
کمالوندی
Persatuan, Kunci Kemenangan Bangsa Iran
Tanggal 26 Dey tahun 1357 Hijriah Syamsiah (16 Januari 1979) diperingati sebagai salah satu hari penting dalam sejarah Revolusi Islam Iran. Pada hari ini pemimpin despotik Shah Reza Pahlevi melarikan diri dari Iran.
Pelarian Shah dari Iran menandai berakhirnya monarki rezim Shah dan dimulainya sebuah babak baru di kancah politik, sosial, dan budaya masyarakat Iran.
Gerakan revolusioner rakyat Iran dalam melawan rezim Shah di penghujung tahun 1357 HS, membuat rezim dan pendukungnya semakin sulit bernafas. Bahkan para pejabat Gedung Putih memandang satu-satunya opsi yang mereka miliki adalah mengevakuasi Shah keluar dari Iran.
Para pendukung asing rezim Pahlevi siap melakukan tindakan apapun untuk memadamkan revolusi bangsa Iran dan mendukung pemerintahan Shah Reza Pahlevi. Namun, kebangkitan revolusioner rakyat Iran pada tahun 1356 – 1357 HS mencapai kemenangan dan konspirasi Amerika Cs untuk memulihkan kekuasaan Shah, mengalami kegagalan berkat perlawanan gigih rakyat Iran.
Pasukan rezim dan pemerintahan militer kehilangan kekuasaan karena kebangkitan yang dipimpin oleh Imam Khomeini ra. Dinasti monarki tumbang kurang dari satu bulan setelah Shah melarikan diri dan era monarki despotik yang telah memerintah di Iran selama 2500 tahun berakhir pada 22 Bahman tahun 1357 HS (1 Februari 1979).
Shah dan istrinya meninggalkan Iran dengan sebuah penerbangan khusus pada 26 Dey 1357 HS. Ketika itu ia berkata, "Saya pergi untuk berobat dan istirahat!"
Ilustrasi Shah Pahlevi dan istrinya melarikan diri meninggalkan Iran.
Imam Khomeini ra dalam sebuah pernyataan, menganggap pelarian Shah sebagai tahap awal untuk mengakhiri kekuasaan despotik rezim Pahlevi selama 50 tahun, dan menyampaikan ucapan selamat kepada bangsa Iran atas kemenangan ini.
Selang 26 hari setelah pelarian Shah, Revolusi Islam mencapai kemenangan pada 22 Bahman 1357 HS.
Kemenangan Revolusi Islam sudah berusia 41 tahun, tapi sisa-sisa rezim monarki masih berangan-angan untuk kembali ke masa lalu. Pada 28 Mordad 1953, AS menciptakan kerusuhan jalanan di Iran untuk menggulingkan Perdana Menteri Mohammad Mosaddegh dan mengembalikan posisi Mohammad Reza Pahlevi sebagai raja Iran.
AS masih memiliki mimpi untuk mengganti sistem pemerintahan Islam Iran. Beberapa organisasi anti-revolusi dan sisa rezim despotik di AS mengakui keterlibatan mereka dalam kerusuhan terbaru di Iran. Antek-antek mereka di Iran menyusup ke barisan demonstrasi warga untuk memprovokasi protes damai ke arah kerusuhan, perusakan fasilitas publik, dan aksi bakar-bakaran.
Dalam kerusuhan 88, gejolak tahun 96, dan kerusuhan terbaru setelah pengumuman kenaikan harga bensin di Iran, jejak anasir asing semakin terlihat dan mereka menunggangi protes damai warga dengan mengerahkan unsur-unsur terorganisir di dalam Iran.
Para pejabat resmi pemerintahan Barat menyuarakan dukungan terbuka dan bahkan memprovokasi perusuh untuk melakukan perusakan dan pembakaran. Gedung Putih dalam sebuah tindakan konyol, menyatakan dukungan resmi kepada perusuh di Iran dengan dalih "aksi solidaritas dengan rakyat Iran."
Padahal, kebijakan pemerintah AS telah membahayakan keselamatan warga Iran dengan mencegah laju perdagangan, sanksi terhadap sektor perbankan, dan bahkan memblokir akses warga Iran untuk memperoleh obat-obatan dan peralatan medis.
Media-media berbahasa Persia, Arab, dan bahkan Inggris, menyatakan solidaritas dan dukungan kepada para perusuh di Iran. Mereka juga mendukung kelompok anti-revolusi termasuk sisa-sisa rezim despotik di luar negeri.
Namun, kerusuhan itu berhasil diredam berkat kerja keras aparat keamanan dan dukungan masyarakat luas. Anasir-anasir munafik dan perusuh ditangkap atas kerja sama aparat dan lembaga-lembaga keamanan Iran.
Media-media pro-rezim monarki despotik dengan dukungan media milik negara-negara Barat dan kawasan, menyuarakan solidaritas penuh terhadap kerusuhan di Iran. Mereka bahkan mengajari para perusuh tentang teknik-teknik melawan pasukan keamanan.
Dalam propagandanya, media tersebut menekankan bahwa masyarakat yang melakukan aksi di beberapa kota adalah para pendukung rezim monarki dan mereka meminta Iran dikembalikan ke era Pahlevi.
Reza Pahlevi (putra dari Shah Mohammad Reza Pahlevi) bahkan melakukan pertemuan dengan beberapa pejabat pemerintah AS dan secara pribadi meminta AS untuk meningkatkan sanksi terhadap Iran dan para pejabat pemerintah.
Pengalaman menunjukkan bahwa perjalanan waktu akan menyingkap fakta-fakta baru tentang pendukung dan pelaku fitnah dan kerusuhan, yang dikobarkan di Iran dengan tujuan mengganti sistem pemerintahan Islam.
Jutaan warga Tehran menghadiri acara tasyi' jenazah Letjen Soleimani.
Dokumen kudeta yang sudah dirilis ke publik oleh Dinas Intelijen Pusat AS (CIA) menunjukkan bahwa AS-Inggris secara langsung terlibat dalam aksi makar untuk menggulingkan pemerintahan Mosaddegh.
Sejak kemenangan Revolusi Islam pada 22 Februari 1979, kekuatan-kekuatan arogan bangkit menentang Republik Islam Iran demi mempertahankan dominasinya di wilayah Asia Barat (Timur Tengah).
Kudeta 28 Mordad dilakukan oleh Dinas Intelijen Pusat AS (CIA) dengan dukungan langsung Dinas Intelijen Inggris (MI6). Kudeta ini adalah sebuah bukti yang memperlihatkan upaya musuh untuk memisahkan rakyat Iran dari Revolusi Islam melalui berbagai konspirasi. Meski melakukan segala upaya, namun musuh gagal untuk merusak pilar-pilar revolusi dan sistem Republik Islam.
Pasca kemenangan Revolusi Islam, AS selalu menyusun konspirasi dan mendukung anasir-anasir anti-revolusi dengan tujuan memperlemah dan menggerogoti Republik Islam Iran dari dalam.
