کمالوندی

کمالوندی

Pada hari ini, hari kesepuluh di bulan suci Ramadhan, tiga tahun sebelum hijrah Rasulullah menuju Madinah, sejarah Islam mencatat kenangan pahit, yaitu wafatnya seorang istri setia sekaligus seorang ibu yang penuh kasih, Sayidah Khadijah al-Kubra as. Kepergian beliau tepat di tahun yang sama dengan meninggalnya paman Rasulullah Saw, Abu Thalib. Kehilangan dua orang yang sangat dicintai itu, membuat Rasulullah Saw tenggelam dalam duka yang sangat berat. Oleh karena itu, tahun itu dikenal dengan nama Aamul Huzn atau Tahun Kesedihan.

Sejarah Islam dipenuhi dengan para perempuan teladan dan mulia yang masing-masing telah menunjukkan perjuangan besar di masa mereka dalam mencapai kesempurnaan jiwa dan akhlak. Nama-nama mereka untuk selamanya menjadi teladan bagi yang ingin meniti jalan menuju kesempurnaan dengan meneladani sirah mereka. Salah satu di antara para wanita teladan tersebut adalah Sayyidah Khadijah al-Kubra as, istri Rasulullah Saw.

Sayyidah Khadijah selama 24 tahun menjadi pendamping dan istri yang setia dan jujur bagi Rasulullah Saw. Wanita mulia ini, baik di tahun-tahun sebelum bi’tsah maupun tahun-tahun penuh derita setelah bi’tsah, tidak pernah lalai dari Rasulullah. Dengan menghadapi seluruh kesulitan dan kontradiksi sosial yang ada di masanya, Sayyidah Khadijah as menjadi pendamping terbaik bagi Rasulullah Saw.

Pada hari pertama setelah Muhammad diutus sebagai Rasulullah dan sedang turun dari goa Hira, Sayyidah Khadijah langsung menyambutnya dan menjadi wanita pertama yang memenuhi seruan risalah Nabi Muhammad Saw dan memeluk agama Islam. Ketika Rasulullah Saw menyampaikan Islam kepada istri tercinta beliau, Sayyidah Khadijah berkata: “Aku beriman, aku meyakini kenabianmu, aku menerima agama Islam dan aku berserah diri.” (Bihar al-Anwar jilid 18). Sejak awal, Sayyidah Khadijah mampu mengenali kebenaran, menerimanya dengan sepenuh hati serta mengucapkannya dengan lantang.

Sayyidah Khadijah as, adalah wanita bijaksana yang lahir di kota Mekkah, 68 tahun sebelum Hijrah. Dari sisi nasab, kehormatan, status sosial dan keluarga, beliau memiliki posisi yang istimewa di antara kaum perempuan Jazirah Arab dan Quraish. Dari sisi kesempurnaan, kepribadian dan kebijaksanaan, Sayyidah Khadijah as adalah yang paling utama di antara semua wanita di masa itu. Sejak usia belia, beliau adalah salah satu wanita tersohor di Hijaz dan Arab. Karena beliau adalah wanita pedagang pertama dan merupakan salah satu saudagar terkemuka di Hijaz.

Di samping berdagang, beliau juga sangat meningkatkan kepribadian dan nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya. Sayyidah Khadijah as, tidak mengejar keuntungan membabi-buta. Oleh karena itu, dalam berdagang beliau berusaha menjauhkan diri dari keuntungan tidak benar yang marak di masa itu seperti riba dan lain sebagainya.

Hal ini menjadi faktor pemikat kepercayaan dari banyak kelompok dan lapisan masyarakat serta meningkatkan keberhasilan dan keuntungan yang diperoleh Sayyidah Khadijah as, melalui perdagangan yang halal. Dalam sejarah disebutkan, “Ribuan onta berada di tangan pembantu dan pekerja Khadijah yang melintasi berbagai negeri seperti Mesir, Sham dan Habasyah untuk berdagang dan mengangkut barang dagangan.”

Selain dikenal sebagai seorang pengusaha besar dan sukses, Sayyidah Khadijah as juga dikenal sebagai sosok spiritual, lembut, suci, dermawan, serta memiliki pemikiran tinggi dan pandangan jauh ke depan. Bahkan di era Jahiliyah, di mana kesucian tidak berarti sama sekali,  Sayyidah Khadijah juga dikenal dengan nama Thahirah, karena kesuciannya.

Berbagai keutamaan tersebut disandingkan dengan status keluarga dan kekayaannya yang melimpah, membuat banyak pembesar Mekkah yang melamar beliau. Akan tetapi, Sayyidah Khadijah as adalah wanita dengan pandangan dan kesadaran yang tinggi, hanya mencari keutamaan akhlak dan spiritual. Oleh karena itu, beliau menolak semua lamaran.

