
کمالوندی
Kisah Kecerdasan Sayyidina Ali bin Abi Thalib (ra)
Alkisah seseorang yang hendak menemui ajalnya berwasiat kepada kerabatnya: “Saya memiliki 17 unta dan 3 anak. Bagilah unta saya sehingga anak laki-laki terbesar mendapatkan warisan setengah darinya dan putra kedua saya mendapatkan sepertiga darinya dan anak kecil saya akan mewarisi sepersembilan dari jumlah total unta.”
Ketika kerabatnya membaca wasiat ini setelah kematiannya, mereka tercengang dan saling berbicara bagaimana kita dapat membagi 17 unta ini dengan cara ini?
Setelah mereka berusaha memikirkannya, mereka sampai pada kesimpulan bahwa hanya satu orang di Arab yang dapat membantu mereka.
Jadi mereka menemui Sayyidina Ali bin Abi Thalib (ra) untuk menyelesaikan masalah mereka. Sayyidina Ali (ra) berkata: Apakah kalian setuju jika saya akan menambahkan unta saya ke unta kalian, lalu saya membaginya? Mereka berkata: “Bagaimana kami tidak setuju?” Semua orang suka jika untanya ditambah.
Kemudian beliau menambahkan untanya ke unta mereka dan memberikan ke putra yang terbesar yang memiliki setengah bagian 9 onta (18:2=9), kepada anak kedua yang memiliki bagian sepertiga 6 onta (18:3=6), dan memberikan kepada anak yang ketiga yang memiliki bagian sepersembilan dua onta (18:9=2).
Dan sampai akhirnya tersisa satu onta yang merupakan milik Sayyidina Ali (ra)
Luar Biasa! Cacing di Dasar Laut pun Turut Mendoakan Orang-Orang yang Beriman
Suatu hari, Nabi Sulaiman (as) duduk di tepi laut, pandangannya tertuju pada semut yang sedang membawa biji gandum ke laut. Nabi Sulaiman masih melihat ke arahnya saat dia berada di dekat air. Pada saat itu juga tiba-tiba seekor katak muncul dari air dan membuka mulutnya, semut itu masuk ke mulutnya, kemudian katak itu masuk ke air.
Nabi Sulaiman sejenak memikirkannya dan terheran-heran, tiba-tiba dia melihat kepala katak muncul dari air dan membuka mulutnya, semut itu pun keluar dari mulutnya, tapi dia tidak membawa gandum. Nabi Sulaiman memanggil semut itu dan memintanya untuk menceritakan apa yang telah terjadi padanya.
Semut berkata: “Wahai Nabi Allah SWT, di kedalaman laut ini ada sebuah batu berlubang yang hidup seekor cacing di dalamnya. Allah SWT menciptakannya di sana, dan cacing tersebut tidak dapat meninggalkan tempat tersebut, oleh karena itu saya yang membawakan makanannya kesana, Allah SWT telah memerintahkan katak ini untuk membawa saya kepada cacing itu guna mengantarkan makanan untuknya.
Katak ini membawa saya ke sisi lubang yang ada di batu dan meletakkan mulutnya ke lubang itu dan saya keluar dari mulutnya lalu menemui cacing dan meletakkan gandum disebelahnya, kemudian saya kembali ke mulut katak yang sama yang menungguku, lalu dia berenang dalam air dan membawa saya ke permukaan air dan dia membuka mulutnya dan akhirnya saya pun keluar dari mulutnya.”
Nabi Sulaiman berkata kepada semut: “Saat Anda membawakan gandum buat cacing itu, apakah Anda mendengar dia mengatakan sesuatu?”
Semut mengatakan bahwa dia berkata: “Wahai Allah SWT yang tidak melupakan rezekiku yang ada didalam batu di dasar laut ini, janganlah lupakan rahmat Anda terhadap hamba-hamba-Mu yang beriman.”
Semakin Anda Terhimpit, Sebenarnya Semakin Besar Peluang Cakrawala Kesuksesan Anda Menanti
Suatu hari, ada seorang murid dan guru bijak sedang dalam perjalanan. Di tengah perjalanan mereka tersesat dan berusaha menemukan jalan sampai tengah malam, akan tetapi masih belum menuai hasil . Tiba-tiba dari kejauhan mereka melihat sebuah cahaya, dengan segera mereka menghampiri cahaya tersebut. Disana mereka melihat seorang wanita bersama dengan beberapa anaknya tinggal dalam sebuah tenda sederhana.
Akhirnya mereka menjadi tamu wanita itu. Wanita itu menjamu kedua tamunya dengan susu dari kambing satu-satunya yang dia miliki untuk menghilangkan rasa lapar mereka. Keesokan harinya sang guru dan murid berterima kasih kepada wanita itu dan melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan, murid selalu memikirkan wanita itu dan bagaimana mereka bisa hidup dengan seekor kambing, mereka berharap dapat membantu wanita tersebut, akhirnya dia memberi tahu gurunya mengenai hal tersebut. Guru bijak setelah sejenak berfikir menjawab: “Jika Engkau benar-benar ingin membantu mereka kembali dan bunuhlah kambing mereka!”
Pada awalnya murid sangat terkejut, tapi karena dia percaya pada gurunya, dia tidak mengatakan apapun, dan dia kembali dan pada malam hari dalam kegelapan dia membunuh kambing itu dan pergi.
