کمالوندی

کمالوندی

Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembabasan Palestina (PLO), Saeb Erekat, menekankan dukungan semua negara serta lembaga internasional dan regional terhadap sikap sah bangsa Palestina.

Erekat dalam wawancaranya dengan Aljazeera pada Sabtu (16/6/2018) mengatakan, "Amerika Serikat beranggapan dengan memanfaatkan transformasi regional dapat mendiktekan tuntutannya terhadap bangsa Palestina, sementara Washington tidak akan pernah berhasil dalam hal ini."

Sekretaris Komite Eksekutif PLO ini menyinggung kunjungan para pejabat AS ke kawasan dan mengatakan, "Amerika Serikat berpura-pura memiliki prakarsa untuk mewujudkan perdamaian, padahal Washington telah menggulirkan rencananya dengan mengakui Quds sebagai ibukota Israel dan merelokasi kedutaan besarnya ke kota itu."


Pejabat Palestina ini lebih lanjut menjelaskan, seiring dengan langkah AS, parlemen rezim Zionis Knesset juga menetapkan ketentuan yang memaksakan undang-undang Israel di berbagai distrik, untuk memperluas kontrol keamanan di wialyah Palestina, perairan regional dan jalur-jalur internasional.


Terkait "Kesepakatan Abad" dan veto AS anti-kepentingan Palestina di Dewan Keamanan PBB, Erekat mengatakan, "Bangsa Palestina harus melanjutkan perjuangan dalam menjaga tanah airnya dengan bersandarkan pada ketentuan internasional, dan dalam beberapa waktu terakhri telah meraih capaian politik positif di kancah global."

Minggu, 17 Juni 2018 05:35

Drone Tempur Israel Gempur Timur Gaza

Serangan terbaru pesawat tanpa awak rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza melukai sedikitnya dua warga Palestina.

Menurut sumber-sumber Palestina, drone militer rezim Zionis melancarakan serangan ke beberapa daerah di timur Gaza pada Sabtu (16/6/2018) malam dan menyebakan dua warga Palestina terluka.

Sebelumnya, jet tempur Israel menyerang utara Gaza pada Jumat malam.

Sejak Desember 2017, rezim Zionis telah mengagendakan babak baru serangan udara ke Gaza.

Ribuan warga Palestina gugur syahid dan terluka akibat serangan udara Israel ke Gaza. Wilayah ini diblokade dari darat, laut dan udara oleh rezim Zionis sejak tahun 2006. Akibatnya, penduduk Gaza menghadapi berbagai persoalan serius.

Media rezim Zionis Israel mengabarkan terjadinya kebakaran di distrik dan ladang penduduk Zionis di Kissufim, Kerem Shalom dan Kibbutz Nir Am hingga mendekati pangkalan militer Israel di wilayah pendudukan.

Api tersebut berasal dari balon dan layang-layang pembakar yang diterbangkan dari perbatasan Jalur Gaza oleh para peserta Pawai Hak untuk Pulang Palestina.

Menurut surat kabar Haaretz, panas yang terik semakin mempermudah kebakaran yang terjadi pada hari Sabtu (16/6/2018) dan menyebabkan api yang berkobar di dekat Kissufim tidak dapat dikontrol.

Petugas pemadam kebakaran dan koordinator keamanan mampu menghentikan api pada saat-saat terakhir. Mereka juga mencegah kobaran api menyebar ke depot penyimpanan benih di Eshkol.

Balon dan layang-layang warga Palestina yang membawa bahan pembakar dan api telah menghanguskan lebih dari tiga hektar lahan pertanian warga Zionis.

Penggunaan layang-layang seperti ini telah berubah menjadi cara baru bagi warga Palestina untuk melawan dan membalas kejahatan rezim Zionis.

Pada tanggal 6 Juni 2018, Menteri Keamaan Internal rezim Zionis Gilad Erdan mengancam akan membunuh para aktivis Palestina yang menerbangkan layang-layang pembakar ke arah distrik-distrik Israel. 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pertemuan dengan pejabat tinggi Iran, dan para duta besar dari negara-negara Muslim, serta masyarakat Iran, Jumat pagi (156) bertepatan dengan hari Idul Fitri mengatakan, rezim Zionis adalah penyebab utama perselisihan di kawasan dan di antara negara-negara Islam.

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pertemuan ini menganggap salah satu faktor dan elemen terpenting dari martabat dan kehormatan masyarakat Islam adalah persatuan dan penyelesaian perselisihan serta menyatakan, masalah utama rezim Zionis adalah ketiadaan legitimasi dan berdiri di atas fondasi yang salah. Oleh karena itu, dengan taufik ilahi dan tekad kuat bangsa-bangsa Muslim, maka Israel pasti akan binasa. Rahbar mengatakan, pengalaman historis menunjukkan bahwa agresor semacam rezim Zionis tidak akan pernah abadi, karena memiliki masalah ketiadaan legitimasi.

