
کمالوندی
Rezim Zionis Habiskan 1,2 Miliar Dolar untuk Senjata Nuklir
Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (ICAN) di laporan terbarunya menyebutkan dana yang dikeluarkan rezim Zionis Israel untuk mengembangkan arsenal nuklirnya.
Menurut laporan laman Arab 21, ICAN di laporan terbarunya seraya menyebutkan berita ini menjelaskan, dana untuk pengembangan senjata nuklir di dunia di tahun 2021 naik 9 persen mencapai 82,4 miliar dolar.
Masih menurut laporan ini, Amerika sendiri mengeluarkan lebih dari separuh anggaran di dunia untuk pengembangan senjata nuklir. Amerika Serikat di tahun 2021 menganggarkan dana sebesar 44,2 miliar dolar untuk pengembangan senjata nuklirnya dan ini naik 12,7 persen di banding dengan tahun sebelumnya.
Setelah AS, negara-negara seperti Rusia, Prancis dan Inggris menempati urutan berikutinya dengan dana 8,6 miliar dolar, 5,9 miliar dorla dan 6,8 miliar dolar untuk pengembangan senjata nuklir. Ketiga negara tersebut di tahun 2021 menaikkan anggarannya untuk pengembangan senjata nuklir.
Sementara di antara negara-negara Asia, India menganggarkan dana 2.3 miliar dolar, Pakistan 1,1 miliar dolar menempati negara teratas yang mengelurkan dana untuk senjata nuklirnya. Adapun India, anggaran nuklir di tahun 2021 turun sebesar 200 juta dolar dibanding dengan tahun 2020.
Laporan ini juga menyinggung anggaran nuklir rezim Zionis Israel. Menurut laporan ini, rezim Zionis Israel di tahun 2021 menghabiskan dana sebesar 1,2 miliar dolar bagi pengembangan arsenal nuklirnya.
Gaji Rendah, Ratusan Polisi Rezim Zionis Israel Mengundurkan Diri
Ratusan polisi di Palestina pendudukan sejak awal tahun ini mengundurkan diri sebagai protes rendahnya gaji mereka.
Koran Yediot Aharonot Sabtu (18/6/2022) di laporannya menulis, rata-rata gaji bulanan polisi rezim Zionis sebesar 6700 Shekel.
Lebih lanjut laporan ini menyebutkan, sejak awal tahun ini lebih dari 400 polisi rezim Zionis mengundurkan diri, dan 101 orang di antaranya mundur pada bulan Mei, dan ini tercatat rekor.
Koran Yediot Aharonot menambahkan, sepertinya kondisi akan semakin buruk dan hingga akhir tahun 2022 sekitar 1000 anggota polisi Israel lainnya menyatakan akan mengundurkan diri.
Ini Respon Faksi Muqawama atas Agresi terbaru Rezim Zionis ke Gaza
Berbagai faksi muqawama Palestina mengecam agresi terbaru rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza dan menilainya sebagai ketidakmampuan dan kebingungan musuh.
Jet-jet tempur, uni artileri dan perahu perang militer rezim Zionis Sabtu (18/6/2022) pagi dengan dalih penembakan roket faksi muqawama ke distrik Ashkelon, menyerang wilayah tengah, utara dan selatan Jalur Gaza.
Menurut laporan IRNA Sabtu (18/6/2022), Ahmad al-Mudallal, salah satu pemimpin Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, serangan musuh Zionis ke Jalur Gaza mengindikasikan kelemahan, ketidakmampuan dan kebingungan militer rezim Zionis akibat serangan dan operasi muqawama, khususnya brigade Jenin dan mobilitasnya.
Anggota Jihad Islam Palestina ini menjelaskan, bangsa Palestina tidak akan mengizinkan rezim Zionis merasa aman, karena rezim ini musuh dan tidak memahami kecuali perlawanan.
Gerakan Mujahidin Palestina di statemennya juga menyatakan, eskalasi serangan musuh Zionis ke Jalur Gaza dan pemboman pos-pos muqawama adalah upaya gagal untuk menyesatkan padangan dari kejahatan teror tiga pejuang muqawama di Jenin.
Gerakan Mujahidin Palestina juga menekankan, kejahatan musuh tidak akan pernah mampu menghalangi berlanjutnya muqawama Palestina dan persiapan pasukannya untuk mengusir penjajah Quds dari bumi dan kesucian Palestina.
Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP) juga merilis statemen sebagai respon atas serangan rezim Zionis Sabtu pagi ke Jalur Gaza. DFLP menyatakan, musuh Zionis jika berpikir bahwa mereka mampu mencegah bangsa dan muqawama Palestina membalas kejahatan tak kenal hneti di wilayah pendudukan dengan membombardir Jalur Gaza dan kejahatan mengerikannya di wilayah ini, maka rezim ini pasti keliru besar.
Sementara itu, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) saat menyikapi serangan militer rezim Zionis ke Gaza menyatakan, serangan ini sebuah kepanjangan dari agresi terhadap seluruh wilayah Palestina.
"Muqawama selalu menjadi benteng perlindungan rakyat Palestina dan akan memukul musuh Zionis," ungkap Hamas.
Sebaliknya pasukan muqawama Palestina hari Sabtu menyerang sebuah distrik Zionis di perbatasan Jalur Gaza dengan bumi pendudukan.
Langkah permusuhan rezim Zionis Israel ini terjadi ketika berbagai faksi muqawama berulang kali memperingatkan Zionis terkiat segala bentuk aksi agresif terhadap rakyat Palestina di Quds dan Tepi Barat Sungai Jordan.
Kazemi Qomi: AS Sebar Kebohongan atas Kekalahannya di Afghanistan
Utusan khusus presiden Republik Islam Iran untuk Afghanistan mengatakan, Washington menyebar kebohongan untuk menutupi kekalahannya di Afghanistan hingga Amerika Selatan.
Menurut laporan FNA, Hassan Kazemi Qomi saat merespon statemen terbaru mantan menlu AS, Mike Pompeo di akun Twitternya menulis, kebohongan dan kerahasiaan merupakan bagian dari karakteristik pemerintah Amerika; Wajar jika di sistem yang setiap tahun menghambur-hamburkan jutaan dolar, Pompeo dilindungi, hal-hal yang jelas disembunyikan dan Washington melalui kebohongan menggambarkan seluruh catatannya dari Afghanistan hingga Amerika Selatan.
Mike Pompeo saat diwawancarai Alarabiya menggulirkan berbagai klaim mengenai kebijakan luar negeri negara ini di era pemerintahan Donald Trump.
Sementara itu, Pompeo termasuk penggagas utama kesepakatan Doha natara AS dan Teliban yang berujung pada keruntuhan pemerintah Kabul dan berkuasanya Taliban di Afghanistan.
Berdasarkan kesepakatan Doha, Amerika Serikat berjanji untuk menarik semua pasukan asing dari Afghanistan sebagai tanggapan atas komitmen Taliban untuk tidak mengancam wilayah anti-AS di tanah Afghanistan, gencatan senjata, memulai negosiasi dengan pemerintah Afghanistan, dan memutuskan hubungan dengan al-Qaeda.
Mike Pompeo yang tidak memiliki catatan capaian selama menjabat sebagai menlu AS, di bagian lain wawancaranya seraya menjustifikasi teror terhadap Syahid Qasem Soleimani, mantan komandan pasukan Quds IRGC Iran, mengatakan Jenderal Soleimani tengah merancang rencana untuk membunuh 500 warga Amerika.
Masjid Agung Kufah
Masjid Kufah (bahasa Arab:مسجد الكوفة) biasa juga disebut dengan Masjid Jami' Kufah adalah salah satu masjid besar di dunia. Masjid Kufah oleh umat Islam Syiah diyakini sebagai masjid keramat keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsha. Masjid Kufah termasuk situs terpenting dan terkuno di Kota Kufah yang banyak dikunjungi para peziarah. Sebagian riwayat menyebutkan, yang pertama kali merancang dan membangun Masjid Kufah adalah Nabi Adam as, dan setelah terjadi banjir bandang, Nabi Nuh as merenovasinya. Pada tahun 18 H/638 pada zaman Sa'ad bin Abi Waqqash, atas saran Salman al-Farisi, Masjid Kufah mengalami pemugaran disertai dengan pendirian Darul Imarah.
Sepanjang sejarah Masjid Kufah telah didatangi para nabi dan imam maksum, di antaranya Imam Ali as, Imam Hasan as, Imam Husain as dan sebagian imam lainnya.
Pada tahun 36 H/656 Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as datang ke Masjid Kufah, tentunya hal itu memberikan nilai lebih bagi masjid tersebut. Berkali-kali Imam Ali as salat dan menyampaikan ceramah di Masjid Kufah. Ia juga menggunakannya sebagai pengadilan dan urusan kenegaraan. Dan pada akhirnya Imam Ali as menjemput kesyahidannya di mihrab masjid ini.
Selain Darul Imarah Kufah, di samping Masjid Kufah terdapat kuburan para pembesar Islam, di antaranya: Maitsam al-Tammar, Muslim bin Aqil, Hani bin Urwah, Mukhtar al-Tsaqafi. Di dekat sana juga ada rumah Imam Ali as. Masjid Kufah memiliki banyak Maqam. Di sana sangat dianjurkan untuk melakukan amalan-amalan tertentu yang khusus menyangkut masjid ini.
Keistimewaan lain dari Masjid Kufah adalah, saat di dalamnya musafir bisa memilih mengerjakan salat dengan cara sempurna (tamam) atau disingkat (qashar), sebagaimana halnya ketika berada di dalam Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Haram Imam Husain as. Banyak riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan Masjid Kufah, di antaranya: Masjid Kufah adalah salah satu taman surga di bumi, barang siapa memasukinya maka dosanya akan terampuni, kelak Kota Kufah akan menjadi pusat pemerintahan Imam Mahdi as dan Masjid Kufah adalah kantor pusatnya.
Kota Kufah
Kufah adalah sebuah kota di Irak. Kota ini berada di kawasan selatan Irak. Tepatnya di 10 Km sebelah utara Kota Najaf. Kota Kufah dibangun di dekat sungai Eufrat. Air dan udara di Kufah relatif baik. Sejak dulu daerah ini cukup subur dan makmur.
