
کمالوندی
Pangkalan Militer Israel di Tel Aviv Dilalap Api
Pangkalan militer rezim Zionis Israel di Tel Aviv dilaporkan mengalami kebakaran hebat.
IRNA melaporkan, Ronen Manelis, jubir militer Israel Jumat malam (17/05) seraya membenarkan kebakaran di pangkalan militer di Tel Aviv mengatakan, insiden ini terjadi di pangkalan militer Tel HaShomer.
Media Israel tanpa menyebutkan perincian peristiwa ini menyatakan, terdengar ledakan mengerikan di pangkalan militer dan kebakaran ini menimbulkan kerugian besar.
Gambar yang dirilis menunjukkan bahwa asap membumbung tinggi di lokasi dan dapat disaksikan dari jarak beberapa kilometer dari lokasi kejadian.
Pangkalan militer Israel yang terletak di Tel Aviv, merupakan pusat pasukan utama pertahanan dan rumah sakit Sheba Israel.
Sampai saat ini belum ada laporan mengenai sebab kebakaran tersebut.
Baeidinejad: Iran Menghendaki Perdamaian dan Stabilitas di Asia Barat
Duta besar Republik Islam Iran di Inggris, Hamid Baeidinejad mengatakan, Republik Islam senantiasa mengejar perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Barat.
Dalam wawancaranya dengan Radio BBC Sabtu (18/05), Baeidinejad menambahkan, Amerika selain keluar dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) juga melakukan langkah provokatif lain anti Iran dan kawasan Asia Barat yang merusak keamanan kawasan ini.
"Republik Islam Iran bukan pengobar pertama perang dengan Amerika, namun bangsa Iran siap melawan Washington," papar Baeidinejad.
Dubes Iran di London saat menjelaskan tenggat waktu dua bulan Iran kepada pihak-pihak di JCPOA mengatakan, AS keluar dari JCPOA lebih dari satu tahun, dan Iran telah memberi waktu cukup kepada mitra Eropanya untuk menyelesaikan kendala yang ada, namun mereka gagal dan Tehran tidak mampu menikmati kepentingan ekonomi dan perdagangannya di JCPOA.
Ia menambahkan, Iran telah mengambil langkah di koridor JCPOA dan jika dalam tempo 60 hari, kendala yang ada tidak terselesaikan, maka Tehran siap mengambil langkah berikutnya.
Dubes Iran di London juga mengisyaratkan sanksi zalim AS terhadap bangsa Iran dan menandaskan, Iran telah mulai mengurangi ketergantungannya kepada ekspor minyak dan eskalasi ekspor non migas sama halnya sebuah revolusi senyap.
Zarif: Masyarakat Dunia harus Tingkatkan Upayanya untuk Selamatkan JCPOA
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif Jumat malam (17/05) di akhir kunjungannya ke sejumlah negara Asia di akun twitternya menekankan, masyarakat internasional harus meningkatkan upaya ekonominya demi menyelamatkan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
Menurut laporan Fars News, Mohammad Javad Zarif di pesan twitternya mengisyaratkan kunjungannya ke Turkmenistan, India, Jepang dan Cina serta mengatakan, dirinya melakukan dialog yang efektif dengan petinggi negara-negara tersebut termasuk dengan PM Jepang Shinzo Abe, Menlu Jepang Taro Kono dan Menlu Cina Wang Yi.
Zarif menambahkan, masyarakat internasional, anggota JCPOA dan mitra Iran harus meningkatkan upayanya mengembalikan stabilitas dan menyelamatkan JCPOA melalui tindakan ekonomi yang nyata.
Menlu Iran hari Ahad lalu memulai safarinya ke sejumlah negara Asia dan dimulai dari Turkmenistan kemudian India, Jepang dan Cina.
Transformasi terbaru JCPOA dan langkah legal Republik Islam untuk melawan pelanggaran janji pemerintah AS serta tidak adanya langkah Eropa yang meyakinkan dalam melaksanakan kesepakatan nuklir termasuk agenda utama dialog Zarif dengan petinggi Turkmenistan, India, Jepang dan Cina.