Setelah benih buruk rezim Zionis ditanam di kawasan Asia Barat dengan bantuan fitnah Inggris, dunia Islam menghadapi kesengsaraan dan rezim penjajah ini menjadi pondasi perselisihan dan konflik antara negara-negara Islam. Rezim Israel dibentuk di tanah air Palestina berdasarkan kebohongan dan hal ini menyebabkan imigrasi paksa bagi warga Palestina, penjajahan, kejahatan sehari-hari dan perselisihan antara negara-negara Islam. Pendudukan tanah Quds sebagai kiblat pertama umat Islam dilakukan dengan tujuan menciptakan friksi di antara umat Islam. Bahkan setelah berlalu tujuh puluh tahun, kehidupan rezim Zionis terus berlanjut dengan berbagai cara.

Rezim Zionis telah dibentuk atas dasar kekerasan, ancaman, pembunuhan dan pengusiran suatu bangsa dari tanahnya sendiri. Dalam kondisi yang demikian, tidak mungkin melegitimasi rezim ini dengan kekerasan dan pembunuhan. Kelanjutan dari perlawanan Palestina dan kegagalan proses normalisasi adalah indikasi bahwa rezim Israel tidak dapat bertahan hidup. Upaya menormalisasi sejumlah negara Arab dengan Israel di bawah rencana "Transaksi Abad" bertujuan untuk melegitimasi rezim Israel. Sebuah rezim yang tidak memiliki hubungan historis dengan kawasan itu tidak dapat mengubah geografi Palestina dengan kekerasan dan pembunuhan. Dalam ucapan Rahbar, peta Palestina tidak dapat dihapus dari geografi historis dunia.

Yisroel Dovid Weiss, Jurubicara Komunitas Yahudi Internasional Neturei Karta hari Rabu (13/6) kepada Press TV menekankan, keberadaan Israel adalah ilegal dan bertentangan dengan Taurat. Pada dasarnya, pendudukan Palestina bertentangan dengan perintah ilahi dan melawan Taurat. Dovid Weiss kemudian mendukung perlawanan rakyat tertindas Palestina dan mengecam kejahatan rezim Zionis. Menurutnya, Israel bukan hanya entitas ilegal, tetapi menindas rakyat dan membunuh orang Palestina.

Keberadaan rezim Israel tergantung pada pembunuhan orang-orang Palestina dan kejahatan ini telah mengambil dimensi baru di balik kejahatan sebagian negara-negara Arab akhir-akhir ini. Pada saat yang sama dengan pendudukan rezim Zionis dan genosida orang-orang Palestina di Jalur Gaza, beberapa orang Arab lemah mendukung pemindahan kedutaan besar Amerika ke Quds dengan dukungan Amerika dan menjalin hubungan dengan Israel. Kompromi negara-negara Arab dengan Israel dan pemindahan kedutaan Amerika ke Quds berada dalam kerangka "Transaksi Abad" berusaha merealisasikan fitnah baru yang tidak kurang dampaknya dari Hari Nakba dan itu adalah melupakan masalah Palestina dan Quds serta memberi legitimasi bagi rezim palsu Israel.

Shimrit Meir, orientalis Israel soal peran Arab Saudi dalam proses "Transaksi Abad" meyakini, Transaksi Abad merupakan program khusus Donald Trump, Presiden Amerika dan Mohamed bin Salman, Putra Mahkota Arab Saudi menjadi pihak penting untuk merealisasikannya.

Tapi, sebagaimana ditekankan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, kebijakan arogansi saat ini di kawasan adalah menciptakan friksi dan perpecahan di antara umat Islam dan di antara rakyat negara-negara Islam.

Satu-satunya cara untuk menghadapi kebijakan Amerika dan kejahatan Zionis adalah mengenali rencana musuh dan melawannya. Dalam upaya ini, tekad dan upaya semua bangsa-bangsa Islam sangat penting dan suara tunggal dalam masalah Palestina adalah akhir dari rezim Zionis.

Sebuah resolusi terkait perlindungan warga sipil Palestina secara aklamasi telah disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Rabu (13/06/2018) di New York AS. Pengesahan ini tentunya melibatkan delegasi Indonesia yang selalu terdepan untuk mendukung hak-hak rakyat Palestina.

Resolusi tersebut diberi judul “Protection of Palestinian Civilians” yang berakhir dengan perolehan suara sebanyak 120 negara pendukung, 8 lainnya menolak, dan 45 negara abstaian.

Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia dalam keterangan persnya menyatakan, pengesahan resolusi tersebut adalah bukti nyata keberpihakan dan dukungan dunia internasional terhadap situasi dan kondisi warga sipil Palestina yang selama ini telah menderita pelanggaran hak asasi manusia (HAM) ditangan para penjajah Zionis Israel.