Pada 3 Januari 2020, pemerintah AS dalam sebuah tindakan terorisme membunuh Komandan Pasukan Quds Iran, Letnan Jenderal Qasem Soleimani, dengan tujuan melemahkan pilar-pilar kekuatan bangsa Iran.
Letjen Soleimani dan Wakil Komandan Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis beserta rekan-rekannya, gugur syahid dalam serangan udara yang dilancarkan oleh pasukan teroris AS di Bandara Internasional Baghdad.
Tindakan ini kembali memperlihatkan bahwa akar permusuhan dan kedengkian AS terhadap Iran, benar-benar sangat dalam. Sikap panik ini menunjukkan bahwa AS dan musuh-musuh Iran telah kehilangan akal sehat dalam menghadapi kekuatan dan persatuan bangsa ini.
Bangsa Iran selalu memelihara sikap waspada dan kearifan, serta selalu menunjukkan bahwa mereka tidak akan pernah membiarkan musuh mencapai tujuannya.
Cendekiawan NU: Martir Soleimani, Simbol Perlawanan terhadap Terorisme !
Peristiwa serangan udara yang dilakukan militer AS terhadap Letjen Qasem Soleimani di sekitar bandara Baghdad, dan aksi balasan Iran dengan menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Irak hingga kini masih menjadi perhatian masyarakat dunia, termasuk di Tanah Air.
Banyak aspek dari peristiwa ini yang menyedot perhatian banyak kalangan, terutama para pengamat Timur Tengah. Zuhairi Misrawi, salah satu cendikiawan Nahdlatul Ulama yang juga pengamat Timur Tengah, melihat insiden ini memiliki dimensi yang penting yang berdampak besar bagi kawasan Asia Barat, bahkan dunia.
Jebolan departemen akidah-filsafat, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo ini mengungkapkan, tindakan militer AS meneror Qasem Soleimani atas instruksi langsung Donald Trump diyakini oleh sebagian masyarakat AS sendiri akan menyebabkan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah.
Direktur The Middle East Institute, Jakarta ini memandang tindakan AS tersebut melanggar hak asasi manusia dan hukum internasional karena melakukan serangan yang sangat brutal dan sadis.
"Kita tahu bahwa haji Qasem Soleimani datang ke Irak atas undangan resmi dari perdana menteri Irak. Oleh karena itu, dalih apapun yang dikatakan oleh presiden Donald Trump sama sekali tidak bisa dibenarkan. Kita melihat kecaman dunia termasuk dari dalam negeri AS sendiri bahwa tindakan yang dilakukan oleh Presiden Trump sangat tidak berdasar, melanggar hak asasi manusia, dan hukum internasional," ujar Zuhairi menjelaskan kepada jurnalis Parstoday.
Gelombang simpati begitu besar kepada martir Qasem Solaemani sebagai sosok terdepan dalam penumpasan teroris Daesh (ISIS) di Irak dan Suriah. Letjen Qasem Solaemani menjadi simbol penumpasan terorisme, sehingga kematiannya menimbulkan kesedihan besar tidak hanya di Iran, tapi juga berbagai negara dunia.
"Kita lihat betapa warga Iran sangat bersimpati ikut mendoakan Qasem Soleimani. Bahkan tidak hanya di Iran saja, tapi juga di Irak, Yaman, Lebanon, di beberapa negara Asia menunjukkan simpatinya yang luar biasa," papar analis Timur Tengah ini.
"Kami sendiri di Indonesia mengutuk dan mengecam tindak tersebut. Ini memang salah satu bentuk penjajahan Amerika terhadap kedaulatan negara, terutama dalam hal ini adalah Iran yang tentu sangat kehilangan sosok yang tulus dan berdedikasi tinggi terhadap negaranya dan dikenal sebagai sosok yang terdepan melawan ISIS dan Alqaeda," tegas Zuhairi.
Selengkapnya simak wawancara jurnalis Pastoday Indonesia dengan Zuhairi Misrawi berikut ini:
Letjen Qasem Soleimani
1. Bagaimana pandangan Anda mengenai aksi AS melancarkan serangan drone yang menyebabkan kesyahidan Qasem Soleimani ?
Menurut saya tindakan AS melanggar hak asasi manusia dan hukum internasional karena melakukan serangan yang sangat brutal dan sadis. Kita tahu bahwa haji Qasem Soleimani datang ke Irak atas undangan resmi dari perdana menteri Irak. Oleh karena itu, dalih apapun yang dikatakan oleh presiden Donald Trump sama sekali tidak bisa dibenarkan. Kita melihat kecaman dunia termasuk dari dalam negeri AS sendiri bahwa tindakan yang dilakukan oleh Presiden Trump sangat tidak berdasar, melanggar hak asasi manusia, dan hukum internasional.
Kami sendiri di Indonesia mengutuk dan mengecam tindak tersebut. Ini memang salah satu bentuk penjajahan Amerika terhadap kedaulatan negara, terutama dalam hal ini adalah Iran yang tentu sangat kehilangan sosok yang tulus dan berdedikasi tinggi terhadap negaranya dan dikenal sebagai sosok yang terdepan melawan ISIS dan Alqaeda.
2. Apakah ini termasuk terorisme internasional sebagaimana disebut Chomsky?
Ya, kita tahu bahwa ini sudah termasuk tindakan teror sebenarnya yang dilakukan Presiden Trump. Karena itu, kita mendengar bahwa ada upaya-upaya yang dilakukan untuk membawa kasus ini ke mahkamah internasional. Ini bisa menjadi satu kejahatan perang yang sama sekali tidak bisa ditolelir. Oleh karena itu, saya setuju dengan pandangan parlemen Iran yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan presiden Trump adalah teror, dan tentara AS harus kita katakan sebagai teroris dengan melakukan pembunuhan terhadap Haji Qasem Solaemani.
3. Ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa aksi yang dilakukan Trump ini untuk menghindari pemakzulannya yang dilakukan DPR AS, bagaimana tanggapan pak Zuhairi?
Kita tahu bahwa memang posisi Presiden Trump di dalam negeri sedang terjepit, karena ada impeachment, penyalahgunaan kekuasaan Presiden Trump. Kita tahu bahwa dia ingin memulihkan posisinya dengan mengambil simpati melakukan tindakan-tindakan kasar terhadap Jenderal Qasem Solaemani. Kita tahu respon sebagian besar warga AS yang memandang tindakan ini menyebabkan Timur Tengah limbung, tidak stabil. Bahkan beberapa pihak menyatakan ini menunjukkan bahwa Presiden Trump tidak mempunyai satu peta politik luar negeri.
Bagaimanapun, kita tahu setelah wafatnya Qasem Solaemani ini wibawa AS semakin merosot, karena apa yang dilakukan Presiden AS sendiri.
4. Kembali ke masalah Iran, apa tanggapan Anda mengenai antusiasme masyarakat Iran dalam prosesi duka mengiringi jenazah martir Soleimani?
