کمالوندی

کمالوندی

Kamis, 23 Januari 2020 16:34

Bebaskan Dirimu dari Masalah

 

Seorang pria tua memiliki seekor keledai yang sangat ia sayangi, setiap hari ia menyempatkan untuk berjalan-jalan mengelilingi desa dengan kesayangannya tersebut. Pada suatu hari dimana ia sedang berjalan dengan keledainya itu, keledainya terjatuh ke dalam sebuah lubang yang dalam dan dia tidak bisa menarik keledai tersebut keluar, tidak peduli seberapa keras ia mencobanya. Oleh karena itu, dengan berat hati ia memutuskan untuk mengubur keledainya hidup-hidup dan merelakannya.

Lelaki tua itu pun mulai menimbun lubang tersebut dengan tanah. Keledai yang merasa badannya tertimpa tanah, menggoyangkan tubuhnya untuk menjatuhkan tanah di atas tubuhnya, dan melangkah di atas tanah tersebut. Tanah berikutnya ditimbun kembali ke dalam lubang.

Berulang kali keledai itu mengibaskan kembali tubuhnya dan menaiki tanah tersebut. Semakin tanah ditimbun, semakin tinggi tanah tersebut naik. Menjelang siang, keledai itu dapat keluar dari lubang, dan berhasil menyelamatkan diri lalu merumput di padang rumput hijau. Si pemilik pun merasa senang akhirnya si keledai bias keluar dari lubang tersebut.

Setelah banyak ‘mengibaskan’ masalah, Dan melangkah (belajar dari kisah di atas), Suatu saat setelah terlepas dari masalah, anda akan mampu merumput di padang rumput hijau yang artinya anda akan mampu meraih apa yang anda impikan.

jadi jangan menyerah dengan keadaan yang terlihat begitu sulit di hadapan anda, mulailah berpikir memanfaatkan sesuatu di sekeliling anda untuk membebaskan diri dari setiap masalah.

Kamis, 23 Januari 2020 16:33

Kriteria Sahabat Menurut Islam

 

Salah satu nikmat terbesar yang dianugerahkan oleh Allah swt adalah kita diberikan insting untuk bersosialisasi dengan sesamanya dan hasil dari itu semua adalah terciptanya persahabatan antara individu yang menjalin satu ikatan kebersamaan. Dan dari pada itu semua persahabatan memiliki efek kepada kehidupan kita dan pada pola fikir kita sebagai manusia dalam memandang masa depan. Ini semua efek dari adanya jalinan persahabatan yang merupakan kebutuhan setiap manusia sebagai makhluq social.

Tanpa diragukan lagi, hal-hal terpenting yang membentuk pribadi seseorang setelah kehendak dan kemauannya sendiri adalah persahabatan dan pergaulan dengan sesama. Karena disadari ataupun tidak semua itu memiliki dampak pada pribadi seseorang seperti pola pikir, prilaku dan pandangan hidup diperoleh dari apa yang ia ambil dari sahabatnya. Disamping itu, sahabat bisa membawamu pada keridoan ataupun kemurkaan Tuhan.

Islam memandang persahabatan sebagai nilai agung dan menentukan dalam nasib dan kehidupan seseorang. Sehingga Nabi Muhammad saw dan sahabatnya yang mulia sangat menekankan untuk menjadikan seseorang sebagai sahabat kita sesuai dengan kriteria yang terkandung dalam nilai-nilai agama Islam. Beliau bersabda: “Orang menjalin persahabatan setelah teliti dalam memilih sahabat, maka persahabatannya akan langgeng dan kokoh”.

Menurut Islam, kriteria terpenting kematangan seseorang dalam bernalar sehingga dapat mengambil sikap yang bijak dan logis dalam semua hal. Dan dia harus menjadi penasehat bagi orang lain yang menunjukan kesalahan sahabatnya bukan hanya memujinya dalam segala hal dalam rangka menarik simpatinya. Banyak hadis yang menyatakan bahwa kita harus memilih sahabat yang bijak dan berakal sehingga kita senantiasa bersama orang-orang yang berakal dan itu merupakan jalan keselamatan bagi kita. Salah satu hadits dari Rasulullah saw  menggambarkan hal ini, beliau bersabda: “Bersahabat dengan orang Arif dan bijak akan menghidupkan jiwa dan Ruh.”

