ada jadwal waktu. Tidak ada draf dokumen legalisasi wilayah yang dipaparkan ke Kabinet. Semua ini menguatkan bahwa aneksasi Tepi Barat, tak lebih dari satu janji Pemilu samar kepada pendukung sayap kanannya.”

1 Juli kemarin adalah janji realisasi aneksasi Tepi Barat di bawah dukungan Amerika Serikat. Tak pelak ombak protes menderu dari dalam Palestina hingga dunia.

Gerakan-gerakan Palestina membongkar rancangan tersebut sebagai titipan tertulis dalam deal of the century. Dan merekapun menuntut pemutusan relasi dengan Amerika dan Israel.

Terjadi perubahan arah besar, Gabi Ashkenazi, Menlu Israel, mengungkapkan keraguannya, demikian juga Benny Gantz yang mulai khawatir akhir-akhir ini.

 

Dorothy Shea, Duta AS di Lebanon, menyikapi Lebanon seperti budak Amerika. Intervensi dan memberi perintah.

Bahkan lebih bahaya lagi, Dorothy Shea berusaha mengadu domba petinggi dan memprovokasi. Maka dari itu, Kami yakin bahwa reaksi Nassif Hitti, Menlu Lebanon, bukanlah apa-apa.”

Inilah sorotan surat kabar trans-regional, Rai al-Youm, mengamati kebijakan Lebanon yang baru saja menjerat Dorothy Shea, Duta AS di Beirut.

Dorothy Shea bertindak arogan di negeri asing. Seakan memiliki segalanya, ia menuduh Mukawamah Lebanon dengan hal-hal yang jelas bertentangan dengan fakta. Hizbullah dituding olehnya sebagai perampok anggaran dan duri reformasi ekonomi Lebanon.

Karena hal inilah, Rai al-Youm yakin bahwa peringatan sang Menlu Lebanon tidaklah cukup. “Seandainya Duta Dorothy Shea sadar bahwa tuduhannya akan berakhir pada hukuman pedih seperti ini, yakin Dorothy tidak akan berbuat demikian,” hemat Rai al-Youm.

“Seandainya Hizbullah teroris, pasti Hizbullah akan menghalangi pengiriman pesawat oleh Kedubes AS di sekitar Kedutaan. Hizbullah akan memindah Amer al-Fakhouri ke Cyprus. Hizbullah mampu melakukan hal tersebut dengan sangat mudah. Namun hal itu tidak dilakukan, karena Hizbullah bukan teroris dan tidak pula ingin memperkeruh suasana dalam Beirut.”

Fakta yang tidak diketahui oleh Duta AS, dan mungkin tahu tapi tidak mau menggubrisnya adalah bantuan 150 juta dolar dari Pemerintah, Hizbullah kembalikan ke rekening negara.

“Sementara pejabat yang terus menyedot harta negara dan mentransfer puluhan juta dolar ke rekening pribadi di luar negeri sana adalah musuh-musuh Hizbullah dan antek-anteknya Amerika,” tulis Rai al-Youm.

“Kami setuju ucapan Duta Dorothy bahwa koruptor seperti virus pembunuh Lebanon serta ekonominya. Namun intervensi AS di Lebanon, dukungan Washington kepada para koruptor, upaya adu domba dan provokasi perang saudara Beirut, adalah fakta-fakta yang lebih mematikan dari virus pembunuh tersebut.”

Dalam pandangan Rai al-Youm, jelas Amerika melalui lisan-lisan Duta Dorothy Shea telah melakukan dosa besar di Beirut.

Tapi di lain pihak, menurut Rai al-Youm cetakan London tersebut, Hizbullah juga melakukan kesalahan.

“Kesalahan Hizbullah; Hizbullah mampu menghabisi Israel dengan bantuan teman-temannya. Hizbullah bisa membebaskan wilayahnya di tahun 2000 lalu serta melawan kolonialisme rezim Zionis tahun 2006. Hizbullah mampu membangun tembok strategis penangkis tekanan Amerika dalam memetakan perbatasan laut-darat Lebanon berdasarkan nafsu Israel dan memutus tangan penjarahan Zionis atas kekayaan minyak dan gas Lebanon di laut Mediterania,” akhir Rai al-Youm dengan sedikit rasa kecewa.

Rencana kontroversial Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencaplok bagian-bagian wilayah Tepi Barat, Palestina tampaknya tak berjalan mulus. Sebab, mitra koalisi utamanya, Benny Ganz dan sekelompok anggota parlemen AS telah mengisyaratkan penentangan mereka terhadap langkah tersebut.

Netanyahu suda menetapkan 1 Juli (besok) sebagai tanggal dilaksanakannya rencana untuk memaksakan “kedaulatan” rezim Tel Aviv atas sekitar sepertiga Tepi Barat, termasuk permukiman dan Lembah Jordan.

Ketika tenggat waktu semakin dekat, menteri urusan militer Israel Benny Gantz, pimpinan partai Biru Putih, pada Senin (29/6) menyarankan agar pelaksanaan aneksasi ditunda, lagian, Israel saat ini sedang berurusan dengan Covid-19.

Gantz mengatakan bahwa perang melawan pandemi dan krisis ekonominya harus diutamakan daripada keputusan politik apa pun.

Sebuah sumber di partai Biru Putih mengutip yag pernyataan Gantz mengatakan kepada delegasi AS, yang terdiri dari Duta Besar Amerika untuk Israel David Friedman, Utusan Khusus Gedung Putih Avi Berkowitz dan pakar pemetaan Scott Leigh, pada hari Senin bahwa tanggal target 1 Juli adalah hari yang “tidak suci.”

