
کمالوندی
Surat as-Saaffat ayat 12-21
بَلْ عَجِبْتَ وَيَسْخَرُونَ (12) وَإِذَا ذُكِّرُوا لَا يَذْكُرُونَ (13) وَإِذَا رَأَوْا آَيَةً يَسْتَسْخِرُونَ (14) وَقَالُوا إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ (15)
Bahkan kamu menjadi heran (terhadap keingkaran mereka) dan mereka menghinakan kamu. (37: 12)
Dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya. (37: 13)
Dan apabila mereka melihat sesuatu tanda kebesaran Allah, mereka sangat menghinakan. (37: 14)
Dan mereka berkata, “Ini tiada lain hanyalah sihir yang nyata.” (37: 15)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang kafir mengingkari hari kiamat. Ayat-ayat di atas kepada Rasulullah Saw menjelaskan, mereka bukan saja mengingkari hari kiamat, bahkan mengolok-oloknya dan menjadikannya alat untuk menghinamu. Akan tetapi karena engkau memiliki keyakinan total atas hari kiamat, engkau terkejut dan merasa takjub atas pengingkaran mereka, bagaimana mungkin mereka mengingkari sesuatu yang tidak mereka ketahui, tanpa alasan. Setidaknya mereka diam dan berkata, kami tidak tahu apakah kiamat akan terjadi atau tidak.
Selanjutnya ayat di atas menerangkan, alasan pengingkaran mereka bukanlah kebodohan, tapi sikap keras kepala dan membangkang. Oleh karena itu, setiap kali masalah ini muncul, mereka tidak bersedia mendengarkan dan memperhatikannya. Lebih dari itu, sekalipun ditampakkan mukjizat di hadapan mata mereka, mereka bahkan akan mengajak orang lain untuk mengolok-olok Nabi Tuhan dan untuk menipu orang lain mereka akan berkata, ini sama dengan yang dilakukan para penyihir.
Padahal perbedaan antara mukjizat dan sihir, sangat jelas. Para penyihir selama bertahun-tahun belajar dan berlatih sehingga memiliki kemampuan tersebut, sementara Nabi-nabi Tuhan tanpa belajar atau berlatih apapun, hanya dengan izin dan kehendak Tuhan, mereka dikaruniai mukjizat dan melakukan perbuatan-perbuatan yang di luar kebiasaan.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika hati tidak memiliki kesiapan untuk menerima kebenaran, bahkan perkataan manusia terbaikpun tidak akan berpengaruh.
2. Penghinaan dan olok-olok adalah salah satu cara para penentang kebenaran yang tidak boleh ditakuti oleh para pendukung kebenaran sampai harus mundur.
3. Kaum musyrik pada kenyataannya mengakui mukjizat Al Quran, namun mereka menyebutnya sebagai sihir.
أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ (16) أَوَآَبَاؤُنَا الْأَوَّلُونَ (17) قُلْ نَعَمْ وَأَنْتُمْ دَاخِرُونَ (18)
Apakah apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah serta menjadi tulang belulang, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan (kembali)? (37: 16)
Dan apakah bapak-bapak kami yang telah terdahulu (akan dibangkitkan pula)? (37: 17)
Katakanlah, “Ya, dan kamu akan terhina.” (37: 17)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat-ayat di atas menunjukkan percakapan antara orang-orang yang mengingkari Maad dengan Nabi Tuhan. Menarik bahwa di ayat-ayat ini juga mereka tidak memberikan argumen bahwa hari akhir atau Maad itu tidak ada, tapi malah menunjukkan rasa takjub mereka. Oleh karena itu dengan rasa tidak percaya, mereka bertanya kepada Nabi, apakah mungkin orang yang sudah mati, menjadi tanah dan tulang belulang, dapat dibangkitkan kembali di hari kiamat ? Terutama nenek moyang kami yang puluhan bahkan ratusan tahun lalu meninggal dan tidak tersisa sedikitpun dari mereka. Jika kuburan mereka kami bongkar, kami tidak akan menemukan apapun di dalamnya kecuali tanah.
Pertanyaan-pertanyaan ini secara alamiah muncul dalam diri setiap manusia, akan tetapi orang-orang Mukmin, memiliki iman tentang kekuasaan mutlak Tuhan dan mereka tahu Allah Swt, mampu membangkitkan orang mati dari tanah. Mereka menerima kabar yang disampaikan para nabi dan kitab suci tentang kiamat dan dihidupkannya kembali orang mati. Namun orang-orang yang tidak beriman kepada Tuhan dan malaikat, akan kesulitan untuk menerima kabar semacam ini dan hampir mustahil.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang yang mengingkari Maad tidak punya logika dan argumen yang kuat, mereka hanya bisa menyanggah.
2. Pertanyaan-pertanyaan dan keraguan, meski muncul dari ketidakjujuran dan niat buruk, harus dijawab dengan tegas dan dengan alasan-alasan yang jelas.
3. Sikap keras kepala dan membangkang terhadap kebenaran adalah sumber kehinaan di akhirat.
فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ يَنْظُرُونَ (19) وَقَالُوا يَا وَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ (20) هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ (21)
Maka sesungguhnya kebangkitan itu hanya dengan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka meIihatnya. (37: 19)
Dan mereka berkata, “Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan. (37: 20)
Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya. (37: 21)
Ayat-ayat di atas menyoroti kekuasaan Tuhan dalam menghidupkan kembali orang mati dan menjelaskan, jangan kamu mengira bahwa di hari kiamat milyaran orang yang sudah mati sepanjang sejarah, satu persatu atau secara berkelompok akan hidup kembali, hanya dengan sekali teriakan dari langit yang menunjukkan kehendak Ilahi, semua yang mati seketika bangkit dari tanah dan memandang sekelilingnya.
Jelas, ketika orang-orang kafir menyaksikan dihidupkannya kembali semua manusia dalam satu waktu dengan cara yang seperti itu, pasti akan mengakui dan menerima semua yang diingkarinya di dunia. Mereka akan berkata, inilah yang kami ingkari di dunia. Celakalah kami, apa yang harus kami lakukan sekarang ? Apa yang akan dilakukan terhadap kami ? Menyaksikan pengakuan ini, para malaikat Tuhan menegaskan bahwa hari ini adalah hari terpisahnya kebenaran dari kebatilan, dan terpisahnya orang-orang beriman dari orang kafir. Hari terpisahnya orang-orang baik, dan hari penghakiman Tuhan atas hamba-hamba-Nya.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hari kiamat dan dihidupkannya kembali orang mati adalah perkara yang terjadi seketika dan tiba-tiba, tidak bertahap dan memerlukan waktu.
2. Orang-orang musyrik akan terkejut dan tercengang, serta menyaksikan nasib buruknya sendiri.
3. Kiamat adalah hari penyesalan. Untuk itu kita harus berusaha memilih jalan di dunia ini sehingga di akhirat nanti tidak menyesal, karena penyesalan di hari itu tidak akan ada gunanya.
Surat as-Saffat ayat 7-11
وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ (7) لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ (8) دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ (9) إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ (10)
Dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka. (37: 7)
Syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. (37: 8)
Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal. (37: 9)
Akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (37: 10)
Dalam pembahasan sebelumnya telah kami katakan bahwa Tuhan menjadikan bintang-bintang sebagai penghias langit sehingga penduduk bumi menikmatinya. Sementara ayat-ayat di atas menyoroti sisi lain dari langit, yaitu dimensi non-materinya yang tidak kasat mata. Allah Swt di ayat ini berfirman, setan-setan bermaksud memasuki tempat khusus para malaikat langit untuk mendengar dan mencuri pembicaraan mereka, lalu menyimpangkannya.
Informasi dan berita tentang penduduk bumi juga diketahui oleh para malaikat di langit dan mereka membicarakannya. Setan-setan ingin mendapatkan informasi tersebut sehingga bisa memperoleh kabar ghaib. Namun setiap kali mereka mendekat ke tempat khusus para malaikat, mereka diserang sehingga terpaksa melarikan diri.