Akan tetapi ketika beliau mengenal seorang sosok terkenal menjaga amanat dan berhati bersih seperti Muhammad, Sayyidah Khadijah sendiri yang melangkah maju dan mengajukan permintaan pernikahan. Dalam pertemuannya dengan Nabi Muhammad Saw, Sayyidah Khadijah berkata, “Wahai Muhammad! Aku mendapati dirimu sebagai sosok mulia, penjaga amanat dan seorang manusia di puncak kemurnian, kejujuran, kesucian dan kebenaran, di mana kau menjaga dirimu tetap suci dan tidak ada sedikit pun noda di pangkuanmu. Kau berakhlak baik, terpercaya dan jujur, kau tidak takut untuk berkata jujur dan kau tidak melepaskan nilai-nilai kemanusiaanmu di hadapan apapun. Karakter dan  kepribadian muliamu ini telah sedemikian mempesonaku sehingga sekarang aku ingin mengemukakan permintaan pernikahan dan juga perkenalan denganmu. Jika kau menyetujui permintaanku, aku siap untuk melaksanakan acara pernikahan kapan pun waktu yang tepat.” (Tadzkirah al-Khawas jilid dua).

Selama 25 tahun hidup bersama Nabi Muhammad Saw, Sayidah Khadijah telah memberikan pengorbanan besar kepada beliau dan Islam. Dukungan finansial, mental dan emosional kepada Rasulullah Saw, keyakinan dan pembenaran atas kenabian beliau di saat orang-orang mendustakannya, serta pertolongan beliau kepada Nabi Saw dalam menghadapi orang-orang musrik adalah bagian dari pengorbanan besar beliau kepada Rasulullah Saw dan Islam.

Ketika Nabi Muhammad Saw menjalankan tugas beliau sebagai utusan Allah Saw untuk memberikan hidayah kepada umat manusia, orang-orang musyrik mengganggu dan memusuhi beliau. Di saat-saat seperti itu, istri yang mengerti dan penuh kasih sayang seperti Khadijah adalah penenang hati terbaik yang meredakan kesusahan tersebut.

Ibnu Ishaq, seorang sejarawan terkenal menulis, "Nabi tidak mendengar perkataan kaum yang menolak dan mendustakan, di mana menyebabkan kesedihan dan mengganggu pemikirannya, kecuali Allah Swt telah menghilangkan kesedihan itu melalui Khadijah. Khadijah telah meringankan dampak berat dari ucapan-ucapan kasar yang dilontarkan kepada Rasulullah Saw dan membenarkan beliau. Beliau juga menganggap tidak bernilai terhadap perilaku dan kelancangan orang-orang kepada Rasulullah Saw.

Hari kesepuluh dari bulan Ramadhan adalah hari terakhir bagi seorang perempuan yang selama 25 tahun senantiasa mengiringi langkah utusan terakhir Allah Swtitu. Nabi Muhammad Saw di hari semacam ini harus merelakan istri tercintanya untuk kembali kepada Yang Maha Kuasa. Sebuah peristiwa yang menyayat jiwa beliau setelah beberapa waktu sebelumnya harus kehilangan pamannya Abu Thalib as.

Wafatnya Sayidah Khadijah begitu mempengaruhi beliau, sehingga tahun itu disebut sebagai "tahun kesedihan" (Am al-Huzn). Ketika Sayidah Khadijah as wafat, Nabi Muhammad Saw menangis. Nabi mengusap air matanya yang bercucuran dengan kedua tangannya ketika memakamkan isteri tercintanya itu. Pada waktu itu beliau berkata, "Tidak ada yang dapat menyamai Khadijah. Ketika semua mendustakanku, ia membenarkanku. Ia menjadi penolongku dalam mendakwahkan agama Allah Swt dan dengan hartanya, ia membantuku."

Sabtu, 01 Agustus 2015 07:23

Mengenal Kepribadian Imam Hasan as

Nuansa religi dan berkah bulan Ramadhan terasa kental sekali saat ia sudah menginjak hari pertengahan bulan suci ini. Kegiatan buka bersama tampak lebih meriah dan semangat infak terlihat sangat kentara di tengah masyarakat. Di setiap sudut jagad ini, kaum Muslim kerap menerima undangan untuk buka bersama dan semua berbicara tentang kedermawanan Ahlul Bait as. Pada pertengahan Ramadhan, kaum Muslim dengan meneladani Imam Hasan al-Mujtaba as, menyempurnakan puasa mereka dengan membantu kaum fakir dan anak yatim.Mereka menyambut penuh suka cita dan rasa syukur atas kelahiran cucu baginda Rasulullah Saw itu.