Ada dua. Pertama, pada ranah wibawa dan kedaulatan dari Iran. Kita tahu bahwa langkah AS membunuh Qasem Soleimani itu artinya bermakna bahwa seperti yang dikatakan oleh Rahbar bahwa Amerika sedang melampaui garis merah yang sebenarnya tidak boleh disentuh oleh AS. Ketika AS membunuh Qasem Soleimani tentunya Amerika sedang menyerang wibawa dari Iran itu sendiri. Jadi itu konteknya.
Kita lihat bahwa betapa warga Iran sangat bersimpati ikut mendoakan Qasem Soleimani, bahkan tidak hanya di Iran saja, tapi juga di Irak, Yaman, Lebanon, di beberapa negara Asia menunjukkan simpatinya yang luar biasa.
Kedua, terhadap sosok Qasem Soleimani sendiri ini maknanya bahwa Revolusi Islam Iran menemukan momentumnya kembali ketika seluruh warga Iran bersatu padu memberikan dukungan terhadap kepemimpinan Rahbar. Ini tentu berkah yang luar biasa.
Seperti dikatakan dalam al-Quran bahwa dalam kesyahidan selalu akan memunculkan kebangkitan dan kehidupan baru, sebagaimana terjadi di Iran. Jadi Qasem Soleimani dalam hidupnya membuat kebanggaan untuk Iran dan ketika matinya atau martirnya juga mempersatukan warga Iran, dan menunjukkan kepada dunia bahwa Iran terdepan bersatu melawan keangkuhan AS.
Warga Iran mengiringi jenazah Letjen Qasem Soleimani sebelum dimakamkan
Jadi kita tahu setelah serangan balasan Iran ke pangkalan AS di Irak, AS secara moral mengalami ketakutan atau kekalahan, karena ternyata Iran begitu kokoh, Iran begitu kuat tidak bisa diremehkan dan disepelekan oleh AS. Qasem Soleimani menjadi pemantik kebangkitan Iran melawan keangkuhan AS dan sekutunya di Timur Tengah.
5. Ada hal yang menarik dari komentar pak Zuhairi yang saya baca di berbagai media mengenai balasan Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Irak tepat pada saat pemakaman Syahid Qasem Soleimani. Anda menyebutnya sebagai "Simbol khas Persia". Mungkin bisa dijelaskan mengenai istilah yang Anda pakai ini?
Orang-orang Iran dan peradaban Persia secara umum menggunakan simbol-simbol yang menyentuh hati, menyentuh perasaan. Ketika rudal-rudal ini ditembakkan ke pangkalan militer AS di Irak yang terjadi bersamaan dengan pemakaman Haji Qasem Soleimani itu maknanya luar biasa bahwa Iran tidak akan pernah takut melawan Amerika Serikat.
Iran akan bangkit, dengan kematian Qasem Soleimani akan lahir jutaan Qasem Soleimani yang siap membela negaranya. Maka kita lihat permainan simbolik dari Iran ini begitu menggetarkan, membangun satu heroisme baru. Kita lihat maknanya ditangkap betul oleh Trump bahwa ada puluhan juta rakyat Iran yang bersimpati dengan Qasem Soleimani. Ada puluhan juta rakyat Iran yang mendukung apa saja keputusan yang akan diambil Rahbar.
Makna-makna simbolik ini dipahami sangat mendalam oleh media-media Barat yang melihat apa yang dilakukan oleh Iran mengirimkan rudalnya di pangkalan militer AS di Irak pada saat prosesi pemakaman Qasem Soleimani. Hal Ini menegaskan bahwa Iran tidak main-main dan akan melakukan pembalasan, dan akan terus berdiri berdiri tegak untuk melawan AS.
Kita lihat proses penghormatan jenazah Qasem Soleimani dari Karbala, kemudian ke Najaf, kemudian Ahvaz, lalu Mashhad, Tehran, Qom dan Kerman, itukan disiarkan langsung oleh media-media internasional. Iran sekarang jadi idola dunia, terutama dunia Islam. Kalau kita lihat juga di Indonesia, berita tentang Iran itu menjadi viral, youtubenya jutaan. Itu berbeda dengan berita-berita lain di Timur Tengah lainnya. Karena, makna-makna simbolik yang dimainkan Iran ini membangkitkan nasionalisme dan heroisme baru.
Ketika simbol ini digunakan untuk melakukan perlawanan, maka itu tidak hanya menyasar pangkalan militer AS di Irak saja, tetapi juga menyasar hati nurani Presiden Trump sendiri. Maka dalam jumpa pers yang disampaikan Trump setelah balasan rudal Iran, betul-betul kelihatan mengapa Presiden Trump gelagapan, tidak mempunyai moral untuk melakukan tindakan-tindakan balasan terhadap Iran.
6. Pertanyaan selanjutnya mengenai pernyataan dari Ayatullah Khamenei hari Jumat, termasuk yang menarik tentang sebagian dari khutbahnya yang disampaikan dalam Bahasa Arab, apalagi Anda lulusan universitas Kairo, apa pesan yang ingin beliau sampaikan ?
Pesan Rahbar kepada dunia Arab menarik dan menggugah kesadaran kolektif dunia Arab bahwa Amerika yang cenderung memecah-belah Timur Tengah selama ini disebabkan karena negara-negara Arab tidak bersatu, dan tidak memiliki kesadaran kolektif untuk melihat dan memahami peran destruktif Amerika Serikat.
Rahbar meminta dunia Arab sadar bahaya kehadiran AS yang terlalu dalam di kawasan Timur Tengah dan sebenarnya merugikan dunia Arab. Maka strategi atau visi dari Iran mengatakan bahwa Timur Tengah dan dunia Arab akan mengalami kemajuan dan kejayaan kalau mampu mengusir kehadiran dari tentara-tentara dan dominasi politik, bahkan ekonomi AS.
Nah, ini tentu akan menjadi wacana yang terus menggelinding tidak hanya di kalangan elit raja-raja atau pemimpin dunia Arab, tetapi juga masyarakat Arab,karena bagaimanapun pidato yang disampaikan Rahbar yang langsung disiarkan oleh stasiun-stasium televisi berbahasa Arab.
Hal ini akan menjadi satu wacana, satu visi; visi Iran untuk mengakhiri kehadiran pasukan AS di Timur Tengah itu juga harus disambut oleh negara-negara Arab. Sebab, bagaimanapun kesewenang-wenangan AS di Timur tengah sama sekali tidak bisa dibenarkan. Bagaimanapun setiap negara memiliki kedaulatan dan harus menghormati kedaulatan negara lain. Maka dalam prinsip diplomasi ada prinsip "Mutual Respect and mutual interest", saling menghormati, dan saling menguntungkan.
Kalau kita lihat AS tidak menghormati dan tidak menguntungkan dunia Arab. Nah saya kira, Rahbar menyampaikan satu pesan yang penting bagi dunia Arab dan mudah-mudahan para pemimpin dunia Arab punya kesadaran baru untuk memahami bahaya kehadiran AS di Timur Tengah.