“Satu-satunya hal yang kudus saat ini adalah membuat orang kembali ke pekerjan mereka dan menangani masalah coronavirus,” kata Gantz seperti dikutip sumber dari orang dalam partainya.

Dalam pernyataan yang disiarkan kemudian, Gantz mengatakan kepada anggota partai sentrisnya bahwa “apa yang tidak terkait dengan corona akan menunggu sampai sehari setelah virus”. Ia  memperkirakan bahwa krisis kesehatan ini akan masih berlangsung hingga 18 bulan lagi.

Menanggapi komentar Gantz, Netanyahu mengatakan kepada sekelompok legislator dari partai sayap kanannya, Likud pada hari Senin bahwa mitra koalisi, aliansi politik Biru Putih, adalah “bukan faktor” dalam memutuskan apakah tawaran aneksasi akan berjalan sesuai rencana.

Netanyahu menekankan bahwa dia sedang melakukan pembicaraan rahasia dengan tim diplomatik Amerika tentang masalah ini.

“Kami sedang dalam pembicaraan dengan tim AS di Israel,” katanya. “Kami melakukannya secara diam-diam. Masalahnya tidak sampai Biru Putih; mereka juga bukan faktor,” lanjutnya.

Di tempat lain dalam komentarnya, Netanyahu bahwa pencaplokan Tepi Barat ini sudah sangat rumit.

“Saya memiliki jalur komunikasi positif dengan Amerika dan ketika saya memiliki sesuatu untuk dilaporkan, saya akan melaporkannya,” katanya. “Ini adalah proses yang rumit dengan banyak pertimbangan diplomatik dan keamanan yang tidak bisa saya bahas. Kami mengatakan bahwa [aneksasi] akan terjadi setelah 1 Juli,” jelas Perdana Menteri Israel.

 

Presiden AS Donald Trump sendiri telah memberi Tel Aviv lampu hijau untuk perampasan tanah Palestina dalam “kesepakatan abad ini” yang diproklamirkannya pada bulan Januari lalu dengan tujuan melegitimasi pendudukan Israel dan menggambar kembali peta Timur Tengah.

Namun, AS masih belum memutuskan apakah akan secara resmi mendukung tindakan aneksasi yang dicari oleh Netanyahu dalam situasi saat ini.

Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada NBC News pada hari Minggu bahwa Friedman, Berkowitz dan Leigh mengadakan beberapa hari pertemuan di Washington yang juga melibatkan Jared Kushner, menantu Trump dan penasihat senior mengenai masalah ini.

Diskusi, yang terjadi sebelum perjalanan tiga pejabat itu ke Israel, adalah “produktif” tetapi tidak meyakinkan, katanya, menyinggung kekhawatiran tentang bagaimana aneksasi Israel dapat mempengaruhi rencana Timur Tengah Trump.

“Belum ada keputusan akhir tentang langkah selanjutnya untuk mengimplementasikan rencana Trump,” kata sumber itu.

Pencaplokan tidak akan dimulai pada 1 Juli

Sementara itu, berbagai sumber Amerika mengatakan kepada The Jerusalem Post bahwa Israel tidak akan mengambil langkah untuk mencaplok wilayah Palestina minggu ini.

Beberapa laporan mengatakan bahwa pemerintahan Trump telah mendinginkan dukungannya kepada Israel di tengah kekhawatiran bahwa itu mungkin akan merusak peluang Trump terpilih kembali menjadi presiden.

Anggota parlemen AS mengancam Israel

Selain itu pada hari Senin, sekelompok anggota parlemen AS menyuarakan keprihatinan tentang aneksasi yang direncanakan. Mereka menyerukan untuk menggunakan “kombinasi tekanan dan insentif” untuk mencegahnya, termasuk memaksakan kondisi bantuan militer Amerika ke Israel.

Empat orang anggota Konggres AS mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. Adlam surat tersebut tertulis:

“Pencaplokan sepihak di Tepi Barat akan mengasingkan anggota parlemen dan warga AS. Kami tidak dapat mendukung sistem yang tidak demokratis di mana Israel akan secara permanen memerintah rakyat Palestina yang menolak penentuan nasib sendiri atau hak yang sama.”

“Jika pemerintah Israel bergerak maju dengan aneksasi yang direncanakan dengan persetujuan pemerintah ini, kami akan bekerja untuk memastikan tidak adanya pengakuan serta mengejar persyaratan pendanaan militer AS $ 3,8 miliar ke Israel, termasuk kondisi hak asasi manusia.”

Surat itu juga mengancam “pemotongan dana untuk pengadaan senjata Israel di luar negeri sama dengan atau melebihi jumlah yang dihabiskan pemerintah Israel setiap tahun untuk mendanai pemukiman, serta kebijakan dan praktik yang mendukung dan memungkinkannya.”

Yordania Menentang Lagi

Secara terpisah pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi sekali lagi mengutuk rencana aneksasi Israel dalam percakapan telepon dengan para koleganya dari Eropa.

Safadi dan Menteri Luar Negeri Belgia Philippe Goffin membahas melalui telepon untuk mencapai sikap internasional yang efektif untuk mencegah tindakan ilegal Israel dan melindungi proses perdamaian, menurut sebuah pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Yordania.

Diplomat Yordania menekankan bahwa pencaplokan Tepi Barat  merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan merusak solusi dua negara dan semua pilar yang telah membentuk proses perdamaian.

Goffin, pada bagiannya, menekankan penolakan Belgia terhadap rencana aneksasi dan komitmen terhadap apa yang disebut kerangka kerja dua negara sebagai “satu-satunya cara untuk mencapai akhir konflik.”

Dalam panggilan telepon lain, Safadi bertukar pandangan dengan rekannya dari Spanyol, Arancha Gonzalez Laya, tentang perlunya mengintensifkan upaya yang bertujuan menghentikan pencaplokan Israel.