Indonesia kembali menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada hari Jumat (8/6/2018).  Hal ini diumumkan oleh Presiden Majelis Umum PBB Miroslav Lajcak setelah melihat hasil proses pemungutan suara yang berlangsung secara rahasia.

Dari 190 negara Indonesia meraih 144 dukungan suara di sidang plenary di New York tersebut, mengungguli Maladewa yang mendapatkan 46 dukungan. Hal Keberhasilan ini adalah merupakan keberhasilan kali keempat Indonesia untuk menduduki kursi anggota tidak tetap DK PBB, representasi dari grup Asia Pasifik.

Perlu diketahui bahwa Indonesia pernah menduduki kursi ini pada tahun 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008. Tentunya capaian pemerintah Indoenesia dalam hal ini adalah sebagai hasil keberhasilan diplomasi Indonesia yang selalu dibangun atas dasar memajukan perdamaian dunia.

Retno Marsudi Menteri Luar Negeri RI seusai mendapatkan dukungan tersebut menegaskan bahwa Indonesia akan membawa empat isu prioritas dalam keanggotaannya di DK PBB yang akan dimulai 1 Januari 2019. Keempat isu tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Indonesia akan berperan dalam mendorong ekosistem global yang damai dan stabil, yang direfleksikan lewat upaya peacekeeping dan peacebuilding, termasuk dalam mendorong keterlibatan kesetaraan gender di dalamnya;

(2) Indonesia akan mendorong dialog yang berkesinambungan antara DK PBB dan organisasi regional sebagai bentuk conflict prevention;

(3) Indonesia akan membangun kerjasama global untuk merealisasikan visi Sustainable Development Goals pada 2030;

(4) Indonesia akan membangun pendekatan komprehensif untuk mengatasi isu terorisme dan radikalisme hingga ke akarnya.

FacebookTwitterTelegramWhatsAppGoogle+

KHOTBAH NABI S.A.W. MENYAMBUT RAMADHAN
"Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh 
keberkatan. Allah telah mewajibkan kepadamu puasa-Nya. Didalam bulan 
Ramadhan dibuka segala pintu syurga dan dikunci segala pintu neraka dan 
dibelenggu seluruh syaithan. Padanya ada suatu malam yang terlebih baik 
dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebaikan malam 
itu, maka sesungguhnya dia telah dijauhkan dari kebajikan." 
 

"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan penghulu segala bulan, maka "Selamat datanglah" kepadanya." 
 

Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkatan, bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu kewajiban, dan qiam dimalam harinya suatu tatawwu'.

Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan didalamnya samalah dia dengan orang yang menunaikan sesuatu fardhu didalam bulan yang lainnya. Barangsiapa menunaikan sesuatu fardhu dalam bulan Ramadhan samalah dia dengan orang yang mengerjakan tujuh puluh fardhu dibulan lainnya. Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu pahalanya adalah surga. Ramadhan itu adalah bulan memberikan pertulungan dan bulan Allah memberikan rezeki kepada mukmin didalamnya.

Barangsiapa memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, yang demikian itu adalah pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti yang diperoleh orang yang berpuasa. Allah memberikan pahala itu kepada orang yang memberikan walaupun sebutir korma, atau seteguk air, atau sehirup susu. Dialah bulan yang permulaannya Rahmah, pertengahannya ampunan, dan akhirnya kemerdekaan dari neraka. Barangsiapa yang meringankan beban seseorang (yang membantunya) niscaya Allah mengampuni dosanya. Oleh itu banyakkanlah yang empat perkara dibulan Ramadhan.

Dua perkara untuk mendatangkan keredhaan Tuhanmu dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya. Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya tiada tuhan melainkan Allah dan mohon ampun kepada-Nya.

Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan 
perlindungan dari neraka. Barangsiapa memberi minum orang yang 
berpuasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolamku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk kedalam surga."

(H.R.Ibnu Khuzaimah)

Rabu, 13 Juni 2018 11:25

Keridhaan Allah Selalu Lebih Besar

Pada hakikatnya sekuat dan segigih apapun kita beribadah dan taat kepada-Nya, dapat dikatakan itu tidak sesuai dengan keinginan-Nya sebab tidak sebanding dengan besarnya anugerah dan karunia yang telah diberikan. Karenanya untuk menerima amal-amal hamba-Nya, Allah mendasarkan pada sifatnya, Ar-Ridhwan, yang Maha Meridhai dan bukan pada sifatnya yang Maha Adil.

Ridha berasal dari bahasa arab yang secara etimologi terbentuk dari kata-kata rhadiya-yardhaa,  yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang biasa kita padankan dengan kata ikhlas atau puas menerima ataupun telah merestui sesuatu bagaimanapun keadaannya. Di antara asma’ul husna (nama-nama Allah yang indah) kita mengenal, Ar-Ridhwan, yang artinya, yang Maha Meridhai. Kata ridha dalam berbagai variannya terulang setidaknya 32 kali dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an.