Dulunya Kufah bernama Suristan. Pada tahun 17 H/638, beberapa bulan sebelum dibangunnya Kota Bashrah, atas perintah Khalifah Umar, Sa'ad bin Abi Waqqash membangun kota ini sebagai pangkalan militer yang ditinggali para tentara bersama keluarganya. Dalam waktu singkat Kufah berubah menjadi salah satu kota penting bagi Islam. Banyak peristiwa penting terjadi di sana. Masjid Kufah, tempat dipukulnya Imam Ali as hingga syahid, dibangun pada periode ini.
Keterangan Masjid Kufah
Masjid Agung Kufa
Masjid Kufah memiliki panjang 110 m dan luas 101 m. Secara keseluruhan, luasnya mencapai 11162 m2. Di sekililingnya berdiri tembok setinggi 10 m. Di sana terdapat ruang terbuka seluas 5662 m2. Luas tempat peribadatannya 5520 m2. Masjid ini memiliki 187 buah tiang, 4 menara setinggi 30 m, dan 5 gerbang. Nama-nama gerbang tersebut adalah: Babul Hujjah (gerbang utama), Babu al-Tsu'ban, Babu al-Rahmah, Babu Muslim bin Aqil, dan Babu Hani bin Urwah.
Sejarah
Menurut sebagian riwayat, pendiri pertama kali Masjid Kufah adalah Nabi Adam as. Setelah terjadi banjir bandang, masjid ini direnovasi oleh Nabi Nuh as.
Pada tahun 17 H/638 pasukan Islam menduduki Madain. Saat itu kondisi air dan udara di sana sangat buruk hingga membuat tidak nyaman para tentara. Akibatnya sebagian mereka banyak yang menjadi kurus dan lemah. Melihat kondisi demikian, Hudzaifah melaporkannya kepada Khalifah Umar melalui surat yang dia kirim. Setelah menerima surat tersebut Umar memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqqash supaya mengutus Salman dan Hudzaifah untuk mencari wilayah baru yang lebih layak. Keduanya menyanggupinya. Salman menelusuri daerah sebelah barat Sungai Furat sedangkan Hudzaifah sebelah timurnya. Setelah lama tidak menemukan daerah yang bagus, akhirnya mereka sampai di Kufah. Mereka sepakat bahwa Kufah adalah daerah yang tepat untuk dijadikan pangkalan militer. Mereka lalu salat dua rakaat dan berdoa pada Allah swt supaya menjadikan daerah tersebut sebagai tempat yang tenang dan kokoh. [4] Ketika Sa'ad bin Abi Waqash beserta pasukannya sampai di Kufah, dia memerintahkan orang-orangnya supaya lebih dulu membangun masjidbaru kemudian bangunan lain. Untuk menentukan batasan masjid yang baru, Abu al-Haija al-Asadi [5] berdiri di suatu tempat lalu membidikkan anak panah ke berbagai arah. Berdasarkan itu, ditetapkanlah batasan Masjid Kufah yang baru.
Pendidikan dan Pengajaran di Masjid Kufah
Sejak awal berdiri, Masjid Kufah merupakan pusat pendidikan dan kebudayaan kota. Ketika Imam Ali as datang ke Kufah pada tahun 36 H/656, pertama kali yang dikunjunginya adalah Masjid Kufah. Di sana beliau menyampaikan ceramah kepada masyarakat. Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir Alquran dan ilmu-ilmu lainnya. Di sana beliau memiliki banyak murid, di antaranya adalah Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas.
Keutamaan Masjid Kufah
Menurut Pandangan Imam Ali as
Ashbagh bin Nubatah berkata, "Amirul Mukminin as berkata kepada masyarakat Kufah, Allah menganugerahi kalian sesuatu yang tidak pernah diberikan kepada orang lain. Dia menjadikan masjid kalian ini sebagai tempat istimewa. (Masjid Kufah) ini adalah rumah Nabi Adam as, Maqam Nabi Nuh as, Maqam Nabi Idris as, tempat salat Khalilullah Ibrahim dan saudaraku Nabi Khidir as dan juga tempat salatku. Masjid kalian ini adalah satu dari empat masjid pilihan Allah swt bagi hambanya. Di hari kiamat nanti, masjid ini akan hadir di Padang Mahsyar dan menyeru orang-orang yang pernah salat di dalamnya. Dia akan memberikan syafaat kepada mereka, dan syafaat dari Allah swt tidak akan tertolak. Kelak, Hajar Aswad akan dipasang di dalam masjid ini. Dan suatu hari nanti masjid ini akan menjadi tempat salat al-Mahdi, putraku, dan orang-orang yang beriman. Nanti seluruh mukmin di dunia pasti akan masuk ke sini, mereka akan merasa senang di sini. Jangan sekali-kali meninggalkannya. Salatlah di dalamnya, dekatkan diri kalian kepada Allah swt dengan melakukan salat. Haraplah hajat kalian dari-Nya. Seandainya semua orang mengetahui keutamaan masjid ini, pasti orang-orang dari seluruh penjuru dunia akan segara datang ke sini meski jika harus dengan merangkak di atas salju.'"
Istana Surga
Sebagian riwayat menyebut Masjid Kufah sebagai "Istana dari Surga". Imam Ali as berkata, "Di dunia ini ada empat istana surga: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid al-Aqsha dan Masjid Kufah."
Tempat Sujud Para Malaikat
Di sebutkan dalam riwayat, sebelum Nabi Adam as, para malaikat telah lebih dulu beribadah di tempat suci ini. Imam Ali as berkata, "Tempat pertama kali yang digunakan untuk beribadah kepada Allah swt adalah Kufah. Saat Allah swt memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam as, mereka melakukannya di Kufah. Tiap malam para malaikat turun ke Masjid Kufah." [10] Masjid Kufah memiliki nilai istimewa di sisi Allah swt. Barang siapa yang masuk ke dalamnya maka dosanya akan diampuni. Imam Ali al-Ridha as pernah bertanya kepada seseorang di mana tempat tinggalnya. Orang tersebut menjawab, dia tinggal di Kufah. Kemudian Imam Ridha as menyampaikan tentang keutamaan Masjid Kufah padanya, "Sesunggunya Masjid Kufah adalah rumah Nabi Nuh as. Jika seseorang memasukinya sebanyak 100 kali maka Allah swt akan mengampuninya 100 kali. Sesungguhnya doa yang dipanjatkan Nabi Nuh as ketika di Masjid Kufah adalah: رَبِّ اغْفِرْ لِی وَ لِوَالِدَی وَ لِمَنْ دَخَلَ بَیتِی مُؤْمِناً "Ya Tuhanku, ampunilah diriku, kedua orangtuaku, dan orang yang masuk rumahku dalam keadaan beriman." [11]
Tempat Salat Para Nabi
Abu Bashir meriwayatkat hadis dari Imam Ja'far Shadiq as, berkenaan dengan Masjid Kufah beliau berkata, "Masjid yang paling utama adalah Masjid Kufah, seribu nabi dan seribu washi telah salat di sana…”
Salat di Masjid Kufah Dilakukan dengan Cara Tamam
Ketika seseorang bepergian ke suatu tempat dengan niat tidak lebih dari 10 hari, maka salatnya harus dilakukan dengan cara qashar, kecuali pada 4 tempat. Imam Shadiq as berkata, "Salat yang dikerjakan di tempat berikut ini (hendaknya) dilakukan dengan cara tamam: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Kufah dan Haram Imam Husain as."
Salat di Masjid Kufah Sebanding dengan Haji
Imam Muhammad al-Baqir as menyebutkan keutamaan salat di Masjid Kufah, "Jika orang mengetahui keutamaan yang dimiliki Masjid Kufah, meski di tempat jauh, mereka pasti akan datang ke sana. Sesungguhnya (pahala) melakukan salat wajib di Masjid Kufah itu sebanding dengan (pahala) ibadah haji dan (pahala) melakukan salat sunnah di sana sebanding dengan (pahala) ibadah umrah."
Lebih Baik dari Semua Masjid Lain
Menurut Imam Ja'far Shadiq as, salat di Masjid Kufah itu sebanding dengan 1000 salat yang dilakukan di masjid lain. Imam Ali Ridha as juga menyatakan, "Salat sendirian di Masjid Kufah lebih baik dibanding 70 salat berjamaah yang dilakukan di masjid lain."
Haram Imam Ali as
Dalam kitab Biharul Anwar terdapat riwayat dari Imam Ja'far Shadiq as yang menyebutkan bahwa, Mekkah adalah Haram Allah swt, Madinah adalah Haram Nabi Muhammad saw dan Kufah adalah Haram Imam Ali as. Kufah sebagai Haram Imam Ali as itu sebagaimana Mekkah bagi Nabi Ibrahim as dan Madinah bagi Nabi Muhammad saw.
Makam Para Nabi dan Washinya
Para nabi sudah banyak yang pernah salat di Kufah dan Masjid Kufah. Sebanyak 370 nabi dan 600 washi nabi juga dikuburkan di sana.
Pusat Pemerintahan Imam Mahdi as
Diriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir as, beliau berkata, "Ketika nanti al-Qaim (Imam Mahdi as) bangkit berjuang dan menuju Kufah, seluruh mukminin akan menyusulnya dan tinggal di sana". [17] Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as juga berkata, "Suatu saat nanti (Masjid Kufah) ini akan menjadi tempat salatnya al-Mahdi Af."
Kediaman Nabi Khidir as.
Rumah dan Tempat Ibadah Nabi Nuh as.
Dari tempat ini kelak akan dibangkitkan 70.000 orang tanpa proses perhitungan amal.
Duduk di dalam Masjid Kufah adalah ibadah meski tidak membaca Alquran.
Maqam di Masjid Kufah
Masjid Kufah memiliki banyak Maqam (kedudukan/tempat yang digunakan untuk beribadah) dan tempat penting yang banyak dikenal masyarakat, di antaranya:
Rahbah Amirul Mukminin: Ini adalah tempat yang dulu digunakan Imam Ali as untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan umat tiap sebelum salat atau pada kesempatan lain. Letaknya berada di depan Masjid Kufah. Sebagian riwayat menyebutkan tentang hal ini.
Dakkatul Qadza: Tempat yang digunakan Imam Ali as untuk menghakimi masalah-masalah umat. Di tempat ini terdapat tiang bertuliskan ayat:
إِنَّ اللهَ یأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ اْلإِحْسانِ... "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan," [22] (Qs. Al-Anfal: 90).
Bait al-Thasyti : Tempat terjadinya salah satu karomah Imam Ali as.