Berbuat kebajikan dan bermurah hati termasuk dari karakteristik utama Imam Hasan as. Pribadi mulia ini selalu menjadi tumpuan kaum fakir dan miskin, kadang sebelum mereka mengeluhkan keperluannya, Imam Hasan langsung memenuhi kebutuhan mereka dan tidak membiarkan mereka merasa malu dengan mengiba. Beliau kadang juga memberi bantuan dalam jumlah besar sekaligus kepada kaum fakir dan pemberian ini demi mewujudkan sebuah kehidupan yang bermartabat bagi mereka. Oleh sebab itu, Imam Hasan dikenal sebagai Karim Ahlul Bait, yang berarti pemilik sifat dermawan, mulia, dan utama. Kata Karim dalam berbagai ayat dan riwayat adalah sekumpulan keutamaan dan sifat terpuji dan menjadi pembeda seseorang dengan yang lain.

Jalaluddin al-Suyuthi, seorang ulama dan cendekiawan Muslim menulis, “Hasan bin Ali memiliki banyak keluhuran akhlak dan keutamaan insani. Ia adalah seorang pribadi besar, penyabar, penuh ketenangan, dermawan, murah hati, dan sosok yang dipuji oleh masyarakat.”

Imam Hasan as, putra dari Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fatimah as, lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun ke-3 Hijriah di Kota Madinah.Pada waktu itu, Sayidah Fatimah meminta Imam Ali untuk memberi nama atas putranya yang baru saja lahir. Akan tetapi Ali berkata, “Aku dalam hal pemberian nama kepada anak-anaku tidak akan mendahului Rasulullah.” Kemudian mereka membawa putranya ke rumah Nabi Saw untuk diberi nama. Setelah menggendongnya, Rasul kemudian membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri cucu pertamanya itu.

Setelah itu, Rasul Saw bersabda, “Malaikat Jibril turun kepadaku dari sisi Allah dan setelah menyampaikan salam dan ucapan selamat atas kelahiran putraku, ia berkata, ‘Allah berfirman bahwa kedudukan Ali di sisiku sama seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Jadi,namailah putra Ali ini seperti nama putra Harun.’” Aku kemudian bertanya, “Lalu siapa nama putra Harun ketika itu?” Jibril menjawab, “Shabbar.” “Aku bertutur dengan bahasa Arab,” ujar Rasul. “Shabbar berarti Hasan dalam bahasa Arab,” jawab Jibril.

Imam Hasan merupakan kelahiran pertama dari Ahlul Bait Nabi. Ia memiliki kemuliaan dan kedudukan yang tinggi. Ia adalah putra dari Ali dan Fatimah dan cucu dari Rasulullah Saw. Imam Hasan tumbuh dewasa dalam bimbingan Nabi Saw dan Imam Ali serta dibesarkan dalam pangkuan wanita penghulu surga, Fatimah az-Zahra. Imam Hasan senantiasa mendampingi Rasulullah Saw, terkadang ia duduk di pangkuan Nabi dan kadang Nabi memikul cucu kesayangannya itu di pundaknya dan bersabda, “Ya Allah! Aku mencintai Hasan dan cintailah pula dia oleh-Mu.”

Imam Hasan hanya beberapa tahun saja hidup sezaman dengan Nabi Saw. Ketika ia beranjak usia tujuh tahun, datuk tercintanya pergi memenuhi panggilan Ilahi.Semasa hidupnya, Nabi Saw menunjukkan kecintaan yang sangat besar kepada anak-anak Fatimah. Suatu hari, Sayidah Fatimah datang ke rumah Nabi Saw dengan membawa dua putranya Hasan dan Husein. Fatimah lalu berkata kepada ayahnya, "Ayah, ini adalah dua putramu. Berilah mereka sesuatu yang akan selalu menjadi pengingatmu." Kemudian Nabi Saw bersabda, "Hasan akan mewarisi kewibawaan dan keberanianku, sedangkan Husein akan memperoleh kedermawanan dan keberanianku."

Kemuliaan sifat dan kesucian jiwa membuat Imam Hasan memiliki kedudukan yang sangat istimewa, di mana Nabi Saw dalam beberapa surat perjanjian mencantumkan nama Hasan sebagai saksi meski ia masih anak-anak. Pada saat Nabi Saw pergi bermubahalah dengan kaum Nasrani Najran, Imam Hasan dan Husein beserta Imam Ali dan Fatimah, diikutsertakan bersamanya atas perintah Allah Swt. Ayat Tathir(ayat 33 surat al-Ahzab) turun untuk memberi kesaksian atas kesucian mereka.

Imam Hasan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk melakukan perbuatan baik dan pekerjaan mulia. Beliau telah menginfakkan banyak hartanya di jalan Allah Swt. Sejarah mencatat bahwa Imam Hasan pernah dua kali menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah dengan membantu orang-orang yang membutuhkan. Beliau juga tiga kali mendermakan setengah dari hartanya, separuh untuk dirinya dan setengah lainnya diinfakkan di jalan agama.