Ayat-ayat di atas tampaknya memberi kabar gembira kepada umat manusia bahwa Allah Swt tidak membiarkan para jin pembangkang yang kita sebut sebagai setan itu, mendekat ke pusat pengelolaan dan pengaturan alam semesta yang petugasnya adalah para malaikat dan menguping pembicaraan malaikat atau mengganggu pekerjaan mereka.
Lebih lanjut ayat itu menjelaskan, bahkan jika beberapa setan berhasil menerobos pembatas dan mendekat ke tempat khusus para malaikat serta mendengar pembicaraannya, maka mereka akan diserang dan dibinasakan. Penjelasan yang serupa dapat kita temukan di ayat 17-18 Surat Al Hijr dan ayat 5 Surat Al Mulk.
Dengan memperhatikan zahir ayat ini, apakah Al Quran membahas masalah materi dan sesuatu yang kasat mata, atau menggunakan istilah-istilah dalam ayat ini yang berupa tamsil atau alegori dan tashbih atau metafora, sudah dibahas sebelumnya. Pasalnya, tema-tema lain yang serupa sudah dijelaskan di bagian lain Al Quran dan kebanyakan ahli tafsir meyakini bahwa maksud Allah Swt bukanlah sisi lahiriyah dari ayat. Menurut para ahli tafsir, sisi leksikal ayat adalah bentuk metafora logis dari hal yang materi. Seperti kata Lauh, Qalam, Arash dan Kursi.
Jelas bahwa kata-kata tersebut tidak bisa diartikan dari sisi materi dan lahiriyah. Lebih dari itu, Allah Swt di ayat yang lain berfirman, sebagian dari yang Kami turunkan adalah perumpamaan-perumpamaan atau tamsil yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang berilmu.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di langit, di sisi para malaikat terdapat rahasia yang berusaha dicuri oleh setan, namun Allah Swt tidak membiarkannya.
2. Menguping pembicaraan orang lain adalah pekerjaan setan dan dalam budaya Al Quran, perbuatan semacam itu tercela.
3. Kita harus mengingatkan dan menindak orang-orang yang berusaha mengetahui rahasia orang lain dan membocorkannya demi kepentingan pribadi.
فَاسْتَفْتِهِمْ أَهُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمْ مَنْ خَلَقْنَا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِنْ طِينٍ لَازِبٍ (11)
Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah), “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?” Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat. (37: 11)
Sebelumnya telah kami jelaskan bahwa di dalam Surat As Saffat, pembahasan mengenai akidah seperti Mabda dan Maad mendapat penekanan lebih. Dalam ayat di atas, Allah Swt berfirman kepada Nabi Muhammad Saw, tanyakan kepada mereka yang mengingkari Maad, bagaimana kalian bisa meragukan kekuasaan Ilahi dalam hal membangkitkan kembali manusia, lalu mengingkarinya. Apakah membangkitkan kembali manusia di hari kiamat lebih sulit dari menciptakan seluruh langit dengan segala kemegahannya ? Mereka diciptakan dari tanah dan air, dan semuanya akan kembali ke tanah setelah meninggal, kemudian binasa.
Deasa ini ilmu pengetahuan membuktikan bahwa karakteristik jasmani manusia terkandung dalam masing-masing partikel tubuhnya, dan DNA setiap manusia sebagaimana juga sidik jari, menjadi pembeda dengan yang lainnya. Maka cukuplah tersisa sebuah partikel dari setiap orang dan Tuhan di hari kiamat membangkitkan partikel itu dari tanah lalu menciptakan kembali manusia yang sama.
Di alam ini, sperma yang merupakan partikel sangat kecil bisa tumbuh di dalam rahim ibu dan setelah sembilan bulan berubah menjadi seorang bayi sempurna. Di hari kiamat pun hal yang serupa terjadi, mirip tumbuhan yang tumbuh dari tanah. Apakah benar pekerjaan ini mustahil dan tidak mungkin terjadi ?
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pertanyaan para pengingkar menjadi jalan bagi manusia untuk menemukan nurani mereka yang tersembunyi. Di dunia pendidikan, di banyak kasus, pelajaran dapat disampaikan melalui pertanyaan dan perbandingan.
2. Sumber sebagian keraguan dan pengingkaran tentang masa depan manusia dan kebangkitannya di hari kiamat, adalah melupakan penciptaan manusia di masa lalu.
Surat as-Saaffat ayat 1-6
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
وَالصَّافَّاتِ صَفًّا (1) فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا (2) فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا (3) إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ (4) رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَرَبُّ الْمَشَارِقِ (5)
Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya. (37: 1)
Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat). (37: 2)
Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran. (37: 3)
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. (37: 4)
Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbit matahari. (37: 5)
Dengan berakhirnya surat Yasin, pembahasan dilanjutkan dengan mengupas surat As-Saffat yang dimulai dari ayat pertama. Surat ke-37 ini termasuk kategori surat Makiyah karena diturunkan di Mekah.
Sebagaimana surat-surat Makiyah, surat As-Saffat menekankan mengenai masalah keyakinan, bukan hukum atau aturan agama. Surat As-Saffat juga menjelaskan mengenai pejuangan para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw yang memerangi kekufuran, terutama berhala seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim as. Selain itu, surat As-Saffat membahas masalah keyakinan keliru yang dikecam dalam ajaran Islam berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan jin dan malaikat.
Surat As-Saffat diawali dengan janji atau persaksian yang diucapkan untuk menarik perhatian manusia. Tentu saja Allah Swt tidak membutuhkan persaksian seperti itu, dan orang-orang yang beriman juga menerima perintah Allah Swt tanpa membutuhkan janji. Di sini, janji ilahi menunjukkan keagungan dan pentingnya masalah tersebut, sehingga perlu ditegaskan dengan persaksian supaya menjadi perhatian umat manusia.
Allah Swt di ayat ini bersaksi atas nama malaikat yang menyampaikan wahyu kepada para Nabi-Nya dan tidak bisa dipengaruhi oleh manusia maupun jin dalam penyampaian risalah ilahi tersebut, sehingga Nabi menerima wahyu secara sempurna dari Allah Swt.
Salah satu karakteristik dari para malaikat adalah gerakannya yang teratur, yang menyebabkan Allah Swt dengan segala keagungan-Nya bersaksi atas nama para malaikat.
Meskipun manusia tidak bisa merasakan pengalaman yang sama seperti barisan malaikat yang bergerak secara teratur, tapi pembentukan barisan menunjukkan sebuah sistem dan kesiapan luar biasa. Dalam kehidupan manusia sendiri, barisan tentara menunjukkan kesiapan mereka untuk menerima instruksi dari komandannya.
Para malaikat yang berada dalam barisan teratur senantiasa siaga untuk menerima instruksi dari Allah swt. Mereka menyingkirkan seluruh hambatan yang merintangi tugasnya menjalankan perintah Allah Swt.
Setelah Allah swt menyampaikan persaksiannya, Al-Quran menjelaskan bahwa pencipta alam semesta dan seluruh makhluk di dunia ini adalah Allah Yang Maha Esa, dan tidak ada satu sekutupun dalam penciptaan alam semesta ini. Malaikat, jin maupun makhluk lainnya bukan sekutu Allah dalam penciptaan alam semesta ini, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan mengatur seluruh perkara dengan sebaik-baiknya.
Masalah lain yang ditegaskan di ayat ini mengenai siklus teratur yang terjadi di alam semesta ini seperti terbitnya matahari hingga terbenamnya, serta datangnya malam yang dipergilirkan dengan siang hari secara teratur.
Perputaran siklus matahari terjadi secara akurat, tepat dan teratur yang menjadi pelajaran penting bagi manusia mengenai kekuasaan Allah Swt sebagai pencipta alam semesta, dan pengatur urusan di dalamnya.