Hal yang lain yang harus kita jadikan kriteria sebagai seorang sahabat adalah apa yang datang nasihat-nasihat para Nabi dan yang terdapat dalam Quran yang mengisyarahkan tentang ciri sahabat yang baik yang harus kita pilih. Diantaranya :

·         Iman

Iman merupakan pondasi persahabatan yang paling kuat yang bisa menjadikan wasilah untuk mempererat hubungan hamba dengan Tuhannya. Iman disini adalah keyakinan terhadap pondasi agama seperti keesaan Tuhan, Nabi dan Hari Kiamat. Di dalam al-Quran di isyaratkan untuk tidak berteman selain dengan orang-orang mukmin dan jika tidak maka kita akan terlepas dari pertolongan Tuhan. ‘QS. Ali Imran : 28’

·         Memberikan rasa hormat terhadap yang berbeda keyakinan (Toleran)

·         Jujur

Kejujuran merupakan modal untuk mempererat tali persahabatan yang dengannya akan tercipta rasa saling percaya satu sama lain.

·         Bukan orang munafik

Mereka adalah orang-orang yang akan membahayakan aqidah kita dan agama kita, karena kemunafikan seseorang bersumber dari keingkarannya terhadap apa yang kita yakini dan dia akan menjadi agen musuh agama kita. ‘al-Baqarah : 14’

·         Berakhlaq mulia

Mereka inilah yang akan selalu mengingatkan kita kepada akhirat, dengan melihatnya akan menstimulasi diri kita untuk lebih mencintai agama kita. Mereka akan selalu mengingatkan akan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan, bukan membenarkan setiap apa yang kita lakukan meskipun itu salah.

 

Pada suatu hari seorang raja bertanya kepada menterinya yang jika tidak terjawab maka dia akan diturunkan dari jabatannya, “Besok saya akan bertanya pada kamu yang jika kamu bisa jawab kamu tetap jadi Menteri, namun jika tidak bisa menjawabnya maka kamu akan saya turunkan.” Tegas sang raja.

Soal pertama adalah “Apa yang Tuhan makan?” kedua, “Apa yang Tuhan pakai?” dan ketiga, “Apa yang Tuhan sedang lakukan?”

Si Menteri yang tidak tahu jawabannya merasa putus asa dan sedih, namun dia memiliki seorang Budak yang cerdas dan pintar. Lalu Menteri pun berkata pada budaknya tersebut tentang tiga pertanyaan yang dilontarkan raja padanya dan mengancam posisinya jika tidak dijawab. Pertanyaannya, “Apa yang Tuhan makan?”,  “Apa yang Tuhan pakai?” dan “Apa yang Tuhan sedang lakukan?”.

Si Budak tahu jawabannya dan berkata pada tuannya, “Saya mengetahui jawabannya, namun saya akan menjawab dua pertanyaan dulu dan sisanya besok.”

“Jawaban pertama adalah Tuhan makan kesedihan dan kegelisahan para hamba-Nya.” kata si Budak.

“Kedua, yang Tuhan pakai adalah aib dan kesalahan-kesalahan para hamba-Nya.” lanjut Budak. “Adapun jawaban ketiga, izinkan saya menjawabnya besok tuan” kata si Budak mengakhiri ucapannya.

Keesokan harinya si Menteri dan Budak pergi menemui sang Raja. Menteri menjawab dua pertanyaan raja seperti apa yang dikatakan budaknya kemarin dan Raja membenarkan jawaban tersebut. “Dua jawabanmu itu benar, namun katakan apakah jawaban itu hasil pemikiranmu atau dari orang lain?” tanya Raja.

“Budak saya ini adalah seorang yang cerdas, dia yang memberikan jawabannya pada saya.” jawab jujur Menteri.

“Kalau begitu lepas pakaianmu dan berikan pada Budak, begitu juga budakmu hendaknya melepaskan pakaiannya dan memberikannya padamu.” perintah sang Raja.

Lalu Menteri bertanya pada Budak tentang pertanyaan ketiga, apa yang sedang Tuhan lakukan?

“Apakah kamu masih tidak mengerti apa yang Tuhan sedang lakukan?” tutur Budak. “Tuhan menjadikan seorang Budak sebagai Menteri dan menjadikan Menteri seorang Budak dalam sesaat.”

 

Wahai Tuhanku, Engkaulah pemilik segalanya dan Maha Mengendalikan! Apapun yang Kau inginkan untuk seorang hamba, maka Kau memberinya. Dan jika Kau tidak menginginkannya, maka Kau Maha Kuasa untuk mencabutnya.”