Agenda lain Zarif selama safarinya tersebut adalah membahas isu bilateral, regional dan internasional.
Pemerintah Amerika selama beberapa bulan terakhir melakukan banyak aksi pengobaran tensi dan ilegal termasuk keluar dari kesepakatan nuklir dengan Repulbik Islam Iran.
Presiden AS Donald Trump Selasa (08/05/2018) secara sepihak dan dengan melanggar komitmen Washington di JCPOA keluar dari kesepakatan internasional ini dan memulihkan kembali sanksi ilegal terhadap Tehran.
Langkah Trump tersebut menuai kecaman luas baik di dalam negeri Amerika maupun di tingkat internasional.
Takht Ravanchi: AS Harus Keluar dari Suriah
Wakil tetap Republik Islam Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Majid Takht Ravanchi Jumat malam (17/05) di sidang Dewan Keamanan yang membahas kondisi Idlib menuntut diakhirinya kehadiran ilegal AS di Suriah.
Seperti dilaporkan IRNA, Majid Takht Ravanchi seraya menekankan bahwa Iran bersama Rusia dan Turki sebagai penjamin dialog Astana mendukung berlanjutkan zona aman di Idlib, utara Suriah menjelaskan, keberadaan zona aman di Idlib tidak berkaitan dengan upaya pemerintah Suriah memberantas teroris di provinsi ini.
Wakil tetap Iran di PBB ini mengingatkan, pembentukan zona aman di Idlib sekedar upaya sementara untuk melindungi warga sipil, bukan pembentukan tempat perlindungan bagi kelompok teroris.
Takht Ravanchi seraya menjelaskan bahwa teroris saat ini menyandera ratusan ribu warga sipil di Idlib mengatakan, berlanjutnya hegemoni teroris terhadap wilayah ini dan serangan mereka terhadap militer serta sipil tidak boleh dibiarkan berlanjut.
Takht Ravanchi menambahkan, berlanjutnya kondisi ini akan membuat teroris semakin leluasa membantai warga sipil.
Provinsi Idlib merupakan pangkalan terakhir kelompok teroris di Suriah.
Bersamaan dengan langkah militer Suriah untuk membebaskan Idlib dari pendudukan teroris, poros Barat pimpinan AS berusaha keras menghentikan operasi tersebut.
Provinsi Idlib berdasarkan kesepakatan tiga negara, Iran, Rusia dan Turki di sidang Astana keempat termasuk kawasan gencatan senjata, namun operasi anti kelompok teroris termasuk Front al-Nusra tidak termasuk kesepakatan gencatan senjata.
Krisis Suriah meletus sejak 2011 seiring dengan serangan besar-besaran kelompok teroris dukungan Arab Saudi, Amerika dan sekutunya untuk mengubah konstelasi kawasan demi keuntungan Israel.
Militer Suriah dengan bantuan penasihat Iran dan dukungan Rusia berhasil mengakhiri keberadaan kelompok teroris Daesh di negara ini. Sementara kelompok teroris lainnya mulai mengalami kekalahan.
Poros Barat pimpinan AS sangat khawatir atas kekalahan total teroris di Suriah.
Komandan IRGC: Kekuatan AS di Ambang Keruntuhan
Komandan Pasukan Garda Revolusi Islam Iran, IRGC mengatakan, kekuatan Amerika Serikat berada di ambang keruntuhan dan semakin mendekati akhir usianya.
IRIB (18/5/2019) melaporkan, Komandan IRGC Mayjen Hossein Salami, Sabtu (18/5) menuturkan, alasan utama kekalahan Amerika dapat dilacak dalam filsafat politik negara ini, di antara yang paling menonjol adalah kebiasaannya mengikat, membuat tergantung dan menyandera negara dan bangsa lain.
Mayjen Salami menilai posisi Republik Islam Iran dan rakyatnya sekarang baik dan meyakinkan. Menurutnya, kekuatan Iran digunakan untuk mencapai kejayaan dan stabilitas.
Pada saat yang sama Komandan IRGC menyebut perang informasi Iran dan Amerika adalah sebuah kenyataan serius.