Dari lima ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keteraturan dalam setiap pekerjaan menunjukkan nilai pentingnya yang juga ditegaskan dalam ajaran agama. Keteraturan menjadi faktor pemersatu, kekuatan, serta percepatan dalam setiap pekerjaan.
2. Setiap pekerjaan senantiasa ada hambatannya masing-masing, tapi kita harus menyingkirkan rintangan tersebut dan berusaha untuk meraih tujuan.
3. Allah swt menciptakan alam semesta ini dan mengatur seluruh perkaranya.
4. Seluruh alam semesta ini berada dalam pengaturan Allah swt. Keteraturan antara langit dan bumi serta makhluk lainnya menjadi salah satu bukti tentang keesaaan Allah swt.
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ (6)
Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang. (37: 6)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat enam surat As-Saffat menegaskan tentang keesaan Allah swt. Di ayat ini, Al-Quran menjelaskan tentang bintang-bintang yang menghiasi langit sebagai bukti keesaan dan kekuasaan Allah swt.
Kehidupan di perkotaan yang ramai dan padat penduduk serta kesibukan rutinitas sehari-hari menyebabkan manusia seringkali tidak memperhatikan keindahan bintang yang bersinar di angkasa.
Penerangan jalan dengan lampu dan ornamennya di malam hari menyebabkan bintang yang bersinar terang di malam hari seringkali tidak diperhatikan. Tapi di pedesaan, atau daerah yang tidak terlalu ramai, perhatian terhadap bintang di angkasa lebih tinggi yang akan membawa manusia untuk merenungi keindahan ciptaan Allah swt.
Di ayat ini, Allah swt memberikan perumpamaan mengenai bintang dengan lampu hias kerlap-kerlip yang mati dan hidup, tapi sebagian lagi bersinar terang terus-menerus sebagai pelajaran bagi orang-orang yang merenunginya.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kecenderungan terhadap keindahan adalah bagian dari fitrah manusia. Oleh karena itu, Al-Quran juga menegaskan tentang keindahan alam semesta yang harus direnungkan sebagai ciptaan Allah swt.
2. Keindahan langit dan bintang-bintang yang menghiasinya menunjukkan kekuatan dan kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
3. Keindahan langit yang dihiasi bintang-bintang mengajak manusia untuk menelisik lebih jauh tentang kekuasaan Allah Yang tidak terbatas sebagai pelajaran penting bagi orang-orang yang berpikir, yang termasuk masalah yang senantiasa ditegaskan oleh ulama dan cendekiawan Muslim.
Surat Yasin ayat 81-83
أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى وَهُوَ الْخَلَّاقُ الْعَلِيمُ (81)
Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. (36: 81)
Pada pembahasan sebelumnya, ayat al-Quran menyinggung kekuasaan Allah Swt dalam penciptaan manusia dari setitik air mani yang tidak bernilai menjadi manusia yang berakal, dan menciptakan api dari kayu dan pepohonan yang hijau.
Berdasarkan ayat ini, alam semesta, termasuk manusia di dalamnya merupakan ciptaan Allah Swt, yang menunjukkan kekuasan-Nya yang tidak bisa ditandingi oleh siapapun. Oleh karena itu, apabila ada orang yang masih meragukan kekuasaan Allah Swt untuk menghidupkan kembali manusia yang sudah mati, maka orang itu harus memperhatikan bagaimana kekuasaan Tuhan menciptakan alam semesta ini dan makhluk yang ada di dalamnya.
Penciptaan alam semesta ini jika dikaji secara cermat menunjukkan adanya sistem yang teratur dan kehadiran pencipta yang maha kuasa. Tanah dengan berbagai lapisan dan beragam jenis unsur yang ada di dalamnya, gunung yang menjulang tinggi, laut yang terhampar luas, dan sungai serta berbagai jenis tumbuhan dan pepohonan yang sulit dihitung jumlah dan jenisnya oleh manusia menunjukkan dengan jelas mengenai kekuasaan Allah Swt.
Lalu, setelah melihat berbagai keagungan ini masihkah ada yang ragu dengan kekuasaan Allah untuk menghidupkan kembali manusia setelah kematiannya. Di alam dunia sendiri, proses penciptaan manusia menunjukkan sebuah tahapan yang kompleks dari proses air mani menjadi segumpal darah kemudian menjadi bayi, lalu menjadi manusia dari anak kecil hingga orang tua. Di akhirat kelak, manusia dibangkitkan kembali dengan kekuasaan Allah seperti hidupnya biji menjadi tunas yang keluar dari tanah.
Jika muncul keraguan bagaimana mungkin partikel di badan yang telah hancur akan bisa dikumpulkan kembali di tempat yang tidak jelas, maka jawaban terhadap masalah ini terletak pada masalah pemahaman tentang kekuasaan Allah Swt yang meliputi segala sesuatu.
Ketika Allah Swt memiliki kemampuan yang tidak terbatas, maka masalah partikel badan manusia yang terpencar sangat mudah untuk dikumpulkan, dan manusia bisa dihidupkan kembali.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menyikapi keraguan dan pengingkaran terhadap kekuasaan Allah Swt, bisa dilakukan dengan membangkitkan kesadaran fitrahnya dengan mengajak merenungkan penciptaan alam semesta ini, dari pada memberikan jawaban langsung melalui tanya jawab.
2. Penciptaan membutuhkan ilmu dan kekuasaan. Allah Swt memiliki dua hal ini baik di dunia dan akhirat. Perbedaan ilmu dan kekuasaan yang dimiliki Allah swt dengan manusia terletak pada ketidakterbatasannya.
3. Ketika Allah Swt memiliki kemampuan untuk menciptakan alam semesta dengan segenap isinya, maka tidak sulit bagi Tuhan untuk menghidupkan kembali manusia dan dibangkitkannya di akhirat.
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (82)
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” maka terjadilah ia. (36: 82)
Melanjutkan ayat sebelumnya, di ayat ini al-Quran menjelaskan betapa mudahnya bagi Allah swt menciptakan sesuatu dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Manusia akan membedakan tingkat kesulitan dalam membuat sesuatu, tapi tidak bagi Allah Yang Maha Kuasa. Sebab Allah Swt menciptakan segala sesuatu dengan sekejap mata.
Jika manusia berniat melakukan sesuatu, maka akan muncul dalam pikirannya sendiri. Tapi di luar pikiran tidak bisa dengan mudah mewujudkannya. Bagaimanapun ada jarak antara kehendak dan wujud di alam pikiran dengan tingkat keterwujudan di dunia nyata. Berbeda dengan manusia yang memiliki keterbatasan, Allah Yang Maha Kuasa bisa melakukan apa saja tanpa ada jarak antara kehendak dan keterwujudan di dunia nyata.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penciptaan segala sesuatu baik kecil maupun besar sangat mudah dan tidak rumit bagi Allah Swt.
2. Allah Swt adalah sumber segala wujud di dunia ini. Allah menciptakan bentuk sekaligus wujud nyatanya secara bersamaan. Tapi manusia hanya hanya bisa membayangkan bentuknya saja di pikiran dan tidak mampu secara bersamaan mewujudkannya di dunia nyata.
فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (83)
Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (36: 83)
Ayat ini merupakan ayat terakhir dari surat Yasin yang menjelaskan tentang kekuasaan mutlak Tuhan terhadap alam semesta ini dan seluruh isinya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi siapapun untuk meragukan kekuasaan Allah Swt yang tidak terbatas, dan semua manusia akan kembali kepada-Nya.
Apalagi manusia menjadi pemilik dirinya sendiri, barangkali akan memiliki kekuatan untuk menolak takdir Tuhan. Tapi faktanya tidak. Manusia tidak memiliki dirinya sendiri. Sebab ketika lahir ke dunia saja, dia tidak memiliki kekuatan untuk menentukan dirinya sendiri seperti apa yang diharapkan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengapa meragukan Allah Swt bisa membangkitkan manusia di hari kiamat kelak ? Padahal Allah Swt sangat berkuasa dan mampu melakukan apa saja.