Maqam Nabi Adam as: Tiang ketujuh Masjid Kufah dikenal dengan Maqam Nabi Adam as. Di sana dulu Nabi Adam as bertaubat dan Allah swt menerimanya. [24]Itu merupakan tempat salat Imam Ali as sehingga juga dikenal dengan Maqam Amiril Mukmin.
Maqam Nabi Ibrahim as: Berada pada tiang keempat Masjid Kufah. Ini adalah tempat yang digunakan Nabi Ibrahim as untuk salat.
Maqam Malaikat Jibril as: Tiang kelima Masjid Kufah ditetapkan sebagai Maqam Jibril. Pada Malam Mi'raj, saat Nabi Muhammad Saw diangkat Allah swt dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsha, ketika melewati Kufah Malaikat Jibril as berkata kepada Nabi saw, "Ya Rasulallah, saat ini engkau ada di depan Masjid Kufah," atas ijin Allah swt di sana Nabi saw melakukan dua rakaat salat. [26] Imam Hasan as juga melakukan salat di dekat tiang tersebut, sehingga tempat itu juga dikenal dengan Maqam Imam Hasan as.
Maqam Imam Ali Zainal Abidin as: Tiang ketiga Masjid Kufah adalah tempat salat Imam Ali Zainal Abidin as. Abu Hamzah al-Tsumali berkata, "Aku melihat Ali bin al-Husain as memasuki Masjid Kufah dan melakukan salat dua rakaat lalu berdoa. Saat akan kembali ke Madinah beliau ditanya seseorang, 'Untuk apa engkau kemari? Ini adalah tempat dibunuhnya ayah dan kakekmu.' Imam Zainal Abidin as menjawab, 'Aku meziarahi ayahku dan salat di masjid ini'."
Mihrab Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as: Di sini Abdurrahman bin Muljam menghujam kepala Imam Ali as dengan pedang sehingga beliau syahid beberapa hari kemudian.
Maqam Imam Ja'far Shadiq as: Periwayat berkata, "Suatu hari di masa Bani Abbasiah, aku melihat Imam Shadiq as masuk masjid dari Babul Fil lalu melakukan salat di dekat tiang keempat."
Maqam Nabi Khidir as.
Tempat terdamparnya kapal Nabi Nuh as.
Amalan-amalan di Masjid Kufah
Masjid Kufah memiliki amalan-amalan atau ritual khusus, di antaranya salat, munajat dan doa ziarah. Tata caranya termaktub dalam panduan amalan Masjid Kufah.
Kuburan Yang Ada di Samping Masjid Kufah
Kuburan Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah
Kuburan Muslim bin Aqil
Setelah kesyahidan Muslim dan Hani, dengan persetujuan Ubaidillah, Kabilah Bani Mudhij mengubur jasad keduanya di samping Darul Imarah. Kemungkinan tempat itu dipilih supaya lebih mudah dipantau oleh penguasa sehingga akan ketahuan siapa saja yang sering datang ke sana. Hingga tahun 65 H/684 kuburan tersebut dalam kondisi tanpa atap. Di tahun itu kuburan tersebut dibangun oleh Mukhtar al-Tsaqafi lengkap dengan kubah di atasnya. Nama Muslim dan Hani dipahat di atas batu marmer kemudian diletakkan di atas kuburan mereka. Pada tahun 368 H/978 Adhuddin al-Daulah merenovasi makam Muslim bin Aqil. Dia juga membangun pemukiman di sekitar makam Muslim. Tiap bulannya dia memberikan dana bagi mereka yang tinggal di sana. Pada tahun 656 H/1258 Muhammad bin Mahmud Razi kembali merenovasi kompleks makam tersebut. Pada tahun 1263 H/1847 Ayatullah Shahib Jawahir juga merenovasinya. Hal serupa juga dilakukan Ayatullah Sayid Muhsin al-Hakim. Dengan sokongan Haji Muhammad Rusyad, kubah kuburan tersebut dilapisi emas. Pembangunan itu mengahbiskan dana sebesar 180 ribu Dinar Irak.[30]
Kuburan Mukhtar al-Tsaqafi
Kuburan Mukhtar al-Tsaqafi juga terletak di samping Masjid Kufah, dekat kuburan Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah.
Masjid Kufah di Masa Imam Mahdi as
Menurut banyak riwayat, kelak pusat pemerintahan Imam Mahdi as adalah Kota Kufah. Mufaddhal bin Umar bertanya kepada Imam Ja'far Shadiq as tentang tempat pemerintahan Imam Mahdi Af kelak. Imam Sadiq as menajwab, "Pusat pemerintahannya adalah Kota Kufah, kantor pemerintahannya adalah Masjid Kufah, dan lembaga baitul mal serta tempat pembagian ghanimah adalah Masjid Sahlah."
Langkah Yang Diambil Imam Mahdi di Kota Kufah
Memperluas masjid terkhusus Masjid Kufah
Di masa pemerintahan Imam Mahdi Af nanti masyarakat dan para pengikutnya akan banyak sekali yang datang ke Kufah untuk menemui beliau. Supaya mereka dapat melakukan salat jamaah dengan Imam dengan nyaman maka Masjid Kufah akan diperluas. Di masjid itu akan ada 1000 pintu masuk. Imam Ja'far Shadiq as berkata: "Ketika al-Qaim berkuasa nanti di Kufah akan dibangun masjid yang memiliki seribu pintu. Rumah-rumah di Kufah akan sangat ramai hingga menyambung ke sungai Furat yang ada di Karbala." Imam Ali as juga berkata: "Suatu saat nanti Kota Kufah akan menyambung dengan Kota Al-Hirah. Tanah di sana akan sangat bernilai. Harga per-jengkalnya akan sangat mahal. Di Al-Hirah akan dibangun sebuah masjid yang memiliki 500 buah pintu. Al-Qaim akan salat di sana karena Masjid Kufah tidak muat lagi."
Perobohan Masjid-masjid Tidak Berkah
Kelak Imam Mahdi Af akan mengadakan perombakan di Kufah. Jalan-jalan dan masjid-masjid akan diperluas. Saking banyaknya, rumah-rumah di Kufah akan menyambung ke sungai Furat. Masjid-masjid yang dibangun Bani Umayyah akan dirobohkan.
Masjid Kufah Sebagai Pengadilan
Imam Ja'far Shadiq as berkata: "Pusat pemerintahan Imam Mahdi Af nanti ada di Kufah, dan Masjid Kufah akan digunakan sebagai pengadilan olehnya."
Syarat Seseorang Dibebani Taklif Agama
Salah satu dari berbagai kecenderungan manusia adalah kesanggupannya untuk memikul beban dan tanggung jawab. Manusia punya kemampuan untuk hidup di bawah peraturan dan hukum yang dibuat untuk mereka. Hanya manusia yang punya kemampuan seperti itu, hewan tidak. Seekor binatang hanya bisa tunduk pada aturan naluriah yang memang tak bisa dihindari.
Hanya manusialah makhluk yang dapat mematuhi hukum dan peraturan yang telah mereka sepakati bersama. Karena peraturan itu dibuat untuk kesejahteraan bersama dan ditetapkan sebagai kewajiban, juga karena banyaknya kendala dan kesulitan untuk mematuhinya, maka pemberlakuan peraturan itu disebut taklif (pembebanan tanggung jawab).
Jika sang pemberi syariat (Allah) telah mengeluarkan peraturan yang harus dilaksanakan oleh manusia, mereka harus memerhatikan syarat-syarat yang ditetapkan-Nya. Dengan kata lain, manusia harus memenuhi syarat-syarat itu agar dapat merasakan kebaikan di balik peraturan tersebut. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Dewasa
Ketika seseorang telah mencapai usia tertentu, segera tampak berbagai perubahan fisiknya. Kemunculan perubahan itu begitu cepat, bagai loncatan. Keadaan seperti itu disebut dewasa (balig). Pada dasarnya, setiap anak punya potensi kedewasaan sesuai dengan karakternya masing-masing.
Kita tidak mungkin menetapkan secara pasti kedewasaan semua orang melalui batasan umur. Bisa jadi seseorang lebih dulu mencapai tingkat kedewasaan sebelum yang lain. Pencapaian ini sangat tergantung pada sifat dan kepribadian masing-masing, juga pada lingkungan mereka. Sebab, keduanya memainkan peranan penting dalam proses pendewasaan. Namun, satu hal dapat dipastikan, secara karakteristik wanita lebih cepat dewasa ketimbang laki-laki.
Kendati demikian, dalam urusan hukum, batasan usia -yang dianggap- dewasa penting untuk ditetapkan dengan cara melihat usia rata-rata dan usia terendah seseorang mencapai kedewasaan. Penetapan batasan usia ini pun terkait dengan hukum Islam, yaitu tentang syarat seseorang sudah harus diberi petunjuk dan bimbingan.
Karenanya, mungkin saja ada orang yang telah dewasa dari sisi sifat meskipun belum mencapai usia dewasa berdasarkan hukum. Kebanyakan ulama Syiah berpendapat bahwa seorang laki-laki disebut balig jika telah genap berusia 15 tahun dan mulai memasuki usia 16 tahun. Sementara itu, seorang wanita dinyatakan balig apabila telah genap berusia sembilan tahun dan mulai memasuki usia sepuluh tahun.
Ketetapan usia dewasa berdasarkan hukum merupakan salah satu syarat penerapan hukum (taklif). Artinya, orang yang menurut hukum belum mencapai tingkatan dewasa tidak terbebani taklif kecuali ada bukti yang tegas bahwa dari sisi sifat ia telah dewasa.
2. Berakal Sehat
Syarat lain bagi pemberlakuan hukum adalah berakal sehat. Orang gila tidak dibebani kewajiban hukum, sama seperti orang yang belum dewasa. Ia tidak perlu mengganti kewajiban yang ia tinggalkan. Misalnya, ia tidak wajib mengganti salat yang tidak ia laksanakan sebelum dewasa, karena ketika itu ia belum terbebani kewajiban salat. Begitu pula orang gila. Ia tidak terbebani kewajiban apa-apa selama masih gila. Jika sembuh, ia tidak wajib mengganti kewajiban yang ia tinggalkan sebelumnya, seperti kewajiban salat dan puasa.