"Iran dalam perang informasi mampu mengalahkan musuh," ujarnya.
Salami menegaskan, Iran dalam perang melawan musuh, tidak pernah sedetikpun lalai dari manuver Amerika, memusatkan perhatian pada musuh, dan mengidentifikasi strategi serta pola perilaku musuh.
AS "Duduk" Menunggu Telepon dari Iran
Seorang pejabat senior pemerintahan Presiden Donald Trump mengatakan, Amerika Serikat sedang "duduk di dekat telepon" menunggu panggilan dari Iran, tetapi belum mendengar pesan dari Tehran bahwa mereka bersedia untuk menerima tawaran Trump guna perundingan langsung.
"Kami pikir mereka harus turun dan datang ke negosiasi," kata pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya, kepada sekelompok kecil wartawan seperti dilansir Reuters, Jumat (17/5/2019).
Pekan lalu dilaporkan bahwa setelah Trump secara terbuka meminta Iran untuk menelepon di tengah meningkatnya ketegangan dengan Tehran, Gedung Putih menghubungi Swiss untuk berbagi nomor telepon kepada Tehran.
Iran segera merespon tawaran tersebut. Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Sayid Abbas Araghchi mengatakan, solusinya tidak terletak pada mediasi atau panggilan telepon dan AS juga memiliki nomor telepon kami.
Kamis lalu, Trump mendesak Iran untuk menyetujui pembicaraan dengan AS yang bertujuan mengakhiri program nuklirnya sementara juga mengisyaratkan bahwa AS dapat menggunakan kekuatan militer untuk melawan Iran.
Saat ditanya apakah ada indikasi dari Iran bahwa mereka siap untuk terlibat perang, pejabat itu mengatakan pada hari Jumat, "Belum. Kami sedang duduk di dekat telepon."
Hubungan antara Iran dan AS kian memanas setelah Amerika mengirimkan kapal induk bersama satuan tugas pembom ke Teluk Persia.
Pemberangkatan armada kapal perang dan pesawat pembom itu disebut sebagai bentuk pesan kepada Republik Islam Iran.
Kelompok serang yang diberangkatkan AS ini meliputi kapal induk USS Abraham Lincoln, kapal jelajah rudal USS Leyte Gulf dan kapal perusak dari Skuadron 2.
AS pada Selasa, 7 Mei 2019 juga mengirim beberapa pesawat pembom B-52 ke Teluk Persia untuk mencegah serangan apa pun yang diklaimnya bermungkinan sedang dipersiapkan oleh Iran.
Pembom B-52 adalah pesawat berukuran besar dengan jarak terbang yang jauh serta mampu membawa rudal jelajah dan bom nuklir.
Namun The New York Times dan Reuters melaporkan pada hari Jumat bahwa Trump kemudian menginstruksikan pemerintahannya untuk menghindari konfrontasi militer dengan Iran.
Saat rapat pada Rabu pagi di Situation Room, Trump mengirim pesan ke para ajudannya itu bahwa dia tidak ingin kampanye tekanan AS melawan Iran meledak menjadi konflik terbuka.
Militer Venezuela: Kami Tunggu AS dengan Senjata di Tangan
Personil militer Venezuela bersama Presiden Nicolas Maduro berpartisipasi dalam "Pawai Kesetiaan" sambil berteriak, kami tunggu Amerika Serikat dengan senjata di tangan.
Kantor berita Sputnik (18/5/2019) melaporkan, Pawai Kesetiaan digelar saat kunjungan Presiden Venezuela Nicolas Maduro ke negara bagian Aragua pada hari Jumat (17/5).
Para tentara Venezuela berteriak, hanya yang bertarung yang berhak, kalian (Amerika) tidak akan pernah menginvasi negara kami. Dengarkan gringo (orang asing) kecil, kami siap. Dengan senjata di tangan, kami sedang menunggumu.
Dalam pawai itu Maduro bersama personil dan kendaraan militer Venezuela berjalan kaki lebih dari satu kilometer. (
Uni Eropa Tolak Kebijakan AS yang Anti-Iran
Menteri Luar Negeri Jerman mengumumkan penolakan Uni Eropa atas kebijakan-kebijakan Amerika Serikat yang anti-Iran dan menyebut kebijakan semacam itu tidak akan berhasil.