Bertahun-tahun berlalu, sang murid selalu bertanya-tanya bagaimana nasib wanita beserta anak-anaknya sekarang.
Pada suatu hari, murid dan guru memasuki sebuah kota yang indah yang secara komersial merupakan pusat bisnis daerah tersebut. Mereka mencari seorang pengusaha besar di kota itu, orang-orang setempat membawa mereka ke sebuah istana di kota tersebut.
Pemilik istana adalah seorang wanita dengan pakaian yang sangat mewah yang memilki pelayan yang banyak sekali, yang menurut kebiasaannya dia biasa menyambut dengan hangat dan menjamu para tamu, dia memerintahkan para pelayannya untuk memakaikan tamunya baju baru dan memberikan tempat istirahat dan pelayanan kepada mereka.
Setelah beristirahat, mereka menemui wanita tersebut dan memintanya untuk mengatakan apa rahasia kesuksesannya. Wanita itu setelah melihat mereka adalah seorang murid dan guru bijak mengabulkan permintaan mereka dan menceritakan ceritanya sebagai berikut:
Beberapa tahun yang lalu, saya kehilangan suami dan tinggal bersama beberapa anak saya dan satu-satunya yang kami miliki untuk meneruskan kehidupan kami adalah seekor kambing. Suatu pagi kita melihat bahwa kambing kita sudah mati dan kita sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Awalnya kami sangat sedih, tapi setelah beberapa lama kami terpaksa harus bekerja sama satu sama lain untuk melanjutkan hidup kita.
Awalnya sangat sulit, tapi lambat laun masing-masing dari anak saya meraih keberhasilan dalam pekerjaan mereka. Putra sulungku berhasil membeli tanah pertanian di daerah sekitar. Putra saya yang lain menemukan mineral logam mulia, dan anak yang satu lagi mulai berdagang dengan suku-suku sekitarnya. Setelah beberapa waktu ,akhirnya melalui kekayaan yang kita miliki kami membangun sebuah kota dan tinggal berdekatan.
Murid yang mengetahui rahasia dari masalah ini meneteskan air mata karena sangat bahagia.
Adapun salah satu hikmah yang dapat diambil dari cerita ini adalah:
Masing-masing dari kita memiliki ‘seekor kambing’ yang bisa menghalangi kesuksesan kita, jika kita tidak merasa cukup dengannya, maka kita harus mengorbankannya untuk meraih kesuksesan dan kedudukan yang lebih baik.
Jawaban Telak untuk Raja dari Orang Gila
Alkisah, seorang Raja seperti biasa pergi untuk berburu dan saat tiba di luar kota, dia melihat orang gila yang medudukkan seekor anjing disebelahnya dan bercanda dengannya.
Raja berkata kepada salah satu Menterinya: “Coba pikirkan, jika kita luangkan waktu sejenak untuk bercanda dengan orang gila ini, kita pasti akan mendapatkan kesenangan.”
Menteri berkata: “Tuan! Saya takut dia akan berbuat tidak sopan yang akan membuat Anda marah nantinya.”
Raja berkata: “Jangan khawatir!” Kemudian Raja pun mendekati orang gila tersebut.
Raja berkata: “Wahai orang yang merdeka!” Apakah Anda lebih baik atau anjing Anda?
Orang gila menjawab: “Anjing ini tidak pernah melanggar perintahku, oleh karena itu, jika Raja dan Pengemis mamatuhi perintah Tuhan, maka dia berdua akan lebih baik dari pada anjing ini, dan jika mereka tidak taat, anjing akan lebih baik dari pada keduanya.”
Raja pun malu dan tidak bisa menjawab, kemudian sang Raja meninggalkan pengemis itu dan melanjutkan perjalannya.
Peralatan Termahal dan Tertua Iblis untuk Menjerumuskan Manusia
Dikisahkan bahwa suatu hari iblis yang berniat untuk melepas pekerjaannya menjelajahi segala tempat karena ingin menjual peralatannya dengan harga murah disertai diskon. Dia memamerkan peralatannya dengan jelas. Peralatan ini mencakup keegoisan, nafsu, kebencian, kemarahan, penghinaan, kecemburuan, perebutan kekuasaan dan kejahatan lainnya. Tapi di antara peralatan ini ada yang sangat sering digunakan dan sangat tua yang tampaknya Iblis tidak akan menjualnya dengan harga murah.
Hingga kemudian datanglah seseorang dan bertanya kepadanya: “Alat ini apa namanya?”
Iblis menjawab: “Ini adalah berputus asa akan kemampuan dan dari rahmat Allah.”
Orang tersebut berkata: “Kenapa harganya mahal sekali.”
Iblis tersenyum misterius dan menjawab: “Karena ini adalah alat andalanku dan paling efektif, jika peralatan lainnya sudah tidak bekerja, maka dengan alat ini saya bisa memasuki hati manusia dan melakukan sesuatu. Hanya dengan membuat orang tersebut berputus asa, tertekan, kecewa, maka dengan begitu saya bisa melakukan apapun terhadapnya. Saya menggunakan perangkat ini untuk semua manusia. Itu sebabnya usianya sangat tua.”
Siti Fathimah Az-Zahra Yang Akhlaknya Mirip Nabi Saw
Suatu ketika, di hari pernikahan Siti Fathimah az-Zahra dengan sayidina Ali bin Abi Thalib, ketika semua orang berbahagia, datang seorang perempuan faqir meminta bantuan pada hadirin. Namun tidak ada yang memberikan batuan padanya.