 

Jajaran jaksa penuntut federal Amerika Serikat dikabarkan telah merilis surat perintah untuk merampas 4 kapal tanker yang digunakan Iran untuk mengirim bensin ke Venezuela. Hal ini dikarenakan Venezuela dan Iran sama-sama negara yang berada di bawah sanksi AS serta tanker yang digunakan memiliki hubungan dengan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

Berkas tersebut dirilis oleh Pengadilan AS Distrik Columbia pada Rabu (1/7) petang. Namun 4 tanker yang menjadi sasaran berkas tersebut bukan tanker berbendera Iran yang berangkat ke Venezuela akhir-akhir ini. Tanker-tanker ini berbendera Liberia yang masing-masing beroperasi dengan nama Bella, The Bering, Pandi dan Luna.

Menurut berkas ini, 4 tanker tersebut bekerja sama dengan sebuah perusahaan yang memiliki hubungan dengan Korps IRGC. IRGC pada gilirannya telah dimasukkan AS ke dalam daftar hitam terorisme. AS akan menindak tegas pihak manapun yang menjalin hubungan dengan IRGC.

Baca juga: Iran-China 25 Year Deal, Awal Aliansi Strategis Singa dan Naga

Zia Faruqui dan dua pembantu jaksa dalam berkas ini menyatakan bahwa saudagar Iran dengan nama Mahmoud Madanipour membantu manipulasi dokumen perkapalan supaya tanker-tanker tersebut dapat berangkat tanpa melanggar sanksi AS.

Berkas ini juga menuding IRGC menggunakan keuntungan dari penjualan bensin tersebut untuk pengembangan senjata pemusnah massal, aksi terorisme serta pelanggaran hak asasi manusia di dalam dan di luar negeri.

Terkait pengiriman bensin Iran ke Venezuela yang dilakukan pada bulan lalu, Washington masih menimbang-nimbang keputusan yang akan mereka terapkan terhadap kedua negara itu.

Jumat, 03 Juli 2020 17:37

Memperingati Haul Shah Cheragh

 

Di awal abad ketujuh, Amir Muqarrib al-din Mas'ud membangun kota Shiraz. Ia pribadi yang sangat terhormat dan tahu apa yang harus dilakukannya. Kota Shiraz yang waktu itu menjadi ibukota Dinasti Atabeg tampak bersih di tangannya. Ia serius membangun kembali bangunan-bangunan yang rusak.

Saat membersihkan tanah dan puing-puing, para pekerja melihat badan seorang pemuda tinggi dan tampan yang mati akibat kepalanya ditebas pedang. Para pekerja mengeluarkan jasad pemuda itu dari tanah dan memberi kabar kepada Amir Mas'ud. Amir segera pergi ke tempat itu bersama beberapa pejabat yang lain. Setelah melakukan banyak penelitian, terutama terkait sejumlah bukti seperti cincin yang diukir bertuliskan "Al-'Izzah Lillah, Ahmad bin Musa", menjadi jelas bahwa jasad itu adalah Ahmad bin Musa, saudara Imam Ridha as.

Akhirnya, sesuai perintah Amir Muqarrib al-Din Mas'ud, mereka yang ada kemudian menyalati jasad tersebut, kemudian memakamkan kembali jasad tersebut di tempat ia ditemukan yang dihadiri oleh para ulama dan tokoh Shiraz dengan penuh penghormatan. Setelah itu mereka membuat bangunan yang luas dan indah di sana, agar para peziarah dan mereka yang melewati tempat itu dapat berziarah ke kuburannya.

Namun ada riwayat lain yang disebutkan para sejarawan bahwa sebelum ini, kuburan Ahmad bin Musa as sudah ada di masa Adud al-Dawla Dailami, raja paling terkenal dari dinasti Al-e Buyeh (Dinasti Buyid), tapi kemudian kuburan beliau tertimbun akibat sejumlah gempa yang terjadi di sana, sehingga kembali ditemukan pada tahun 745 Hijriah Qamariah.

Sayid Amir Ahmad yang lebih dikenal dengan "Shah Cheragh" dan "Sayid al-Sadaat al-A'azhim" adalah putra dari Imam Musa al-Kazhim dan saudara Imam Ridha as. Tidak ada catatan sejarah yang menyebutkan hari dan tanggal yang detil terkait kelahiran Ahmad bin Musa as, tetapi sebagian sumber menyebut beliau lahir tanggal 6 Zulkaedah di kota Madinah. Ibu beliau dikenal dengan nama "Ummu Ahmad."

Ummu Ahmad memiliki tiga orang anak yang bernama Ahmad, Muhammad, dan Hamzah, tetapi dikarenakan ketinggian derajat Ahmad bin Musa, Imam Musa al-Kazhim as memanggilnya dengan Ummu Ahmad. Ummu Ahmad begitu dicintai Imam Kazhim as dan sangat dipercaya. Di masa penuh tekanan dan mencekik Dinasi Abbasiah, Ummu Ahmad menyimpan banyak rahasia Imam Kazhim as.

Ahmad bin Musa seorang pribadi yang memiliki posisi yang tinggi dan bertakwa, sehingga ayahnya selalu memujinya karena keberanian dan kedermawanannya. Ia pribadi yang dermawan, pemberani, utama, bertakwa dan kaya. Ahmad bin Musa menulis sendiri al-Quran. Beliau juga termasuk ahli hadis dan perawi yang menukil banyak hadis dari ayah dan kakek-kakeknya.