Menlu Jerman Heiko Maas, Sabtu (18/5/2019) dalam wawancara dengan surat kabar Jerman, Passauer Neue Presse, PNP menilai keluarnya Amerika secara sepihak dari kesepakatan nuklir Iran, JCPOA sebagai langkah keliru.
Ia menuturkan, Uni Eropa lebih percaya kepada dialog daripada peningkatan eskalasi perang urat saraf.
Sementara itu Juru bicara kebijakan luar negeri Partai Hijau Jerman, Omid Nouripour kepada surat kabar Jerman, Die Welt, Sabtu (18/5) memprotes kementerian luar negeri negara ini karena keterlambatannya dalam menjalankan mekanisme dukungan transaksi perdagangan dengan Iran atau INSTEX.
Memperingati 71 Tahun Hari Nakba
Tanggal 15 Mei 2019 adalah peringatan ke-71 tahun Hari Nakba. Memperingati Hari Nakba, warga Palestina melakukan aksi demo dan bersamaan dengan itu, aksi pawai akbar "Hak Kembali" telah memasuki tahun kedua.
Sementara Amerika Serikat berusaha meresmikan rencana Kesepakatan Abad, rezim Zionis Israel terpaksa menerima gencatan senjata hanya 4 hari setelah menggelar perang baru di Gaza. Di sisi lain, pemerintah rekonsiliasi nasional di Palestina juga telah mengganti tempatnya dengan pemerintah yang searah dengan Gerakan Fatah dan meningkatkan perbedaan di antara kelompok-kelompok Palestina.
Pengusiran warga Palestina
Tanggal 15 Mei, hari pembentukan Zionis Israel pada tahun 1948. Hari yang memperingati pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari tanah kelahirannya dan dikenal dengan nama Hari Nakba. Bangsa Palestina merayakan 15 Mei setiap tahun Hari Nakba sebagai simbol pengusiran paksa, penghancuran tatanan sosial dan budaya mereka oleh Zionis Israel, dan setiap tahun menandai 15 Mei dengan unjuk rasa dan menekankan substansi penjajah dan kriminal rezim Zionis Israel. Nakba sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti penderitaan. Warga Palestina biasanya menggunakan istilah "Nakba" untuk menggambarkan peristiwa bencana yang terjadi setelah pendudukan wilayah pendudukan.
Demonstrasi Hari Nakbah tahun 2019 diselenggarakan dalam situasi ketika usia langkah ilegal pemerintah Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds memasuki satu tahun. Donald Trump pada Desember 2017, memperkenalkan Quds sebagai ibukota baru Zionis Israel dan mengumumkan bahwa ia juga akan memindahkan kedutaan AS ke Quds pada 14 Mei 2018, memperingati ke-70 tahun pembentukan rezim Zionis Israel.
Selama setahun terakhir, peristiwa penting telah terjadi di Palestina. Protes "Hak Kembali" yang dimulai pada 30 Maret 2018 (Hari Bumi) masih terus berlanjut. Demonstrasi ini diadakan pada hari Jumat setiap minggu. Sejauh ini, 58 minggu telah berlalu sejak demonstrasi. Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan bahwa 304 warga Palestina telah gugur syahid dalam serangan dan penembakan oleh tentara Zionis Israel sejak awal 30 Maret 2018, yang 59 di antaranya adalah martir anak-anak dan 10 orang wanita. Selain itu, 17.301 orang terluka selama demonstrasi.
Rakyat Palestina akan mengadakan peringatan Hari Nakba ke-71 ketika rencana Amerika Kesepakatan Abad akan diresmikan. Jason Greenblatt, utusan Amerika Serikat untuk Asia Barat, pada 12 Mei dalam sebuah wawancara dengan Fox News, menekankan bahwa rencana perdamaian yang disebut Kesepakatan Abad akan diresmikan setelah Ramadhan dan setelah pembentukan pemerintahan baru rezim Zionis serta bersamaan dengan hari raya diturunkannya Taurat, Shavuot.