 

Hari ketika Rasulullah saw diangkat oleh Allah swt sebagai Rasul-Nya, beliau menyebarkan ajaran Allah kepada penduduk Jazirah Mekah. Merasa khawatir dengan pergerakan beliau dan perkembangan Islam yang pesat, para pembesar suku Quraisy pun mengadakan sidang. Mereka membicarakan perkembangan gerakan yang dijalankan oleh Nabi Muhammad saw. Dalam sidang tersebut ada dua pilihan, yakni menyelesaikannya dengan kekerasan atau menyelesaikannya dengan jalan damai. Lantas pilihan kedualah yang diambil.

Selanjutnya, rombongan orang Quraisy menemui Muhammad saw yang waktu itu beliau sedang berada di masjid. Orang Quraisy menunjuk Utbah bin Rabi’ah sebagai juru bicara karena dia yang paling pandai bicara diantara para anggota Dar al-Nadwah atau parelemen Mekah. Ia menyarankan Nabi Muhammad saw menghentikan gerakan dakwahnya dengan alasan keamanan karena dakwahnya tersebut meresahkan masyarakat.

“Wahai keponakanku! Aku memandangmu sebagai orang yang terpandang dan termulia diantara kami. Tiba-tiba engkau datang kepada kami membawa paham baru yang tidak pernah dibawa oleh siapapun sebelum engkau. Kauresahkan masyarakat, kautimbulkan perpecahan, kaucela agama kami. Kami khawatir suatu kali terjadilah peperangan diantara kita hingga kita semua binasa.” kata Utbah.

Setelah berhenti sebentar, Utbah melanjutkan bicaranya:

“Apa sebetulnya yang kaukehendaki. Jika kauinginkan harta, akan kami kumpulkan kekayaan dan engkau menjadi orang terkaya diantara kami. Jika kau inginkan kemuliaan, akan kami muliakan engkau sehingga engkau menjadi orang yang paling mulia. Kami tidak akan memutuskan sesuatu tanpa meminta pertimbanganmu. Atau, jika ada penyakit yang mengganggumu, yang tidak dapat kauatasi, akan kami curahkan semua perbendaharaan kami sehingga kami dapatkan obat untuk menyembuhkanmu. Atau mungkin kauinginkan kekuasaan, kami jadikan kamu penguasa kami semua.”

Rasulullah saw mendengarkan semua perkataan Utbah dengan sabar. Tidak sekalipun beliau mengeluarkan suara atau menggerakkan tubuh untuk memotong pembicaraan Utbah. Saat Utbah berhenti berbicara, Rasulullah saw bertanya, “Sudah selesaikah ya Abal Walid?” lalu Utbah menjawab bahwa dirinya sudah selesai berbicara. Rasulullah kemudian menjawab ucapan Utbah tersebut dengan surat Fushilat, “Haa mim. Diturunkan al-Quran dari Dia yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Sebuah kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan. Qur’an dalam bahasa arab untuk kaum berilmu…” Rasulullah terus membaca hingga sampai pada ayat sajdah, beliau kemudian bersujud.

Utbah yang duduk mendengarkan Rasulullah hingga selesai membaca bacaannya lalu berdiri. Ia tak tahu harus mengatakan apa. Ia lantas pergi menemui kaumnya. Di tengah-tengah mereka, ia berbicara dengan pelan memberitahukan bahwa ia telah menemui Muhammad dan menyampaikan apa yang mereka kehendaki. Namun Muhammad menjawab dengan ucapan yang ia tidak mengerti. Ia meminta kaum Quraisy untuk tidak mengganggu Rasulullah karena beliau tidak akan berhenti dari gerakan dakwahnya. Namun ternyata orang-orang Quraisy tidak mematuhi nasihat dari Utbah.

Satu hal yang bisa kita petik dari hal ini adalah kesabaran Rasulullah saw dan akhlak beliau ketika berbicara dengan orang lain, sekalipun itu orang kafir. Rasulullah tetap mendengarkan dan tidak memotongnya meskipun beliau tidak menyukai hal tersebut. Kita harusnya berkaca dari peristiwa tersebut. Jangankan mendengar pendapat orang kafir, mendengar pendapat saudara sesama muslim saja kita enggan, bahkan seringkali memotongnya. Semoga kita bisa meniru akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semoga dari kisah keteladanan Rasulullah saw di atas bisa menginspirasi kita semua, untuk lebih sopan, lebih sabar, dan lebih menghargai orang dalam berbicara seperti nabi junjugan kita Muhammad saw.