Mengenang Putri Tercinta Rasulullah Saw
Madinah masih diliputi duka mendalam akibat wafatnya manusia pilihan Tuhan dan nabi akhir zaman, Muhammad Saw. Tapi duka ini semakin parah ketika putri tercinta Rasulullah, Fatimah Az-Zahra juga menyusul ayahandanya.
Fatimah yang dikenal dengan julukan Ummu Abiha dan belahan jiwa Rasulullah, Zahra yang tangan mungilnya ketika kanak-kanak membelai kepala Rasul dan membersihkan air mata ayahandanya. Zahra yang ketika Rasul rindu bau surga, langsung mencium putrinya ini. Kini putri tercinta Rasul ini tak kuat menahan kesediannya dan kemudian menyusul sang ayah.
Yang membuat hati Fatimah semakin berat jauh dari ayahnya adalah kondisi umat muslim dan perpecahan di antara umat yang baru dibentuk ayahnya serta penyelewengan yang mulai marak di masyarakat Islam tak lama setelah Nabi meninggalkan mereka.
Fatimah tinggal di rumah yang ketika Nabi meminta ijin terlebih dahulu sebelum memasukinya. Tapi setelah meninggalnya Rasulullah, justru rumah tersebut didobrak dan diserbu serta penghuningya dihina dan diancam. Tak lama kemudian Sayidah Zahra gugur akibat cidera fisik yang dideritanya.
Di wasiatnya yang penuh makna, Sayidah Zahra meminta suaminya agar ia dikebumikan malam hari dan di tempat rahasia. Ini juga sebuah bentuk protes beliau atas penyimpangan dan penyelewengan umat saat itu.
Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Sayidah Fatimah meminta air untuk wudhu. Dengan pakaian rapi, ia menghadap kiblat dan berdoa, "Ya Allah ! Jadikan kematian menjemputku seolah-olah kekasih tengah datang dari perjalanan dan saya menyaksikannya. Ya Allah ! Berikan aku rahbat dan inayah-Mu. Tempatkan ruhku bersama ruh orang-orang suci dan jiwaku bersama jiwa orang mukmin serta tempatkan jasadku bersama jasad orang-orang suci serta amal perbuatanku setara dengan amal yang Kamu terima."
Pada tanggal 3 Jumadil Tsani tahun 11 Hijriah, putri tercinta Rasulullah Saw berpisah dari dunia fana. Putri Rasulullah ini meninggal dunia dengan meninggalkan nilai-nilai utama dan abadi. Hari ini, para pecinta Rasulullah dan Ahlul Baitnya tenggelam dalam duka yang mendalam.
Kehidupan Sayidah Zahra sangat singat. Ia meninggal ketika berusia 18 tahun. Tapi selama kehidupan singkatnya tersebut, gaya hidup dan peran efektif Sayidah Zahra di berbagai bidang tak ubahnya seperti lukisan yang indah, bersinar dan menjadi teladan.
Salah satu karakteristik utama Fatimah Az-Zahra adalah ketinggian spiritualnya. Fatimah mencintai Allah Swt dengan segenap tubuh dan jiwanya. Selama hidupnya ia hanya mengejar keridhaan Allah Swt. Yang membuat dirinya puas akan kehidupan duniawinya adalah ia melangkah di jalan melayani Tuhan. Fatimah senantiasa menjadi penolong ayahnya di kondisi paling sulit sekalipun. Ketika Rasulullah melawan simbol-simbol kezaliman dan syirik, Fatimah selalu membelanya.
Suatu hari Rasulullah Saw bertanya kepada putrinya: Fatimah ! Apa permintaanmu ? Saat ini Jibril di sampingku dan membawa pesan dari Tuhan, apapun yang kamu inginkan akan dikabulkan. Sayidah Zahra menjawab: Kenyamanan melayani Allah Swt telah menahan diriku untuk meminta yang lain. Aku hanya ingin selalu menyaksikan keindahan dan kemurahan Allah Swt.
Terkait kebesaran Sayidah Fatimah az-Zahra as, Rasulullah Saw bersabda, "Keimanan kepada Allah Swt melekat dalam hati dan jiwa mendalam az-Zahra as yang mampu menyingkirkan segalanya saat beribadah kepada Allah Swt. Fatimah adalah bagian dari hati dan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya sama halnya ia menyakitiku dan membuat Allah Swt tidak rela."
Hadis di atas itu diucapkan oleh manusia terbaik di alam semesta dan pilihan Allah Swt, Muhammad Rasulullah Saw. Tak diragukan lagi, keagungan Sayidah Fatimah az-Zahra as menghantarkan ke derajat yang luar biasa di sisi Rasulullah Saw.
Mengenai putrinya, Rasul bersabda, "Iman telah melebur di dalam diri dan jiwa Fatimah. Ia melupakan segalanya ketika beribadah di mihrabnya, cahayanya bersinar terang bagi para malaikat di langit dan Allah Swt kepada malaikat-Nya berkata, "Hamba-Ku, Saksikan ! Bagaimana ia (Fatimah) shalat dan beribadah kepada-Ku serta anggota badannya bergetar serta ia tenggalam dalam penghambaan ! Wahai para malaikat, kalian menjadi saksi bahwa Aku akan membuat pengikut Fatimah aman dari azab neraka."
Hadis ini dengan indah menunjukkan ketinggian ruh perempuan terkait hubungan dengan pencipta, dan kita (perempuan Muslim) harus belajar menghidupkan spirit ibadah dan penghambaan di dalam diri kita. Kita juga mengalokasikan sebagian waktu di siang hari untuk Tuhan. Kita harus merenungkan penciptaan Tuhan dan melantunkan pujian kepada-Nya, sehingga kita selalu tenggelam kedalam kecintaan dan keimanan.
Mengingat Fatimah memiliki pandangan teliti, ia merupakan orang pertama pasca wafatnya Rasulullah yang menyadari dampak berbahaya kembalinya tradisi jahiliyah dan ia memperingatkan umat Islam atas masalah ini. Sayidah Fatimah menilai al-Quran dan Ahlul Bait Nabi sebagai poros utama bagi petunjuk dan kebahagiaan masyarakat. Di mana umat Muslim hanya mampu kembali ke rumahnya dengan mengikuti jalan ini.
Kepada mereka yang terhenti di jalan hidayah dan petunjuk, Sayidah Fatimah mengatakan, "Mengapa kalian menyimpang ? Padahal al-Quran berada di tengah kalian, isinya sangat jelas dan hukumnya terang serta tanda-tanda petunjuk juga sangat jelas."
Sayidah Fatimah mengatur rumah tangganya sehingga keluarga ini bersinar sepanjang sejarah dan menjadi teladan. Jika kita ingin menggambarkan kondisi di dalam rumah tangga Ali dan Fatimah, maka karakteristik utama di keluarga ini adalah Tuhan menjadi poros dan tolok ukur mereka. Karakteristik ini sangat jelas di keluarga Fatimah seluruh anggota keluarga ini sangat tertarik dengan Allah Swt.