Greenblatt menekankan bahwa masalah pertama dan terakhir bagi Amerika Serikat adalah untuk mengamankan Zionis Israel dan tidak akan pernah acuh tak acuh terhadap masalah ini.
Bagian penting dari rencana Kesepakatan Abad ini telah dilaksanakan selama setahun terakhir, termasuk menyerahkan Quds ke Zionis Israel, Dataran Tinggi Golan Suriah ke Zionis Israel, dukungan untuk yahudisasi al-Quds dan dukungan terhadap pembangunan pemukiman zionis. Sementara itu, salah satu fokus rencana Amerika yang baru terbongkar menunjukkan bahwa Amerika Serikat sedang merencanakan negara Palestina baru tanpa kemampuan angkatan bersenjata dan militer.
Hossein Ruivaran, pengamat masalah Palestina dalam masalah ini mengatakan, "Amerika Serikat menuntut perlucutan senjata dari kelompok-kelompok perlawanan dan tidak ingin Palestina mmiliki kekuatan militer. Sejatinya, di Palestina nanti hanya akan memiliki anggota polisi kota sesuai rencana Kesepakatan Abad."
Rencana rasis ini, yang jelas melayani kepentingan Zionis Israel, dan selain mempeluas geografi daerah yang diduduki Zionis Israel, akan menempatkan Palestina dalam kondisi terlemah. Rencana ini jelas menghadapi penentangan dari faksi-faksi Palestina. Jihad Islam dan Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) telah membentuk Front Nasional Palestina untuk menentang rencana Amerika Kesepakatan Abad ini, dan kementerian luar negeri dan pemerintah baru Palestina telah meminta negara-negara Arab untuk menentang rencana tersebut.
Salah satu perkembangan paling penting di Palestina menjelang Hari Nakba adalah perang 4 hari Zionis Israel melawan Jalur Gaza. Rezim pendudukan Israel melancarkan serangan di Jalur Gaza pada 3 Mei. Dalam 4 hari perang, 25 orang gugur syahid dan 154 lainnya terluka. Serangan rudal Zionis Israel dihadapkan dengan respon tegas dari faksi-faksi Palestina. Dalam 4 hari, kelompok-kelompok perlawanan Palestina menembakkan sekitar 700 roket dari Jalur Gaza ke daerah-daerah pendudukan yang memiliki kekuatan penghancur tinggi. Empat warga Israel telah terbunuh dan lebih dari 140 lainnya cedera dalam serangan rudal. Akibat serangan balasan kuat kelompok-kelompok Muqawama penduduk di wilayah yang berdekatan dengan Jalur Gaza mengalami ketakutan luar biasa, sehingga setidaknya 35% waga zionis yang tinggal di daerah-daerah ini dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka dikhawatirkan oleh serangan rudal.
Menyusul respons tegas oleh kelompok-kelompok perlawanan Palestina terhadap serangan Zionis Israel, rezim ini terpaksa menerima mediasi Mesir dan gencatan senjata dengan kelompok-kelompok perlawanan. Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis Israel menerima gencatan senjata, yang pada Oktober 2018, setelah hanya dua hari, terpaksa untuk menerima gencatan senjata dengan kelompok-kelompok perlawanan. Gencatan senjata api yang membubarkan kabinet Netanyahu dan menyebabkan pemilihan parlemen awal.