2. Awal dan akhir dunia hanya berada di tangan Allah Swt. Penciptaan alam semesta ini dari awal dilakukan oleh Allah Swt, dan segala sesuatu akan kembali kepada-Nya.
Mengejar Berkah Ramadhan (5)
Ramadhan adalah bulan penyucian diri, pembersih jiwa dan batin, bulan untuk melepas diri dari belenggu syaitan dan hawa nafsu, bulan untuk bertasbih, dan bulan untuk kembali ke jalan Allah Swt.
Bulan ini merupakan kombinasi dari kemudahan dan kesulitan. Di satu sisi, manusia harus berjuang menahan rasa lapar dan haus, memerangi hawa nafsu, menjaga tutur kata, dan menghindari banyak makan. Di sisi lain, mereka merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta, menghirup aroma wangi pengampunan, dan menyirami diri dengan pancaran rahmat Tuhan.
Salah satu ciri khas Ramadhan adalah adanya kewajiban puasa bagi umat Islam di sepanjang bulan ini. Puasa adalah sebuah kewajiban bagi seorang Muslim dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt, dengan cara meninggalkan makan dan minum mulai dari terbit fajar sampai adzan magrib selama satu bulan penuh, kadang berjumlah 29 hari dan kadang bisa sampai 30 hari.
Allah menjelaskan tentang kewajiban berpuasa dalam al-Quran ayat 183 dan 184 surat al-Baqarah, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Di ayat tersebut Allah Swt menyeru kaum Muslim dengan kalimat yang indah dan lembut. Nada bicara seperti ini memberi angin sejuk bagi orang-orang yang berpuasa dan membuat mereka mudah menjalaninya.
Ayat tersebut mengingatkan bahwa ibadah puasa tidak hanya diwajibkan untuk umat ini, tapi juga sudah dijalankan oleh umat-umat terdahulu. Meski kewajiban berpuasa memiliki waktu khusus, namun dalam kondisi tertentu kewajiban ini masih bersifat fleksibel yaitu, orang-orang karena dalam perjalanan, jatuh sakit, atau tidak mampu menjalaninya di waktu khusus tersebut, mereka bisa menggantikannya di hari lain atau membayar kafarah.
Salah satu anjuran para pemuka agama kepada orang-orang yang berpuasa adalah meminta mereka untuk menjaga penglihatan, lisan, pendengaran, dan anggota lainnya dari perbuatan dosa.
Imam Ali Ridha as berkata, “Wahai manusia yang berpuasa semoga Tuhan merahmati kalian! Sesungguhnya puasa adalah hijab di mana Allah menjadikannya untuk menjaga lisan, pendengaran, penglihatan, dan seluruh anggota badan…. Sungguh Allah telah menetapkan hak puasa untuk seluruh anggota badan, karena itu barang siapa menunaikan hak-hak tersebut dalam puasanya, maka ia sungguh telah berpuasa dan melaksanakan hak puasanya. Dan barang siapa yang mengabaikan hak-hak tersebut, mereka telah kehilangan keberkahan dan pahala puasa sesuai dengan kelalaiannya itu.” (Mizan al-Hikmah, jilid 5)
Orang yang benar-benar berpuasa, mencegah lisannya dari melakukan dosa-dosa yang melibatkan lisan seperti, berdusta, ghibah (membicarakan keburukan orang lain), dan mencela. Ia juga mengontrol pendengarannya dari mendengar suara-suara yang menyimpang dan rayuan syaitan. Penglihatan orang yang berpuasa juga tidak dibenarkan untuk melihat setiap pemandangan. Pemandangan yang bisa menyeret manusia ke lembah dosa haram hukumnnya untuk dilihat dan orang yang berpuasa harus menutup penglihatannya.
Individu yang berpuasa harus meninggalkan semua dosa dan sifat-sifat tercela seperti rasa dengki, iri hati, marah atau menebarkan permusuhan dan lain-lain. Sebab, puasa merupakan sebuah ibadah untuk melatih manusia mengontrol diri dan memupuk semangat takwa.
Kesuksesan seseorang meninggalkan dosa, akan membuatnya meraih keuntungan yang lebih besar dalam urusan ibadah dan jika ia terjebak dalam banyak dosa meskipun tidak membatalkan puasa, tapi pahala dan ganjarannya telah berkurang. Kaum Muslim harus berusaha maksimal agar bisa mempersembahkan amal ibadah yang sempurna dan tanpa cacat ke pangkuan Allah. Amalan yang ikhlas dan bersih ini diterima dengan lapang dan membuat pelakunya memperoleh keridhaan Tuhan.
Derajat tertinggi dari puasa adalah puasa yang sangat khusus. Orang yang berpuasa tidak hanya meninggalkan makan dan minum, tetapi juga menjaga pikiran dan niatnya sehingga tidak terlintas pikiran maksiat dan dosa dalam benaknya serta tidak mengotori niat tulusnya.
Persiapan untuk acara buka puasa bersama di Kompleks Makam Imam Ali Ridha as di kota Mashad, Iran. (dok)
Kajian atas sejumlah ayat dan riwayat menunjukkan bahwa Ramadhan adalah bulan untuk memperbaiki diri atau dengan kata lain momen untuk membersihkan diri. Al-Quran telah menjelaskan bentuk yang paling indah dan sempurna dari perbaikan diri itu yakni mengganti keburukan dengan kebaikan, dan menghapus dosa dengan taubat.
Dalam surat al-Maidah ayat 39, Allah Swt berfirman, “Maka barang siapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam sebuah hadis Qudsi Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya ketika hamba-Ku yang mukmin melakukan dosa, dan kemudian ia bertaubat dari dosa itu dan ketika mengingat maksiat tersebut, ia merasa malu di hadapan Rububiyah-Ku, maka Aku tidak hanya mengampuni dosanya – di mana Aku menghapus dosanya dari ingatan Malaikat yang mencatatnya – tapi lebih dari itu Aku mengganti dosanya dengan kebaikan.”
Manusia sesuai dengan tuntutan kondisi tertentu dan di berbagai rentang usianya, terjebak dalam banyak dosa dan kesalahan. Mereka kadang melupakan hubungan penghambaannya dengan Tuhan, dan sesekali lalai dalam menunaikan kewajiban dan amal ibadahnya. Mereka adakalanya juga meremehkan tugas melaksanakan kewajiban dan meninggalkan perkara haram.
Taubat dan kembali ke jalan Allah Swt adalah cara untuk mengganti ibadah-ibadah yang telah lewat dan melunasi utang-utang yang menjadi kewajiban mereka.
Sebagian dosa berbentuk kezaliman dan penindasan terhadap orang lain. Kadang hak-hak orang lain terkait harta, nyawa, dan harga diri diabaikan begitu saja. Dalam kasus seperti ini, maka wajib bagi manusia setelah taubat dan penyesalan, mengembalikan hak-hak orang lain yang telah dirampas dan meminta kerelaan mereka. Secara umum taubat dari segala dosa harus dilakukan sesuai dengan kadar kesalahan dan menutupi dosa tersebut.
Bulan Ramadhan merupakan momentum terbaik untuk menjaga hak-hak orang lain dan menghindari perilaku yang bisa merampas ketenangan individu dan masyarakat. Rasulullah Saw dalam khutbah Sya’baniyah bersabda, “Barang siapa menahan keburukannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.”
Mengejar Berkah Ramadhan (4)
Bulan Ramadhan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan sedang menjamu kita. Bulan ini menyimpan banyak keutamaan seperti yang dijelaskan dalam banyak hadis dari Rasulullah Saw dan para imam maksum as.
Dalam hal ini, Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad as berkata, "Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan ilhami kami untuk memahami keutamaan Ramadhan dan mengagungkan kemuliaannya."