Suasana di keluarga Fatimah diwarnai dengan harum semerbak lantunan al-Quran. Anak-anak Fatimah ketika menyaksikan ibunya yang tengah beribadah menyadari bahwa ibu mereka tenggelam dalam ibadah yang mendalam. Munajat Fatimah kepada Tuhannya didasari oleh makrifat dan pengetahuannya yang mendalam. Rumah ini menjadi lingkungan penuh kasih sayang Fatimah dengan suaminya, Ali bin Abi Thalib. Kecintaan dan sifat pemaafnya, membuat keluarga Fatimah sangat kokoh di mana anak-anaknya nantinya menjadi tokoh sejarah dan pengubah dunia.
Di keluarga Fatimah tidak ditemukan jejak-jajak jahiliyah, fanatisme dan egoisme. Putri tercinta Rasulullah ini telah membuktikan kepada masyarakatnya bahwa tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam menggapai puncak kesempurnaan. Ini adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia, sehingga mereka mampu mengembangkan potensi di dalam dirinya.
Salah satu peran Fatimah adalah meningkatkan level budaya masyarakat. Dengan pengetahuan dan marifat agamanya, Fatimah tak ubahnya sebuah cahaya di tengah masyarakat dan menunjukkan puncak serta ketinggian perempuan di bidang ilmu dan makrifat serta akhlak.
Akhir kehidupan Fatimah telah tiba. Meski putri tercinta Rasulullah ini menyimpan kesedihan mendalam di dadanya, ia tetap dengan setia bermunajat kepada Tuhannya.
Kesepakatan Abad, Pelanggaran Hukum Internasional (2-Habis)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 28 Januari 2020 secara resmi mengumumkan prakarsa ilegal, Kesepakatan Abad. Di sini kita akan mengkaji dampak prakarsa itu bagi wilayah Asia Barat (Timur Tengah).
Terciptanya Konsensus di Antara Faksi-faksi Palestina
Perpecahan di antara faksi-faksi Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah pemerintah persatuan nasional Palestina dibubarkan pada awal tahun lalu.
Kesepakatan Abad merupakan salah satu isu yang telah menyatukan pandangan semua faksi Palestina termasuk di Tepi Barat dan Gaza, dan bahkan Presiden Otorita Ramallah Mahmoud Abbas menegaskan, "Kami katakan 'tidak' seribu kali untuk Kesepakatan Abad ini."
Reaksi itu menunjukkan bahwa faksi-faksi Palestina semakin menyadari tentang urgensitas persatuan dalam menghadapi rezim Zionis dan AS. Mereka sekarang berusaha meredam atau mengakhiri pertikaian internal demi melawan prakarsa rasis ini dan berjuang mempertahankan integritas teritorial Palestina. Pada dasarnya, faksi-faksi Palestina menganggap persatuan sebagai kunci utama untuk menggagalkan prakarsa Kesepakatan Abad.
Anggota Biro Politik Gerakan Jihad Islam Palestina, Khaled al-Batsh menyebut Kesepakatan Abad sebagai konspirasi baru AS terhadap bangsa Palestina, dan menekankan pentingnya mengakhiri konflik internal Palestina serta menciptakan persatuan total untuk melawan konspirasi ini. Gerakan Hamas dan Jihad Islam Palestina bahkan meminta Mahmoud Abbas untuk berkunjung ke Gaza.
Meningkatnya Kekerasan Antara Palestina dan Rezim Zionis
Kesepakatan Abad adalah sebuah prakarsa sepihak yang secara drastis mempersempit wilayah geografi Palestina dan memperluas wilayah pendudukan Israel. Surat kabar The Washington Post menyebut bagian Palestina dari Kesepakatan Abad hanya secuil dari sepotong roti.
Sengketa wilayah selalu menjadi salah satu penyebab utama dari banyak perang dalam sejarah. Dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Trump mengklaim bahwa "Hari ini Israel akan mengambil langkah besar menuju perdamaian. Pemerintah di kawasan menyadari bahwa ekstremisme adalah musuh bersama." Terobosan Trump diklaim ingin mengakhiri konflik Israel-Palestina yang sudah berumur 72 tahun.
Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh kesepakatan memalukan abad ini bukanlah perdamaian, tetapi eskalasi kekerasan dalam hubungan Palestina dan rezim penjajah Israel. Menurut catatan The Washington Post, "Prakarsa yang sudah dikerjakan selama bertahun-tahun ini adalah menarik ulang garis wilayah Tepi Barat."
Jadi, dapat dikatakan bahwa meskipun Trump membuat keputusan sepihak dan ilegal mengenai tanah Palestina khususnya luas wilayahnya, namun keputusan ini tidak akan dilaksanakan oleh Palestina. Tindakan Trump bahkan berpotensi memicu intifadah dan perang baru di kawasan.
Presiden kelompok advokasi liberal nirlaba yang berbasis di Amerika (J Street), Jeremy Ben-Ami menuturkan, "Kesepakatan Abad bukanlah prakarsa damai, tapi sebuah upaya untuk menjauhkan kebijakan tradisional AS dan berjalan seirama dengan sikap ultra-ekstrem Israel atas kasus-kasus spesifik."
Analis militer Israel, Ron Ben Yishai dalam sebuah artikelnya di surat kabar Yedioth Ahronoth menulis, "Setiap tindakan politik sepihak oleh Israel akan membuat situasi lebih buruk dan lebih kacau."
The New York Times dalam sebuah editorial dengan judul "Trump’s Middle East Peace Plan Exposes the Ugly Truth" menulis, "Menurut statistik militer Israel, saat ini ada lebih banyak warga Palestina daripada orang Yahudi yang tinggal di wilayah yang dikendalikan oleh rezim Zionis. Prakarsa Amerika telah membatasi sebagian besar kelompok etnis mayoritas menjadi kurang dari seperempat wilayah, dan pembatasan terhadap kedaulatan Palestina juga begitu luas sehingga apa yang tersisa lebih tepat disebut sebagai solusi setengah negara. Prakarsa Trump memiliki banyak kesalahan besar, ia memprioritaskan kepentingan Israel atas kepentingan Palestina, bahkan mendorong perluasan pemukiman dan perampasan lebih lanjut tanah Palestina."
Mendiskreditkan Negosiasi dan Menghancurkan Perjanjian Damai
Substansi Kesepakatan Abad menentang perundingan, perjanjian dua arah, dan perdamaian. Prakarsa ini melanggar seluruh hak-hak sah rakyat Palestina dan menyerahkan tanah Palestina kepada Israel.
Prakarsa ini menjadi bukti bahwa AS tidak dapat menjadi mediator dalam perundingan antara Palestina dan rezim Zionis. Ia juga menjadi bukti bahwa kepentingan Palestina dapat diraih lewat perlawanan dalam menghadapi tindakan dan kebijakan Israel dan AS.