Perang empat hari membuktikan bahwa Zionis Israel tidak memiliki taktik dan strategi perang karena hanya memiliki agenda membombardir dan untuk pertahanan, mereka berharap banyak dari Iron Dome, sebuah sistem yang permeabilitasnya telah berulang kali terbukti. Dalam perang, sistem Kubah Besi (Iron Dome) hanya dapat menghancurkan sekitar 200 roket dari sekitar 700 roket. Dalam nada yang sama, penulis dan analis Yasser Ezuddin menyatakan, "Kerugian rezim Zionis sebagai akibat dari serangan rudal perlawanan Palestina setelah penyebaran dan penempatan sistem rudal Kubah Besi jauh lebih banyak dari ketika sistem ini tidak ada. Ini hanya memiliki satu makna bahwa perlawanan Palestina dalam perang ini beberapa langkah di depan rezim Zionis. "
Sementara tekad Amerika Serikat dan Zionis Israel untuk menghentikan perjuangan Palestina telah meningkat dan langkah-langkah praktis telah diambil untuk mencapai tujuan-tujuan rezim Israel, perbedaan antara kelompok-kelompok Palestina telah meningkat, dan muncul perbedaan gerakan Fatah dengan Jihad Islam dan Hamas. Dalam hal ini, Rami Hamdallah mengundurkan diri pada 30 Januari 2019 sebagai perdana menteri Pemerintah Persatuan Nasional Palestina. Mahmoud Abbas, Pemimpin Otoritas Palestina pada 10 Maret 2019 memperkenalkan Mohammad Shtayyeh sebagai perdana menteri baru. Mohammad Shtayyeh telah memperkenalkan kabinet baru Palestina setelah sebulan.
Sejak pengunduran diri Rami Hamdallah, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) dan Jihad Islam telah memprotes. Alasan utama protes itu adalah bahwa Rami Hamdullah adalah perdana menteri Pemerintah Persatuan Nasional dan mengundurkan diri tanpa sepengatahuan Hamas dan Jihad Islam. Pengunduran diri ini meruntuhka konsensus nasional dan meningkatnya perbedaan antara kelompok-kelompok Palestina. Menyusul diperkenalkannya kabinet baru, gerakan Hamas, dalam sebuah pernyataan menyebut kabinet "Shtayyeh" merupakan kelanjutan dari kebijakan "menghapus" dengan tujuan merealisasikan kepentingan Gerakan Fatah dan memberi konsesi lebih kepada gerakan ini ketimbang kepentingan bangsa Palestina.
Dalam pernyataan itu, Hamas menekankan, "Kabinet Mohammad Shtayyeh adalah kabinet separatis yang tidak memiliki legitimasi nasional dan memperkuat kondisi untuk kesenjangan yang semakin lebar antara Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai awal dari implementasi rencana Kesepakatan Abad."
Tidak diragukan lagi, perbedaan dan pertikaian antara kelompok-kelompok Palestina adalah masalah yang dikejar dan digunakan oleh Zionis Israel dan Amerika Serikat untuk memajukan Kesepakatan Abad. Sementara beberapa negara Arab telah sepakat dengan rencana Kesepakatan Abad ini dan mereka juga berusaha untuk menyelaraskan negara-negara Arab lainnya dan Otoritas Palestina.
Khatib Jumat Tehran: Pemikiran Revolusi Islam Hadang Pengaruh AS
Khatib Jumat Tehran mengatakan, pemikiran Revolusi Islam dan front perlawanan adalah pengecualian dan merupakan sebuah kekuatan yang tengah tumbuh. Menurutnya, pemikiran ini membuka kemungkinan untuk meningkatkan kekuatan Islam dan menurunkan pengaruh Amerika Serikat di kawasan.
Khatib Jumat Tehran, Hujatulislam Mohammad Hassan Abu Torabi Fard dalam khutbah Jumatnya (17/5/2019) menilai ekonomi dalam masyarakat Muslim sebagai hal yang penting dan prioritas.
Ia menambahkan, Republik Islam Iran meski disanksi selama empat dekade, mampu melakukan langkah-langkah besar di bidang ekonomi dan sebagian besar infrastruktur ekonomi Iran bahkan tidak dimiliki oleh beberapa negara maju.
armada laut Iran
Khatib Jumat Tehran menerangkan, pejabat tinggi Amerika yang mengusulkan sanksi terhadap Iran, hari ini mengakui bahwa jika Iran memanfaatkan kapasitas-kapasitas yang dimilikinya, maka sanksi tidak akan efektif.
Torabi Fard menegaskan, orang-orang Amerikalah yang terjebak dalam kemiskinan, Iran kuat karena melangkah di jalan yang benar dengan yakin dan kekuatan dalam negerinya kokoh, dan Insyaallah suatu hari nanti akan menjadi salah satu kekuatan besar ekonomi dunia.