Namun, ada beberapa kewajiban yang berkaitan dengan harta anak kecil dan orang gila. Meskipun selama itu keduanya tidak berkewajiban menunaikannya, setelah si anak beranjak dewasa dan orang gila sembuh, keduanya harus menunaikan kewajiban atas harta mereka, seperti zakat dan khumus. Jika selama itu wali keduanya yang ditunjuk berdasarkan syarak tidak menunaikan kewajiban atas harta mereka itu, merekalah yang wajib menunaikannya ketika mereka dewasa dan sehat kembali akalnya.
3. Tahu dan Sadar
Selain dewasa dan berakal sehat, syarat berikutnya adalah mengetahui hukum. Ia wajib melaksanakan hukum yang ditetapkan atas dirinya setelah ada yang memberitahunya. Seorang mualaf yang tidak sampai kepadanya suatu ketetapan hukum tidak berkewajiban dan dianggap tidak mampu untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Demikian juga jika ia melanggar ketentuan itu, ia tidak berhak diberi sanksi.
Menurut ahli ushul, orang yang tidak mengetahui ketetapan hukum harus berusaha untuk mencari tahu. Jika enggan, ia layak dihukum sebagai “sanksi atas kejahatan enggan mencari keterangan”. Alquran berkali-kali menegaskan bahwa kita tidak boleh menghukum suatu kaum yang melanggar kewajiban hukum, kecuali setelah kita memperoleh bukti yang akurat mengenai sebab pelanggaran mereka. Artinya, kita tidak boleh memberi sanksi kepada mereka tanpa penjelasan yang lengkap mengenai alasan pengabaian mereka.
Kendati demikian, hal itu tidak berarti seseorang boleh membiarkan dirinya tidak tahu-menahu mengenai kewajiban hukum, dan menjadikannya sebagai dalih untuk menghindari kewajiban itu. Sebab, manusia tetap berkewajiban untuk mencari pengetahuan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mampu dan Mungkin
Biasanya manusia diwajibkan melakukan sesuatu yang mungkin ia laksanakan. Ia tak mungkin dibebani sesuatu di luar batas kemampuannya. Karena kemampuan manusia terbatas, kewajiban yang dibebankan pun harus diselaraskan dengan batas kemampuannya. Misalnya, manusia mampu mencari ilmu, tetapi hanya pada batas-batas tertentu, baik dari sisi waktu maupun keluasan ilmu yang dapat dikuasainya. Seseorang, selama masih punya kecerdasan, dituntut untuk terus mengunjungi pusat-pusat ilmu pengetahuan.
Jika Anda mengharapkan seseorang bisa menguasai ilmu yang mestinya dipelajari selama bertahuntahun hanya dalam jangka waktu satu malam, berarti Anda telah bertindak di luar batas kemampuan dan kekuasaannya. Sama halnya, Anda tak mungkin meminta seseorang untuk menguasai seluruh ilmu tentang alam semesta. Permintaan Anda tidak benar! Dan, seorang pemimpin yang bijak tidak layak memerintah seperti itu. Allah Swt berfirman: “Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.”
5. Kemerdekaan dan Pilihan
Syarat taklif berikutnya adalah kemerdekaan dan kebebasan memilih. Jelasnya, seseorang yang dibebani kewajiban tidak boleh berada di bawah tekanan atau paksaan. Jika ada tekanan, kewajiban itu gugur darinya. Yang dimaksud tekanan di sini adalah kekuatan yang memaksa seseorang menggugurkan kewajibannya, misalnya kewajiban puasa. Seseorang mengancamnya untuk meninggalkan puasa. Jika ia tidak membatalkan puasa, nyawanya melayang. Dalam keadaan seperti ini, kewajiban puasa gugur darinya. Rasulullah Saw bersabda: “Diangkat kewajiban dari orang yang tertekan.” (al-Jami’ al-Shagir, 2/16).
Sementara yang dimaksud dengan keadaan darurat bukanlah keadaan di bawah tekanan seseorang, melainkan keadaan ketika seseorang tak punya pilihan lain. Ia mungkin dalam keadaan merdeka dari tekanan atau paksaan pihak lain, namun keadaan memaksanya untuk mengabaikan ketentuan hukum. Contohnya, orang yang tersesat di padang pasir dan tidak menemukan makanan sedikit pun kecuali bangkai hewan. Dalam keadaan seperti itu, ia dibolehkan makan bangkai tersebut. Hukum keharaman bangkai hewan gugur.
Jadi, perbedaan antara tekanan dan keadaan darurat menjadi jelas. Keadaan tertekan adalah ketika seseorang yang sangat kuat mengancam seorang untuk meninggalkan kewajiban syariat. Jika ia tidak patuh, keselamatan dirinya terancam. Sementara dalam keadaan darurat, seseorang tidak berada di bawah tekanan, namun berbagai keadaan memaksanya meninggalkan kewajiban atau mengabaikan keharaman.
Riwayat Keghaiban Imam Mahdi As dalam Kitab Kamaluddin dan Al-Kafi
Pembahasan kali ini masih seputar riwayat-riwayat Imam Mahdi yang bersumber dari literatur Mazhab Syiah. Banyak sekali riwayat-riwayat shahih seputar Al-Mahdi dengan berbagai karakteristiknya yang dinukil dalam kitab-kitab Syiah. Dan salah satunya adalah riwayat mengenai keghaiban Imam Mahdi As yang akan kita bahas di kesempatan kali ini.
Keghaiban Imam Mahdi As merupakan sebuah keimanan yang melekat dalam Mazhab Ahlul Bait atau Syiah. Keimanan itu sendiri bukanlah hal yang mengada-ada melainkan bersandar pada sebuah nash yang jelas. Dan hal itu seperti apa yang diprediksikan dan diucapkan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah riwayat yang dinukil dalam kitab Kamaluddin milik Syaikh Shaduq.
…dari Abu Bashir, dari As-Shadiq Ja’far bin Muhammad dari ayah-ayahnya As, ia berkata, Rasulullah Saw berkata: Al-Mahdi dari keturunanku, namanya adalah namaku dan kunyahnya adalah kunyahku, ia adalah orang yang paling menyerupaiku dalam hal wajah dan karakter. Dia akan mengalami masa keghaiban dan kebingungan hingga orang-orang akan tersesat dari agama-agama mereka, di saat itulah dia akan diterima seperti bintang meteor yang menembus dan mengisi dunia dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi oleh kezaliman dan kejahatan.[1]
Di riwayat lainnya disebutkan bahwa Imam Mahdi As akan mengalami dua masa keghaiban yaitu keghaiban yang pendek dan keghaiban yang panjang, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Al-Kafi milik Syaikh Al-kulaini yang terucap dari lisan Imam Shadiq As.
…dari Ishaq bin Ammar ia berkata, Abu Abdillah As (imam Shadiq) berkata; Al-Qaim (Imam Mahdi) akan memiliki dua masa keghaiban, masa ghaib yang pendek dan panjang. Pada masa ghaib pendek, tidak ada yang mengetahui posisi keberadaannya kecuali Syiahnya (pengikutnya) yang khusus. Dan pada masa ghaib panjang tidak ada yang mengetahui posisi keberadaannya kecuali pelayannya yang khusus.[2]
Riwayat di atas secara jelas menyebutkan bahwa Imam Mahdi As akan mengalami keghaiban. Bahkan dijelaskan pula bahwa keghaiban Imam Mahdi tersebut terjadi dalam dua fase yaitu keghaiban pendek dan panjang. Hal ini sebagaimana yang diyakini dalam Mazhab Syiah.
Wallahu A’lam
[1] As-Shaduq, Abu Ja’far Muhammad bin Ali, Kamaluddin wa Tamam An-Ni’mah Juz 1 hal. 287 Cet. Darul Kutub Al-Islamiyah
[2] Al-Kulaini, Muhammad bin Yaqub, Al- Ushul min Al-Kafi Juz 1 Hal. 340 Cet. Darul Kutub Al-Islamiyah
Cara Menghadapi Orang-Orang Yang Berakhlak Buruk
Dalam kehidupan, meskipun kita sudah diajarkan norma-norma untuk berbuat baik, menghormati orang lain, namun seringkali masih saja ada orang-orang yang mengganggu kita dengan melontarkan kata-kata yang tidak sopan bahkan sampai berujung ke kontak fisik. Nah bagaimana cara kami mengambil tindakan atas perlakuan ini?
Sebaik-baik cara yang harus dilakukan adalah menutup mata terhadap masalah ini. Hal ini merupakan anjuran ajaran-ajaran agama dan para pemimpin agama kita sebagai para teladan akhlak. Mereka memilih cara seperti ini tatkala berhadapan dengan tindakan atau ucapan yang tidak senonoh yang dilontarkan kepada mereka. Al-Quran dalam hal ini menyatakan:
1. «وَ الَّذينَ صَبَرُوا ابْتِغاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَ أَقامُوا الصَّلاةَ وَ أَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْناهُمْ سِرًّا وَ عَلانِيَةً وَ يَدْرَؤُنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ»
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhan mereka, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak keburukan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (Qs. al-Ra’ad [13]:22)
2. «وَ لا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَ لاَ السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذي بَيْنَكَ وَ بَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَميمٌ»
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia terdapat permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Qs. Fusshilat [41]:34)
3. «…وَ إِذا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِراماً»
“Dan apabila mereka bertemu dengan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan diri mereka.” (Qs. al-Furqan [25]:72)
Dalam riwayat disebutkan bahwa “Tidaklah dua orang saling mengumpat kecuali yang paling buruk (dalam mengumpat) yang akan menang.”[1]
Sesuai dengan tuturan Maksum As ini, berkata tidak senonoh dan melontarkan umpatan merupakan karakter orang-orang rendah dan orang-orang besar tentu tidak akan melakukan perbuatan seperti ini.
Imam Shadiq As bersabda, “Rasulullah Saw mendengar seorang wanita melontarkan perkataan yang tidak senonoh kepada budak dan pembantunya sementara ia sedang berpuasa. Rasulullah Saw mengundangnya makan dan wanita itu berkata bahwa sedang berpuasa. Dalam kondisi seperti ini, Rasulullah Saw berkata kepadanya bagaimana engkau dalam keadaa berpuasa sementara engkau melontarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada pembantumu.”[2]
Untuk diketahui bahwa melupakan dan memaafkan pelakunya dapat ditolerir apabila ia tidak mengulang perbuatan yang sama. Apabila ia melakukan perbuatan yang sama maka sebaik-baik jalan adalah melaporkan dan mengadukannya kepada pihak yang berwenang. []
[1] Laitsi, Wasithi, Ali bin Muhammad, ‘Uyun al-Hukm wa al-Mawaizh, Riset dan edit oleh Husain Hasani Birjandi, hal. 477, Dar al-Hadits, Qum, Cetakan Pertama, 1376 S.
