
کمالوندی
Menlu Iran: Pompeo bukan Menlu tapi Menteri Kebencian
Menteri Luar Negeri Iran, Rabu (25/3/2020) malam mereaksi statemen Menlu Amerika Serikat terkait berlanjutnya tekanan maksimum Washington atas Tehran dan mengatakan, orang heran apakah Mike Pompeo ini menteri luar negeri atau menteri kebencian.
IRNA (26/3) melaporkan, Mohammad Javad Zarif di akun Twitternya menulis, bahkan sebuah pandemi global sekalipun tidak mampu membendung publikasi kebohongan yang dilakukan Pompeo.
Ia menambahkan, apapun yang dilakukan Pompeo tidak akan bisa menutupi terorisme ekonomi, pembunuhan orang tak bersalah, sabotase dalam upaya global memerangi virus Corona, dan sikap haus perangnya.
Di saat organisasi internasional dan negara dunia menekankan pentingnya kerja sama dengan Iran untuk memerangi Covid-19, Menlu Amerika, Rabu (25/3) mengatakan, tekanan maksimum Amerika terhadap Iran akan dilanjutkan.
Beberapa organisasi internasional dan negara dunia semacam Turki, Rusia, Pakistan dan Cina menuntut pencabutan sanksi sepihak dan ilegal Amerika terhadap Iran di tengah upaya keras negara ini melawan penyebaran virus Corona.
Corona, Bangsa Iran yang Dilanda Terorisme Kesehatan Amerika
Sikap Amerika Serikat terhadap bangsa Iran, mulai dari terorisme ekonomi hingga terorisme kesehatan dan pengobatan di hari-hari menghadapi virus Corona yang mematikan, adalah contoh utama kejahatan terhadap kemanusiaan.
Semua sanksi AS yang diterapkan terhadap negara Iran selama 22 bulan terakhir setelah penarikan Washington dari perjanjian Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) telah melanggar kewajiban internasional dan melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia yang bahkan mencegah Iran mengakses makanan, obat-obatan dan peralatan medis.
Lembaga HAM Mahkamah Agung Republik Islam Iran
Dalam hal ini, lembaga hak asasi manusia Iran dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (25/03/2020) pada kesempatan Hari Dunia "Hak untuk Tahu Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran Kotor" mengatakan, "Sanksi ilegal AS yang melanggar hukum pemanfaatan semua prinsip hak asasi manusia, bahkan di bawah keadaan virus Corona telah berstatus pandemi, sanksi ini terus berlanjut, terutama di sektor obat-obatan yang anti-Iran.
Saat ini, dengan menyebarnya virus Covid-19 sebagai tantangan global paling sulit bagi semua negara, bangsa Iran adalah korban terbesar pelanggaran hak asasi manusia Amerika karena dampak sanksi ilegal AS terhadap kehidupan dan kesehatan mereka.
Langkah AS dan beberapa negara Eropa untuk memberikan sanksi terhadap peralatan medis dan farmasi telah mengurangi kualitas dan kecepatan proses penyediaan layanan kesehatan bagi pasien Corona di Iran, yang bertentangan dengan butir 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Menurut Kementerian Kesehatan dan Pendidikan Medis Iran, setiap 10 menit seorang warga Iran meninggal karena penyakit Corona, dimana sanksi AS juga terlibat dalam proses ini.
Dalam konteks ini, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif baru-baru ini menulis di Twitter, "Presiden AS Donald Trump dengan kejam berusaha menguras sumber daya Iran yang diperlukan untuk memerangi Coronavirus dan menjatuhkan sanksi ilegal yang lebih berat pada warga negara Iran, sementara mereka banyak yang meninggal akibat penyakit Corona.
Sanksi terhadap obat-obatan dan fasilitas medis lainnya merupakan ancaman langsung terhadap kehidupan manusia dan melanggar hak asasi manusia yang paling mendasar yang merupakan landasan hak asasi manusia lainnya.
Dalam keadaan ini, dimana hak dasar untuk hidup bangsa Iran dan negara-negara lain terancam dengan ancaman coronavirus. Karenanya, solidaritas dan kerja sama adalah prioritas utama untuk memerangi virus Covid-19 yang mematikan. Dalam hal ini, sudah merupakan tanggung jawab langsung dari negara-negara dunia untuk bekerja sama dengan Republik Islam Iran dan untuk tidak mematuhi sanksi AS.