Kamis, 23 Januari 2020 16:20

3 Kesalahan Besar dalam Berburuk Sangka

 

Pada masa kekhalifahannya, Umar bin Khatab selalu berjalan pada tengah malam untuk berkeliling melihat keadaan masyarakat sekitar Madinah sehingga jika ada yang membutuhkan, ia biasa langsung membantunya. Dengan terjun langsung ke masyarakat, Umar bin Khatab biasa merasakan kebutuhan dan penderitaan masyarakatnya. suatu hari, khalifah kedua ini melewati sebuah rumah yang dari luar terdengar seorang pria di dalam rumah yang sedang tertawa terbahak-bahak. Semakin beliau mendekat, beliau juga mendengar suara gelak tawa wanita.

Khalifah Umar bin Khatab mengintip rumah tersebut lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut. Beliau menghardik pria tersebut dengan berucap:

“Hai hamba Allah! Apakah kamu mengira jika Allah akan menutup aib dirimu sedangkan kamu berbuat maksiat!!”

Pria yang dihardik tersebut tetap tenang dengan lalu menjawab tuduhan Umar dengan berkata:

“Wahai Umar, jangan terburu-buru, mungkin hamba melakukan satu kesalahan, tapi anda melakukan tiga kesalahan,” jawab pria itu. Umar bin Khatab hanya terpaku, si pria meneruskan bicara.

“Yang pertama, Allah berfirman: jangan kamu (mengintip) mencari-carai kesalahan orang lain (Al Hujurat:12) dan anda telah melakukan hal tersebut dengan mengintip ke dalam rumah hamba,” kata pria tersebut.

“Yang kedua, Allah berfirman: masuklah ke rumah-rumah dari pintunya (Al Baqarah: 189) dan anda tadi menyelinap masuk ke dalam rumah hamba melalui jendela,” papar pria tersebut.

“Dan yang ketiga, anda sudah memasuki rumah hamba tanpa ijin, padahal Allah berfirman: jangan kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin (An-Nur: 27),” lanjut si pria

Menyadari bahwa dirinya juga salah, Umar lantas berkata, “apakah lebih baik disisimu jika aku memaafkanmu?” lantas pria tersebut menjawab, “Ya, amirul mukminin”. Umar pun memaafkan pria tersebut dan berpamitan pergi dari rumah tersebut.

Dari cerita diatas, dapat kita tengok bahwa seorang imam besar, pemimpin umat seperti amirul mukiminin Umar bin Khatab yang tersohor tersebut mau mendengarkan nasehat orang lain, bahkan orang yang bersalah. Nasehat itu tidak perlu dilihat siapa yang berkata, namun harus dilihat apa yang dinasehatkan. Selain itu kita juga harus selalu mengembangkan prasangka baik kepada siapapun, terutama saudara sasama muslim. Janganlah mencari-cari kesalahan mereka.

Misalnya, tidak berjumpa di pengajian, kita sudah berpikir bahwa ia lalai dari mengingat Allah, tidak jumpa di shalat Jum’at, ia kita anggap mementingkan dunia. Bahkan ketika kita melihat pria sedang bersenda gurau dengan lawan jenis, kita anggap bahwa dia telah terkunci mata hatinya. Dengan prasangka seperti itu, bisa jadi kita telah melakukan kesalahan yang lebih besar dibandingkan saudara kita tersebut. Oleh karen itu mari kita kembangkan sikap berprasangka baik kepada siapapun.

Kamis, 23 Januari 2020 16:19

Kisah Pemabuk dan Orang Sholeh

 

Suatu hari, nabi Musa as hendak menemui Allah di bukit Sinai. Seorang hamba yang sangat saleh mengetahui niat nabi Musa as dan bermaksud menemuinya  untuk memohonkan hajat kepada Allah swt untuknya. “Wahai nabi Allah, selama hidup ini saya telah berusaha menjadi orang yanga baik dengan shalat, puasa, haji dan kewajiban beragama lainnya. Saya banyak menderita karenanya, namun itu tak masalah. Saya hanya ingin tahu apa yang Allah akan berikan kepadaku nanti. Tolong tanyakan kepadaNya” Kata orang shaleh seraya menundukkan kepalanya.