Lalu, siti Fathimah az-Zahra melihat peristiwa ini. Kemudian ia pergi dari keramaian ke rumah sayidina Ali, setelah itu dia melepaskan baju pengantinnya dan memakai pakaian lamanya.
Kemudian siti Fathimah datang menghampiri wanita faqir dan memberikan pakaian pengantinnya untuk dijual di pasar sehingga uangnya bisa ia gunakan.
Ketika Baginda Nabi Muhammad saw mendegar hal ini, lalu beliau bertanya pada anak semata wayangnya, Fathimah.
“Wahai anak ku yang tersayang! Kenapa engkau melakukan hal ini, memberikan gaun pengantinmu di hari pernikahan mu?”
Kemudian siti Fathimah menjawab, “Aku ingin mengamalkan apa yang engkau sabdakan untuk menginfakkan apa yang kalian cintai pada yang membutuhkan.”
لَنْ تَنالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَ ما تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَليمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang engkau infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. “ (Surah Ali Imran, ayat 92)
Abu Jakfar Muhammad bin Ya'qub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi
Abu Jakfar Muhammad bin Ya'qub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi, lebih dikenal dengan Tsiqat al-Islam al-Kulaini adalah penulis kitab hadis yang paling populer, al-Kafi dan termasuk salah satu ahli hadits paling kesohor di kalangan Syiah.
Syeikh Kulaini memiliki keahlian khusus dalam mengidentifikasi hadits dan riwayat sehingga ia dianggap sebagai referensi di kalangan Syiah dan Sunni. Oleh sebab itu, ia dijuluki sebagai Tsiqat al-Islam yaitu orang kepercayaan Islam. Syeikh Kulaini adalah penulis kitab al-Kafi, karyanya yang paling penting dan menjadi salah satu dari empat kitab hadits rujukan Syiah.
Syeikh Kulaini adalah seorang ulama besar, faqih, dan ahli hadits yang paling terkenal di kalangan Syiah pada abad ketiga Hijriyah. Menurut catatan sejarah, ia lahir bersamaan dengan masa kepemimpinan Imam Hasan al-Askari pada tahun 258 H di sebuah keluarga religi di desa Kulain yang berjarak sekitar 38 kilometer dari kota Rey, salah satu kota kuno yang paling masyhur di Iran. Ayah dan pamannya termasuk ulama dan ahli hadits yang terkenal di masanya.
Setelah memberikan kontribusi besar untuk kemajuan dunia Islam, muhaddis besar ini meninggal dunia pada tahun 329 H, bertepatan dengan periode kegaiban besar Imam Mahdi as.
Penelitian dan kegiatan ilmiah Syeikh Kulaini berlangsung pada periode keghaiban shugra Imam Mahdi as. Dengan kata lain, ia hidup sezaman dengan empat orang wakil khusus Imam yang menjadi perantara antara dirinya dan masyarakat dan tentu saja tidak ada halangan bagi Syeikh Kulaini untuk membangun hubungan dengan Imam Mahdi as, paling tidak lewat para wakil khusus tersebut.
Syeikh al-Kulaini menempuh jenjang pendidikan dasar agama di bawah asuhan sang ayah dan pamannya sendiri. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di kota Rey. Pada masa itu, kebanyakan masyarakat Rey bermadzhab Syafi'i dan Hanafi, tetapi desa-desa di kota itu menjadi pusat konsentrasi penduduk Syiah dan pecinta Ahlul Bait Nabi as.
Mayoritas warga Sunni tingga di kota Rey pada masa itu, tapi masyarakat Syiah dihormati di sana karena akhlaknya. Oleh karena itu, Rey kemudian terkenal sebagai kota penduduk Syiah.
Pengikut mazhab Isma’iliyah juga memilih kota Rey sebagai pusat kegiatan mereka. Dengan demikian, kota Rey menjadi pusat pertukaran pemikiran antara pengikut mazhab Isma'iliyah, Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Syiah Imamiyah.
Di kota ini, Syeikh Kulaini mempelajari ilmu hadits dari Abul Hasan Muhammad bin Asadi al-Kufi. Pada masa itu pula, kaum Qarmatian – yang memadukan ajaran Zoroaster, Manichean, dan Islam – melakukan serangan terhadap akidah dan kesucian kaum Muslim. Syeikh Kulaini meladeni kaum Qarmatian dengan menulis buku, “Al-Rad ‘ala Al-Qaramithah.” Buku ini bertujuan untuk menjaga kaum Muslim dari penyimpangan akidah dan penyesatan.
Syeikh al-Kulaini kemudian hijrah ke Qum untuk memperdalam ilmu agamanya. Di sana, ia bertemu dengan banyak ahli hadits yang menukil hadits langsung dari lisan Imam Hasan al-Askari atau Imam Ali al-Hadi as serta berguru kepada para ulama besar.
Setelah dari Qum, ilmuwan besar ini bertolak ke kota Kufah untuk meningkatkan kapasitas keilmuannya. Kufah di masa itu merupakan salah satu pusat besar ilmu pengetahuan, di mana para ulama besar datang ke kota itu untuk mengajar dan menuntut ilmu.