Dari beberapa ayat tersebut, kita bisa mengklasifikasikan kelompok orang-orang yang diridhai Allah.

Pertama, orang-orang yang beriman, takut kepada Tuhannya dan mengerjakan kebajikan. Terdapat dalam surah Al-Bayyinah ayat 7 dan 8. Allah SWT berfirman, “Sungguh orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhan-nya.” Juga pada surah Al-Mujaadilah ayat 22 dan Al-Haaqqah ayat 21.

Kedua, Assabiquna awwalun, generasi awal Islam yang pertama-tama masuk Islam dari golongan Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik. (baca Qs. At-Taubah: 100 dan juga Al-Fath ayat 29).

Ketiga, orang-orang yang benar. Allah SWT berfirman, “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (Qs. Al-Maidah: 119).

Keempat, orang-orang yang ridha terhadap pemberian dan keputusan Allah. Allah SWT berfirman, “Jika mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan rasul-Nya kepada mereka, dan berkata, “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”, (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” (Qs. At-Taubah: 59).

Kelima, orang-orang yang bersegera menuju Allah, “Dia (Musa) berkata, ‘…aku bersegera kepada-Mu ya Tuhanku, agar Engkau ridha (kepadaku).” (Qs. Taahaa: 84). Ataupun dalam surah Al-Fajr ayat 28, “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.”

Keenam, orang-orang yang setia pada perjanjiannya. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (Qs. Al-Fath: 18).

Ketujuh, orang-orang yang bersyukur, “…dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu” (Qs. Az-Zumar: 7).

Kedelapan, orang-orang yang diberi izin untuk memberi syafaat termasuk orang-orang berdosa yang disyafaati, “Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (Qs. Thaahaa: 109). Juga terdapat dalam surah Al-Anbiyaa’ ayat 8 dan surah An-Najm ayat 26).

Kesembilan, orang-orang yang menyeru untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat, “Dan ia menyuruh ahlinya (umatnya) untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Qs. Maryam: 55). Juga pada surah ar-Rum ayat 38-39. Termasuk orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari (Qs. Al-Kahfi: 28).

Kesepuluh, orang-orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu dan jiwanya tenang dalam ketaatan, “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (Qs. Al-Fajr: 27-28).

Kesebelas, orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah (baca surah Al-Lail ayat 20, Al-Insan ayat 9, Al-Baqarah: 265 dan lain-lain).

Keduabelas, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam surah Al-Mumtahanah ayat pertama, Al-Hasyr ayat 8 dan Al-Ankabut ayat 69.

Ketigabelas, orang-orang yang senantiasa berkurban. (Qs. Al-Hajj: 37) Juga pada surahAl-Baqarah ayat 207, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Dari penjabaran di atas, setidaknya ada tiga belas kelompok yang mendapat keridhaan Allah. Sementara yang tidak diridhai Allah hanya ada tiga kelompok. Pertama, orang-orang kafir, “Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya.” (Qs. Az-Zumar: 7). Kedua, kelompok orang-orang yang berkhianat, “..dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (Qs. Yusuf: 52). Ketiga, orang-orang yang fasik, “Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.” (Qs. At-Taubah: 96). Jika dibandingkan jumlah kelompok mereka yang diridhai dibanding yang tidak, menunjukkan keridhaan Allah lebih besar dalam banyak hal. Ada satu hal lagi yang mesti kita perhatikan, ayat yang berbunyi, “Rhadiallahu ‘anhum wa radhuu ‘anhu, Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya” dan yang semakna dengan itu hanya berulang setidaknya empat kali. Hal ini berarti, keridhaan Allah terhadap hamba-Nya jauh lebih besar dari keridhaan hamba kepada Tuhan-Nya.

Ridha Ilahi, Karunia Terbesar

Keridhaan Allah sesungguhnya adalah sebesar-besarnya karunia Allah yang diberikan-Nya kepada manusia. Melalui Kumayl ibn Ziyad, imam Ali as mengajarkan kepada kita sebuah rangkaian do’a yang panjang, yang dikenal dengan nama Do’a Kumayl atau Do’a Hadhrat Khaidir. Diantara penggalannya, Imam Ali as bermunajat dengan mengucap, “…wa taj’alani biqismika radhiyan qani’an, wa fi jami’il-ahwali mutawadhi’an, dan jadikan aku ridha dan qana’ah akan pemberian-Mu, dan dalam segala keadaan tunduk dan patuh kepada-Mu.” Pada penggalan do’a ini, kita melihat, Imam Ali as lebih mendahulukan memohon maqam keridhaan dan qana’ahdibanding memohon ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya.