Salah satu ciri periode kekuasaan Bani Abbasiah adalah munculnya berbagai kelompok dan firqah agama. Di masa ini, muncul kelompok utama Syiah. Karena metode yang diterapkan para khalifah Bani Abbasiah sejalan dengan politik adu domba dan selalu berusaha menyebarkan perselisihan politik dan keagamaan. Mereka tetap mengasingkan dan memenjarakan para imam Syiah untuk memperkuat kekuasaannya dan melemahkan para pecinta Ahlul Bait.

Pasca syahadah Imam Musa as oleh Harun al-Rasyid, sekelompok orang dengan cara pandang yang salah menjadikan Ahmad bin Musa sebagai imamnya. Sikap mereka ini bukan hanya dipengaruhi cara pandang politik, tapi ada keyakinan lain yang tersebar luas di masa itu, yang menjadikan masalah ini semakin intens. Sekelompok orang Syiah dan pecinta Ahlul Bait menyaksikan dari dekat keutamaan Ahmad bin Musa dan kecintaan ayahnya kepadanya. Di sisi lain, Ahmad bin Musa termasuk salah satu wakil Imam Kazhim as. Karenanya, mereka beranggapan bahwa imamah dan pengganti setelah syahadah Imam Musa al-Kazhim as milik Ahmad bin Musa. Keyakinan ini membawa mereka ke rumah Ahmad bin Musa untuk mengikutinya.

Pada awalnya, Ahmad bin Musa secara lahiriah menerima dan kemudian pergi ke masjid lalu mengambil baiat dari mereka. Beliau kemudian naik ke mimbar dan menyampaikan khutbah dengan fasih dan lugas. Kepada masyarakat Ahmad bin Musa berkata, "Wahai masyarakat! Kalian semua tetap dalam baiat kepadaku, sementara aku berbaiat kepada saudaraku Ali bin Musa, imam dan pengganti setelah ayahku. Beliau adalah wali Allah dan rasul-Nya. Wajib bagi saya dan kalian untuk mengikuti segala perintah yang disampaikannya."

Dengan ucapan Ahmad bin Musa ini, semua yang hadir menaati ucapannya. Mereka mengikuti Ahmad bin Musa keluar dari masjiid dan menjumpai Imam Ridha as lalu membaiatnya. Pada waktu itu, Imam Ali bin Musa as memandang saudaranya dan berkata, "Engkau tetap tidak menyembunyikan kebenaran. Semoga Allah selalu memperhatikanmu di dunia dan akhirat."

Seperti yang telah disebutkan, selama periode ini, kekhalifahan Abbasiah, dengan kebijakan mereka, berusaha mendominasi rakyat, terutama para pecinta Ahlul Bait as. Karena itu, Makmun, putra Harun al-Rasyid, setelah membunuh saudara lelakinya dan merebut kekhalifahan, memutuskan untuk menyerahkan posisi putra mahkota kepada Imam Ridha as, dan memindahkan Imam dari Madinah ke pusat pemerintahannya di Thus. Namun tak lama kemudian, keabsahan kekhalifahan dan putra mahkota Imam Ridha as menjadi lebih jelas bagi rakyat. Makmun tidak tahan dengan kebenaran ini, jadi dia memutuskan untuk membunuh Imam Ridha as.

Sebelum Imam Ridha as gugur syahid, Ahmad bin Musa, pergi ke Khorasan dari Madinah untuk mendukung dan membantu beliau bersama banyak orang. Apa yang dilakukan Ahmad bin Musa ini membuat Makmun merasa ngeri, terutama ketika dia menyadari bahwa setiap kali rombongan Ahmad ibn Musa lewat, para pecinta Ahlul Bait akan bergabung dengan mereka. Beberapa sejarawan menyebutkan mereka yang menemani Ahmad sebanyak lima belas ribu orang.


Makmun, yang melihat kedatangan saudara Imam ke pusat pemerintahan sebagai ancaman serius bagi posisi sensitifnya, memerintahkan semua bawahannya untuk mencegah gerakan rombongannya, bahkan bila mampu, mereka harus dikembalikan ke Madinah atau membunuh mereka semua. Ketika perintah Makmun sampai di sebuah kota, rombongan Ahmad bin Musa telah melewatinya, kecuali Shiraz, di mana sebelum rombongannnya sampai di sana, perintah Makmun telah sampai ke tangan mereka.

Penguasa Shiraz adalah seorang pria bernama Qatlagh Khan. Dia meninggalkan kota dengan pasukan besar dan berkemah di depan karavan Ahmad bin Musa. Pada saat yang sama, berita tentang kesyahidan Imam Ridha as sampai ke Ahmad. Jadi dia mengumpulkan rekan-rekannya dan memberi kabar apa yang telah terjadi dan berkata, "Tujuan mereka adalah untuk menumpahkan darah putra-putra Ali ibn Abi Thalib as, siapa pun yang ingin kembali atau tahu bagaimana melarikan diri, bisa pergi. Tapi saya tidak punya pilihan lain selain jihad melawan para pembunuh ini." Semua saudara dan sahabat Ahmad bin Musa as mengatakan bahwa mereka akan tetap melakukan jihad dan dia juga berdoa untuk mereka dan berkata, "Jadi bersiaplah untuk berjihad!"

Ahmad bin Musa bersama para sahabat loyalnya memenangi tiga perang secara berturut-turut. Qatlagh Khan menyadari bahwa adanya cinta dan pengorbanan di pasukan Ahmad bin Musa, dan tidak mampu untuk mengalahkan mereka, ia kemudian berencana menarik pasukannya dan mundur.

Dengan demikian, ia berhasil peralahan-lahan menarik pasukan Ahmad bin Musa memasuki kota. Ketika pasukannya sudah menguasai kota, mereka kemudian berhasil membunuh semua pasukan Ahmad bin Musa, beliau sendiri menjadi orang terakhir yang gugur syahid akibat pedang yang memukul kepalanya. Setelah itu, mereka merusak rumah yang berada di belakangnya. sehingga jasadnya tertimbun tanah di tempat yang sekarang kuburannya dibangun dengan megah.