Tsiqat al-Islam kemudian berangkat ke Baghdad dan di sana, ia memperoleh popularitas yang besar di mana masyarakat Syiah dan Sunni merujuk kepadanya untuk memecahkan persoalan agama. Syeikh Kulaini kemudian menjadi kepercayaan kelompok Syiah dan Sunni dalam urusan agama.
Pada periode keghaiban sughra, masyarakat tidak bisa lagi membangun hubungan langsung dengan Imam Mahdi as. Sebagian pihak memanfaatkan kevakuman ini untuk memproduksi hadits palsu atau mendistorsi hadits-hadits yang sudah ada.
Dalam situasi seperti itu, para ulama dari semua mazhab melakukan upaya serius untuk melindungi riwayat dan hadits dari penyimpangan sehingga era itu juga dikenal dengan "Periode Hadits."
Perlu dicatat bahwa Kutubus Sittah (enam buah kitab induk hadits di kalangan Ahlu Sunnah) ditulis pada periode itu, tapi mazhab Sunni tidak membedakan antara Ahlul Bait dengan sahabat lain dan para muhaddits dalam menukil haditsnya. Ketika mereka melakukan pengumpulan hadits pada abad ketiga Hijriyah, mereka memiliki jarak 300 tahun dari sumber hadits.
Namun, mazhab Syiah memiliki para imam maksum dari Ahlul Bait yang merupakan khalifah setelah wafatnya Rasulullah Saw. Setelah Rasul wafat, pengikut Syiah menukil hadits dan riwayat dari para imam maksum serta mempelajari agama dari mereka.
Ketika Syeikh Kulaini melakukan pengumpulan hadits pada periode keghaiban sughra, para ulama masih bisa membangun kontak dengan Imam Mahdi as melalui wakil-wakil khususunya. Di samping itu, ada juga para ahli hadits yang menukil langsung hadits dari Imam Ali al-Hadi dan Imam Hasan al-Askari as.
Syeikh Kulaini memahami dengan baik apa yang dibutuhkan umat pada periode genting itu. Ia mulai mengumpulkan hadits dan makrifat Ahlul Bait untuk menyelamatkan masyarakat dari penyimpangan. Ulama besar ini kemudian melakukan perjalanan ke berbagai kota Islam untuk mengumpulkan hadits dari para perawi sehingga masyarakat bisa memanfaatkan peninggalan Rasulullah Saw dan Ahlul Bait sebagai petunjuk.
Kerja keras dan perjuangan Syeikh Kulaini dituangkan dalam sebuah kitab dengan judul, al-Kafi untuk dimanfaatkan oleh para ulama dan kaum Muslim. Para ulama dari berbagai mazhab sampai sekarang masih menjadikan kitab ini sebagai salah satu rujukan mereka. Kumpulan hadits Rasulullah Saw dan para imam maksum yang dilakukan Syeikh al-Kulaini menjadi sangat berharga.
Menurut Najashi, Syeikh Kulaini adalah pemimpin ulama Syiah dan sosok cemerlang di zamannya yang paling dapat diandalkan dalam hadits. Ia menjadi salah satu figur besar ulama yang mendermakan hidupnya demi Islam dan kepentingan kaum Muslim. Dengan menerbitkan banyak buku, Syeikh Kulaini menunjukkan kontribusi besarnya untuk Islam.
Di zamannya, para ulama Syiah dan Sunni memberikan penghormatan yang tinggi terhadap keilmuan dan kiprah besarnya, terutama di bidang hadits. Beliau digaliri sebagai Tsiqah al-Islam karena tingginya kepercayaannya masyarakat dan ulama terhadap keilmuan dan keluhuran akhlaknya.
Kedudukan Luhur Sayidah Fatimah Az-Zahra (3-Habis)
Tanggal kesyahidan Sayidah Fatimah az-Zahra as tidak diketahui secara jelas dan ada perbedaan riwayat mengenai hal ini. Di Iran, ada dua hari berkabung untuk memperingati syahadah wanita mulia ini yaitu tanggal 13 Jumadil Awal dan 3 Jumadil Akhir. Hari-hari ini disebut dengan hari-hari Fatimiyah Pertama dan Fatimiyah Kedua.
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Ayat Mawaddah
Ayat Mawaddah adalah ayat ke-23 surat al-Syura yang menjelaskan tentang keutamaan Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw dan upah yang didapat Rasulullah atas risalah yang disampaikannya yaitu mencintai Ahlul Baitnya.
"Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah memberikan berita gembira kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah! Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku ini kecuali kecintaan kepada keluargaku." (QS. Al-Syura, ayat 23).
Ibnu Abbas berkata, "Sewaktu ayat Mawaddah diturunkan, aku bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah Saw, siapa dari keluargamu yang wajib bagi kami untuk mencintainya?" Nabi Saw menjawab, "Ali, Fatimah, Hasan, dan Husein."
Menurut ayat ini, upah atas risalah Nabi Muhammad Saw adalah mencintai orang-orang terdekatnya. Allah Swt menjadikan kecintaan kepada Ahlul Bait as sebagai upah atas risalah Rasulullah, karena masyarakat membutuhkan mereka sebagai panutan dan rujukan. Ahlul Bait adalah gerbang ilmu Rasulullah, sebagaimana sabda beliau, "Jika umat berpegang teguh pada Ahlul Bait, maka mereka tidak akan pernah tersesat."