Alkisah, suatu hari seorang miskin datang menemui Imam Hasan. Namun karena merasa malu, lisannya tidak sanggup mengutarakan kebutuhannya. Menyaksikan itu,Imam Hasan kemudian berkata, “Jika demikian, sampaikanlah kebutuhanmu secara tertulis.” Orang miskin itu pun langsung melaksanakan perintah Imam Hasan. Beliau lalu membaca surat tersebut dan memberinya bantuan dua kali lipat dari permintaannya. Salah seorang yang hadir di sana berkata, “Wahai putra Nabi, betapa berkahnya surat tersebut baginya.” Imam Hasan menjawab, “Keberkahannya lebih besar untuk kami, karena Allah menjadikan kami sebagai orang-orang yang berbuat baik.”

Imam Hasan as adalah pribadi yang sangat agung, penyabar, sangat berwibawa dan teguh pendirian. Ketinggian ilmu dan hikmah beliau membuat kagum siapapun serta sangat bijak dalam memutuskan suatu perkara. Sepanjang hidupnya, Imam Hasan senantiasa berkiprah untuk membimbing dan mencerahkan masyarakat.Beliau mengajak masyarakat untuk beribadah secara ikhlas dan dalam keadaan bersih, dan beliau sendiri memakai pakaian yang paling bagus untuk menunaikan shalat. Saat ditanya tentang penampilannya itu, Imam Hasan menjawab, “Allah adalah indah dan mencintai keindahan. Untuk itu aku memperindah penampilan di sisi Allah, Dia telah memerintahkan untuk memakai pakailah yang indah setiap memasuki masjid.”

Imam Hasan juga dikenal sebagai sosok yang penyabar, terutama pada masa memimpin dan membimbing umat. Dengan kesabaran ini pula, Imam Hasan berhasil menggagalkan konpsirasi-konspirasi rezim penguasa waktu itu. Pada dasarnya, penandatanganan perjanjian damai dengan Muawiyah merupakan cara lain dari perang melawan kezaliman yang diadopsi oleh pemuda surga itu. Para sejarawan menulis, “Suatu hari Imam Hasan berjalan di tengah keramaian, tiba-tiba beliau berpapasan dengan orang asing yang berasal dari Syam. Pendatang itu ternyata seorang yang sangat membenci Ahlul Bait Nabi. Mulailah ia mencaci maki Imam Hasan. Beliau tertunduk diam tidak menjawab sepatah kata pun terhadap cacian itu, hingga orang tersebut menuntaskan hinaannya.”

Setelah itu Imam Hasan membalasnya dengan senyuman, lantas mengucapkan salam kepadanya sembari berkata, "Wahai kakek, aku kira engkau seorang yang asing. Bila engkau meminta pada kami, kami akan memberimu. Bila engkau meminta petunjuk, aku akan tunjukkan. Bila engkau lapar, aku akan mengenyangkanmu. Bila engkau tidak memiliki pakaian, aku akan berikan pakaian. Bila engkau butuh kekayaan, aku akan berikan harta. Bila engkau orang yang terusir, aku akan mengembalikanmu. Dan bila engkau memiliki hajat yang lain, aku akan penuhi kebutuhanmu."

Mendengar jawaban itu, kakek tersebut terperanjat dan terkejut, betapa selama ini ia keliru menilai keluarga Nabi Saw. Sejak saat itu, ia sadar kalau Muawiyah telah menipu dirinya dan masyarakat. Bahkan Muawiyah menyebarkan fitnah tentang ihwal Ali bin Abi Thalib as dan keluarganya. Terkesima oleh jawaban Imam Hasan, kakek itu pun menangis dan berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah khalifah Allah di muka bumi ini, dan sesungguhnya Allah Maha Tahu kepada siapa risalah-Nya ini hendak diberikan. Sungguh sebelum ini engkau dan ayahmu adalah sosok yang paling aku benci dari sekalian makhluk Tuhan. Namun kini engkau adalah pribadi yang paling aku cintai dari segenap makhluk-Nya." Lelaki tua itu akhirnya diajak oleh Imam Hasan ke rumahnya dan beliau menjamunya sebagai tamu kehormatan hingga ia pamit untuk pulang.

Berikut ini kami kutipdua perkataan hikmah dari Imam Hasan as;

"Memberi sebelum diminta adalah kebesaran jiwa yang teragung."

“Kedudukan utama di sisi Allah adalah milik orang yang paling mengerti dengan hak-hak masyarakat dari semua orang lain dan dalam menunaikan hak-hak tersebut, ia berbuat lebih banyak dari yang lain. Dan barang siapa yang bersikap rendah hati di hadapan saudaranya seiman, Allah akan menempatkannya sebagai Shiddiqin dan Syiah Ali as.”

Sabtu, 01 Agustus 2015 07:22

Imam Ali Menjemput Kesyahidan

Pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriah, Imam Ali syahid di usia 63 tahun. Dua hari sebelumnya, Ibnu Muljam, lelaki jahil dan keras kepala menebaskan pedang beracun ke arah Imam Ali yang sedang menunaikan shalat. Sebelum syahid, Amirul Muminin berkata, "Kematian bagiku bukan tamu yang tidak diundang dan tidak dikenal. Antara diriku dengan kematian seperti orang yang kehausan mencari air, atau orang yang menemukan kembali barang bernilai yang pernah hilang".