Sangat penting untuk mengkaji dan memahami keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan. Individu yang punya pemahaman yang benar tentang keutamaan Ramadhan, tentu ia akan mengisi bulan ini dengan amal-ibadah yang tulus.
Salah satu keutamaan Ramadhan adalah nilai spiritual dan kedudukan istimewanya di sisi Allah Swt. Dia menjadikan bulan ini ibarat mata air yang jernih agar kaum Muslim membersihkan diri di dalamnya, menghapus dosa-dosanya, dan kembali ke jalan Allah. Jadi, Ramadhan adalah bulan untuk membersihkan diri dan meraih ketakwaan.
Rasulullah Saw bersabda, "Seandainya umatku mengetahui apa yang terdapat dalam bulan Ramadhan, maka niscaya mereka akan berharap satu tahun itu Ramadhan penuh."
Keutamaan lain Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran. Kitab-kitab samawi; al-Quran, Taurat, Injil, Zabur, dan Shuhuf diturunkan pada bulan Ramadhan.
Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Seluruh al-Quran turun secara serentak pada bulan Ramadhan di Baitul Ma'mur, kemudian selama 20 tahun turun secara bertahap kepada Rasulullah. Shuhuf Ibrahim turun pada malam pertama Ramadhan, Taurat pada hari keenam Ramadhan, Injil pada hari ke-13 Ramadhan, dan Zabur pada hari ke-18 Ramadhan."
Keutamaan bulan Ramadhan tak terhitung jumlahnya. Diriwayatkan dari Imam Ali Ridha as bahwa kebajikan di bulan Ramadhan diterima, dosa-dosa diampuni, orang yang membaca satu ayat al-Quran di bulan ini pahalanya sama seperti mengkhatamkan al-Quran di bulan-bulan lain… Ramadhan adalah bulan berkah, rahmat, dan ampunan, bulan kembali ke sisi Allah. Orang yang tidak diampuni di bulan ini, di bulan mana lagi dia mengharapkan ampunan? Mintalah kepada Allah agar puasa kalian diterima di bulan ini, tidak menjadikan Ramadhan ini sebagai puasa terakhir kalian, memberikan kalian karunia untuk ketaatan, dan menjauhkan kalian dari maksiat. Sesungguhnya Allah adalah tempat terbaik untuk meminta."
Di bulan ini, Allah Swt telah membelenggu syaitan agar tidak mengganggu orang-orang mukmin. Oleh sebab itu, jiwa manusia terasa lebih tenang dan mereka dapat memanfaatkan kesempatan emas ini untuk mencapai derajat takwa.
Allah memberikan keutamaan khusus kepada bulan Ramadhan agar kaum Muslim bisa mencapai derajat spiritual yang tinggi. Larangan-larangan yang berlaku di bulan ini digantikan dengan pahala yang besar.
Tidak hanya pahala ibadah yang dilipatgandakan di bulan ini, tetapi tidur dan nafas orang yang berpuasa juga dihitung sebagai ibadah dan tasbih. Rasulullah Saw bersabda, "Di bulan ini, nafas kalian dihitung sebagai tasbih dan tidur kalian ibadah…"
Keistimewaan dan perhatian khusus dari Allah Swt ini sama sekali tidak bisa ditemukan di bulan-bulan lain.
Berpuasa di bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan dan berkah. Puasa akan melembutkan jiwa manusia, memperkuat tekad, dan menyeimbangkan naluri.
Manusia akan mencapai derajat spiritual yang tinggi dan kesucian ketika mereka mampu mengendalikan hawa nafsunya dan mengontrol nalurinya. Berpuasa di bulan Ramadhan merupakan kesempatan terbaik untuk menyingkirkan semua rintangan, yang menghambat manusia mencapai derajat takwa.
Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS: Al-Baqarah ayat 183)
Ketika ditanya oleh seorang sahabatnya tentang keutamaan berpuasa di bulan Ramadhan, Imam Ali Ridha as berkata, "Manusia diperintahkan berpuasa agar bisa merasakan perihnya rasa lapar dan dahaga, dan kemudian merasakan pedihnya rasa lapar dan dahaga di hari kiamat. Rasulullah dalam khutbah Sya'baniyah bersabda, 'Di bulan ini, diri kita merasakan lapar dan dahaga yang akan mengingatkan kita akan rasa lapar dan dahaga di hari kiamat kelak.' Dengan mengingat hal ini, manusia akan bersiap untuk hari kiamat dan berusaha lebih keras untuk meraih keridhaan Tuhan."
Rasulullah Saw juga memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang berpuasa yaitu, "Ramadhan adalah sebuah bulan yang awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah, dan akhirnya pembebasan dari api neraka."
Jamaah shalat tarawih Ramadhan 1440 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Tugas pokok kaum Muslim selama Ramadhan adalah memperbaiki dan mensucikan diri. Salah satu cara tazkiyatun nafs adalah menjauhi diri dari banyak bicara. Orang yang banyak bicara biasanya akan terseret ke dalam dosa seperti ghibah, mencela, berdusta, dan lain-lain.
Ketika Rasulullah mendengar seorang wanita mencaci-maki budaknya, ia meminta seseorang untuk membawakan makanan. Kepada wanita itu, Rasul berkata, "Makanlah." Ia memprotes, "Saya sedang berpuasa Ya Rasulullah." Rasul menjawab, "Bagaimana mungkin engkau berpuasa, tetapi engkau mencaci-maki budakmu. Berpuasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, alangkah banyaknya yang lapar dan alangkah sedikitnya yang berpuasa."
Orang yang sedang berpuasa harus menjaga ucapannya dan berbicara seperlunya sehingga tidak terjebak dalam perkara, yang bisa membatalkan puasa. Ada baiknya fokus pada kegiatan tafakkur yang tergolong ibadah. Rasulullah Saw bersabda, "Tafakkur satu jam lebih baik daripada ibadah 70 tahun."
Lukman al-Hakim dalam sebuah wasiat kepada anaknya berkata, "Jika berbicara itu adalah perak, maka diam adalah emas. Banyak orang yang menyesal karena perkatannya, tetapi jarang orang menyesal karena diam."
Para ulama yakin bahwa para pesuluk tidak akan mencapai tujuannya jika tidak menjaga lisan dan mengurangi bicara, meskipun ia telah melakukan banyak latihan fisik dan mengerjakan ibadah.
Dengan banyak berbicara, manusia akan kehilangan kekuatan berpikir, tetapi ia bisa berkonsentrasi penuh ketika memilih diam, pemikirannya akan berkembang, dan pintu-pintu hikmah terbuka. Jika puasa Ramadhan dibarengi dengan tafakkur dan mengurangi bicara, tentu pelakunya akan mencapai derajat yang tinggi.
Imam Ali Ridha as berkata, “Diam adalah salah satu pintu hikmah, ia akan mendatangkan kecintaan dan membimbing manusia kepada setiap kebaikan."
Mengejar Berkah Ramadhan (3)
Bulan Ramadhan adalah momentum untuk memperbanyak amal-ibadah dan seorang hamba harus mencari kemuliannya dalam bersimpuh dan bersujud di hadapan Sang Pencipta.
Ramadhan adalah bulan untuk memperbanyak doa dan munajat, karena pintu rahmat terbuka lebar dan doa dikabulkan di bulan ini. Hati kita perlu dibersihkan dengan mengangkat kedua tangan dan mengucapkan kalimat, "Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami."
"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…'" (QS: Ghafir ayat 60)
Doa adalah manifestasi penghambaan kepada Allah Swt dan untuk memperkuat substansi penghambaan dalam diri manusia. Misi para nabi dari Adam as sampai nabi akhir zaman adalah menghidupkan ruh ibadah dan penghambaan dalam diri manusia.
Manusia selalu akrab dengan doa dan munajat di sepanjang hidupnya. Sejarah mencatat bahwa mereka senantiasa bercengkrama dan berkeluh-kesah dengan Tuhannya lewat doa. Kegiatan seperti ini tidak hanya dilakukan oleh umat Islam.