Perintah untuk mencintai Amirul Mukminin Ali as, Sayidah Fatimah az-Zahra, Imam Hasan, dan Imam Husein as, datangnya dari Allah Swt, bukan sesuatu yang diminta oleh Rasulullah. Tentu Ahlul Bait memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, karena sesuatu yang nilainya lebih rendah, tidak dapat menjadi upah untuk risalah Nabi.
Seorang mufassir besar Sunni, Imam al-Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat Mawaddah berkata, "Ayat ini diturunkan dan kemudian Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang meninggal dunia dalam kecintaan kepada keluarga Muhammad, ia terhitung mati syahid. Ketahuilah! Barang siapa yang meninggal dunia dalam kecintaan kepada keluarga Muhammad, ia telah diampuni. Ketahuilah! Barang siapa yang meninggal dunia dalam kecintaan kepada keluarga Muhammad, ia meninggal dalam keadaan bertaubat."
Nama dan Julukan Sayidah Fatimah as
Setelah mengkaji tentang ayat-ayat al-Quran yang berbicara mengenai kedudukan Sayidah Fatimah as dan Ahlul Bait, kini kami akan menjelaskan tentang makna dari 10 nama dan julukan wanita mulia ini.
Fatimah berasal dari akar kata Fa Tha Ma yang berarti memisahkan dan memotong sesuatu dari sesuatu yang lain. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah Swt memberi namanya Fatimah karena dia dan orang-orang yang mencintainya telah terputus dan terhalangi dari api (neraka).
Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Dia dinamakan Fatimah karena ia telah terhalang dari kejahatan dan keburukan. Apabila tidak ada Ali as, maka sampai hari kiamat tidak akan ada seorang pun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangannya)."
Imam Ali as berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ia dinamakan Fatimah, karena Allah Swt menyingkirkan api neraka darinya dan dari keturunannya. Tentu keturunannya yang meninggal dalam keadaan beriman dan meyakini segala sesuatu yang diturunkan kepadaku."
Salah satu nama populer wanita mulia ini adalah Zahra (yang bersinar dan memancarkan cahaya).
Jabir bin Abdullah menukil dari Imam Husein as yang berkata, "Allah menciptakan Fatimah dari cahaya keagungan-Nya. Ketika Fatimah memancarkan cahaya, bumi, dan langit menjadi terang, mata-mata malaikat tenggelam dalam cahaya dan mereka bersujud kepada Allah sembari berkata, "Ya Allah! Cahaya apakah ini?" Terdengar suara wahyu bahwa ini adalah salah satu cahaya-Ku, Aku memberikannya tempat di langit dan ia akan dilahirkan dari garis Rasulullah – yang Aku jadikan sebagai penghulu para nabi – dan dari cahaya itu, akan lahir para imam maksum untuk menegakkan perintah-Ku dan memberi petunjuk kepada manusia. Mereka akan menjadi khalifah-Ku di bumi setelah terputusnya wahyu."
Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Sebab Sayidah Fatimah dinamakan Zahra karena akan diberikan kepadanya sebuah bangunan di surga yang terbuat dari yaqut merah. Dikarenakan kemegahan dan keagungan bangunan tersebut, maka para penghuni surga melihatnya seakan sebuah bintang di langit yang memancarkan cahaya, dan mereka satu sama lain saling berkata bahwa bangunan megah bercahaya itu dipersembahkan untuk Fatimah."
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang-orang bertanya kepada Imam Shadiq tentang sebab ia dinamakan Zahra? Beliau menjawab, "Karena sewaktu beliau berada di mihrab (untuk beribadah), cahaya memancar darinya untuk para penghuni langit, bagaikan pancaran cahaya bintang-bintang bagi para penghuni bumi."
Nama lain Sayidah Fatimah as adalah Muhaddatsah yaitu orang yang mampu berkomunikasi dengan malaikat. Dalam sebuah riwayat, Imam Shadiq as berkata, "Fatimah dijuluki Muhaddatsah karena para malaikat selalu turun kepadanya, sebagaimana mereka berbicara dengan Sayidah Maryam as, mereka juga berbicara dengannya."
Pada suatu malam, Sayidah Fatimah bertanya kepada malaikat, "Bukankah wanita pengluhu alam ini adalah Maryam binti Imran?" Malaikat menjawab, "Sayidah Maryam adalah penghulu wanita pada masanya, tapi Allah menjadikan engkau sebagai penghulu wanita semesta alam dari awal sampai akhir."
Dalam sebuah riwayat, Ishaq bin Jakfar menuturkan, "Aku mendengar dari Imam Shadiq berkata, "Fatimah dinamakan Muhaddatsah karena para malaikat selalu turun kepadanya, sebagaimana para malaikat memanggil Sayidah Maryam dan berbicara dengannya, mereka juga berkata, "Wahai Fatimah, sesungguhnya Allah Swt telah memilihmu, mensucikanmu, dan memilihmu atas perempuan seluruh alam."
Para malaikat juga menyampaikan kepada Sayidah Fatimah as tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang, raja-raja yang akan berkuasa, dan hukum-hukum Allah Swt. Fatimah Zahra meminta kepada Imam Ali as untuk menulis semua perkara yang telah disampaikan para malaikat kepadanya. Kumpulan tulisan tersebut dinamakan dengan Mushaf Fatimah.