Kerinduan Imam Ali terhadap kesyahidan bersumber dari keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Allah swt. Pada prinsipnya, manusia mulia seperti Imam Ali senantiasa menjalani kehidupannya di dunia dengan memperhatikan masalah akhirat. Beliau bukan hanya tidak takut kepada kematian. Tapi lebih dari itu, kerinduannya yang besar kepada Yang Maha Kuasa membuatnya ingin segera menjemput kesyahidan.

Di malam hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah, Imam Ali bin Abi Thalib menggantikan beliau di tempat tidurnya.Tentu saja, tindakan seperti ini butuh keberanian tinggi, karena berhadapan dengan ancaman kematian. Tapi Ali bin Abi Thalib tidak takut. Yang ada di pikirannya hanya pengorbanan demi Rasulullah Saw dan ridha Allah swt. Terkait peristiwa ini, Allah swt dalam al-Quran menjelaskan pengorbanan Ali bin Abi Thalib. Dalam surat al-Baqarah ayat 207, Allah swt berfirman, "Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."

Tidak hanya itu, Ali bin Abi Thalib hadir membela Nabi Muhammad Saw dalam perang Uhud. Pada perang yang menimbulkan kekalahan akibat kelengahan sebagian Muslim itu, banyak mujahid yang gugur syahid di medan perang termasuk paman Nabi Hamzah. Ali bin Abi Thalib bersama sedikit Muslim mengorbankan dirinya demi membela Nabi Muhammad Saw dari serangan musuh. Ketika itu, malaikat Jibril berkata, "Tidak ada lelaki seperti Ali dan tidak ada pedang laksana Zulfiqar".

Setelah perang tersebut, Imam Ali menyaksikan sekitar 70 orang Muslim syahid. Beliau pun terluka parah. Ali bin Abi Thalib kecewa, karena tidak syahid bersama mujahid lainnya. Rasulullah Saw yang mengetahui kondisi tersebut bersabda, "Aku kabarkan berita besar untukmu, engkau akan syahid nanti".

Sekian lama Ali bin Abi Thalib menantikan kematian di jalan Allah swt. Beliau selalu teringat sabda Rasulullah saw tentang datangnya kesyahidan menjemputnya. Rasulullah berkata kepada Ali, "Ya, itu pasti akan terjadi, tapi bagaimana dengan kesabaranmu ?" Ali menjawab, "Ketika itu bukan masalah kesabaran, tapi kabar gembira". Dua hari sebelum kesyahidannya, setelah pedang Ibnu Muljam menebas tubuh Imam Ali yang sedang menunaikan shalat, beliau berkata, "Demi Tuhan Kabah aku bahagia". Ya, Amirul Mukminin syahid di jalan Allah swt, dan tidak ada sedikitpun ketakutan dalam hatinya ketika menjemput kematian.

Hanya satu yang dipikirkan Ali, apakah ketika beliau meninggal dunia dalam kondisi menegakkan agama Islam atau tidak. Sebab, sejumlah sahabat Rasulullah yang mukmin, setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw memilih jalan lain. Tapi Rasulullah Saw sangat percaya dan meyakini keimanan Ali bin Abi Thalib. Bahkan berulangkali Rasulullah menunjukkan keutamaan Ali.

Suatu hari ketika Rasulullah Saw menyampaikan khutbah mengenai keutamaan di bulan suci Ramadhan, Ali bertanya, "Wahai Rasulullah Saw, apa perbuatan terbaik di bulan ini ?". Rasulullah saw menjawab. "Bertakwalah dan jauhi maksiat". Tapi seketika Rasulullah terlihat bersedih, ketika melihat wajah Ali bin Abi Thalib. Lalu Ali menanyakan sebab kesedihan mertuanya itu. Rasulullah bersabda, "Wahai Ali! Kesedihanku karena penistaan dan kezaliman yang dilakukan orang lain terhadapmu yang terjadi di bulan [Ramadhan] ini. Aku seperti melihatmu enggkau sedang menunaikan shalat, lalu orang yang dilaknat masa lalu dan masa mendatang, yang tidak lain dari saudara pembunuh unta Tsamud menebaskan pedangnya mengenai kepalamu hingga mihrab dipenuhi darah".

Mendengar sabda Rasulullah Saw, Ali bertanya, "Apakah ketika itu agamaku selamat dan terjaga?" Rasulullah Saw bersabda, "Ya, ketika itu agamamu selamat." Lalu, Rasulullah Saw mengungkapkan kalimat indah bahwa Ali adalah penerusnya.