Pada umumnya di antara kita, menilai sebesar-besarnya karunia Allah pada hamba-Nya adalah keimanan, ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya (sehingga sering diulang-ulang di setiap khutbah). Namun, setidaknya oleh Imam Ali as, tidak. Karunia terbesar Allah adalah keridhaan-Nya. Mengapa?. Ayatullah Husain Mazhahiri ketika mensyarah penggalan do’a tersebut membantu kita menemukan jawabannya. Dalam kitab Syarh_e wa Tafsir_e Dua_ye Kumayl, beliau menulis, “Sebab, bahkan oleh Rasulullah saww sendiri dengan berbagai ibadah yang beliau lakukan, ketaatan, perjuangan dan kesetiaannya di jalan Allah, kemudian semuanya itu diletakkan pada satu sisi timbangan, sementara anugerah berupa akal, pemikiran, kekuatan, kemaksuman dan anugerah lainnya berada pada sisi timbangan lainnya, maka karunia dan pemberian Ilahi masih lebih berat dibanding semua ibadah, ketaatan dan perjuangan beliau saww.” Beliau (semoga Allah merahmatinya) melengkapkan jawabannya dengan menukilkan, kisah Nabi Musa as dan Nabi Daud as yang berkata, “Bagaimana mungkin kami mampu untuk bersyukur kepada-Mu dengan sepenuhnya. Sementara kecenderungan untuk bersyukur kepada-Mu itu sendiri adalah anugerah dan karunia dari-Mu, dan itu juga memerlukan syukur yang lain?”. Allah kemudian menurunkan wahyu kepada keduanya, “Jika demikian, maka Aku telah ridha akan syukurmu.”

Ya, demikianlah, pada hakikatnya sekuat dan segigih apapun kita beribadah dan taat kepada-Nya, dapat dikatakan itu tidak sesuai dengan keinginan-Nya sebab tidak sebanding dengan besarnya anugerah dan karunia yang telah diberikan. Karenanya untuk menerima amal-amal hamba-Nya, Allah mendasarkan pada sifatnya, Ar-Ridhwan, yang Maha Meridhai dan bukan pada sifatnya yang Maha Adil. Sebab jika sekiranya perlakukan Allah pada hamba-hamba-Nya berdasarkan pada keadilan-Nya, maka tidak ada seorangpun yang bisa meraih kenikmatan dan kebahagiaan di dunia dan  akhirat, terlebih lagi kenikmatan dunia bagi orang-orang yang kafir dan durhaka kepada-Nya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Nabiullah saww itu beristighfar, memohon ampun kepada Allah setiap harinya sampai 70 kali. Kalau kita ingin sedikit kritis, sebenarnya, apa faedah Rasulullah saww memohon ampun kepada Allah, sementara yang beliau lakukan  keseluruhannya adalah kebaikan yang dijadikan tauladan, terlebih lagi bukankah beliau telah disucikan oleh Allah?. Bagi Rasulullah, istighfar bukan hanya untuk memohon pengampunan dari kesalahan dan dosa, namun juga berkaitan dengan amal kebaikan. Yakni, permohonan ampun dari setiap kebaikan yang telah dilakukan, dimaksudkan adalah sudilah kiranya Allah mengampuni kekurangan dan cacat dari amal kebaikan yang telah dilakukan. Kita sadar, bahwa kebaikan semacam apapun pada akhirnya tetaplah kurang dan cacat jika dibanding dengan kebaikan Allah yang tercurah buat kita. Istighfar Rasulullah adalah, permohonan agar kiranya dalam memperhitunngkan setiap amal ibadah, Allah lebih mendahulukan keridhaan-Nya dan bukan keadilan-Nya. Bisa jadi inilah falsafahnya, dalam bacaan shalat mayyit, kita diminta untuk membaca do’a, “Allahummagfirh lihadzal mayyit, Ya Allah, ampunilah seluruh dosa dan kesalahan jenazah ini.” Kita tidak diminta untuk mendoakan, “Semoga Allah memberi balasan yang setimpal atas kebaikan-kebaikannya”, namun sayangnya, doa semacam ini yang sering kita hadiahkan buat si mayyit.

Untuk tidak membuat tulisan ini terlalu panjang, insya Allah nanti kita lanjutkan.

Ada banyak kesalahan dan kekurangan tentunya, namun semoga Allah ridha terhadap tulisan ini…

“Wa ridhawaanum minallahi akbaru, …. dan keridhaan Allah, (selalu) lebih besar.”

 (Qs. At-Taubah: 72)

Wallahu’alam bishshawwab

Di sini kita akan melakukan pengamatan sepintas terhadap perspektif al-Quran dalam penyifatan Tuhan dan metode manusia mengenali sifat-sifat-Nya, sedangkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat khusus akan dibahas pada tema-tema yang berkaitan dengannya.