[2] Thusi, Muhammad bin al-Hasan, Riset oleh Khurasan, Hasan, jil. 4, hal. 194, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H.
«.. وَ سَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ (ص) امْرَأَةً تُسَابُّ جَارِيَةً لَهَا وَ هِيَ صَائِمَةٌ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ص بِطَعَامٍ فَقَالَ لَهَا كُلِي فَقَالَتْ إِنِّي صَائِمَةٌ فَقَالَ كَيْفَ تَكُونِينَ صَائِمَةً وَ قَدْ سَبَبْتِ جَارِيَتَكِ إِنَّ الصَّوْمَ لَيْسَ مِنَ الطَّعَامِ وَ الشَّرَابِ»
Apa pendapat Islam dalam kaitannya dengan keceriaan dan kegembiraan?
Kegembiraan hakiki dari pandangan orang yang beriman akan terilustrasi ketika ia melangkahkan kaki lebih dekat ke arah Tuhannya. Namun, karena di dalam dirinya, manusia memiliki fitrah mencari variasi, maka ia bisa memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia yang diperbolehkan, dan bergembira karenanya. Kegembiraan ini bisa juga meningkatkan kegembiraan maknawi dan spiritual orang-orang yang beriman.
Dari sisi lain, harus diketahui bahwa sebagian dari kegembiraan sangatlah dangkal dan hanya lahiriah saja, dimana ketika ini muncul dari perilaku-perilaku tak logis dan tak etis, maka tidak akan diterima dan ditolak oleh Islam.
Poin berikut juga harus diperhatikan bahwa prinsip rasional yang telah diterima ini terdapat pada seluruh sistem peradaban, dimana seseorang tidak boleh terlibat dengan perilaku apapun yang tak diperbolehkan hanya karena dalih untuk mencari kegembiraan, dengan perbedaan bahwa mungkin batasan perilaku yang diperbolehkan dan yang dilarang memiliki beberapa perbedaan.
Jawaban Detil
Dalam menganalisa masalah ini, pertama kita harus mengetahui apa makna kegembiraan itu? Mengenai masalah ini bisa dikatakan bahwa kegembiraan itu sendiri tidak bisa dianggap sebagai persoalan materi.
Dengan kata lain, persoalan yang menggembirakan bisa muncul dalam bentuk materi, maupun dalam bentuk spiritual, akan tetapi kegembiraan itu sendiri senantiasa merupakan persoalan spiritual dan reaksi yang dibarengi dengan kerelaan manusia dalam menghadapi kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya.
Masalah yang serupa juga terjadi pada kata duka, namun pada akhirnya manusia sendirilah yang akan menjadi gembira dengan bentuk pandangannya terhadap sebagian masalah, dan menjadi sedih atas masalah-masalah lainnya, dan karena alasan ini pulalah sehingga bisa jadi sebuah kejadian, bagi seseorang akan menggembirakan, namun bagi yang lain akan menyedihkan, sebagai contoh kami akan mengisyarahkan acara khurafat “cohorsyanbeh suri” (Rabu akhir tahun) yang terdapat di negara Iran:
Suara ledakan-ledakan dan kobaran api di lorong-lorong dan jalanan, bagi kebanyakan mungkin menjadi sesuatu yang menggembirakan, akan tetapi dengan pasti, berhadapan dengan itu, terdapat orang-orang yang sedang sakit dan lemah, yang akan terganggu dan terancam bahaya karena perilaku-perilaku tersebut.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, maka bisa ditegaskan bahwa segala bentuk kegembiraan apabila tidak ada keharaman di dalamnya, maka dari pandangan Islam, diperbolehkan.
Sekarang marilah kita menganalisa bagaimana sikap agama suci ini terhadap kegembiraan dengan mengklasifikasikannya menjadi tiga kelompok (kegembiraan hakiki, kegembiraan halal dan kegembiraan haram):
Kegembiraan hakiki
Karena salah satu dari prinsip agama Islam adalah percaya pada kebangkitan dan kehidupan abadi, dan kematian dalam pandangan ini tidak berarti ketiadaan atau kemusnahan, melainkan jembatan perantara dari dunia kecil dan terbatas ke dunia tak terbatas, maka kegembiraan baru akan memperoleh konteks hakikinya ketika manusia menganggapnya mampu memberikan pengaruh pada kehidupan abadinya kelak.
Dengan alasan inilah sehingga melakukan segala perilaku yang baik – tanpa harus membuat orang beriman menjadi ujub dan memuji diri sendiri- pasti akan mampu meningkatkan kegembiraan internalnya. Perasaan gembira dan nikmat yang diraih oleh seorang mukmin karena melakukan infak, berpuasa, salat, haji, dan lain sebagainya sama sekali tidak bisa diperbandingkan dengan kegembiraan-kegembiraan materi yang sekejap, dan dengan perkataan lain, keindahan berinteraksi dengan Tuhan sedemikian rupa akan menempatkan seluruh kegembiraan dan kenikmatan lainnya di bawah dominasinya, sehingga kesedihan berpisah dari sahabat pun akan menciptakan kegembiraan itu sendiri, sebagaimana kata-kata Hafidz:
Karena dukamu tak kan tergapai kecuali dalam hati riang,
Maka dengan harap dukamu kami kan tuntut riang
Al-Quran dalam kaitannya dengan masalah ini, mengatakan, “Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”[1]
Dengan dalih inilah sehingga dalam munajat-munajat Imam Sajjad As yang sangat indah, kita membaca, “Siapakah yang merasakan kenikmatan kasih-Mu, namun mencari pengganti yang lain?”[2]
Kegembiraan-kegembiraan Halal
Dengan seluruh apa yang telah dikatakan sebelumnya, dan kendati kenikmatan berinteraksi dengan Tuhan tidak bisa diperbandingkan dengan kegembiraan yang manapun, akan tetapi fitrahh mencari variasi dan keragaman yang ada dalam diri manusia telah membuatnya tertarik untuk mencoba kenikmatan-kenikmatan lain –bukan sebagai pengganti-, dan hal ini tidak bisa menjadikannya tercemooh atau terhina.
Rasa ingin mencari keragaman dan variasi ini pun merupakan karakteristik dan kesitimewaan manusia sebagai makhluk yang paling mulia, dan secara sendirinya tidak bisa dianggap sebagai titik lemah atau titik kuat baginya. Bagaimana merubah keinginan terhadap keragaman ini menjadi titik yang positif atau negatif dalam kehidupan manusia, semuanya bergantung pada bagaimana ia mengelola rasa yang diberikan oleh Tuhan ini.
Islam menganggap Mukminin yang cerdas dan sadar adalah mereka yang bahkan dalam keadaan sedih pun mampu menjumpai orang lain dengan muka yang cerah dan berseri, dan dengan cara ini ia akan menyuntikkan energi positif dan menggembirakan masyarakat.[3]
Karena duka dan keriangan dunia hanya sekejap mata
maka kan lebih baik bagiku tuk ku miliki keriangan diriku
Dengan keadaan seperti ini, bagaimana bisa dikatakan bahwa masyarakat agama adalah sebuah masyarakat yang berduka dan sedih?! Kegembiraan-kegembiraan halal sangatlah banyak, dimana Islam tidak saja tak menentangnya, bahkan dalam banyak kasus, justru menegaskannya, di antaranya kegembiraan-kegembiraan yang muncul dari:
Kemajuan studi dan sosial yang diraih oleh seseorang atau orang-orang yang dekat dengannya,
Penemuan sebuah fenomena ilmiah baru,
Melakukan perjalanan dan menikmati pemandangan alam yang indah,
Olahraga dan seni yang selain dilakukan sebagai rekreasi juga akan memberikan pelatihan pada fisik dan psikis manusia,
Memanfaatkan berbagai makanan dan pakaian,
Memilih sahabat, pembentukan himpunan dan berbagai kelompok sosial,
Pernikahan dan pembentukan keluarga, dan puluhan bahwa ratusan hal-hal lainnya.
Sebuah riwayat dari Imam Shadiq As menegaskan bahwa kegembiraan-kegembiraan dunia yang halal bisa membantu seseorang untuk meraih kegembiran-kegembiraan maknawi dan spiritual.
Dengan menukil nasehat-nasehat bijak dari keluarga Dawud, beliau bersabda, “Seorang Muslim yang cerdas, layak berada pada salah satu dari tiga kondisi berikut: dalam keadaan melakukan aktivitas perekonomian untuk memenuhi kebutuhan hidup, dalam keadaan memperluas kehidpan akhiratnya, atau dalam keadaan melakukan kegembiraan-kegembiraan yang tidak diharamkan oleh Islam; demikian juga pantas bagi setiap Muslim untuk berkhalwat dengan Tuhannya pada sebagian kesempatan, dan pada kesempatan lainnya bercakap dengan sahabat-sahabat baiknya yang akan mengingatkannya kepada akhirat, dan memanfaatkan sisa kesempatannya untuk kegembiraan-kegembiraan yang halal, dimana kegembiraan ini akan membantunya dalam menjalankan dua aktivitas sebelumnya.”[4]
Tentunya, poin berikut juga harus diperhatikan, bahwa sebagian orang yang berada pada tingkat tinggi dalam interaksi spiritualnya dengan Tuhan, bisa saja pada putaran waktu tertentu ia menganggap sebagian kegembiraan dan kenikmatan-kenikmatan halal tidaklah layak untuknya, akan tetapi ini bukan bermakna keharaman secara umum dalam kasus seperti ini, melainkan untuk sekelompok orang, mungkin dengan sedikit menutup mata dan jika dibarengi dengan mengingat Tuhan, akan mampu menganggap kelompok kegembiraan ini pun berada pada kelompok pertama.
Kegembiraan-kegembiraan Haram:
dalam ayat-ayat al-Quran kita membaca, “... sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”[5], demikian juga pada ayat, “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”[6]
Apakah dalam pandangan Islam, ayat-ayat ini bisa dimaknakan dengan penafian terhadap segala bentuk kegembiraan?! Dengan memperhatikan apa yang telah kita bahas sebelumnya, maka dengan tegas bisa dikatakan bahwa jawaban dari pertanyaan ini adalah negatif, karena hanya kegembiraan-kegembiraan yang tidak diperbolehkan dalam pandangan Islam-lah yang akan memberikan pengaruh buruk pada individu dan sosial masyarakat.