Untuk memperingati haul Ahmad bin Musa, mari bersama-sama kita menyampaikan salam kepadanya:

اللّهُمّ صَّلِ عِلی أحمَدَ بنِ موُسَی الکاظِمِ سَیِّدِالسَّاداتِ الأعاظِمِ الشَّهیِدِ، المَظلُومِ الَّذِی کانَ کَریماً فِی مَالِهِ وَ وَرِعاً فِی دِینِهِ وَ عَبَدَ الّلهَ مُخلِصاً حَتَّی أَتَاهُ الیَقیِنُ وَ صَلِّ عَلی مُحَمَّدِ بنِ مُوسَی الکاظِمِ العَابِدِ الزَّاهِدِ وَ صَلِ عَلی حُسَینِ بنِ مُوسَی الکاظِمِ الَّذِی قُتِلَ مَظلُوماً وَ صَلِّ عَلَی أخیِهِم عَلِیِّ بنِ مُوسَی الرِّضاَ المُرتَضَی حُجَّتِکَ عَلَی مَن فِی الأرضِ وَ مَن تَحتَ الثَّرَی کَأفضَلِ مَا صَلَّیتَ عَلَی أَحَدٍ مِن أولِیائِکَ

Jumat, 03 Juli 2020 17:36

Ikatan Seni Kaligrafi Islam dan Iran

 

Sejarah mencatat bahwa tidak ada penemuan yang lebih penting daripada tulisan dan bahasa. Jika tulisan (rangkaian huruf-huruf) tidak ditemukan, ide-ide para pemikir tidak akan sampai ke generasi sekarang dan peradaban tidak bergerak ke arah kesempurnaan.

Kaligrafi adalah salah satu pilar seni dan budaya Iran yang telah berevolusi selama berabad-abad dan pihak yang memperkenalkan seni ini ke negara lain. Artikel ini akan berbicara tentang Mir Emad Qazvini, kaligrafer besar Persia dan seni kaligrafi Iran.

Mir Emad dilahirkan di kota Qazvin, Iran pada tahun 1554 Masehi. Setelah menamatkan pendidikan dasar, ia hijrah ke kota Tabriz untuk berguru kepada Mohammad Hossein Tabrizi dan belajar rumus-rumus khat Nasta'liq darinya. Kemudian dia pergi ke kota Isfahan untuk mendirikan dan memperkenalkan sekolah seninya.

Meskipun kaligrafi Nasta'liq sudah dibakukan oleh Mir Ali Tabrizi, namun puncak kesempurnaan kaligrafi ini ditemukan dalam karya-karya Mir Emad. Banyak dari kekurangan khat ini termasuk kaidah-kaidah penulisannya disempurnakan berkat kejeniusan seniman terkemuka ini.

Selama menetap di Isfahan, Mir Emad mendidik banyak siswa, dan aliran seninya juga sangat diminati di India dan Dinasti Ottoman sehingga model kaligrafi Mir Emad dikenal sebagai model yang paling sempurna dari khat Nasta'liq.

Para seniman Dinasti Ottoman seperti, Veliyyuddin Efendi, Mohammad Asad Elisari, dan Sayid Mohammad Dadashzadeh, termasuk di antara murid jauh Mir Emad dan penerus aliran seninya. Puisi-puisi yang ditinggalkan oleh Mir Emad, memperlihatkan jiwanya yang lembut dan seleranya yang bagus.

Di samping karya-karya yang fenomenal, Mir Emad juga menggunakan khat Nasta'liq-nya untuk menulis buku-buku besar seperti Golestan dan Bustan Saadi, buku doa Khajeh Abdullah Ansari, serta puisi-puisi yang indah.

Mir Emad meninggal dunia pada tahun 1615 karena dibunuh oleh salah satu pegawai kerajaan Shah Abbas I dan makamnya sekarang terletak di Masjid Maqsudbeyk, Isfahan.

Mir Emad Hassani Qazvini dianggap sebagai kaligrafer Iran terbesar dalam naskah Nasta'liq. Karya-karyanya ditukar dengan emas dan ketika dia meninggal dunia, dia sangat kaya sehingga menteri pada masa itu tidak mampu membeli rumah Mir Emad. Karyanya merupakan antara spesimen kaligrafi Nasta'liq yang terbaik dan kebanyakannya disimpan di beberapa museum terkenal dunia sebagai bahan artifak sejarah dan warisan.


Seni kaligrafi adalah seni menulis dengan indah dengan pena sebagai hiasan. Orang yang melakukan proses ini disebut kaligrafer, terutama ketika kaligrafi telah menjadi profesi seseorang.

Meskipun seni kaligrafi berkembang di Timur, namun model-model kaligrafi dapat ditemukan di semua budaya. Kata calligraphy mulai diadopsi dalam bahasa Latin pada abad ke-15 dan baru dikenal sebagai sebuah istilah pasca abad ke-19. Tetapi sejak zaman kuno terutama di negara-negara Timur Jauh dan negara-negara Muslim termasuk Iran, kaligrafi dipandang sebagai seni tinggi.

Sebelum Islam, berbagai aksara seperti tulisan paku, Pahlavi, dan Avesta sudah dikenal luas di Iran, tetapi dengan kedatangan Islam, nenek moyang orang Persia mengadopsi abjad dan aksara Islam.

Sejarah lahirnya khat Arab dan gaya penulisannya muncul hampir bersamaan dengan penyebaran Islam. Seni kaligrafi selalu menjadi perhatian besar kaum Muslim, karena ia dianggap sebagai seni untuk menulis wahyu Ilahi. Mereka menggunakan kaligrafi tidak hanya untuk penulisan al-Quran, tetapi juga diaplikasikan untuk seni-seni lain.