Sebagaimana yang telah kami katakan, mustahil bagi manusia untuk mengenal hakikat dzat Tuhan. Pengenalan rasionalitas atas-Nya hanya bersifat universal atau pengenalan melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Atas dasar ini, salah satu tujuan utama al-Quran yang dalam berbagai ayatnya berbincang tentang sifat-sifat Tuhan adalah melakukan rekonstruksi, memperdalam, dan memperluas pengenalan manusia terhadap Tuhan. Ratusan ayat al-Quran kadangkala secara langsung membahas tentang sifat-sifat Tuhan dan menyebutkan tentang asma Tuhan. Dari sebagian ayat bisa pula ditemukan adanya prinsip-prinsip universal dalam penyifatan Tuhan.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa mengenali Tuhan melalui sifat-sifat-Nya merupakan cara yang sangat rumit karena membutuhkan ketelitian dan kecermatan yang tinggi, karena sedikit saja kita salah menganalisanya bisa mengarahkan kita kepada pen-tasybih-an atau “penyerupaan” yang berujung pada kehilangan sebagian makrifat kita dari al-Quran.

Salah satu hal yang mendasar untuk dilakukan adalah berpegang pada ayat-ayat yang muhkam (ayat-ayat yang memiliki makna yang jelas) tentang sifat-sifat Ilahi untuk dijadikan pijakan dalam menafsirkan ayat-ayat yang mutasyabiyah (ayat-ayat yang tidak memiliki makna yang jelas), seperti menafsirkan ayat-ayat yang secara lahiriah menyifati Tuhan dengan sifat-sifat makhluk-Nya.

Di sini kita akan melakukan pengamatan sepintas terhadap perspektif al-Quran dalam penyifatan Tuhan dan metode manusia mengenali sifat-sifat-Nya, sedangkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat khusus akan dibahas pada tema-tema yang berkaitan dengannya.

 

Bukan tasybih dan ta’thil

Al-Quran pada satu sisi menegaskan bahwa pengenalan terhadap hakikat dzat Tuhan merupakan hal yang mustahil bagi manusia, Tuhan bersabda, “Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.”[1] (Qs. Thahaa: 110)

Dari sisi lain, dalam berbagai ayat telah dijelaskan bahwa Tuhan tidak memiliki sedikitpun kemiripan dengan maujud lain dan tidak ada sesuatupun yang bisa digambarkan setara dengan dzat suci-Nya. Ayat ini pada dasarnya merupakan ayat muhkam yang menegaskan kesalahan berpikir aliran Tasybih dan segala konsep yang memandang ada kemiripan antara Tuhan dengan makhluk-Nya. Dia bersabda, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (Qs. As-Syura:11)

Pada pembahasan Tauhid dipahami bahwa ayat-ayat tersebut berkaitan dengan tauhid dzat, akan tetapi sepertinya ayat-ayat tersebut selain menafikan kemiripan maujud lain dengan dzat Tuhan, juga menafikan kemiripan antara sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat selain-Nya. Sebenarnya ayat itu menceritakan bahwa baik dari sisi dzat mutlak Tuhan maupun dari sifat-sifat-Nya tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan tidak ada pula sesuatu yang bisa digambarkan mempunyai kemiripan dan kesamaan dengan-Nya. Makna ayat ini bisa ditemukan pula dalam sebagian ayat seperti pada ayat terakhir surah at-Tauhid.[2]

Ayat al-Quran di atas dalam posisinya menjelaskan kesalahan maktab Tasybih, selain itu juga menafikan segala bentuk kemiripan dan kesetaraan Tuhan dengan eksistensi lain dalam dzat dan sifat. Pada ayat-ayat yang lain juga mengetengahkan tentang sifat-sifat salbi Tuhan seperti penafian kebinasaan dan keterikatan dengan ruang dan waktu dimana akan dibahas kemudian dalam tema “sifat-sifat negasi dan salbi Tuhan”.

Demikian juga, al-Quran meninggikan dzat Tuhan dari segala bentuk penyerupaan dan pen-tasybih-an. Pada banyak ayat setelah menukilkan pemikiran-pemikiran keliru dari para musyrikin tentang Tuhan, al-Quran menegaskan poin bahwa penyifatan mereka atas Tuhan adalah tidak layak untuk maqam suci ketuhanan (uluhiyat), Dia bersabda, “Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan.”[3] (Qs. al- An’am: 100). “Mereka tidak Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha Perkasa.”[4](Qs. al-Hajj: 84)

Ketika berhadapan dengan kelompok ayat seperti di atas, bisa jadi kita menyangka bahwa al-Quran hanya memiliki makrifat Tuhan secara terbatas dan tidak memberikan makrifat atas-Nya kepada manusia lewat penjabaran akal serta pemahaman rasional. Akan tetapi kesimpulan seperti ini merupakan sebuah kesimpulan yang tergesa-gesa dan tidak benar, dengan melakukan kontemplasi terhadap ayat-ayat yang lain akan menjadi jelas bahwa al-Quran selain menegaskan pensucian Tuhan secara mutlak dari sifat-sifat makhluk, juga menekankan tentang adanya kemungkinan untuk mengenali-Nya.