Poin berikut juga harus diperhatikan bahwa prinsip rasional yang sudah diterima ini, terdapat pada seluruh sistem peradaban dimana tidak seharusnya hanya karena dalih kegembiraan, sehingga menyebabkan kita terjebak dalam setiap perilaku yang tak diperbolehkan, dengan perbedaan bahwa mungkin terdapat perbedaan pada batasan perilaku-perilaku yang diperbolehkan dan yang tidak.
Kegembiraan-kegembiraan yang muncul dari berbagai bentuk interaksi jasmani akan menjadi pemusnah landasan keluarga dan masyarakat, kegembiraan-kegembiraan yang bersumber dari hilangnya sebagian dari sistem kesadaran tubuh karena mengkonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, kegembiraan yang muncul dari mengganggu atau menyiksa orang lain dalam interaksi sosial (seperti mengendarai kendaraan secara tak layak, melanggar zona privasi orang lain, merusak kekayaan umum, dan ...), kegembiraan yang muncul dari israf, tabdzir dan menggunakan nikmat-nikmat pemberian Tuhan secara tak benar, kegembiraan yang muncul dari rasa takabbur, sombong, dan menjual harga diri kepada orang lain demi kekayaan atau kedudukan sosial, kegembiraan karena melarikan diri dari jihad[7], dan kegembiraan yang munafik karena kegagalan lahiriah pada orang-orang beriman[8] dan sebagainya, demikian juga hal-hal yang tidak ditekankan oleh Islam, sebagian dari hal-hal ini dianggap tak pantas juga dalam masyarakat manusia.
Manusia tak berperasaan yang menyiksa dan memukul anak, menanggapi tangisan dan jeritan mereka dengan teriakan atau tawa kegirangan, senantiasa akan dikecam oleh hati nurani kita, karena keburukan perilaku ini sangat mudah kita pahami, akan tetapi pada kebanyakan dari kasus yang keburukan dosanya tidak terlalu terlihat, sebagaimana yang telah disinggung pada contoh-contoh di atas, menerima pelarangan bergembira bagi mereka mungkin terlihat tidak terlalu sulit , akan tetapi harus diketahui bahwa dalam pelarangan setiap kenikmatan dan kegembiraan haram, tersimpan logika yang kuat dimana hal tersebut akan bisa diperoleh dengan berkontemplasi secara mencukupi.
Sebagian, dari sekian bentuk kegembiraan, hanya menonjolkan bagian dari kegembiraan logis yang bahkan tidak terlalu bernilai, sekalipun di mata para elit masyarakat non religis, kemudian secara salah mereka ingin menanamkan kepercayaan ini kepada masyarakat bahwa Islam berkontradiksi dan menentang segala bentuk kegembiraan.
Bertolak belakang dengan ide Islam yang menerima kegembiraan dan kesedihan yang wajar, orang-orang seperti ini, untuk memperoleh kegembiraan akan melakukan tindakan apapun yang tak umum, dan alih-alih mendapatkan kegembiraan, mereka hanya berpura-pura bergembira, dan ketika sedih pun, karena mereka tidak memiliki kepercayaan terhadap ma’ad dan kebangkitan, maka hal ini akan membuat mereka terjebak dalam depresi akut yang akan menyeretnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tak wajar lainnya seperti bunuh diri!!
Dalam pandangan Islam, duka juga seperti gembira, tidak boleh menghalangi manusia dari kedekatannya dengan Tuhan dan dalam melakukan perintah-perintah-Nya.
Setelah kita membandingkan kegembiraan Mukminin hakiki dangan orang-orang ini, kita hanya akan mengatakan, betapa jauh perbedaan antara keduanya?!
Dengan sedikit realistis, dengan mudah kita akan mengetahui bahwa kegembiraan-kegembiraan yang tak etis sajalah yang dilarang oleh Islam, dan bermacam-macam kegembiraan alami dan maknawi, tidak hanya layak saja, bahkan dalam banyak kasus menjadi penting dan wajib, dan ketika pertanggung jawaban manusia dikarenakan kegembiraan, maka tidak terdapat tempat bahwa kegembiraan ini menjadi tak benar, berfirman, “Azab yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan).”[9]
Seorang manusia beriman bisa sekaligus memiliki kegembiraan dunia dan akhirat, sebagaimana dikatakan dalam riwayat bahwa seorang yang berpuasa, maka ia akan memiliki dua kegembiraan, yang pertama, kegembiraan saat berbuka puasa dan memanfaatkan berbagai makanan dan minuman, dan kegembiraan kedua, saat menemui Tuhannya dan menerima pahala puasanya.[10]
Nah, jika Anda menemukan kasus khusus dimana hal tersebut dianggap sebagai kegembiraan namun Anda percaya bahwa Islam bangkit untuk menentangnya, maka sampaikan kepada kami dengan menyajikan kerangka yang rinci tentang apa yang ada di benak Anda, supaya kami bisa memberikan penjelasan tentang masalah tersebut.
[1]. Qs. Yunus [10]: 58.
[2]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 19, hlm. 148, Muasasah al-Wafâ, Beirut, 1404 HQ.
[3]. Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Kâfî, jil. 2, hlm. 226, hadis 1, Dâr al-Kutub al-Islâmîyyah, Teheran, 1365 S.
[4]. Ibid, jil. 5, hlm. 87, hadis 1.
[5]. Qs. Al-Qashash [28] 76.
[6]. Qs. Al-hadid [57]: 23.
[7]. Qs. Taubah [9]: 81, “Orang-orang yang membangkang itu merasa gembira karena menentang (perintah) Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah.”
[8]. Qs. Taubah [9]: 50, “Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya”; Ali Imran [3]: 120, “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira ria karenanya.”
[9]. Qs. Al-Ghafir [40]: 75.
[10]. Syaikh Shaduq, Fadhâil Al-Asyhar ats-Tsalâtsah, hlm. 134, Maktabah al-Dawari, Qom, Tanpa Tahun.
Bagaimana keluarga memegang peran dalam memperluas dampak buruk sosial?
Sejauh mana keluarga berperan dalam memperluas dampak buruk sosial? Mohon dijelaskan dengan menyebutkan bukti dan penjelasan yang detil.
Jawaban Global
Keluarga merupakan institusi terkecil masyarakat yang dianggap sebagai dasar dan fundamen dari unit-unit yang lebih besar. Tingkat keberhasilan dan peran yang diberikan oleh seseorang untuk memegang peran dalam unit-unit sosial yang lebih besar, bergantung sepenuhnya pada metode pertumbuhan, didikan dan berkembangnya potensi-potensi mereka dalam institusi keluarga.
Keluarga sebagaimana fenomena-fenomena keberadaan lainnya, dalam lintasannya untuk menggapai tujuan-tujuannya, akan berhadapan dengan berbagai faktor penghambat dimana sebagian darinya bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan, atau menjadi penghalang bagi perolehan tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, dan akhirnya akan menciptakan goncangan atau shock dalam keluarga.
Ketika shock ini telah merambah sebuah keluarga, maka kehadiran anggota keluarga ini ke dalam masyarakat akan menularkan hal yang serupa ke dalam interaksi dan kehidupan masyarakat, yang akan berujung pada munculnya dilema-dilema dalam kehidupan sosial.
Shock-shock yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat, dan peran keluarga dalam memunculkan dampak buruk ini dalam masyarakat, bisa dianalisa dalam tiga bentuk universal berikut:
Dampak buruk pada keyakinan,
Dampak buruk moral,
Dampak buruk hukum
Untuk menyehatkan lingkungan keluarga, anggota keluarga harus mulai memperbaiki diri supaya bisa memasuki lingkungan masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku, bertindak benar, rasional, religius, dan menjaga serta menjauhkan masyarakat supaya tidak tercemar dari segala keburukan dan dosa.
Jawaban Detil
Hari ini, dampak buruk sosial telah menjadi sebuah ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa dan psikis anggota masyarakat, terutama anak-anak, remaja dan para pemuda. Masalah-masalah seperti kecanduan narkotika, melarikan diri dari rumah, kekerasan, alienasi sosial, ketakharmonisan perilaku, dan keputus-asaan, merupakan sebagian dari hasil-hasil dilema masyarakat.
Dengan melakukan pengenalan terhadap dampak buruk dalam keluarga di dunia, menjadi jelas bahwa pada masa berkembangnya pengetahuan, teknologi dan inovasi, keeratan dan kehangatan keluarga menjadi kurang mendapatkan perhatian, dimana hal ini memicu pukulan yang telak bagi masyarakat, dan ketakpedulian terhadap prinsip dan dasar-dasar kehidupan yang benar telah menyebabkan kerusakan dan kejahatan dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi sosial terkecil yang menjadi asas dan fundamen bagi unit-unit yang lebih besar. Tingkat keberhasilan dan peran yang bisa diberikan oleh individu-individu untuk berkecimpung dalam unit-unit sosial yang lebih besar, bergantung sepenuhnya pada cara pertumbuhan, didikan dan perkembangan potensi-potensi mereka dalam institusi yang bernama keluarrga.
Pengertian patologi
Patologi secara teknis bermakna ‘cabang dari pengetahuan yang bertujuan untuk mengenal penyakit-penyakit psikologi, individual dan sosial, cara pertumbuhan dan bagaimana mengubahnya.’[1]
Dengan kata lain, patologi sosial akan membahas tentang sebab dan faktor-faktor yang menciptakan shock dan dampak-dampak buruk sosial, dan fungsi pentingnya dalam kajian keluarga dan pengenalan keluarga adalah untuk mengenal faktor-faktor yang mengancam keselamatan dan keeratan keluarga dan yang mengacaukan harmonisasi kehidupan yang sebelumnya kokoh dan berhasil, baik dalam lingkup individu ataupun sosial.