Sayidah Fatimah juga memiliki beberapa sebutan lain di antaranya: Mardhiyah (orang yang segala perkataan dan perilakunya telah diridhai Allah Swt), Siddiqah Kubra (orang yang sangat jujur, tidak pernah berbohong, dan orang yang ucapannya sesuai dengan perilakunya), Raihanah (wewangian), Bathul (orang yang telah memutuskan hubungannya dengan dunia dan hanya mencari kecintaan Allah), Rasyidah (wanita yang telah dianugerahi petunjuk dan selalu berada dalam kebenaran dan pemberi petunjuk kepada yang lain), Haura Insiyah (bidadari berbentuk manusia), dan Thahirah (yang suci dari dosa dan kesalahan).
Kedudukan Luhur Sayidah Fatimah Az-Zahra (2)
Hari-hari Fatimiyyah adalah sebuah momen yang diisi oleh para pengikut Syiah dengan acara duka untuk mengenang hari kesyahidan Sayidah Fatimah az-Zahra as.
Tanggal kesyahidan Sayidah Fatimah tidak diketahui secara jelas dan ada perbedaan riwayat mengenai hal ini. Di Iran, ada dua hari berkabung untuk memperingati syahadah wanita mulia ini yaitu tanggal 13 Jumadil Awal dan 3 Jumadil Akhir. Hari-hari ini disebut dengan hari-hari Fatimiyah pertama dan Fatimiyah kedua.
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Surat an-Nur
Sosok Sayidah Fatimah az-Zahra disebut sebagai sebuah pelita bagi pecinta Ahlul Bait dalam ayat Misykat (ayat 35 surat an-Nur), sementara para imam maksum yang lahir dari keturunannya adalah pemberi petunjuk kepada umat manusia.
"Allah adalah cahaya seluruh langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah tempat pelita yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu berada dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh berkah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api (lantaran minyak itu sangat bening berkilau). Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nur, ayat 35)
Para mufassir telah menafsirkan ayat Nur dengan berbagai metode dan secara khusus menyebutkan beberapa objek mengenai kata misykat (tempat pelita). Muhammad Ali ibn Ibrahim Qummi dalam bukunya, Tafsir al-Qummi menulis, "Maksud dari kata misykat adalah Fatimah az-Zahra dan arti dari kalimat Fiha Misbah al-Misbahu adalah dua putra mulianya, Imam Hasan dan Imam Husein."
Beberapa kitab tafsir dengan mengutip sebagian riwayat, menafsirkan kata zujajah sebagai Imam Ali as dan kalimat Nurun Ala Nur adalah para imam Syiah yang datang silih berganti dan memiliki cahaya ilmu dan hikmah.
Seorang ulama besar Syiah, Allamah al-Majlisi ketika menafsirkan kalimat Nurun Ala Nur, mengutip sebuah riwayat dari Imam Jakfar Shadiq as yang berkata, "Di tengah Ahlul Bait, terdapat para imam yang datang silih berganti dan masing-masing dari mereka adalah pemberi petunjuk ke jalan makrifat."
Iya, Allah adalah pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Sosok Sayidah Fatimah as merupakan misykat yang darinya lahir para imam maksum. Semua makrifat Ilahi terpancar dalam wujudnya dan ia adalah penjaga cahaya tauhid, dan mereka semua berasal dari nur (cahaya) yang satu.
Ilustrasi peringatan hari syahadah Sayidah Fatimah az-Zahra as.
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Surat Ibrahim
Sekarang kita akan mengkaji tafsir ayat 24 dan 25 surat Ibrahim, dan secara khusus menafsirkan maksud dari kalimat syajarah thayyibah (pohon yang baik) dalam ayat tersebut.
Allah Swt berfirman, "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat." (QS. Ibrahim, ayat 24-25)
Menurut berbagai riwayat, maksud dari kalimat syajarah thayyibah adalah Rasulullah Saw, Imam Ali, Sayidah Fatimah as, dan kedua putra mereka.
Sallam Ibn Mustanir mengatakan, "Aku bertanya kepada Imam Muhammad al-Baqir as tentang firman Allah, 'seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.'
Imam menjawab, "Pohon itu adalah Rasulullah yang garis keturunannya tertancap kokoh di Bani Hasyem. Batang pohon itu adalah Ali as, dan akarnya adalah Fatimah, cabang-cabangnya adalah para imam maksum, dan daun-daunnya adalah para pengikut Syiah. Jika ada satu orang Syiah meninggal dunia, maka satu daun dari pohon itu akan jatuh, dan jika ada satu kelahiran, maka satu daun baru akan tumbuh."
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Surat al-Baqarah
Allah Swt mengajarkan beberapa kalimat kepada Nabi Adam as dan kalimat tersebut membuat taubatnya diterima.
Setelah termakan godaan syaitan dan turunnya perintah keluar dari surga, Nabi Adam menyadari bahwa ia telah menzalimi dirinya dan dengan penuh penyesalan bertaubat kepada Allah. Dia mendengar permohonan taubat Nabi Adam as dan mengajarkan beberapa kalimat kepadanya sebagai syarat penerimaan taubat.
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah ayat 37)
Para mufassir berbeda pendapat mengenai "kalimat-kalimat" yang diajarkan Allah kepada Nabi Adam untuk bertaubat. Berbagai riwayat yang dinukil dari Ahlul Bait menyebutkan bahwa maksud dari "kalimat-kalimat" adalah mengajarkan nama-nama manusia yang paling mulia yaitu Muhammad Saw, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husein as.