Berita gembira mengenai kesyahidan Imam Ali membuat beliau senantiasa menantikan kedatangan ajal di jalan Allah swt menjemputnya. Bahkan, dalam beberapa hari di akhir hayatnya beliau seperti mengetahui penantian panjangnya akan berakhir. Meskipun mengetahui akan kesyahidannya langsung dari Nabi Muhammad Saw, tapi beliau tetap menjalankan tugasnya mengabdi dan melayani sesama demi meraih ridha Allah swt. Terkait hal ini, Ali berkata, "Merugilah orang yang malas dan tidak memperdulikan kehidupan dunianya. Sebab orang yang tidak memperhatikan dunianya, dalam masalah akhiratpun lebih malas dan tidak perduli".

Imam Ali adalah pekerja keras. Beliau dengan tangannya sendiri menggali banyak sumur. Ulama terkemuka Sunni, Ibn Abil Hadid menjelaskan tentang keutamaan Imam Ali, "Ia bekerja dengan tangannya sendiri. Menggali tanah dan menyiraminya. Menanam kurma dan setelah berbuah mewakafkan kebun itu untuk orang-orang miskin". Tidak sedikit sumur yang digali Imam Ali diwakafkan untuk orang lain yang membutuhkan demi mencari ridha Allah swt.

Puncak penghambaan dan ketaatan Imam Ali bin Abi Thalib terhadap perintah Allah swt terjadi selama lima tahun kekhilafahannya. Beliau menjadi khalifah umat Islam demi menjalankan perintah ilahi serta mewujudkan hak orang-orang yang tertindas dan menegakkan keadilan. Tujuan suci yang diwujudkan Imam Ali menimbulkan kekecewaan sejumlah orang yang merasa terancam kepentingannya.

Akhirnya, mereka memberontak dan menghalangi terwujudkan keadilan yang sedang ditegakkan oleh Imam Ali. Tapi dengan keberaniaannya, Imam Ali tetap menjalankan tanggungjawabnya melaksanakan perintah Allah dan memenuhi hak sesama manusia. Selain menghadapi orang yang haus kuasa dan gila harta, Imam Ali berhadapan dengan orang-orang jahil dan beliau syahid di tangan mereka di mihrab masjid Kufah.

Hingga kini begitu banyak pernyataan para ilmuwan Muslim dan non-Muslim mengenai kedudukan tinggi dan keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib. Setelah Imam Ali dimakamkan, Imam Hassan naik ke atas mimbar, dan dalam keadaan bersedih berkata, "Tadi malam, seorang lelaki meninggalkan dunia ini. Di antara orang yang menjadi pemuka Islam tidak ada menyamainya selain Rasulullah Saw. Beliau berjihad bersama Rasulullah Saw dan memanggul bendera risalah di pundaknya sementara malaikat Jibril dan Mikail mendukungnya. Di malam yang dinugerahi rahmat Allah, ketika Al-Quran turun malam itu kepada Rasulullah dan Nabi Isa putra Maryam diangkat ke langit, serta Yusya bin Nun syahid.... Ayahku tidak mewariskan harta dan kekayaan duniawi bagi kami, kecuali 700 dirham untuk keluarga...."

Pada bagian ini akan dibahas tentang perilaku dan sifat-sifat yang mampu membangun hubungan persahabatan dengan orang lain. Menemukan cara untuk menjalin persahabatan merupakan ketrampilan paling penting yang harus dikuasai oleh segala kalangan masyarakat bagi kehidupan sosialnya. Karena bila faktor-faktor ini hilang dari kehidupan manusia, maka motor penggerak masyarakat akan mati dan dengan sendirinya kegembiraan dan kegairahan akan tercerabut dari masyarakat. Dalam pandangan Islam, hanya Allah yang mampu menciptakan keakraban dan persahabatan. Hanya Dia yang menaburkan bibit cinta dalam hati manusia.

“Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Anfal: 62-63)

Hal ini tidak bertentangan dengan kondisi dimana Allah meletakkan faktor-faktor khusus yang mempengaruhi terjalinnya persahabatan dan dengan izin-Nya tercipta keakraban dan persahabatan antara manusia. Dari sini, dengan mempelajarinya dan memanfaatkan faktor-faktor ini manusia menguasai seni menjalin hubungan dengan sahabatnya. Mereka memiliki kemampuan menebar benih persahabatan pada hati orang-orang yang sejalan dengannya. Bahkan boleh jadi, kebanyakan akar dari masalah sosial terkait menjalin persahabatan kembali pada ketidakmampuan manusia mengenal faktor-faktor ini.

 

Sesuai secara psikologis

Sering terjadi kita bertemu dengan seseorang yang memiliki sifat dan jiwa yang sama, sekalipun demikian kita tidak banyak mengenalnya. Kesamaan ini membuat kita ingin menjalin hubungan dengannya. Sebab dari keinginan ini adalah kesamaan jiwa. Dalam riwayat Ahlul Bait, masalah ini disampaikan dengan pentakbiran yang beragam. Sebagai contoh, dalam sebagian riwayat  disebutkan kesamaan psikologi, sebagian lainnya kesamaan alami dan yang lainnya menyebut kesamaan hati. Tapi semua mengisyaratkan tentang kesamaan jiwa manusia dan kesamaan alami yang dimiliki manusia.