Peran keluarga dalam membentuk konsekuensi-konsekuensi pemicu shock sosial
Dalam lintasannya untuk memperoleh tujuan-tujuannya, keluarga, sebagaimana halnya seluruh fenomena keberadaan lainnya, diperhadapkan pada faktor-faktor dan berbagai penghalang yang sebagian darinya menyesatkan dan menghalangi pencapaian tujuan yang lebih tinggi dan suci, dan tentu saja hal seperti ini akan menimbulkan goncangan dalam keluarga. Ketika telah terjadi shock atau goncangan dalam keluarga, kehadiran anggota keluarga ini ke dalam masyarakat sosial, juga akan menularkan hal serupa dalam interaksi dan sosialisasi masyarakat, dimana hal ini kemudian akan menghalangi kemajuan dan ketenangan masyarakat, dan akhirnya akan memperhadapkan kehidupan sosial dengan berbagai dilema.
Dampak-dampak buruk keluarga dan masyarakat dan peran keluarga dalam merusak masyarakat sosial bisa dianalisa secara universal dalam tiga poin penting berikut:
Dampak buruk dalam masalah keyakinan,
Dampak buruk moral, dan
Dampak buruk hukum.
Untuk menciptakan lingkungan yang sehat, anggota keluarga harus sesegera mungkin untuk mulai melakukan perbaikan diri, supaya bisa hadir di dalam masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku dan bertindak secara benar, logis, rasionalis, dan religis, serta menjauhkan masyarakat dari kontaminasi berbagai keburukan dan dosa.
Keluarga yang tak sehat, bisa menjadi faktor pemicu problem masyarakat, seperti kecanduan narkotika, prostitusi, melarikan diri dari rumah, kemiskinan, perceraian, gelandangan, kekerasan dalam keluarga, dan lain-lain yang akan memporak-porandakan kondisi mental dan psikologis dalam kehidupan.
Dalam keluarga yang seperti ini tidak akan ada kepedulian terhadap apa yang dibolehkan dan yang dilarang secara moral, dan perbuatan maupun tata cara berperilaku tidak lagi memiliki arti penting bagi anggota-anggotanya. Jika sebuah keluarga didominasi oleh ketakteraturan antar anggotanya, maka hal ini pulalah yang akan meluas ketika mereka hadir di dalam masyarakat dan mereka akan mempraktekkan kekerasan keluarga yang dialaminya dalam menghadapi masyarakat.
Dampak buruk Terpenting dalam Keluarga
Pada tulisan ini, kita akan mengidentifikasi sebagian dari dampak buruk penting yang pada langkah awalnya akan merusak keluarga, dan setelah itu baru merusak masyarakat:
Dampak-dampak buruk dalam masalah Keyakinan
Di antara kebutuhan pasti dan asasi manusia untuk memperoleh kehidupan yang sehat, tenang dan sukses, adalah keberadaan keyakinan mazhab yang benar dan kokoh. Iman dan keyakinan terhadap Tuhan seperti halnya obat penyembuh yang akan menghapuskan depresi, kekhawatiran dan ketaknormalan, dan akan memberikan kehidupan yang diwarnai dengan warna Ilahi.[2]
Keluarga yang tidak memiliki nikmat iman dan keyakinan yang benar, akan senantiasa diperhadapkan pada berbagai kekhawatiran dan ketakutan, kondisi seperti ini akan mengantarkannya ke arah goncangan-goncangan yang serius dan kadangkala tak bisa tergantikan.
Menurut keyakinan para pakar dan patolog sosial, banyak dari mereka yang landasannya tak kuat dan tak memiliki kepercayaan terhadap masalah-masalah mazhab, saat menghadapi masalah kehidupan yang rumit di dunia modern ini, mereka tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya, dan mereka akan terjebak di ambang kecenderungan untuk mengkonsumsi obat-obat terlarang dan bentuk-bentuk problem sosial lainnya.[3]
Sebagai contoh, tauhid dan teologi akan menyebabkan pandangan seseorang terhadap seluruh keberadaan dan kehidupan manusia tampak terorganisir, bertujuan dan bermakna, dengan adanya pandangan ini, ia akan memiliki perilaku-perilaku yang solider dan tenang.[4]
Kepercayaan terhadap Tuhan akan mendorong seluruh tindakan dan kehidupan keluarga mengarah untuk memperoleh keridhaan Tuhan.[5] Orang yang menganggap Tuhan sebagai pengawas atas segala tindakan yang ia lakukan, maka ia akan berusaha untuk mencari kerelaan saat bersikap dengan anggota keluarga dan melakukan kewajiban keluarga.
Memperhatikan keadilan Tuhan, dan bahwa Dia tidak akan pernah merugikan satupun dari ciptaan-Nya[6] akan menjadi media untuk mengenal selainnya dalam mengekang perilaku-perilaku anggota keluarga, dan ketika kondisi ini semakin kuat, maka masalah yang akan dialami oleh seseorang pun akan berkurang, dan pada akhirnya akan diikuti dengan semakin berkurangnya masalah keluarga.
Demikian pula halnya dengan keyakinan terhadap diutusnya manusia-manusia pilihan dari sisi Allah untuk membimbing dan mengarahkan manusia, dan kehadiran Aimmah As, sebagai pelanjut hidayah Ilahi ini.
Berdasarkan prinsip fitrah dan akal, untuk pembelajaran, pembaruan metode perilaku dan sikap yang tepat dalam keluarga dan sosial, membutuhkan contoh-contoh obyektif dalam seluruh dimensi. Dalam pandangan al-Quran, seluruh anbiya dan auliya Ilahi adalah para pemimpin yang membimbing dan mengarahkan manusia ke arah apa yang diridhai oleh Allah Swt, dan untuk bisa menggapai keberhasilan, manusia harus mengikuti mereka dalam seluruh dimensi kehidupan dan menempatkan mereka sebagai tauladan.
Sebagaimana firman-Nya, “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebaikan, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah.”[7] dan “Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[8]
Akan tetapi jika terdapat orang-orang di dalam keluarga dan masyarakat yang hanya akan puas dengan kehidupan materi, dan mereka menjalani kehidupan sebagaimana fenomena-fenomena lain dan binatang, yang menyibukkan diri dengan: rekreasi, makan, tidur, kesejahteraan nisbi dan tidak perduli dengan metode atau pola hidup yang benar, maka apa yang akan terjadi dalam kehidupan individu dan sosial? Sementara tuntutan terhadap model merupakan kebutuhan asasi manusia, sebuah kebutuhan yang keberadaannya sangat penting sejak awal masa kanak-kanak, dan dengan berlalunya waktu, akan membutuhkan model-model baru lainnya yang sesuai dengan syarat dan kebutuhannya untuk menggantikan kedudukan model-model lama, dan perubahan ini akan diikuti dengan proses kesempurnaan manusia.
Kendati demikian, manusia-manusia yang melihat dirinya tak membutuhkan contoh dan teladan dalam hidupnya, akan melawan fitrah dan rasa keinginsempurnaannya dan senantiasa berada dalam kebingungan. Mereka tidak mengetahui ke arah mana harus berjalan, bagaimana harus menghadapi hambatan-hambatan yang menghalanginya dan metode apa yang harus ia ambil dalam menghadapi masalah dan persoalan-persoalan yang ada di hadapannya, dan ini akan membuat manusia kebingungan.
Kepercayaan dan iman terhadap kehidupan pasca kematian, perhitungan amal di hari kiamat, pahala dan azab yanga akan diberikan berdasarkan perilaku dan perbuatan-perbuatan seseorang, merupakan sebagian dari kepercayaan-kepercayaan penting agama, dimana ketiadaannya atau munculnya keraguan dalam masalah ini, dan akan memberikan dampak yang buruk dan tidak bisa tergantikan dalam kehidupan, terutama dalam kehidupan keluarga.
Saat ini, selain terjadi peningkatan dalam kemajuan ilmiah, penurunan dalam masalah-masalah materi, dan peningkatan kesejahteraan kehidupan, juga terjadi peningkatan depresi dan kekhawatiran, dimana sebagian dari masalah ini muncul dikarenakan perasaan yang tak bertujuan dan kosong dalam kehidupan[9], dan keyakinan terhadap ma’ad, alam pasca kematian dan perhitungan amal pada seluruh manusia[10], bisa menjadi faktor mendasar yang bisa menyelesaikan seluruh rintangan seperti ini.[11]
Di bawah ini merupakan sebagian dari dampak buruk ketiadaan keyakinan terhadap ma’ad atau kebangkitan dalam keluarga dan masyarakat sosial:
Lemahnya ikatan antar anggota keluarga karena pandangan-pandangan pada kehidupan yang terbatas dan materialis, dan tiadanya tujuan yang lebih tinggi,
Ketiadaan motivasi yang mencukupi untuk hidup, dikarenakan ketakpedulian dan tiadanya keyakinan terhadap janji-janji Allah terhadap nikmat dan kesejahteraan di kehidupan ukhrawi.[12]
Ketakmampuan dalam menghadapi masalah yang sangat berat dalam hal jasmani, psikologis, spiritual, perekonomian, dan .... karena ketiadaan perhatian terhadap pahala ukhrawi yang akan diberikan kepada manusia karena menanggung kesulitan, sabar dan kokoh dalam menghadapi masalah;[13]
Agresif dan mengancam hak-hak orang lain, dengan alasan karena meyakini kebangkitan dan mengingat balasan atas pelanggaran hak-hak orang lain dan tidak melaksanakan kewajiban, hingga batasan tertentu akan menghalangi seseorang dari melakukan hal-hal yang tak layak,[14]
Karena itu, untuk menjaga zona suci keluarga, harus ada kepekaan dalam masalah ini, dan bisa mengambil tindakan yang serius untuk menghadapi pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin terjadi, dengan berlandaskan pada agama dan pengetahuan yang mencukupi.
Dampak-dampak Buruk Moral dan Estetika
Manusia harus berusaha supaya moral dan karakter internalnya seindah dan secantik lahiriahnya. Berakhlak buruk merupakan sifat yang tidak terpuji yang akan mengaburkan kehidupan manusia dan meletakkan begitu banyak pengaruh negatif dalam lingkungan keluarga maupun sosial masyarakat, yang akan muncul dalam bentuk akhlak yang kasar, muka masam, malas dan senantiasa mencari alasan, dimana secara umum bisa dikatakan sebagai akhlak yang buruk, dan ini termasuk dampak-dampak yang bisa menghancurkan keluarga, sosialisasi masyarakat dan menghancurkan kepribadian manusia.