Nabi Adam bertawassul kepada nama-nama tersebut untuk memohon ampunan dari Allah dan Dia pun menerima taubatnya. Kalimat-kalimat tersebut juga membuat Nabi Ya'qub memperoleh kembali penglihatannya setelah menangis terus-menerus karena perpisahan dengan Yusuf, kapal Nabi Nuh as terselamatkan dari badai dan bersandar di sebuah bukit, dan padamnya kobaran api yang dinyalakan untuk membakar Nabi Ibrahim as.
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Surat ar-Rahman
Allah Swt dalam surat ar-Rahman ayat 19-22 berfirman, "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dari keduanya keluar mutiara dan marjan."
Dalam sebuah riwayat dari Sa'id Ibn Jubair dari Ibnu Abbas disebutkan, "Makna dari dua lautan asin dan tawar yang keduanya kemudian bertemu adalah Ali dan Fatimah. Maksud dari batas pemisah yang tidak melampaui masing-masing adalah kasih sayang abadi yang terjalin di antara kedua sosok mulia ini, dan maksud dari mutiara dan marjan yang keluar dari lautan tersebut adalah Hasan dan Husein as."
Sebuah riwayat lain dari Ibnu Abbas, telah memperjelas penafsiran dari kalimat, "antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing" yaitu bahwa di antara kedua pribadi mulia tersebut, terdapat cinta dan kasih sayang yang sedemikian rupa sehingga menjauhkan segala bentuk emosi dan dendam.
Samudera kasih sayang Sayidah Fatimah dan suaminya adalah tidak bertepi, demikian juga dengan makrifat dan keutamaan mereka berdua.
Ayat tersebut berbicara tentang keutamaan besar dan kedudukan tinggi Ahlul Bait Nabi as. Allah Swt menjadikan mereka sebagai sumber keberkahan, gudang ilmu pengetahuan, teladan akhlak yang mulia, simbol ketakwaan dan kesucian, serta simbol kedermawanan.
Anak-anak mereka merupakan mutiara yang berharga, yang tumbuh besar di tengah samudera kasih sayang Sayidah Fatimah dan Imam Ali as. Hasan dan Husein as mewarisi keindahan fisik dan batin, ilmu, dan takwa dari kedua orang tuanya.
Kedudukan Luhur Sayidah Fatimah Az-Zahra (1)
Ayyam Fatimiyah (hari-hari duka Sayidah Fatimah Az-Zahra as) adalah hari berkabung dan berduka cita yang diperingati untuk mengenang syahadah putri tercinta Rasulullah Saw ini.
Hari kesyahidan Sayidah Fatimah as tidak diketahui secara pasti dan ada perbedaan riwayat mengenai hal ini. Ada dua hari istimewa yang dikenang untuk memperingati syahadah putri Rasulullah Saw ini yaitu tanggal 13 Jumadil Awal dan 3 Jumadil Akhir. Hari-hari itu disebut dengan hari-hari Fatimiyah.
Di sini, kita akan mengupas tentang ayat-ayat al-Quran yang berhubungan dengan kedudukan Sayidah Fatimah az-Zahra as. Ia memiliki kedudukan yang luhur sehingga Allah Swt menurunkan banyak ayat al-Quran tentang istri Imam Ali as ini.
Allah Swt menurunkan surat al-Kautsar untuk menunjukkan kedudukan luhur dan mulia Sayidah Fatimah as, pengorbanan tulusnya diabadikan dalam surat al-Insan, kesucian wanita ini dijelaskan dalam Ayat Tathir (ayat 33 surat al-Ahzab), puncak irfani dan spiritualitasnya digambarkan dalam Ayat Mubahalah (ayat 61 surat Ali Imran).
Keberadaan Sayidah Fatimah disebut sebagai sebuah pelita bagi para pecinta Ahlul Bait dalam Ayat Misykat (ayat 35 surat an-Nur), ia diperkenalkan sebagai sebuah pohon yang suci dalam ayat 24 surat Ibrahim.
Sayidah Fatimah dan Imam Ali as adalah samudera ilmu dan makrifat Ilahi, sementara anak-anak mereka adalah mutiara dalam samudera itu. Ayat Mawaddah (ayat 23 surat al-Syura) menjelaskan bahwa upah atas jerih payah Rasulullah Saw adalah mencintai dan menyayangi Ahlul Baitnya.
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Surat al-Kautsar
Di antara putra-putri Sayidah Khadijah as dan Rasulullah Saw adalah Abdullah. Namun, Abdullah meninggal dunia di usia kanak-kanak. Pada suatu hari, salah satu pemimpin kaum musyrik Makkah, Ash bin Wa'il melihat Rasulullah ketika keluar dari Masjidil Haram dan berbicara singkat dengannya.
Sekelompok pemimpin Quraisy yang menyaksikan pertemuan mereka, bertanya hal itu kepada Ash bin Wa'il. Mereka berkata, "Dengan siapa kamu berbicara tadi?" Dia menjawab, "Dengan dia yang (Abtar) terputus!"
Allah kemudian menurunkan surat al-Kautsar untuk membela dan membesarkan hati Rasulullah. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus."