Dengan berdoa, makhluk yang lemah ini membangun interaksi dengan Dzat yang maha kuasa dan mengharapkan pertolongannya dalam menghadapi segala persoalan. Dia menemukan Tuhan sebagai satu-satunya Dzat yang mampu memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalahnya. Dengan demikian, tekadnya semakin bulat untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Semakin besar kebutuhan yang dirasakan seorang hamba, maka akan semakin kuat dorongan untuk memperkuat interaksi dengan Allah Swt. Dari segi psikologis, ini adalah sesuatu yang pasti dan tidak dapat disangkal. Individu yang mengerti akan kebutuhannya dan mengetahui ada Dzat yang akan memenuhi kebutuhan itu, maka ia akan memohon dengan sepenuh jiwa agar memperoleh perhatian dan rahmat-Nya.
Dalam hal ini Allah Swt berfirman, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS: Al-Baqarah ayat 186)
Tehran International Book Fair 2019. (dok)
Seorang pemikir kontemporer, Muhammad Iqbal Lahore menulis, "Doa baik secara individu maupun sosial, merupakan manifestasi dari kerinduan batin manusia untuk menerima jawaban dalam keheningan."
Tidak sedikit orang yang mengingkari Tuhan, tetapi untuk mengobati derita batinnya mereka menyampaikan kebutuhan jiwanya dalam bait-bait doa. Meskipun ia tidak bisa dianggap doa yang sebenarnya, namun ini merupakan bukti dari kebutuhan manusia akan doa dan munajat.
Seorang ilmuan dan dokter bedah asal Perancis, Alexis Carrel dalam bukunya "Prayer" menjelaskan tentang peran doa dan ibadah sebagai sarana terapi penyakit. "Ada banyak efek terapi dari doa (ibadah) yang menyita perhatian masyarakat di sepanjang masa, sehingga ada banyak pembicaraan tentang kesembuhan yang diperoleh dengan berdoa dan bertawassul kepada Allah dan para aulia-Nya."
Dalam bukunya yang lain "Man, the Unknown," dokter Carrel menulis, "Doa dan munajat memiliki pengaruh unik terhadap anggota badan kita. Kondisi ini pada awalnya tidak begitu menyita perhatian, namun ketika proses itu berlanjut, maka tidak ada kenikmatan yang sebanding dengannya. Manusia pasrah di hadapan Tuhan ketika mereka larut dalam doa. Mereka memohon rahmat dan kasih sayang Tuhan."
Jika kita ingin memberikan definisi yang lebih komplit tentang doa, maka harus kita katakan bahwa doa adalah manifestasi dari kecintaan kepada Allah untuk meraih kesempurnaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Doa berarti melangkah ke arah Sang Pencipta dan bergerak menuju kesempurnaan.
Dalam pandangan para aulia Ilahi, doa adalah ibadah itu sendiri dan karena besarnya perhatian kepada Allah Swt di dalam doa, mungkin ia lebih utama dari banyak perbuatan lain. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, "Doa itu adalah otaknya ibadah."
Dorongan ke arah penghambaan kepada Tuhan bersumber dari fitrah manusia. Jadi, motivasi penghambaan secara potensial telah tertanam dalam diri semua orang, namun sebagian orang tidak menghidupkan hal itu dan menolak tunduk di hadapan keagungan Tuhan, dan sebagian juga tidak mempedulikannya.
Imam Ali as menganggap motivasi utama untuk ibadah dan penghambaan adalah pengetahuan dan kearifan. Beliau berkata, "Buah dari pengetahuan adalah ibadah."
Ibadah akan mendatangkan kerendahan hati dan tawadhu.' Rasa ini muncul dalam diri manusia ketika ia mengenali dan merasakan kebesaran dan keagungan Tuhan. Oleh karena itu, orang yang telah mengenal dirinya dan Tuhannya akan memilih jalan ketaatan dan penghambaan.
Rasulullah Saw dalam sebuah petuah kepada Imam Ali as, bersabda, "Dua rakaat shalat seorang yang berilmu adalah lebih baik daripada 70 rakaat shalatnya orang bodoh." Dapat dikatakan bahwa nilai ibadah setiap orang bergantung pada tingkat pengetahuan dan makrifat pelakunya.
Perlu dicatat bahwa salah satu tantangan dalam meniti jalan kesempurnaan adalah perasaan serba cukup dan tidak butuh kepada Tuhan. Perasaan seperti ini akan merusak hubungan manusia dengan Tuhan dan pada akhirnya, menghapus kesempatan untuk memperoleh hidayah Ilahi. Perasaan seperti ini disebut congkak dan pembangkangan terhadap perintah Allah Swt.
Individu yang merasa dirinya tidak butuh, akan bersikap congkak dan semena-mena, namun orang-orang yang menyaksikan dirinya tak berdaya di hadapan Tuhan, akan berusaha keras untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
"Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji." (QS: Fatir ayat 15)
Ramadan adalah bulan dibukanya pintu-pintu rahmat Allah, doa-doa akan dikabulkan di bulan ini, dan Ramadhan adalah bulan untuk bercengkrama dengan Tuhan dan bulan untuk memohon dan menerima pengkabulan.
Selama Ramadhan, masyarakat biasanya terbangun sebelum adzan subuh untuk menyantap sahur dan alangkah baiknya jika sebagian dari waktu itu, digunakan untuk shalat tahajud. Imam Hasan Askari as berkata, "Bergerak menuju Allah Swt adalah sebuah perjalanan yang tidak akan tercapai kecuali dengan terjaga di malam hari."
Semua keutamaan berkumpul di satu tempat yaitu waktu sahur dan sepertiga malam di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, waktu sahur ini perlu dimanfaatkan secara optimal karena doa dan ibadah di bulan puasa pasti akan diterima.
Rasulullah Saw bersabda, "Allah memberikan seruan dari sepertiga malam sampai terbit fajar, adakah yang berdoa sehingga Aku kabulkan doanya? Adakah pemohon ampunan sehingga Aku ampuni dia? Adakah orang yang berharap sehingga Aku penuhi harapannya? Adakah orang yang memiliki keinginan sehingga aku penuhi keinginannya?"
Mengejar Berkah Ramadhan (2)
Ramadhan adalah bulan manifestasi al-Quran dan bulan berinteraksi dengan kitab suci ini. Di bulan ini, setiap individu berlomba untuk memperbanyak membaca al-Quran dan meraih pahala yang berlipat ganda. Kaum Muslim juga menggelar kegiatan tadarus dan mengkhatamkan al-Quran berkali-kali selama Ramadhan.
Setiap kali dibaca, al-Quran selalu memberikan sesuatu yang baru kepada manusia dan menyegarkan jiwa mereka. Ini sudah menjadi ciri khas kitab wahyu Ilahi.
"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah..." (QS: Az-Zumar ayat 23)
Daya tarik al-Quran sangat menakjubkan di mana membuat jiwa dan raga manusia tak ingin lepas darinya. Kent Craig, peneliti Kristen Inggris menganggap daya tarik al-Quran sebagai medan magnet, sementara hati manusia ibarat serbuk besi. Dia percaya bahwa jika hati manusia sudah berada di medan magnet al-Quran, daya tarik medan itu membuat mereka tidak akan terlepas lagi.
Tampaknya ada hubungan khusus antara al-Quran dan Ramadhan. Di bulan ini, manusia berusaha menanamkan benih-benih pendidikan al-Quran di dalam kalbunya dan kemudian menjadikannya sebagai hidangan untuk ruh mereka. Ramadhan disebut musim semi al-Quran, karena ia menghadirkan kesegaran dan kehidupan baru bagi jiwa manusia. Imam Ali as berkata, "Pelajarilah al-Quran, karena ia adalah musim semi hati."