Pada 6 Juni 2020, Kementerian Warisan Budaya dan Pariwisata Iran berencana mendaftarkan kaligrafi Iran sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Semua dokumen untuk keperluan ini telah dikirim ke UNESCO. Komite UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda akan mengumumkan keputusannya tentang kaligrafi Iran pada sidang tahun 2022.

Namun, media-media Turki menyatakan bahwa pemerintah Ankara juga telah mengirimkan dokumen seni kaligrafi Islam untuk didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

Jika melihat sejarah seni kaligrafi, Turki tidak mengenal seni ini sebelum berkuasanya Dinasti Ottoman. Tetapi, seni kaligrafi dan penulisan al-Quran di Iran sudah mencapai puncaknya sebelum periode itu. Kasus pemalsuan juga sudah dilakukan sebelum ini oleh Turki. Sebagai contoh, kaligrafer besar Iran, Mir Emad Qazvini di sebagian buku ditulis sebagai seorang kaligrafer Istanbul.

Distorsi sejarah dapat dilihat dari motto yang dipilih oleh pemerintah Turki dalam mendaftarkan kaligrafi Islam ke UNESCO. Situs Kementerian Budaya dan Pariwisata Turki memilih motto, "Al-Quran turun di Makkah, dibaca di Mesir, dan ditulis di Istanbul" (The Quran was revealed in Mecca, recited in Egypt and written in Istanbul). Ini adalah bentuk distorsi sejarah yang paling nyata dengan melihat sejarah kaligrafi dan penulisan al-Quran.

Seorang kaligrafer Iran dan peneliti bidang seni, Hamidreza Qelichkhani mengatakan, "Negara-negara seperti Iran, Turki, dan Irak dapat mengajukan permohonan pendaftaran kaligrafi ke UNESCO, karena ini merupakan budaya bersama antara negara-negara ini."

Berkenaan dengan motto yang dipilih Turki, dia menegaskan, "Ini adalah sebuah motto yang menipu, karena Dinasti Ottoman belum berdiri sebelum abad kesembilan Hijriyah dan ini sudah dibuktikan. Sebelum ini, beberapa penerbit Lebanon juga membuat motto serupa tentang percetakan al-Quran, yang tidak sesuai dengan fakta."

Qelichkhani lebih lanjut menuturkan, "Bagian ketiga dari motto yang dipakai Turki, tidak sesuai dengan fakta, karena al-Quran tertua yang dipegang Dinasti Ottoman adalah milik abad kesepuluh Hijriyah. Pada dasarnya, Turki ingin menghubungkan 500 tahun aktivitasnya di bidang kaligrafi dengan seluruh sejarah kaligrafi Islam. Seperti yang terjadi dengan Maulana, dengan slogan dan promosi besar-besaran berusaha menyembunyikan sebagian fakta dan memperkenalkannya sebagai bukan orang Iran."

"Turki telah mengubah nama khat Nasta'liq menjadi khat Ta'liq, padahal literatur kuno mereka sendiri menggunakan nama Nasta'liq. Ini adalah sebuah kepastian sejarah bahwa kaligrafi Turki merupakan salah satu bagian dari seni kaligrafi Iran," ungkapnya.


Dalam menanggapi keputusan Turki itu, Dirjen Kantor Pencatatan Warisan Sejarah dan Budaya Iran mengatakan, "Perlu kami tekankan bahwa pendaftaran sebuah peninggalan warisan budaya tak benda dalam Daftar Warisan UNESCO, bukan sebuah masalah monopoli. Konvensi tentang Warisan Budaya Tak Benda 2003 telah menjelaskan persoalan ini dengan baik yaitu, jika masalah seni kaligrafi ditemukan di banyak negara, semua negara itu dapat mendaftarkan seni itu atas namanya. Namun harus didukung oleh dokumen sejarah yang kuat dan tanpa cacat."

"Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO memiliki tiga kategori yaitu daftar yang membutuhkan pelindungan mendesak, daftar perwakilan, dan daftar langkah pelindungan terbaik. Sejauh ini Iran dan banyak negara lain belum mendaftarkan warisan apapun dalam daftar langkah perlindungan terbaik. Pendaftaran untuk kategori ketiga lebih sulit karena melihat esensi dan langkah-langkah perlindungan. Kami berharap seni kaligrafi akan tercatat dalam daftar tersebut," imbuhnya.

Perlu dicatat bahwa meskipun Iran dan Turki terlibat kompetisi di bidang kaligrafi dalam berbagai periode, tetapi siapa pun tidak bisa menyangkal kebangkitan dan pertumbuhan seni ini di Iran. Masalah estetika seni kaligrafi dapat ditemukan di berbagai aliran seni Iran dan ada dokumen sejarah yang memperkuat hal ini.

Meski demikian, Turki pada tahun 2015 ingin mendaftarkan seni khat Nasta'liq – yang dikenal di seluruh dunia sebagai khat Iran dan pengantin khat Islam – sebagai warisan budayanya. Waktu itu, Ketua Dewan Tinggi Lembaga Kaligrafi Iran, Javad Bakhtiyari menunjukkan reaksi atas keputusan Turki dan mengatakan pihaknya sedang bekerja sama dengan UNESCO untuk mendaftarkan khat Nasta'liq Iran.

"Khat Nasta'liq adalah identitas seni kita. Khat Nasta'liq dan Shekasteh Nasta'liq adalah cermin yang memperlihatkan seluruh selera Iran dan kami akan berusaha mendaftarkannya atas nama Iran," tegasnya.