Ayat-ayat yang bisa menjadi saksi paling baik untuk klaim ini sangat banyak dimana di dalamnya menyebutkan tentang asma dan sifat-sifat Tuhan. Dengan memperhatikan bahwa al-Quran mengajak manusia untuk berfikir dan berkontemplasi tentang ayat-ayat-Nya maka tidak bisa diterima bahwa penyebutan asma Tuhan secara berulang pada ayat-ayat yang berlainan murni hanya sekedar sebuah bacaan tanpa memberikan makna.[5]

Oleh karena itu, al-Quran dalam masalah penyifatan Tuhan menolak mutlak metode tasybih maupun metode ta’thil lalu mengambil jalan tengah antara keduanya, dari satu sisi metode ini meletakkan sifat-sifat jamal dan jalal-Nya pada jangkauan pemahaman manusia, dan di sisi lain menegaskan ketakserupaan Dia dalam dzat dan sifat dengan makhluk serta mengingatkan bahwa sifat-sifat Tuhan jangan dipahami sedemikian sehingga menyebabkan pen-tasybih-an dengan selain-Nya, tapi seharusnya makna-makna dari sifat-sifat Ilahi ini dilepaskan dari warna kemakhlukan dan keterbatasan serta diletakkan sebagaimana selayaknya untuk dzat suci Tuhan.

Tentunya jumlah ayat-ayat yang secara tegas menafikan pandangan tasybih lebih banyak dari ayat-ayat yang menolak pandangan ta’thil, hal ini muncul mungkin karena para penganut teisme lebih sering terkontaminasi dengan pandangan tasybih dibandingkan dengan pandangan ta’thil.

Sifat Tuhan dalam Hadis

Dengan merujuk pada literatur-luteratur hadis, menjadi jelas bahwa pembahasan sifat Tuhan dalam hadis juga mengikuti langkah al-Quran. Dalam sebuah hadis dari Amirul Mukminin Ali as dikatakan bahwa dalam tafsir ayat 110 surah Thaha, beliau bersabda, “Semua makhluk mustahil meliputi Tuhan dengan ilmu, karena Dia meletakkan tirai di atas mata hati, tak satupun pikiran yang mampu menjangkau dzat-Nya dan tak ada satu hatipun yang bisa menggambarkan batasan-Nya, oleh karena itu, jangan kalian menyifati-Nya kecuali dengan sifat-sifat yang diperkenalkan oleh-Nya, sebagaimana Dia berfirman, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.”[6]

Imam Ali as pada awal perkataannya menjelaskan bahwa tak ada satupun makhluk yang meliputi dzat Tuhan. Secara lahiriah, maksud dari “meletakkan tirai pada mata hati” adalah keterbatasan pengenalan makhluk yang menyebabkan ketidakmampuannya meliputi dzat tak terbatas Tuhan. Imam Ali as dalam kelanjutan tema ini menegaskan  bahwa dalam menyifati Tuhan kita harus mencukupkan diri dengan menggunakan sifat-sifat yang telah Dia perkenalkan kepada kita.

Tentang hal ini terdapat beberapa riwayat, sebagai contoh kita bisa melihat dalam “Khutbah Asybâh“, beliau bersabda, “Sesungguhnya berbohonglah mereka yang meletakkan sesuatu setara bagi-Mu, mereka menyerupakan-Mu dengan patung-patung sembahan dan memakaikan pakaian makhluk kepada-Mu dengan khayalannya dan menganggap-Mu sebagaimana benda jasmani yang memiliki organ dan mereka menisbahkan indera-indera makhluk kepada-Mu sesuai dengan pikirannya”[7]

Dengan demikian, metode pensucian al-Quran yang bukan tasybih dan ta’thil telah jelas dalam sebagian hadis itu. Mungkin salah satu dalil yang paling tegas untuk klaim ini adalah perkataan Imam Ali as yang bersabda, “Akal-akal tidak dapat menjangkau semua sifat-Nya dan tidak pula terhalang memahami sebagian dari sifat-Nya untuk memakrifat-Nya.”[8]

Selain itu, sebuah hadis yang dinukilkan dari Rasulullah saw dan ahluibaitnya dalam masalah makrifat Tuhan, dalam hadis itu dijelaskan mengenai makrifat berharga atas sifat-sifat Tuhan dan jelas bahwa makrifat ini bersandar pada realitas bahwa manusia pada batas tertentu mampu mengenali Tuhan melalui pengenalan sifat-sifat-Nya.

[1]. Tentunya, penyimpulan ayat bersandar pada bahwa dhamir pada “bihi” kembali kepada Tuhan, akan tetapi terdapat pula kemungkinan bahwa dhamir di atas kembali pada perbuatan orang-orang yang bersalah.