Selama Ramadhan, para pecinta al-Quran meningkatkan interaksinya dengan kitab suci ini dan menghidupkan kembali hati mereka dengan membaca dan memahami maknanya. Ibarat musim semi; sebuah musim bangkitnya kembali alam dan pepohonan, membaca al-Quran dan merenungkan isinya selama bulan Ramadhan, akan menyegarkan kembali jiwa dan hati manusia, karena jiwa mereka selaras dengan al-Quran dan ayat-ayat Allah akan menarik hati orang-orang yang potensial.
Ramadhan memiliki keutamaan terbesar karena al-Quran turun di bulan suci ini. Ia diturunkan ke dalam hati Rasulullah di bulan Ramadhan dan beliau memperoleh sebuah pengetahuan global tentang isi seluruh kitab suci ini.
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)..." (QS: Al-Baqarah, ayat 185)
Surat Ad-Dukhan juga menjelaskan bahwa al-Quran diturunkan pada satu malam yang diberkahi. "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi…" (QS: Ad-Dukhan ayat 3).
Dalam hal ini, ayat pertama surat al-Qadr memberikan keterangan yang lebih jelas tentang proses penurunan al-Quran dan menyebut malam yang diberkahi itu sebagai Lailatul Qadr, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan dan terdapat di bulan Ramadhan. "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al -Quran) pada malam kemuliaan…"
Ada dua pendapat mengenai proses penurunan kitab suci ini. Sebagian ulama menyatakan al-Quran diturunkan satu waktu (sekaligus/serentak) pada malam Lailatul Qadr. Sebagian lain menyebutkan al-Quran diturunkan secara bertahap di sepanjang 23 tahun periode risalah Nabi Muhammad Saw. Ia diturunkan pada berbagai kesempatan dan tempat selama periode kenabian.
Al-Quran yang turun kepada Rasulullah Saw adalah kitab petunjuk dan panduan ideal untuk kehidupan manusia, di mana nilai-nilainya tidak terikat oleh waktu dan tempat tertentu. Ia adalah satu-satunya kitab langit yang berlaku sepanjang masa dan untuk seluruh umat manusia.
Dengan kata lain, al-Quran ibarat matahari yang memancarkan cahayanya setiap detik dan menyinari setiap sudut di bumi ini, sementara manusia dapat memanfaatkan pancaran cahayanya sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka.
Al-Quran mengandung program langit untuk kehidupan luhur manusia dan membimbing mereka ke arah kebahagiaan. Seperti di era permulaan Islam, ia mampu menjawab tentangan dan kebutuhan manusia, pada masa modern al-Quran juga tetap aktual dan siap menjawab kebutuhan-kebutuhan manusia. Allah menurunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia serta jalan untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan.
Al-Quran adalah wahyu abadi yang diturunkan untuk agama yang sempurna ini bagi umat manusia. Ia adalah solusi untuk persoalan-persoalan manusia. Rasulullah Saw bersabda, "Jika kegelisahan dan fitnah laksana potongan malam yang amat pekat datang menghampiri kalian, dan kalian tidak menemukan solusi dalam memecahkan masalah, maka berlindunglah kepada al-Quran dan jadikanlah petunjuk-petunjuknya yang menyelamatkan sebagai parameter perbuatan." (Biharul Anwar, jilid 92, hal 17)
Nuansa spiritual sangat terasa di bulan Ramadhan, yang tercipta dari kegiatan ibadah, tadarus di masjid-masjid, kehidupan yang rukun, dan kegiatan sosial membantu kaum fakir-miskin. Semua kegiatan ini dengan sendirinya akan memperbesar rasa simpati dan kasih sayang antar-sesama.
Mengikuti shalat berjamaah, ceramah agama, dan pesantren kilat, serta menggelar tadarus di masjid dan rumah-rumah, merupakan agenda utama Ramadhan yang bisa mendekatkan kita kepada Allah. Melalui kegiatan ini, setiap individu dapat menciptakan perubahan dalam pikiran dan perilakunya.
Oleh sebab itu, Ramadhan dianggap sebagai salah satu angin sepoi-sepoi (angin lembut) yang dihembuskan oleh Tuhan dan kita harus menempatkan diri di bawah hembusannya jikan ingin memperoleh manfaat. Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Tuhan menghembuskan tiupan (jamuan) bagi kalian pada hari-hari hidup kalian, maka mendekatlah kepadanya, boleh jadi hembusan itu akan mengenaimu, sehingga kalian tidak akan pernah sengsara selamanya."
Al-Quran telah menyeru orang-orang yang beriman untuk berpuasa sehingga mereka menjadi pribadi yang bertakwa. Surat al-Baqarah ayat 183 menjelaskan bahwa tujuan dari puasa adalah untuk mencapai ketakwaaan dan penggunaan kata La'alla (supaya/agar) untuk menegaskan bahwa puasa tidak hanya bermakna takwa, tapi juga sebuah latihan untuk membentuk dan menumbuhkan ketakwaan itu sendiri. Menurut Islam, salah satu cara untuk mencapai ketakwaaan yang sempurna adalah melatih diri dengan puasa.
Dalam al-Quran, syarat untuk menjadi penghuni surga dan menikmati semua kesempurnaan lain adalah menyandang predikat takwa. Dalam banyak ayat, al-Quran menganggap surga dan nikmat-nikmatnya sebagai milik orang-orang yang bertakwa; mereka yang meninggalkan semua larangan dan melangkah di jalan kesempurnaan kemanusiaan.
Dari sisi lain, al-Quran mengajak orang-orang Mukmin untuk berbuat baik dan membantu fakir-miskin. Seruan ini memperoleh banyak sambutan selama bulan Ramadhan dan mereka berlomba-lomba untuk membantu warga yang kurang mampu dan berbagi keberkahan di bulan ini.
Dengan demikian, bulan Ramadhan adalah momentum untuk memperbaiki diri dan memperoleh rahmat, berkah, dan ampunan Tuhan dengan mengerjakan semua kebaikan. Ia adalah kesempatan emas untuk memperbanyak membaca al-Quran dan merenungi ayat-ayatnya.
Pesan al-Quran adalah sebuah pesan universal untuk semua suku bangsa. Kitab ini mengajak mereka kepada kebaikan, persahabatan, dan kesucian serta meninggalkan keburukan, egoisme, dan arogansi di semua aspek kehidupan baik individu dan sosial maupun budaya, politik, dan ekonomi. Ia adalah sebaik-baiknya tempat berlindung.
Turunnya al-Quran di bulan Ramadhan membuktikan kapasitas khusus bulan ini untuk menerima kehadiran wahyu Ilahi. Seperti kitab-kitab samawi lainnya juga diturunkan di bulan Ramadhan. Dalam sebuah riwayat, Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Taurat diturunkan pada malam keenam bulan Ramadhan, Injil diturunkan pada 12 Ramadhan, Zabur pada malam ke-18 Ramadhan, dan al-Quran diturunkan pada malam Lailatul Qadr." (
Mengejar Berkah Ramadhan (1)
Salam sejahtera atas Ramadhan, bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Di bulan ini, diamnya orang yang berpuasa dihitung tasbih, tidurnya ibadah, perbuatannya diterima, dan doanya dikabulkan.
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS: al-Baqarah, ayat 185)
Imam Ali as berkata bahwa Rasulullah Saw menyampaikan sebuah khutbah tentang keistimewaan Ramadhan pada hari terakhir bulan Sya'ban dan bersabda, "Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat, dan ampunan. Bulan yang paling mulia di sisi Allah di antara bulan-bulan yang lain. Hari-harinya adalah sebaik-baik hari, malam-malamnya adalah sebaik-baik malam, saat-saatnya adalah sebaik-baik saat. Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-ibadahmu diterima, dan doamu dikabulkan.
Maka mintalah kepada Allah Rabbmu di hari-hari tersebut dengan niat yang tulus dan hati yang suci. Semoga Allah membimbingmu dalam menjalankan puasa-Nya dan membaca kitab suci-Nya. Sungguh celaka orang yang tidak memperoleh ampunan di bulan mulia ini.
Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fakir dan miskin, muliakanlah orang-orang tuamu, kasihanilah anak-anak kecil, dan sambunglah tali persaudaraanmu.
Jagalah lisanmu, tahan pandanganmu dari yang tidak halal dari memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal untuk mendengarnya. Kasihanilah anak-anak yatim orang lain, seperti menyayangi anak-anak yatim kalian.
Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah kedua tanganmu untuk memanjatkan doa dalam setiap waktu shalat, karena itu adalah waktu yang paling utama, di mana Allah memandang hamba-Nya dengan penuh rahmat. Dia menjawab mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan ketika mereka berdoa kepada-Nya.
Wahai manusia! Sesungguhnya jiwa kalian tergadaikan dengan amal perbuatan kalian, maka tebuslah dengan istighfar. Tulang punggung kalian berat karena dosa, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujud. Dan ketahuilah bahwa Allah bersumpah dengan kemuliaan-Nya, bahwa Dia tidak akan menyiksa orang-orang yang shalat dan sujud. Dan tidak akan mengancam mereka dengan api neraka di hari manusia berdiri dihadapan Rabbul Alamin.
Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga di bulan ini terbuka, maka mohonlah kepada Allah agar tidak menutupnya untuk kalian. Dan pintu-pintu neraka tertutup, maka mintalah kepada Allah agar tidak membukanya untuk kalian. Dan setan-setan juga terbelenggu, maka mintalah kepada Allah agar mereka tidak menguasai kalian.
Kemudian Imam Ali as berdiri dan bertanya, “Wahai Rasulullah! Perbuatan apa yang paling utama dilakukan di bulan ini?” Rasulullah menjawab, “Wahai Abal Hasan! Amal perbuatan yang paling utama adalah menjaga diri dari larangan-larangan Allah Swt."
Bulan suci Ramadhan adalah sebuah kesempatan emas dan istimewa; kesempatan untuk bermunajat kepada Allah, kesempatan untuk mempertebal takwa, kesempatan untuk mendekatkan diri dengan al-Quran, kesempatan untuk menghapus dosa, kesempatan untuk memperbaiki perilaku dan berbuat baik kepada orang lain, dan kesempatan untuk berempati dengan fakir-miskin.
Imam Hasan as – cucu baginda Rasulullah Saw – berkata, "Allah Swt menjadikan bulan Ramadhan sebagai arena untuk kompetisi bagi para hamba-Nya sehingga dengan menaati-Nya, mereka berlomba-lomba untuk mencari keridhaan-Nya."
Menyingkirkan sifat buruk dan perbuatan tercela dari hati adalah syarat utama untuk menerima limpahan rahmat dan pengampunan Allah Swt. Kita bisa menerangi hati kita dengan membaca al-Quran di bulan ini dan mendekatkan diri kepada Allah dengan amal-ibadah. Oleh karena itu, kesempatan luar biasa ini harus dimanfaatkan dengan maksimal demi meraih kemenangan.
Perjamuan Ilahi dan semua keberkahan yang ditawarkan Ramadhan merupakan peluang untuk membersihkan diri dari dosa dan melangkah di jalan penghambaan diri kepada Allah Swt. Setiap individu perlu menyiapkan agenda khusus sehingga bisa memanfaatkan bulan suci ini dengan optimal.
Rasulullah dan Ahlul Baitnya telah memberikan keteladanan yang sempurna tentang cara memanfaatkan bulan Ramadhan. Dari berbagai penjelasan mereka, ada empat perkara yang mendapat perhatian khusus yaitu berdoa, membaca al-Quran, berzikir dan beristighfar, dan mengerjakan shalat-shalat sunnah (di luar shalat wajib).
Rasulullah dan Ahlul Bait-nya telah mengajarkan doa-doa khusus untuk waktu sahar (menjelang subuh), doa setelah shalat lima waktu, doa harian Ramadhan, dan doa yang dibaca pada malam hari di sepanjang Ramadhan. Doa-doa ini mengandung makrifat yang tinggi dan pelajaran akhlak, serta membawa manusia ke sumber cahaya dan makrifat.
Membaca al-Quran juga termasuk amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah dan Ahlul Bait-nya selama Ramadhan. Pahala membaca satu ayat di bulan ini sama seperti mengkhatamkan al-Quran di bulan-bulan lain. Para ulama percaya amalan terbaik pada hari dan malam-malam bulan Ramadhan adalah membaca al-Quran, karena ia diturunkan di bulan ini. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Setiap sesuatu memiliki musim semi dan musim semi al-Quran adalah bulan Ramadhan."
Pada dasarnya, orang-orang mukmin telah mempersiapkan diri untuk meraih berkah Ramadhan sejak bulan Sya'ban. Mereka mengisi malam-malamnya dengan beribadah dan membaca munajat Sya'baniyah yang berisi permohanan ampunan dan kedekatan dengan Allah Swt.
Munajat Sya'baniyah dalam sebuah kalimatnya berbunyi, "Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku kesempurnaan bergantung hanya pada-Mu."
Ini adalah puncak penghambaan seorang Mukmin dengan Sang Kekasih. Seorang Mukmin dengan amal ibadahnya di bulan puasa, ingin memutuskan ketergantungan dari perkara materi dan sepenuhnya bergantung kepada Allah.
Seorang Mukmin berpuasa demi mencari keridhaan Tuhan dan mencapai kedekatan dengan-Nya. Ia membaca dan merenungi ayat-ayat al-Quran, memalingkan dirinya dari memandang dan mendengarkan sesuatu yang diharamkan.
Di bulan Ramadhan, seorang Mukmin selalu berbuat baik kepada masyarakat dan bersikap ramah dengan mereka, memuliakan anak yatim, dan memberi makan kepada fakir-miskin. Semua perbuatan baik ini dilakukan demi mencari keridhaan Allah Swt.
Dengan membaca doa-doa khusus bulan Ramadhan, seorang Mukmin bersimpuh di hadapan Allah Swt memohon ampunan dan mengakui ketakberdayaannya. Ia melakukan semua ini untuk menunjukkan penghambaan dan kecintaannya kepada Sang Pencipta sehingga dengan ampunan dan rahmat-Nya, ia bisa memperoleh kedekatan dan kesempurnaan bergantung hanya pada Allah Swt.
Qatar: Jangan Politisasi Ibadah Haji
Departemen Wakaf dan urusan Islam Qatar meminta Arab Saudi jangan mempolitisasi ibadah haji.
Departemen Wakaf dan urusan Islam Qatar Kamis (09/05) dalam statemennya meminta petinggi Saudi memperlakukan jamaah haji asal Qatar sama seperti warga dari negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk Persia (P-GCC) lainnya atau negara-negara Arab dan Islam dalam menjalankan ritual haji mereka.
Menyinggung kendala yang dihadapi warga Qatar atau warga asing yang berdomisili di negara ini dalam melaksanakan ibadah haji, Departemen Wakaf dan urusan Islam Qatar meminta petinggi Riyadh merevisi kebijakan diskriminatifnya terhadap Qatar dan warga asing yang tinggal di negara ini.
"Ketidakmampuan Arab Saudi menjamin keamanan dan keselamatan jamaah haji khususnya perempuan, lansia dan mereka yang sakit, merupakan kendala besar," tegas departemen wakaf dan urusan Islam Qatar.
Departemen Wakaf dan urusan Islam Qatar juga menilai propaganda sistematis anti Qatar yang dilancarkan media Saudi sangat berbahaya.
Sebelumnya delegasi internasional pengawas Haramain (Mekah dan Madinah) dalam suratnya kepada Dewan HAM PBB mengadukan Arab Saudi karena mempolitisasi ibadah haji dan melakukan pembatasan kebebasan agama.
Arab Saudi menerapkan kebijakan diskriminatif terhadap warga sejumlah negara Muslim seperti Yaman, Suriah dan Qatar yang sedang menunaikan ibadah haji demi menekan pemerintahan mereka.(