 

Naiknya Donald Trump sebagai presiden AS menandai sebuah fase baru mengenai posisi negeri Paman Sam ini. Meskipun Slogan yang diusungnya mengedepankan "Make America First Again", tapi faktanya kebijakan Trump justru menjadikan kepemimpinan AS di dunia memudar.

Jika ditelaah lebih jauh, penurunan posisi Amerika Serikat di kancah global tidak terjadi seketika tapi bisa dilacak dari sejarah kekalahannya dalam perang Vietnam pada 1970-an. Fase selanjutnya yang sangat jelas terjadi di era George W. Bush dengan invasi militernya ke Afghanistan dan Irak. Langkah agresif ini kembali dijalankan Donald Trump yang dilantik menjadi Presiden baru Amerika Serikat pada 20 Januari 2017. 

Trump memprioritaskan kepentingan dan tujuan AS tanpa mempertimbangkan negara-negara lain, sehingga kebijakannya yang berpusat pada diri sendiri akan mengarah pada peningkatan kekuatan AS dan dominasi atas para pesaingnya. Kebijakan unilateral ini menciptakan keretakan yang membesar antara Washington dan sekutunya di Eropa, serta menyulut eskalasi konfrontasi dengan kekuatan internasional saingan AS seperti Rusia dan Cina.

Tidak heran para tokoh Eropa seperti Mantan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker menilai gagasan Trump "America First" telah menyebabkan Amerika sendirian. Langkah Trump dalam  perdagangan luar negerinya meningkatkan ketegangan di tingkat regional dan global meningkatkan ketidakpercayaan dan pesimisme tentang peran kepemimpinan AS dalam politik global. Robert Malley mantan anggota Dewan Keamanan Nasional AS mengatakan unilateralisme Donald Trump menyebabkan AS terisolasi, terutama dengan menarik diri dari JCPOA dan mengenakan kenaikan tarif perdagangan dengan sekutu terdekatnya sendiri. 

Sejak Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada Januari 2017, publik internasional berada di bawah tekanan kuat kebijakan unilateralismenya. Trump sejauh ini telah menarik negaranya keluar dari berbagai perjanjian internasional seperti: perjanjian Iklim Paris, JCPOA, Perjanjian Perdagangan Bebas Trans-Pasifik (TPP), dan menyerukan negosiasi ulang sebagai protes atas perjanjian NAFTA. Akhirnya disepakati untuk menandatangani perjanjian perdagangan baru dengan Kanada dan Meksiko. Tidak hanya itu, AS di tangan Trump menargetkan perjanjian kontrol senjata, termasuk Traktat Rudal Angkatan Menengah (INF) dan perjanjian Open Skies.

Pada saat yang sama, Trump melancarkan pendekatan yang didasarkan pada pengabaian, kritik, ancaman, dan akhirnya penarikan dari organisasi dan institusi internasional yang menentang tuntutan dan kepentingan Amerika Serikat maupun sekutunya, terutama rezim Zionis.

Selain itu, Trump memangkas dana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan akhirnya mengumumkan keluar dari badan internasional penting ini. Ia juga menarik Amerika Serikat keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dan memotong bantuan AS untuk Badan Pengungsi Palestina (UNRWA).

Langkah lainnya, AS keluar dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sejak 31 Desember 2018. Langkah terbaru Trump dalam konteks pendekatan agresifnya terhadap lembaga dan organisasi internasional adalah memboikot Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang bertanggung jawab untuk menyelidiki kejahatan perang serta kejahatan kemanusiaan.

Pendekatan Unilateralisme Trump juga menyasar mitra dekat Washington sendiri. Trump telah berulangkali menegur pihak Eropa atas apa yang ia sebut sebagai kontribusi mereka yang tidak mencukupi untuk NATO, dan pada saat yang sama menarik diri dari perjanjian iklim Paris, yang memicu kebencian dan kritik besar dari para pemimpin Eropa.

Sementara itu, keluarnya Amerika Serikat dari JCPOA sepenuhnya bertentangan dengan keinginan Uni Eropa dan Troika Eropa yang menekankan upaya untuk melestarikan perjanjian nuklir internasional ini. "Ini tidak bisa diterima jika Washington ingin menjadi polisi ekonomi dunia," kata Menteri Ekonomi Prancis Bruno le Maire. Dari sudut pandang orang Eropa, langkah Trump menarik AS keluar dari JCPOA merupakan kesalahan besar yang mengancam keamanan internasional secara politik, militer dan ekonomi.

Akumulasi masalah ini menyebabkan pandangan yang sangat negatif dan pesimistis terhadap kebijakan pemerintahan Trump, bahkan mereka mempertanyakan peran Amerika dalam kepemimpinan dunia Barat. Dalam hal ini, Kanselir Jerman Angela Merkel telah berbicara tentang berakhirnya kepemimpinan AS di dunia.  Dalam sebuah wawancara pada akhir Juni 2020, Merkel memperingatkan negara-negara Eropa untuk berpikir serius tentang kenyataan baru yang dihadapi dunia dewasa ini bahwa Amerika Serikat mungkin tidak lagi ingin menjadi pemimpin dunia. "Kita tumbuh dengan gagasan bahwa Amerika Serikat ingin menjadi kekuatan global ... tetapi sekarang mungkin memutuskan untuk mundur, sehingga perlu berpikir lebih mendalam bagi Eropa untuk memandang dunia tanpa kepemimpinan AS," kata Merkel." Statemen ini disampaikan Merkel tidak lama setelah keputusan Trump baru-baru ini untuk menarik beberapa pasukan AS dari Jerman. 