Tabiat setiap manusia akan cenderung menjalin hubungan dengan orang lain yang memiliki kesamaan lebih banyak dengan dirinya. Itulah mengapa mengakrabkan dua orang yang memiliki perbedaan kejiwaan sangat sulit.

Imam Ali as menyinggung masalah ini dan berkata, “Anakku! Hati memiliki pasukan yang senantiasa siap. Mereka melihat yang lain dengan kasih sayang, dengan dasar ini mereka bermunajat dan menyikapi musuh juga dengan cara ini. Oleh karenanya, bila engkau menyukai seseorang, sekalipun ia tidak memulai untuk mendekatimu, maka engkau bisa berharap padanya. Sementara bila engkau tidak menyukai seseorang, padahal orang itu tidak berbuat buruk padamu, maka jauhilah dia.”[1]

Dengan demikian, penting bagi kita untuk menjalin persahabatan dengan orang lain yang memiliki kesamaan. Sebuah peribahasa Persia menyebut burung merpati dengan merpati, sementara elang dengan elang. Karena bila seorang mukmin ingin menjalani kehidupannya dengan penuh keimanan, ia tidak boleh bersahabat dengan orang yang akan menyeretnya pada keburukan.

Dalam ucapannya yang lain, Imam Ali asmengatakan, “Orang berakal bergaul akrab dengan yang sama dengannya.”[2]

Sumber: Dousti va Doust Dashtan dar Quran va Rivayat, Mohammad Hemmati, Markaz Pezhouhesh-ha Eslami Seda Va Sima, Qom, 1392 Hs.

Kiblat dan Arsitektur Kota

Allah Swt berfirman:

“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu berhadap-hadapan (sebagai kiblat) dan dirikanlah olehmu salat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 87)

Kiblat dalam bahasa berarti berhadap-hadapan dan juga berarti arah Ka’bah. Yakni, dalam membuat rumah hendaknya mengarah ke kiblat. Sangat mungkin ayat ini berarti bahwa selama Firaun masih berkuasa dan memutuskan untuk menghancurkan kalian, maka ibadah kalian dilakukan di rumah-rumah.[1] Sama seperti tiga tahun pertama pengutusan Nabi Muhammad Saw.

Dengan demikian, arsitektur dan pembangunan kota Islam hendaknya memiliki kesamaan dengan ajaran Islam itu sendiri dengan tidak melupakan arah kiblat. Kita harus membangun rumah yang dapat dipergunakan untuk melakukan ibadah di dalamnya.

Semua program para nabi berdasarkan wahyu, bahkan terkait pembangunan rumah. Oleh karenanya, kawasan penduduk yang beriman harus dibedakan dari orang-orang Kafir dan jangan biarkan orang asing berada di kawasan dan masyarakat kita, sehingga hal itu menjadi sarana bagi kemuliaan, kekuatan dan independensi kelompok orang beriman. Dari satu sisi, rumah-rumah yang dibangun berhadap-hadapan lebih mudah untuk menjaga, mengawasi dan lebih mengakrabkan penghuninya satu dengan yang lain. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: Mohsen Qaraati, Daghayeghi ba Quran, Tehran, Markaz Farhanggi Darsha-i az Quran, 1388 Hs, cet 1.

Amerika Serikat pada Jumat (31/7/2015), mengecam kejahatan mengerikan rezim Zionis Israel terhadap sebuah desa Palestina di Tepi Barat.

Sebuah pernyataan dari Departemen Luar Negeri AS, mendesak Israel untuk "menangkap para pembunuh" dan meminta kedua belah pihak untuk menghindari meningkatnya ketegangan di kawasan. Demikian dilansir AFP.

Penyerang Zionis membakar dua rumah warga Palestina di Tepi Barat. Serangan tersebut membunuh seorang balita dan menyebabkan empat orang lainnya kritis.

Tindakan rasis warga Zionis terhadap penduduk Palestina meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

Selain aksi brutal para pemukim Zionis terhadap warga Palestina, tentara Israel juga memperluas serangan dan penangkapan sadis terhadap penduduk setempat. Sejak tahun 2015 sampai sekarang, 19 warga Palestina gugur syahid di tangan warga Zionis.

Michael Maloof, mantan pejabat Pentagon, menganggap penerapan sanksi baru Amerika Serikat terhadap Rusia sebagai langkah yang tidak bermakna dan tidak efektif.

Dalam wawancaranya dengan Press TV, Jumat (31/7/2015), Maloof mengatakan, sanksi tersebut benar-benar tidak efektif dan tidak memiliki pengaruh berarti terhadap masyarakat Rusia.

“Amerika bergerak sendirian dalam memaksakan sanksi baru terhadap Rusia,” tegasnya.