Komunikasi merupakan kategori terpenting yang tercipta di antara keluarga dan masyarakat, dan dengannya keluarga akan berinteraksi dalam kehadirannya di dalam masyarakat sosia.[15]
Sikap yang baik dan memberikan ketenangan keluarga termasuk kewajiban terpenting kaum laki-laki dalam menghadapi istri dan anak-anaknya, dan kehadiran laki-laki di dalam rumah harus menyebabkan kehangatan dan keamanan untuk para penghuninya, kebalikan dengan keburukan komunikasi, mulut yang buruk, penghinaan, menyalahkan dan tidak teriptanya hubungan yang benar dan sehat dengan anggota keluarga termasuk salah satu dari dampak buruk moral dalam keluarga dan masyarakat. Jika seseorang tidak memiliki perilaku dan perkataan yang terpuji di rumah, maka dalam interaksi dan kehidupan bersama sosial pun akan mengalami kegagalan, dan di saat dan tempat ia hadir, ia akan memasukkan dampak buruk ke dalam masyarakat. Sementara orang seperti ini, lalai dari realitas bahwa arahan Tuhan pada kehidupan individu dan sosial akan terwujud ketika interaksi manusia dilakukan berdasarkan kasih sayang, perenungan dan akhlak yang terpuji.
Dampak-dampak Buruk Hukum
Diantara yang bisa memajukan sistem, keteraturan, ketenangan, ketentraman, kasih sayang dan keakraban dalam keluarga dan masyarakat, dan bisa memperbaiki kinerja pendidikan dan sosial adalah pengenalan yang dimiliki oleh anggota-anggotanya terhadap hak-hak sesama dan perhatian yang diberikan terhadapnya.
Suami, istri dan anggota-anggota keluarga lainnya yang tidak memiliki pengenalan terhadap hak-hak orang lain dan tidak memiliki kepedulian terhadapnya, bisa menyebabkan sistem keluarga berada di ambang krisis dan goyah.
Agama Islam selain menjelaskan hak-hak anggota keluarga dan masyarakat, juga mengajak mereka untuk memperhatikan masalah ini, dan Allah Swt telah memberikan janji-janji duniawi dan ukhrawi untuk mendorong mereka dalam memberikan kepedulian terhadapnya.
Islam memberikan penghormatan khusus kepada suami dan istri sebagai pilar keluarga, agama Islam juga menetapkan hak-hak syari, hukum dan moral bagi keduanya dalam berhadapan satu dengan yang lain, dimana jika terdapat goncangan di dalamnya akan mengantarkan kehidupan keluarga ke ambang bahaya yang akan mampu menggoyahkan fundamen yang ada.[16] Demikian juga dalam komunikasi-komunikasi sosial pun terdapa hak-hak pada masing-masing anggota masyarakat dimana dengan ketakpedulian terhadap masalah ini bisa mengeluarkan manusia dari kehidupan yang thayyib dan indah.[17]
Yang termasuk dampak-dampak buruk hukum dalam keluarga sebagai institusi kecil dari masyarakat adalah ketiadaan keadilan, dimana ketika institusi-institusi kecil ini tidak saling berdampingan, sejajar dan tidak ada keadilan di antara mereka; maka yang muncul pasti adalah masyarakat tanpa keadilan, padahal para pemikir sepakat –dengan mengesampingkan perbedaan dalam makna keadilan- bahwa hak-hak manusia harus mendapatkan perhatian dalam seluruh dimensinya dan tidak boleh ada kezaliman bagi siapapun, semuanya harus setara dalam hukum, hak-hak orang-orang lemah tak boleh terlanggar dan keadilan sosial diterapkan dalam satu kalimat, Islam pun mengungkapkan keadilan sosial sebagai sebuah asas yang urgensi dan tak tergores, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan kezaliman. Dia memberi nasihat kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”[18]
Dampak Buruk Sosial Terhadap Keluarga Mukmin
Harus diketahui bahwa dampak buruk bukan hanya berasal dari keluarga, bisa jadi sebuah keluarga dari dimensi maknawi dan mazhabi berada dalam keadaan yang sehat, akan tetapi sebagian dampak buruk sosial yang mendominasi spektrum lain dari keluarga di masyarakat, telah menjebak manusia-manusia Mukmin dan memicu timbulnya berbagai masalah mental dan psikologis. Sebagai contoh, ketaksetaraan ekonomi dan sosial, dan kesenjangan sosial yang terdapat dalam masyarakat telah menempatkan sebagian keluarga dalam kondisi yang membuat mereka tidak mampu hadir secara wajar di dalam masyarakat untuk menemukan peran-peran sosial yang cocok baginya, dan masalah inilah yang telah menyebabkan pertentangan dan inharmonisasi sosial.
Kajian ilmiah-agama menunjukkan bahwa kekurangan materi yang terjadi dalam keluarga juga bisa menjadi dasar dan asas dari penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial. Saat ini, kemiskinan materi sering disebut-sebut sebagai faktor mendasar bagi terjadinya penyimpangan moral. Terjebaknya masyarakat tingkat bawah dalam berbagai tindak kriminal, muncul dari kesenjangan antara keinginan para pemuda di kalangan ini dengan apa yang bisa mereka raih. Penyebab paling mendasar penyimpangan moral di masyarakat tinggat bawah merupakan hasil dari tekanan-tekanan yang muncul dari kegagalan dalam meraih tujuan-tujuan tertentu.
Oleh karena itu, perbedaan dalam harmonisasi sosial akan menimbulkan perbedaan pilar-pilar atau tolok-tolok ukur utama agama, yang kemudian akan tergantikan oleh parameter nafsu setani, dan memunculkan komitmen terhadap pilar-pilar agama dan keraguan dalam keasliannya. Ringkasnya, tidak akan terwujud keterikatan terhadap aturan dan hak-hak orang lain.
Dan masalah inilah yang akhirnya akan menyeret ke arah penyimpangan dan dampak-dampak buruk sosial dan keluarga.
Dikatakan, kehidupan tidak dibangun di atas keterpaksaan dan tidak seharusnya kemiskinan bisa menjadi penyebab sempurna bagi penyimpangan moral keluarga dan sosial, karena terdapat juga manusia-manusia yang kendati berada dalam keadaan berkekurangan, akan tetapi mereka bisa hidup dengan sabar dengan tetap mempertahankan harga diri, orang-orang seperti ini tidak sedikit kita temukan dalam sejarah, akan tetapi harus dilihat juga bahwa semua manusia dari sisi makrifat, pemikiran, kekuatan ruhani dan spiritual tidaklah sama, oleh karena itu tidak semua orang mampu menanggung penderitaan kemiskinan, atau jikapun mampu, hanya dalam waktu pendek. Oleh karena itu, para pemimpin agama dan politik sebuah masyarakat, bertanggung jawab dalam menghadapi orang-orang seperti ini, untuk mengantarkan mereka pada kekuatan materi dan spiritual yang tepat, karena realitas ini juga tidak bisa dipungkiri bahwa para pemimpin masyarakat tidaklah bertanggung jawab pada sebagian orang yang pemalas dan tak berkompetensi, karena sesungguhnya orang ini sendirilah yang harus berupaya untuk mencari jalan penyelesaian untuk mengatasi kemiskinan yang ia alami, ia harus berupaya untuk menutupinya dan menaikkan derajatnya di dalam masyarakat.
Kesimpulan:
Ringkasnya, membutuhkan waktu yang tak sedikit untuk membicarakan tentang dampak-dampak buruk yang terjadi di dalam keluarga dan masyarakat serta peran keluarga dalam memperluanya, namun banyak kitab serta artikel-artikel yang telah ditulis[19] secara mendetail mengenai hal ini.
Untuk membuat lingkungan keluarga yang sehat, anggota keluarga harus mulai memperbaiki diri supaya mampu hadir di dalam masyarakat sebagai orang-orang yang berpikiran, berperilaku, bersikap yang benar, logis dan religis, dan menghindarkan masyarakat dari berbagai pencemaran dosa. [iQuest]
[1]. Sarukhani, Baqir, Darâmad bar Dâirah al-Ma’ârif Ulûme Ijtimâ’î, hal. 524, Intisyarate Kaihan, 1370 S.
[2]. Silahkan lihat, Pilar-pilar dan Karakteristik-karakteristik Kehidupan Ilahi, Pertanyaan 11827; Pengaruh Tuhan dalam Kehidupan Manusia, Pertanyaan 8700; Bagaimana Pengaruh Tuhan dalam Kehidupan Manusia, Pertanyaan 11473.
[3]. Âsibsyenâsiye Khânewâdeh, hal. 24.
[4]. “Mereka adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Qs. Ar-Ra’d: [13]: 28) “(Yaitu), orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya).” (Qs. Al-Baqarah [2]: 156) “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Fath [48]: 4)
[5]. “Mereka kekal di dalam (jurang) laknat itu; siksa itu tidak akan diringankan dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 162)
[6]. “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (Qs. Al-Nisa [4]: 40)
[7]. “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang memiliki amalan yang terbaik.” (Qs. Al-Kahf [18]: 30)
[8]. (Qs. Al-Anbiya [21]: 73)
[9]. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)
[10]. Carl Jung, Gustav, Rawânsyenasi wa Din, hal. 12,13, 85, dan 174; dengan menukil dari: Salari Far, Muhammad Ridha, Khânewâdeh dar Negaresye Islâm wa Rawânsyenasi, hal. 114, Pazyuhesygahe Hauzah wa Danesygah, cet. Zaitun, Qum, 1385 S.
[11]. Silahkan lihat, Peran Ma’ad dalam Kehidupan Individu dan Sosial, Pertanyaan 413.
[12]. Silahkan lihat Khânewâdeh dar Negaresye Islâm wa Rawânshenâsî, hal. 114.
[13]. Silahkan lihat, Ibid, hal. 115-116.
[14]. Ibid.
[15]. Silahkan lihat Metode Komunikasi antar Sesama, Pertanyaan 8795.
[16]. Silahkan lihat, Kewajiban antara Suami dan Istri, Pertanyaan 850; Ketaatan Istri terhadap Suami, Pertanyaan 1674.
[17]. Silahkan lihat, Karakteristik-karakteristik Warga Muslim, Pertanyaan 332; Hak-hak antara Guru dan Murid, Pertanyaan 1368; Islam dan Hak-hak Manusia, Pertanyaan 4673; Hak-hak Muslimin terhadap Muslim lainnya, Pertanyaan 28053.
[18]. (Qs. Al-Nahl [16]: 90)
[19]. Kitab-kitab dan artikel-artikel ini bisa ditemukan di situs-situs internet research-ilmiah, seperti situs Majalât Nûr.