Kesepakatan Abad secara praktis telah menghancurkan kesepakatan damai lainnya mengenai Palestina, termasuk Perjanjian Oslo 1993 dan 1995. Mahmoud Abbas dalam sebuah surat kepada Netanyatu, memperingatkan bahwa prakarsa tersebut merupakan penolakan Perjanjian Oslo oleh AS dan Israel. Oleh karena itu, pemerintah Palestina sekarang tidak terikat oleh perjanjian apapun dengan Israel termasuk di bidang kerja sama keamanan.
Sebelum ini, Sekjen Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat mengancam keluar dari Perjanjian Oslo jika Presiden AS meresmikan Kesepakatan Abad.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Kesepakatan Abad secara praktis tidak akan menghadirkan perdamaian, tapi justru menghancurkan perundingan damai antara Palestina dan Israel.
Menurut The New York Times, prakarsa Trump hanya melakukan sentuhan akhir pada sebuah rumah – di mana anggota DPR AS dari Republik dan Demokrat – telah menghabiskan puluhan tahun membantu untuk membangunnya. Selama beberapa dekade terakhir, ketika Israel perlahan-lahan mengambil alih Tepi Barat dan menempatkan lebih dari 600.000 warga Zionis di wilayah pendudukan, pemerintah AS justru memberikan dukungan diplomatik kepada Israel, menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB, menekan pengadilan internasional dan badan-badan investigasi untuk tidak memproses Israel, serta memberikan miliaran dolar kepada Israel dalam bentuk bantuan tahunan.
Meningkatnya Kebencian terhadap AS di Kawasan
Salah satu implikasi penting Kesepakatan Abad adalah meningkatnya kebencian terhadap AS di wilayah Asia Barat secara drastis.
Pemerintahan Trump menunjukkan sikap dan perilaku bermusuhan terhadap negara-negara Muslim selama tiga tahun terakhir. Arab Saudi disebutnya sebagai "sapi perah." Dalam komentar lain, Trump mengatakan Arab Saudi dan Rajanya tidak akan bertahan lebih dari dua minggu tanpa dukungan militer AS.
Presiden AS juga telah menunjukkan puncak permusuhannya terhadap negara-negara Muslim dengan meneror Komandan Pasukan Quds Iran, Letjen Qasem Soleimani dan Wakil Komandan Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis, serta delapan orang rombongan mereka.
Kejahatan ini memicu kemarahan rakyat Irak dan menuntut pasukan AS keluar dari negara tersebut. Jutaan warga Irak turun ke jalan-jalan pada 24 Januari lalu untuk mendesak pengusiran pasukan AS.
Peresmian Kesepakatan Abad telah memicu gelombang baru kebencian terhadap AS di negara-negara Asia Barat. Pelaksanaan kesepakatan ini bisa berpotensi meningkatnya ancaman terhadap Washington di kawasan.
Turunnya Posisi dan Kredibilitas Negara-negara Arab
Prakarsa Kesepakatan Abad telah menyingkap tingkat ketergantungan beberapa negara Arab kepada AS dan kepatuhan mereka pada Washington. Duta besar Yordania, Uni Emirat Arab, dan Oman menghadiri upacara peresmian Kesepakatan Abad di Gedung Putih.
Arab Saudi dan Mesir juga secara implisit mengumumkan dukungannya terhadap Kesepakatan Abad.
Jelas, sikap negara-negara Arab ini memiliki dua dampak penting. Pertama, jarak antara para pemimpin Arab dan rakyatnya semakin melebar dan hal ini dibuktikan dengan aksi protes yang digelar oleh masyarakat Arab untuk menentang prakarsa tersebut. Kedua, dukungan beberapa negara Arab terhadap Kesepakatan Abad dan ketidakpedulian mereka dengan isu Palestina, dapat menurunkan posisi mereka di Asia Barat, dan bahkan bisa mendorong mereka mengikuti kebijakan rezim Zionis dalam jangka panjang.
Kesepakatan Abad, Pelanggaran Hukum Internasional (I)
Presiden AS Donald Trump secara resmi meluncurkan prakarsa rasisnya, "Kesepakatan Abad" pada 28 Januari. Isu ini menjadi sorotan dunia, termasuk dari perspektif hukum internasional.
Para ahli menilai plot baru yang diusung pemerintahan Trump untuk Timur Tengah melanggar prinsip-prinsip hukum internasional.
Pertama, kesepakatan abad sejak awal peresmiannya tidak melibatkan Palestina. Peresmian kesepakatan abad digelar di hadapan Perdana Menteri rezim Zionis Israel dan duta besar Uni Emirat Arab, Bahrain dan Oman, tapi tidak ada satupun delegasi Palestina yang menghadirinya. Padahal prakarsa ini berkaitan langsung dengan kehidupan orang-orang Palestina. Masalah ini sudah menunjukkan pemihakan Amerika Serikat sebagai pihak ketiga yang mengusulkan prakarsa damai ini. Sejak awal, kesepakatan abad memang dirancang untuk memuluskan kepentingan rezim Zionis.
Ahmed Aboul Gheit, Sekretaris Jenderal Liga Arab mereaksi peluncuran resmi kesepakatan abad ini dengan menilainya tidak adil. Aboul Gheit mengatakan, "Mencapai perdamaian yang adil dan langgeng antara Israel dan Palestina tergantung pada keinginan kedua pihak, bukan keinginan pihak ketiga,".
Kedua mengenai dimensi geografi kesepakatan abad. Sejak peresmian prakarsa ini, Donald Trump mengakui Qods sebagai ibu kota baru rezim Zionis, dan kedaulatan Israel di atas 30 persen Tepi Barat dan telah menyetujui kedaulatan Israel atas daerah pemukiman Zionis.
Donald Trump secara terbuka menyatakan bahwa "Yerusalem akan tetap menjadi ibu kota Israel yang tidak bisa dibagi." Dari pernyataan ini, Trump menegaskan bahwa "Peta Yerusalem Timur akan memberikan kedaulatan kepada Palestina dan AS juga membuka kedutaannya di Yerusalem Timur" sebagai bentuk penghinaan belaka. Sebab, wilayah yang dimaksud sebuah daerah kecil, marginal dan berada adi luar Quds yang sebenarnya.
Selain itu, sesuai kesepakatan abad, Aboudis,yang hanya seluas maksimum empat kilometer persegi, ditetapkan sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan. Paragraf ini jelas bertentangan dengan berbagai resolusi PBB, sekaligus pelanggaran terhadap prinsip penting dan mendasar dari hak untuk menentukan nasib sendiri yang ditetapkan dalam Piagam PBB.
Faktanya, plot itu bukan hanya tidak memberi hak kepada Palestina untuk memutuskan geografiny, tetapi juga tidak mengizinkan orang-orang Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri. Pejabat Amnesti International menyatakan, "Kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa prinsip-prinsip pertukaran teritorial yang terkandung dalam perjanjian tersebut mencakup aneksasi lebih lanjut wilayah Palestina (ke Israel), yang merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter internasional,".