Uni Eropa tidak berkomitmen untuk sanksi itu, karena menurut Maloof, ada ketergantungan besar Eropa terhadap Rusia terutama di sektor energi.

Dia mengatakan sanksi yang dimaksudkan untuk mengirim sinyal, tetapi pada kenyataannya ia hampir tidak berarti.

Departemen Keuangan AS pada hari Kamis, mengumumkan putaran baru sanksi terhadap Rusia yang menyasar sejumlah perusahaan dan warga Rusia.

Tindakan tersebut sejalan dengan dukungan AS untuk Ukraina dan bentuk pelaksanaan undang-undang yang diloloskan Kongres terkait dukungan kepada pemerintah Kiev.

Washington mulai memberlakukan sanksi terhadap Moskow pada 2014, menargetkan sektor energi dan keuangan Rusia.

Perdana Menteri Yunani mengatakan, pemerintah telah menyiapkan rencana rahasia untuk kemungkinan keluar dari Zona Euro.

Menurut Reuters, Alexis Tsipras dalam pernyataannya di Parlemen Yunani, Jumat (31/7) mengatakan, kami tidak mempunyai rencana untuk keluar dari Zona Euro, namun kami telah menyiapkan rencana darurat terkait hal ini.

Ia menambahkan, ketika mitra-mitra kami dan para pemberi pinjaman telah menyiapkan rencana keluarnya Yunani dari Zona Euro, mengapa kita sebagai pemerintah tidak seharusnya menyiapkan langkah-langkah pembelaan kita?

PM Yunani lebih lanjut menggambarkan rencana tersebut sebagai rencana pertahanan sebuah negara sebelum dimulainya perang.

Tsipras mengatakan, ini adalah tugas pemerintah yang bertanggung jawab; yaitu untuk mempersiapkan rencana darurat untuk masa depan.

Di bagian lain statemennya, PM Yunani membantah tuduhan terkait keinginannya untuk mengembalikan mata uang euro menjadi drachma.

Perkembangan tersebut terjadi ketika PM Yunani juga menghadapi penentangan dari partai politiknya sendiri, SYRIZA.

Tsipras tengah berdialog dengan para pejabat Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF) agar tiga minggu ke depan dapat menerima bantuan finansial bagian ketiga.

Sabtu, 01 Agustus 2015 07:11

Diserang ISIS, Tujuh Tentara Libya Tewas

Sumber-sumber militer di Libya mengabarkan tewasnya tujuh tentara negara ini dalam serangan teroris Takfiri ISIS ke sebuah pos pemeriksaan pasukan pemerintah pada Jumat (31/7).

Seperti dilansir Reuters, seorang pejabat militer Libya mengatakan, serangan teroris ISIS di pos pemeriksaan di luar kota Ajdabiya, Libya timur telah menewaskan lima tentara dan menyebabkan 15 lainnya menghilang.

Ia menambahkan, dua tentara Libya juga tewas dan lima lainnya terluka ketika pemerintah mengirim pasukan tambahan ke kota tersebut.

ISIS dalam pernyataannya mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Merurut statemen ISIS, kelompok teroris ini melancarkan serangan ke Ajdabiya dengan mengerahkan 200 milisi dan berhasil menguasai gudang amunisi dan peralatan militer Libya.

ISIS memanfaatan kevakuman keamanan di Libya yang kini terbagi menjadi dua pemerintahan dan dua parlemen yang saling berseteru. (

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif menilai memuaskan lawatan regionalnya ke tiga negara Arab.

Zarif Kamis (30/7) di laman Twitternya menulis, dirinya menggelar perundingan tingkat tinggi dan konstruktif dengan pejabat Kuwait, Qatar dan Irak.

Menlu Iran saat menjawab mereka yang sampai saat ini dilanda keraguan menekankan, “Negara tetangga menjadi prioritas kebijakan luar negeri Iran dan ini merupakan sebuah pilihan penting serta urgen.”

Zarif hari Ahad lalu di lawatan tiga harinya mengunjungi tiga negara Arab, Kuwait, Qatar dan Irak. Selama kunjungannya tersebut, Zarif bertemu dengan petinggi ketiga negara tersebut membicarakan kesepakatan nuklir Iran dan Kelompok 5+1 serta isu-isu regional termasuk perang anti terorisme di kawasan.

Iran baik sebelum maupun pasca negosiasi nuklir senantiasa berusaha memperluas hubungannya dengan tetangga dan negara-negara kawasan.

Tehran berulang kali menekankan, keamanan negara tetangga dan kawasan juga merupakan keamanan Iran dan untuk memerangi kendala instabilitas diperlukan kerjasama kolektif. Menurutnya kepercayaan merupakan strategi rasional dan konstruktif.

Republik Islam Iran senantiasa menghormati kebijakan bertetangga yang baik dan kedaulatan negara tetangga serta regional. Kebijakan mengejar stabilitas merupakan doktrin diplomasi aktif Iran di kawasan.