Nabi Musa menerima pasannya dan menyangguinya, beliaupun melanjutkan perjalanannya menuju bukit Sinai. Di tengah perjalanan, beliau terhenti karena ada seorang pemuda yang sedang mabuk  di pinggir jalan. Pemuda itu bertanya akan kemana nabi Musa as.  dan etika nabi Musa menjawab akan bertemu Allah swt di bukit Sinai, pemabuk itu berkata:

“Aku adalah peminum, aku tidak pernah shalat, tidak puasa, atau amalan shaleh lainnya, tolong tanyakan kepada Allah apa yang dipersiapkan untukku oleh-Nya nanti.”

Nabi Musa menyanggupi permintaannya yang cukup aneh tersebut untuk menyampaikannya kepada Allah. Sekembalinya dari Sinai, beliau menyampaikan jawaban Allah untuk orang saleh tersebut. “Allah memberikan pahala besar dan hal yang indah-indah” tutur nabi Musa as. Si orang saleh tersebut menanggapi biasa saja dan ia mengatakan bahwa ia telah menduga hal tersebut. Sedangkan ketika bertemu si pemabuk, nabi Musa menyampaikan bahwa pemuda itu akan diberikan tempat yang paling buruk. Ketika mendengar ucapan nabi Musa, pemabuk itu berdiri dan justru menari-nari dengan riang gembira.

Nabi Musa pun heran, kenapa pemabuk itu justru gembira, padahal ia dijanjikan tempat yang paling buruk. Beliau bertanya kepada pemabuk itu, ada apa gerangan hingga segembira itu.

“Alhamdulillah. Saya tidak peduli tempat mana yang telah Tuhan persiapkan bagiku. Aku senang karena Tuhan masih ingat kepadaku. Aku pendosa yang hina-dina. Aku dikenal Tuhan! Aku kira tidak seorang pun yang mengenalku,” jawab pemabuk itu dengan rasa bahagia yang terpancar di wajahnya.

Namun setelah beberapa waktu, nasib keduanya pun berubah, justru orang yang saleh berada di neraka dan si pemabuk berada di surga. Nabi Musa yang takjub bertanya kepada Allah, demikian jawaban Allah:

“Orang yang pertama dengan segala amal salehnya tidak layak memperoleh anugerah-Ku karena anugerah tidak dapat dibeli dengan amal saleh. Orang kedua itu membuatKu senang karena ia senang dengan apapun yang Aku berikan kepadanya. Senangnya karena pemberian-Ku menyebabkan Aku senang kepadanya”

Dari kisah tersebut kita bias memetic sebuah pesan bahwa jangan pernah sekali-kali kita bangga terhadap kebaikkan yang kita lakukan, karena hal tersebut merupakan bagian dari kesombongan yang akan membakar seluruh kebaikan kita. Ingatlah selalu bahwa ketika kita mampu berbuat kebaikan, maka itu adalah nikmat dari Allah swt yang harus senantiasa kita syukuri.

 

Dikisahkan bahwa pada suatu hari Khosrow Anushirvan (kelahiran 501, kematian 579 AD) putra Ghobad I, yang merupakan raja Sasania selama 22 tahun dijamu masyarakat dengan panggang daging sapi, namun garam tidak ada di sana karena kebetulan mereka telah kehabisan garam, salah satu budak pergi ke desa untuk membeli garam. Anoushirvan berkata kepada si budak: (Beli garam dengan harga tidak kurang dari harga pasaran (jangan ditawar), sehingga tidak menjadi awal mula dari kebohongan-kebohongan dan dengan demikian desa tidak akan hancur.)

Mereka berkata kepada Anoushirvan, “Apa masalahnya jika kita menawar harga lebih murah?”

Anooshirovan menjawab: “Penindasan dan kedzaliman yang besar dimulai dari waktu yang singkat dan sesuatu yang kecil kemudian berulang kali meningkat dan meningkat.”

Orang bijak akan selalu menghindari kedzoliman sekecil apapun sehingga tidak menjadi awal mula dari kedzaliman yang lebih besar. Oleh karena itu, marilah kita menjaga diri kita untuk senantiasa menjauhi segala kedzoliman sekecil apapun.

Kamis, 23 Januari 2020 16:17

Maafkanlah Kesalahan Orang Lain Padamu

 

Salah satu putra Harun al-Rashid (khalifah Abbasiyah kelima), ketika sangat marah, datang kepada ayahnya dan berkata:

‘Ayah, putra fulan (Salah satu petinggi kerajaan) menghina ibuku.”

Harun memanggil para tetua pemerintah dan berkata kepada mereka: “Apa hukuman bagi orang seperti itu yang telah menodai kehormatan istriku?”