Ketiga, prakarsa tersebut telah memberi jalan bagi rezim Zionis untuk mengontrol secara sepihak daerah pemukiman dan lembah Jordan. Hal ini jelas merupakan contoh pendudukan yang dilakukan rezim Zionis dengan dukungan AS.
Keempat, salah satu klausul kesepakatan abad adalah pemaksaan supaya Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi, yang jelas bertentangan dengan hukum internasional. Sebab, berdasarkan hukum internasional, identifikasi tersebut tidak wajib tetapi opsional dan sebagian besar negara-negara Muslim sejauh ini tidak mengakui rezim Zionis sebagai sebuah negara berdaulat.
Kelima, dalam salah satu kausul kesepakatan abad dinyatakan bahwa Otoritas Palestina tidak dapat mengembangkan kemampuan militer dan paramiliternya di dalam dan di luar perbatasan Palestina, yang juga termasuk pelucutan senjata Hamas di Jalur Gaza.
Klausul ini juga jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional karena memiliki kekuatan militer dan pengembangan kemampuan militer adalah hak legal bagi suatu negara. Pada saat yang sama, negara asing tidak dapat menentukan kelompok mana yang merupakan bagian dari militer negara lain dan memiliki senjata.
Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa secara resmi merujuk pada hak membela diri dan pelaksanaan hak semacam itu, yang termasuk memiliki kemampuan militer. Apalagi negara-negara di kawasan Asia Barat, termasuk Palestina saat ini menghadapi ancaman serius dari rezim agresor Israel yang berulangkali menyulut perang.
Keenam, isi lain dari prakarsa abad, yang jelas melanggar hukum internasional menyangkut pengungsi Palestina. Plot yang diusung Trump ini mengabaikan hak para pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka. Meskipun para pengungsi Palestina mengungsi ke negara lain, tapi mereka madalah bangsa Palestina, dan sesuai hukum internasional memiliki hak untuk kembali.
Ketujuh, kesepakatan abad secara umum merupakan pelanggaran yang jelas dan terang-terangan terhadap berbagai resolusi PBB. termasuk Dewan Keamanan, yang salah satu utamannya adalah Amerika Serikat, yang telah berulangkali menyatakan bahwa Baitul Maqdis Timur adalah tanah pendudukan sejak tahun 1967.
Mahkamah Internasional, sebagai pilar utama peradilan PBB, telah memutuskan bahwa pembangunan dinding pembatas oleh rezim Zionis di Baitul Maqdiws timur bertentangan dengan hukum internasional. Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB menyerukan Israel untuk menarik diri dari wilayah pendudukannya (termasuk Baitul Maqdis Timur) di tahun pertama.
Sattar Azizi, profesor hukum internasional mengatakan, "Kesepakatan abad ini bertentangan dengan plot kesepakatan abad Donald Trump dalam tiga poros. Pertama Quds tidak seharusnya menjadi ibu kota hanya Israel saja, karena Palestina juga memiliki kedaulatan atas kota tersebut, yang telah disetujui oleh resolusi Dewan Keamanan PBB. Dimensi kedua, Tepi Barat dan Jalur Gaza milik Palestina di bawah hukum internasional dan permukiman Yahudi di daerah-daerah ini ilegal. Aspek ketiga, harus ada solusi yang adil untuk pengembalian pengungsi Palestina. Prakarsa Trump hanya solusi satu arah yang merampas hak warga Palestina untuk pulang ke tanah kelahirannya.
Selain itu, di bawah hukum internasional, seluruh Tepi Barat yang memiliki perbatasan darat dengan Yordania harus berada di bawah kembali Palestina. Tapi prakarsa Trump justru mengabaikannya dengan memberikan kontrol penuh kepada Israel terhadap perbatasan tersebut. Hal ini berarti perbatasan tanah negara Palestina di masa depan akan sepenuhnya diberikan kepada rezim Zionis dan Palestina akan menjadi daerah otonomi semi-negara.
Pelanggaran terang-terangan dari berbagai prinsip hukum internasional dalam plot kesepakatan abad menunjukkan bahwa bahwa mereka menginjak-injak hukum internasional, dan di sisi lain, Presiden Donald Trump, yang mengklaim mengusung norma dalam sistem internasional, menjadi penyebab ketidakabsahan hukum internasional dan norma-norma hukum yang diterima dalam sistem global.
Ormas Malaysia Tolak Kesepakatan Abad
Sejumlah organisasi masyarakat di Malaysia menyuarakan penentangan mereka terhadap rencana memalukan Donald Trump Kesepakatan Abad dan menyebutkan perang langsung terhadap bangsa Palestina.
Seperti dilaporkan IRNA, berbagai ormas Malaysia termasuk Organisasi Islam Dewan Penasihat, Partai Amanah Negara, asosiasi masjid dunia untuk membela al-Aqsa, organisasi urusan tawanan dan al-Quds hari Sabtu (01/02) di statemennya menekankan, rencana memalukan Kesepakatan Abad sebuah konspirasi AS-Zionis serta indikasi perang terhadap bangsa Palestina.
Di statemen ini dijelaskan, rencana kesepakatan abad pemicu instabilias dan kerusuhan di Palestina. Statemen ini menekankan, rencana memalukan ini tak lebih sebuah konspirasi rezim Zionis Israel dan Amerika terhadap bangsa Palestina.
Ormas Malaysia ini mengumumkan, setiap rencana dampai di Palestina harus sesuai dengan resolusi 242 Dewan Keamanan PBB di mana Israel harus kembali ke perbatasan tahun 1967.
Presiden AS Donald Trump hari Selasa lalu dalam sebuah langkah sepihak dan dengan mengabaikan kegagalan berbulan-bulan upaya untuk membujuk dunia dan kawasan serta Palestina, mengumumkan peresmian rencana kesepakatan abad.
Sampai saat ini berbagai negara dan elit politik merespon rencana ini dan Jalur Gaza serta Tepi Barat dilanda aksi besar-besaran menentang kesepakatan abad.
Dosen UB: Kesepakatan Abad, Dagelan Politik Trump !
Keputusan Presiden AS Donald Trump hari Selasa (28/1/2020) meresmikan peluncuran prakarsa damai Timur Tengah, "Kesepakatan Abad" atau "Deal of Century" memicu protes luas dari berbagai kalangan di tingkat dunia.
Pengamat Timur Tengah dari Indonesia, Yusli Effendi menilai prakarsa ini sebagai dagelan politik yang diusung Trump.
"Deal of century bagi saya adalah dagelan yang dibuat oleh Trump. Memang ini salah satu janji politik Trump ketika menjadi calon presiden AS untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina," ujar Yusli kepada Parstoday hari Selasa (4/2/2020).
Dosen hubungan internasional Universitas Brawijaya Malang ini mengungkapkan bahwa usulan tersebut sudah digagas beberapa tahun yang lalu dan menemukan perwujudannya di konferensi Manama beberapa tahun lalu.
Jebolan universitas Exeter, Inggris ini menilai kesepakatan abad tidak memiliki prospek yang cerah, karena tidak menyodorkan solusi yang adil dan cenderung mendahulukan kepentingan Israel.