[2]. “… Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”, Qs. at-Tauhid: 5

[3].  Juga rujuk: surah Anbiya: 22, Mukminun: 91 dan Az-Zuhruf: 82.

[4].  Ayat seperti ini terdapat pula pada surah al-An’am: 91, Az-Zumar: 67.

[5].  Qs. An-Nisa: 82, Muhammad: 24, as-Shad: 29.

[6]. Al-Hawizi, Tafsir Nur ats-Tsaqalain, jilid 3, hal. 394, hadis 117. Riwayat ini melegitamasi bahwa dhamir “bihi” pada ayat “La yuhithuna bihi ‘ilman” kembali kepada Tuhan.

[7]. Nahjul Balaghah, khutbah 91.

[8] . Nahjul Balaghah, khutbah 49.

Rabu, 13 Juni 2018 11:13

Melatih Anak Berpuasa Sejak Dini

Memang, tak ada acuan di usia berapa anak sanggup berpuasa karena kondisi tubuh setiap anak berbeda. Bagaimana mengetahui kemampuan berpuasa pada anak? Sebetulnya mudah saja; anak yang sudah merasa lemas pasti akan mengeluh lapar. Jangan tunda sampai lemasnya memunculkan keringat dingin, apalagi muntahmuntah. Boleh jadi itu salah satu pertanda kadar gula darahnya menurun atau anak mengalami dehidrasi karena umumnya anakanak tetap aktif bermain dan mengeluarkan banyak keringat. Segera batalkan puasanya. Jangan lupa untuk tetap memuji usahanya.


Namun, jangan biarkan anak balas dendam terhadap rasa laparnya dengan makan dalam porsi besar sekaligus. Tentu tindakan “balas dendam” bisa membuat sistem pencernaannya kaget dan bereaksi menimbulkan sakit. Berikan minuman pembuka yang dapat memulihkan energinya disertai makanan ringan. Setelah itu, barulah makan makanan utama dengan porsi tidak berlebihan.
Ketimbang mengatakan, “Puasa berarti tidak makan sehari penuh,” lebih baik katakan, “Puasa hanyalah mempercepat waktu makan pagi dan menunda makan siang.” Dengan demikian, anak tidak akan merasa berat melakukannya. Selanjutnya latih kekuatan berpuasa anak secara bertahap.
Di awal latihan, anak balita yang sarapan sekitar pukul 07.00 dapat berpuasa hingga pukul 09.00 atau 10.00 WIB. Setelah makan, puasa dilanjutkan kembali hingga siang lalu dibuka untuk yang kedua kali (pada pukul 15.00, misalnya), lantas dilanjutkan lagi hingga magrib. Di tahun berikutnya, puasa dapat dilakukan hingga pukul 12.00 WIB, dan seterusnya sesuai kemampuan anak. 
Untuk anak usia sekolah yang relatif lebih kuat, perhatikan jam biologisnya. Biasanya hingga pukul 12.00, anak masih bisa bertahan namun setelah lewat tengah hari, katakanlah pukul 14.00, perutnya mulai keroncongan. Jika memang sudah tidak kuat, tawari anak untuk berbuka. Sebaliknya, kalau masih terlihat segar, ajak ia berkegiatan agar dapat mengabaikan rasa lapar dan hausnya seperti dengan membacakan cerita, menonton film favorit, dan lainnya.
Perlu juga dipahami, di awal-awal puasa (1-3 hari pertama) adalah masa penyesuaian tubuh terhadap “kosongnya” perut. Jangan khawatir kalau anak mengurangi aktivitasnya dan lebih banyak tidur karena merasa tak bersemangat. Siasati dengan mengajaknya melakukan aktivitas yang tidak menguras energi tapi mampu membuatnya merasa asyik.
Kalau anak mesti sekolah di pagi hari, ajaklah ia tidur lebih awal sehingga tubuhnya tetap bugar meski harus bangun sahur. Siang hari, ingatkan anak untuk tidur dengan porsi biasa saja, karena kebanyakan tidur justru dapat membuatnya makin lemas dan tidak bersemangat.
Setelah sahur, jangan biarkan anak beraktivitas berlebihan (jalan-jalan pagi dalam jarak jauh atau berolahraga yang menguras tenaga) karena dengan begitu ia akan cepat kehabisan energi dan akhirnya lemas dan haus. Lebih baik, ajak ia kembali tidur atau mengisinya dengan kegiatan yang tidak terlalu menghabiskan tenaga. Bermain aktif dapat dilakukan menjelang magrib dan umumnya tidak lebih dari 1 jam.


Demikian beberapa tips dan trik sehat mengajar anak berpuasa. Semoga Allah merahmati kita semua dengan anugrah anak-anak dan generasi yang saleh. amin.

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…