Para mufassir menafsirkan al-Kautsar sebagai kebaikan dan nikmat yang banyak yaitu banyaknya keturunan Rasulullah dan ini terwujud melalui anak-anak Sayidah Fatimah, di mana anak keturunannya tidak terhitung jumlah mereka dan ini akan berlanjut sampai hari kiamat.
Mayoritas ulama Syiah menganggap sosok Sayidah Fatimah as sebagai al-Kautsar. Menurut takwil ayat ini, Allah memberikan keturunan yang banyak kepada Rasulullah melalui putrinya ini.
Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Barang siapa yang membaca surat al-Kautsar dalam shalat wajib dan sunnahnya, maka Allah akan mengeyangkannya dengan air telaga Kautsar pada hari kiamat."
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Surat al-Insan
Pengorbanan tulus Sayidah Fatimah as dan keluarganya diabadikan oleh Allah dalam surat al-Insan.
Imam Hasan dan Imam Husein as menderita sakit selama beberapa hari. Rasulullah dan beberapa sahabat pergi membesuk cucunya itu di rumah mereka. Di sana, Rasulullah berkata kepada Imam Ali, "Jika engkau bernazar untuk kesembuhan mereka, maka Allah akan mempercepat kesembuhannya."
Imam Ali as menjawab, "Wahai Rasulullah! Aku akan bernazar untuk kesembuhan mereka berdua yaitu melakukan puasa syukur selama tiga hari."
Beberapa hari kemudian, Imam Hasan dan Imam Husein telah sembuh dari sakitnya. Dengan demikian, Imam Ali dan Sayidah Fatimah bersama pelayannya Fidhah menunaikan nazar mereka dengan berpuasa selama tiga hari berturut-turut.
Imam Ali as kemudian meminjam gandum dan Fiddhah membuat lima potong roti dan ketiganya berpuasa. Ketika tiba waktu berbuka, seorang peminta-minta mengetuk pintu rumah dan meminta makanan. Karena tidak ada makanan lain selain beberapa potong roti di rumah, mereka memberikan roti itu kepada pengemis itu dan hanya berbuka dengan air.
Mereka berpuasa di hari kedua dengan perut kosong. Imam Ali kembali meminjam gandum untuk dibuatkan roti lalu berbuka dengannya. Tapi ketika tiba waktu berbuka, giliran seorang anak yatim yang mengetuk pintu rumah mereka dan meminta bantuan. Kali ini juga keluarga Imam Ali harus merelakan roti untuk berbuka puasa diberikan kepada anak yatim itu.
Hari ketiga mereka berpuasa dalam kondisi perut kosong belum diisi apapun selama dua hari. Kejadian hari pertama dan kedua terulang kembali di hari ketiga. Ketika akan berbuka puasa, ada orang lain yang membutuhkan bantuan mengetuk pintu rumah mereka.
Setelah mengetahui bahwa orang yang mengetuk pintu itu adalah seorang hamba sahaya yang tertawan oleh pemiliknya yang kaya raya, keluarga Imam Ali untuk ketiga kalinya harus merelakan roti untuk berbuka puasanya diberikan kepada budak itu.
Di hari keempat, Rasulullah Saw mendatangi rumah Ali untuk mengetahui apa yang terjadi. Beliau melihat keluarga Ali dalam kondisi lemah. Setelah bertanya apa yang terjadi, beliau segera mengangkat tangannya dan berdoa, "Wahai Zat yang segera pertolongannya! Ya Allah, anak-anak Muhammad, Nabi-Mu terlihat lemah akibat lapar. Ya Allah, bantulah mereka..."
Ketika itu, malaikat Jibril datang dan berkata, "Wahai Muhammad! Terimalah ucapan selamat dari Allah!" Nabi Muhammad Saw berkata, "Apa itu?" Malaikat Jibril kemudian membacakan surat al-Insan dan berkata, "Surat itu diturunkan untuk Ali dan keluarganya yang suci."
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (QS. Al-Insan: 8-9)
Peringatan hari gugurnya Sayidah Fatimah as di Tehran. (dok)
Kedudukan Sayidah Fatimah dalam Surat al-Qadr
Menurut sabda Rasulullah Saw, Fatimah adalah pemimpin wanita semesta alam dan membutuhkan makrifat yang tinggi untuk memahami kedudukannya. Diriwayatkan dari para imam maksum bahwa ia dinamakan Fatimah karena para hamba tidak mampu memahami kedalaman makrifatnya.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?"
Imam Jakfar Shadiq berkata, "Lailah (malam) adalah Fatimah dan al-Qadr adalah Allah. Barang siapa yang mengenal Fatimah dengan sebenar-benarnya makrifat, maka dia telah menemukan malam Lailatul Qadr."
Jadi, orang yang memahami kedudukan luhur Sayidah Fatimah as dengan sebenar-benarnya makrifat, maka ia telah merasakan malam Lailatul Qadr. Sebagaimana hakikat keberadaan malam Lailatul Qadr berbalut misteri, maka hakikat Fatimah juga tersembunyi dan tidak semua orang bisa memahami kedudukannya. Kedudukan Fatimah dan Lailatul Qadr adalah dua mutiara yang tersembunyi.
Lailatul Qadr adalah malam diturunkannya al-Quran, sementara Fatimah as adalah tempat diturunkannya al-Quran natiq (yang berbicara) yaitu para imam maksum.