"Saya tidak melihat adanya prospek yang cerah, karena kesepakatan ini lebih terlihat sebagai dagelan, bahkan bisa dianggap apartheid. Sebab isi Trump Peace plan ini berpretensi bias dan mendahulukan kepentingan Israel," papar intelektual muda NU Malang ini.
Orang-orang Palestina, tutur Yusli, hanya diberikan kebebasan sangat terbatas, tapi Israel memiliki akses untuk menguasai sebagian besar daerah di Palestina.
Menurutnya, berdasarkan kesepakatan abad, Israel memiliki legitimasi untuk menguasai tidak hanya teritorial Palestina saja, tapi juga secara rasial, yang sangat diskriminatif dan rasis.
NU Pertanyakan Tujuan Pembangunan Terowongan Istiqlal-Katedral
Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj mempertanyakan wacana pembangunan terowongan Istiqlal-Katedral. Ia tak paham maksud pembangunan terowongan yang menghubungkan kedua rumah ibadah tersebut.
"Apa budaya atau agama atau politik? Saya enggak paham itu. Saya baru tahu setelah diresmikan oleh pak Jokowi di telivisi," kata Said Aqil di Gedung PBNU di di Jalan Kramat, Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2020.
Menurutnya, pembangunan tersebut harus memiliki nilai dan filosofi. Ia tak menangkap ada nilai dan pesan pembangunan tersebut.
"Apakah nilai budaya, agama atau ini cuma bagian strategi politik," ungkap dia seperti dilansir situs Medcom.id.
Saat dijelaskan tujuan Jokowi membangun terowongan tersebut sebagai wadah silaturahmi, Said Aqil sangsi. Menurutnya, silaturahmi tidak harus melalui terowongan tersebut.
"Apakah harus begitu (melalui terowongan) gitu loh pertanyaanya," ujar dia.
Pemerintah akan membangun terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Terowongan ini disebut sebagai 'terowongan silaturahmi'.
Terowongan ini salah satu bagian dari revitalisasi kawasan Masjid Istiqlal. Revitalisasi pertama kali dilakukan sejak Masjid Istiqlal berdiri.
"Tadi, ada usulan dibuat terowongan dari Masjid Istiqlal ke Katedral. Sudah saya setujui, ini menjadi terowongan silaturahmi," kata Jokowi di halaman Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat, 7 Februari 2020.
Presiden Jokowi meninjau progres renovasi Masjid Istiqlal Jakarta.
Di bagian lain, Said Aqil Siradj kembali mengingatkan pentingnya harmonisasi antara agama dengan negara. Benturan keduanya berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.
Dia pun mencontohkan kondisi negara di Timur Tengah yang selalu dilanda konflik. Sebab, mereka dianggap belum mampu mengharmonisasikan agama dengan negara.
"Mengapa di Timur Tengah selalu pecah karena belum selesai. Belum tuntas hubungan agama dan negara," kata Said Aqil dalam Simposium Nasional Islam Nusantara di Gedung PBNU di Jakarta.
Menurutnya, di Indonesia tak ada lagi perdebatan hubungan antara negara dengan agama. Hal ini sudah disepakati sejumlah ormas Islam di Indonesia.
"Hubungan negara dan agama bagi Hasyim Ashari (pendiri NU) selesai. Diamini pendiri oleh Muhammadiyah, Al Irsyad, Al Wasliyah. Tidak bisa dipisahkan agama yang sakral dari langit, dengan budaya kreativitas manusia, nasionalisme. Selesai, tidak perlu bicara hubungan agama dan negara," ungkap dia.
Said menekankan Islam nusantara seperti ajaran NU mampu membawa perdamaian. Sebab, mengharmoniskan hubungan dengan tuhan dengan manusia.
"Islam nusantara adalah Islam yang harmonis antara akidah dan syariah, antara Ilahiyah dan Insaniyah," ujar dia.
Harmonisasi antara agama dan negara bisa menjadikan Indonesia pusat peradaban Islam baru. Indonesia bisa menjadi contoh negara-negara Islam lainnya.
"Kalau Islam sudah harmonis dengan budaya, itu berarti Islam dengan total dan tidak ada masalah berbeda suku, berbeda aliran, politik, etnik dan sebagainya," ungkap dia.
Jihad Islam: Kesepakatan Abad Pasti Gagal
Juru bicara Gerakan Jihad Islam Palestina menjelaskan, rencana kesepakatan abad tidak memiliki nilai, karena hak bangsa Palestina tidak dapat dinegosiasikan dan konspirasi ini akan gagal dengan perlawanan bangsa Palestina serta resistensi bangsa Arab dan Islam.
Musab al-Breim Sabtu (08/02) saat diwawancarai Tasnim News menyebut kesepakatan abad rencana Zionis, penjajah dan kolonial. Ia menambahkan, ini adalah hak bangsa Palestina untuk mengusir rezim Zionis dari tanah air mereka karena rezim ini termasuk penghalang jalan kebangkitan Islam dan Arab serta kebebasan wilayah. "Nasib rezim ini adalah kehancuran," papar al-Breim.
Ia menjelaskan, Amerika menganggap dirinya melindungi kepentingannya dan Tel Aviv melalui dukungan terhadap rezim Zionis, namun muqawama Palestina melalui prestasinya telah membuktikan kepada dunia bahwa apa yang diupayakan AS tak lebih sebuah ilusi dan dukungan Washington terhadap terorisme akan menghancurkan dirinya sendiri.
Jubir Jihad Islam Palestina ini mengatakan, bangsa Palestina dengan upaya dan resistensinya akan mengalahkan kesepakatan abad serta membuktikan bahwa Israel sebuah eksistensi yang rapuh dan tidak mampu melindungi dirinya serta pemukim Zionis.
Khazali: Bukan Hanya Syiah, Sunni Irak juga Usir Militer AS
Sekjen Asaib Ahl Al Haq Irak mengatakan, jika pasukan Amerika Serikat menolak keluar dari Irak, maka langkah militer terhadap mereka tidak hanya dilakukan kelompok perlawanan Syiah, tapi juga oleh kelompok Sunni di Provinsi Salahuddin, Al Anbar dan Mosul.
IRNA (9/2/2020) melaporkan, Qais Al Khazali, Sabtu (8/2) malam menuturkan, teror terhadap Abu Mahdi Al Muhandis dan Letjen Qasem Soleimani menandai berakhirnya kehadiran militer Amerika di Irak.
Qais Al Khazali menambahkan, teror para komandan itu menjadi awal dimulainya realisasi perlawanan di Irak, dan program ini akan selesai pada tahun 2022.
Menurutnya, undang-undang penarikan pasukan Amerika dari Irak yang disahkan parlemen, bangkit dari motivasi yang sepenuhnya bersifat nasional.
"Penentangan terhadap pendudukan pasukan Amerika di Irak, tidak terbatas hanya pada warga Syiah," pungkasnya.