Pada 16 Juni 2020, Trump mengumumkan Washington bermaksud menarik 9.500 tentaranya dari Jerman. Menurut Trump, Jerman sebagai anggota terbesar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dari Eropa harus membayar lebih besar untuk organisasi itu, dan jika tidak maka AS akan ditarik dari Berlin.

Salah satu indikasi menurunnya peran kepemimpinan AS di dunia, khususnya di blok Barat, adalah pergeseran pandangan Washington tentang hubungan tradisional dengan sekutu regionalnya di Asia Barat, Asia Timur, dan Eropa. Trump berulangkali menekankan berakhirnya periode "penunggangan bebas", dalam bentuk penempatan pasukan AS untuk mengamankan sekutu Washington dengan biaya Amerika Serikat,.

Sebagaimana sekutu AS lainnya di seluruh dunia, dari Asia Barat hingga Asia Timur, Trump ingin melibatkan lebih banyak negara tuan rumah, termasuk Jerman dalam membiayai pasukan AS di negara-negara itu. Hal ini tidak hanya memicu reaksi keras dari Berlin, tetapi juga secara mendasar telah melemahkan gagasan tradisional bahwa Amerika Serikat dapat dipercaya dan diandalkan untuk mempertahankan Eropa.

Mungkin itu sebabnya Merkel meminta negara-negara Eropa untuk mempertimbangkan kenyataan baru mengenai pengurangan kekuatan AS. Hal ini telah menyebabkan pihak Eropa, yang dipimpin oleh Perancis dan Jerman mempertimbangkan untuk menciptakan kemampuan pertahanan Eropa yang independen. Pada saat yang sama, penarikan sebagian pasukan AS dari Jerman menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara anggota Eropa tentang komitmen militer Washington terhadap Eropa, yang mau tidak mau harus membangun kemampuan dan struktur Eropa yang mandiri. Masalah penarikan pasukan AS dari Jerman juga menunjukkan eskalasi ketegangan antara Berlin dan Washington, yang kini telah menyebar ke berbagai negara lain di Eropa.

Pernyataan Kanselir Jerman Angela Merkel yang belum pernah terjadi sebelumnya bahwa Eropa harus secara serius memikirkan dan bersiap untuk dunia tanpa kepemimpinan Amerika menunjukkan fakta baru yang sudah jauh disinggung berkali-kali oleh para pemikir dan analis internasional. Sebuah konsep yang muncul ke permukaan sebagai reaksi atas kemunduran Amerika Serikat dan penarikannya secara bertahap dari kepemimpinan dunia, yang kini diakui oleh Uni Eropa. 

Sebelumnya, Joseph Borrell berbicara tentang berakhirnya tatanan dunia yang dipimpin Amerika. "Para analis telah lama berbicara tentang berakhirnya tatanan kepemimpinan Amerika dan akhir dari abad Amerika, dan ini sedang terjadi sekarang," kata Borel pada Mei 2020. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa mencatat bahwa penyebaran Covid-19 dapat dilihat sebagai titik balik dalam mengubah keseimbangan kekuasaan dari barat ke timur. Pada saat yang sama, ia mengakui bahwa tekanan terhadap Uni Eropa untuk meningkatkan kehadirannya semakin meningkat. Dia percaya bahwa Uni Eropa harus mengejar kepentingan dan nilai-nilainya sendiri serta menghindari jatuh ke dalam perangkap penggunaan instrumental oleh pihak lain.

CNN juga mengkritik pendekatan Trump dalam kebijakan luar negerinya, dengan mengatakan bahwa lebih dari sebelumnya, negara-negara dunia ingin mereformasi Amerika Serikat. Faktanya, Trump telah mencoreng citra Amerika Serikat, dan kehadirannya di Gedung Putih telah merusak kredibilitas AS di kancah internasional. Dari masa-masa awal jabatannya di Gedung Putih, Trump menarik diri dari berbagai perjanjian internasional, termasuk Perjanjian Iklim Paris dan Perjanjian Multilateral JCPOA, dan kemudian melancarkan perang dagang dengan Cina, bahkan Uni Eropa.

"Amerika sekarang lebih kesepian daripada sebelumnya, sebab Trump telah memutuskan banyak hubungan Washington dengan negara-negara lain. Sekarang, lebih dari sebelumnya, negara-negara lain menyerukan reformasi Amerika Serikat, dan semua sekutu AS sedang menunggu presiden berikutnya, dan mereka harus menunggu hingga pemilihan November," tulis CNN.

KIni Amerika Serikat menghadapi kemunduran ekonomi, peningkatan utang yang belum pernah terjadi sebelumnya, implementasi unilateralisme dengan langkah-langkah paksaan, keluar dari perjanjian dan lembaga maupun organisasi internasional, menumbuhkan perbedaan dengan Eropa, peningkatan ketegangan dengan pesaing yang belum pernah terjadi sebelumnya. Rusia, Cina, dan beberapa aktor internasional lainnya semakin kehilangan peran global mereka dan AS hampir dibiarkan sendirian di banyak arena internasional, terutama di PBB.

Contoh terbaru dari hal ini adalah pendekatan Trump terhadap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan meng hentikan bantuan keuangannya, dan akhirnya melancarkan gangguan terhadap kerja sama dengan komunitas internasional.

Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa politisi Eropa, seperti mantan Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel, tren penurunan komitmen saat ini dan peran internasional Amerika Serikat bukan hanya masalah bagi Trump untuk mendukung dan mengimplementasikan, tetapi untuk siapa pun yang akan menjadi presiden AS.

Dengan kata lain, sistem pemerintahan AS berupaya menerapkan pendekatan semacam itu. Menurut Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, era hubungan baik antara negara-negara Eropa dan Amerika Serikat telah berakhir,  bahkan terpilihnya presiden dari partai Demokrat tidak akan memperbaiki hubungan ini.(

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…