Seseorang berkata: “Hukumannya adalah eksekusi mati.” Yang lain berkata: “Hukumannya adalah potong lidah.” Ketiga, dia berkata: “Adalah lbih baik jika hukumannya disita hartanya.” Keempat berkata: “Lebih baik diasingkan saja.”.

Harun menoleh ke putranya dan berkata: “Wahai anakku! Kemuliaan bagi dirimu adalah jika kamu memaafkannya, dan jika tidak bisa, berarti kamu juga menghina ibunya, tetapi tidak setara dengan balas dendam,”

Pesan yang disampaikan oleh raja Harun Ar-Rasyid ini bagi kita adalah untuk senantiasa memaafkan kesalahan orang lain karena kemuliaan ada pada memaafkan kesalahan orang lain kepada kita ukan membalas keburukannya.

Kamis, 23 Januari 2020 16:17

Hasil tidak Akan Membohongi Usaha

 

Dikisahkan bahwa salah satu raja Arab mengatakan kepada pengikutnya: “Bayar gaji si fulan dua kali lipat, karena dia selalu berjaga di depan pintu dan siap siaga untuk melaksanakan perintah, tetapi para pelayan lainnya hanya bias berleha-leha dan menyepelekan perintah.”

Ketika dia mendengar perintah ini, pengikut tersebut berteriak dan menjerit sehingga suaranya memenuhi istana.

Mereka bertanya: Kenapa kamu marah? Apa maksud dari kemarahan ini?

Dia menjawab: “Pangkat hamba di jalan Tuhan yang agung adalah sama. Lalu kenapa raja berani membedakan gaji pelayannya?”

Raja bijak pun menjawab: Orang yang gagal mematuhi perintah tuannya akan memiliki upah yang lebih rendah, tetapi dia akan dihargai ketika dia bersungguh-sungguh melaksanakan perintah tuannya.

 

Kali ini, cerita hikmah hadir membawakan kisah nyata dari seorang gubernur yang benar-benar melayani serta berkhidmat pada masyarakat dan gubernur tersebut adalah seorang muslim. Ia adalah Salman Al-Farisi. Bagaimana kisahnya, mari kita baca bersama-sama!

Pada suatu siang yang terik, seorang pedagang dari Syam sedang kerepotan mengurus barang bawaannya. Tiba-tiba ia melihat seorang pria bertubuh kekar dengan pakaian lusuh. Orang itu segera dipanggilnya.

“Hai kuli, kemari! Tolong bawakan barang ini ke kedai di seberang jalan itu.”

Tanpa membantah sedikitpun, dengan patuh pria berpakaian lusuh itu mengangkut bungkusan berat dan besar tersebut ke kedai yang dituju.

Saat sedang menyeberang jalan, seseorang mengenali kuli tadi. Ia segera menyapa dengan hormat, “Wahai, Amir! Biarlah saya yang mengangkatnya.” Si pedagang terperanjat seraya bertanya pada orang itu, “Siapa dia?, mengapa seorang kuli kau panggil Amir?

Ia menjawab, “Tidak tahukah Tuan, kalau orang itu adalah gubernur kami?”

Dengan tubuh lemas seraya membungkuk-bungkuk ia memohon maaf pada “kuli upahannya” yang ternyata adalah Salman al Farisi.

“Ampunilah saya, Tuan. Sungguh saya tidak tahu. Tuan adalah amir negeri Mada’in” ucap si pedagang.

“Letakkanlah barang itu, Tuan. Biarlah saya yang mengangkutnya sendiri.”

Salman menggeleng, “Tidak, pekerjaan ini sudah aku sanggupi, dan aku akan membawanya sampai ke kedai yang kau maksudkan.”

Setelah sekujur badannya penuh dengan keringat, Salman menaruh barang bawaannya di kedai itu, ia lantas berkata, “Kerja ini tidak ada hubungannya dengan ke-gubernuran-ku. Aku sudah menerima dengan rela perintahmu untuk mengangkat barang ini kemari. Aku wajib melaksanakannya hingga selesai. Bukankah merupakan kewajiban setiap umat Islam untuk meringankan beban saudaranya?”

Pedagang itu hanya menggeleng. Ia tidak mengerti bagaimana seorang berpangkat tinggi bersedia disuruh sebagai kuli. Mengapa tidak ada pengawal atau tanda kebesaran yang menunjukkan kalau ia seorang gubernur?

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…