Semakin banyak upaya memerangi virus Corona di Iran mendapat dukungan yang lebih besar dari negara-negara dan organisasi internasional, sedemikian besar pula kesehatan dan hak hidup bangsa-bangsa lain yang juga sedang menghadapi virus Corona terjamin.
Iran bekerja siang dan malam untuk memobilisasi sumber dayanya untuk mengalahkan virus Corona, tetapi menurut Majid Takht-Ravanchi, Wakil Tetap Iran di PBB, kemampuan Iran untuk mengelola penyakit akibat sanksi yang dijatuhkan AS terhadap rakyat Iran terbatas.
Majid Takht-Ravanchi, Wakil Tetap Iran untuk PBB
Sementara saat ini tidak ada prospek yang jelas untuk pengendalian penyakit Corona di seluruh dunia, akses langsung dan mudah ke kebutuhan medis adalah hak semua negara, termasuk bangsa Iran. Peran independen yang dimainkan oleh negara-negara, terutama negara-negara Eropa, dalam menggagalkan sanksi AS terhadap Iran sekarang secara signifikan terkait dengan keberhasilan perjuangan global melawan virus Corona.
Gencatan Senjata Global Demi Memerangi COVID-19
Wabah virus Corona telah menjadi sebuah pandemi global dengan jumlah korban terus meningkat. Menyikapi hal ini, Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan gencatan senjata global kepada semua pihak yang bertikai di dunia sehingga dapat fokus melawan wabah ini, khususnya di daerah konflik.
"Warga sipil di daerah konflik di seluruh dunia menjadi kelompok yang paling rentan dan mereka juga berisiko paling tinggi akibat serangan virus ini di wilayah tersebut," ujar Guterres dalam sebuah pernyataan.
Penyebaran virus Corona telah memicu kekhawatiran secara global. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan saat ini lebih dari 300 ribu orang terinfeksi virus Corona di dunia dan wabah ini hampir menyebar ke seluruh dunia.
Berbagai negara dunia mengambil langkah-langkah khusus untuk mencegah penyebaran virus ini di tengah warganya. Mereka membatasi pergerakan warga, mengumumkan situasi darurat, mengalokasikan paket stimulus, dan sejenisnya.
Meski demikian, kekhawatiran global semakin meningkat karena penyebaran virus ini yang sangat cepat dan kekurangan peralatan kesehatan untuk pencegahan seperti cairan disinfektan, masker, dan sarung tangan medis.
Saat ini perang dan konflik bersenjata masih berlanjut di beberapa negara dunia seperti Yaman dan Libya. Berlanjutnya serangan koalisi Arab Saudi ke Yaman telah menyebabkan kekhawatiran mengenai penyebaran dan kematian akibat wabah Corona di Yaman.
Mohammed Ali al-Houthi di akun Twitter-nya menulis, "Kami menyambut seruan sekjen PBB dan mendukung penghentian serangan Amerika, Inggris, Saudi, Uni Emirat Arab, dan sekutunya terhadap Yaman. Kami juga mendukung penghapusan blokade udara, laut, dan darat sehingga kami dapat mengambil langkah-langkah untuk memerangi wabah Corona."
Antonio Guterres.
Di Libya, kekhawatiran meningkat setelah ditemukan beberapa kasus infeksi virus Corona di tengah masyarakat. Pekan lalu, sembilan kedutaan asing di Libya dalam sebuah statemen bersama, mendesak penghentian segera pertempuran di negara itu sehingga para pejabat daerah dapat menangani penyebaran wabah Corona.
Di tengah keprihatinan serius ini, beberapa negara dunia seperti Iran dan Venezuela tetap menjadi sasaran sanksi Amerika Serikat. Padahal, sanksi kejam ini menghambat negara tersebut untuk mengakses peralatan medis dan upaya pencegahan wabah Corona.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, dalam sebuah surat kepada sekjen PBB, menekankan pentingnya menghapus sanksi sepihak AS terhadap Iran di tengah penyebaran wabah Corona.
Namun, para pejabat Washington tetap memilih mempertahankan sanksi yang menjadi hambatan besar dalam upaya memerangi wabah ini. Mengenai dampak sanksi AS terhadap Iran, surat kabar Financial Times menulis, "Sanksi AS telah mempersulit mata rantai pemenuhan peralatan yang diperlukan untuk memerangi Corona di Iran. Persoalan yang dihadapi dokter dan perawat Iran bertambah akibat kekurangan peralatan ini."
Sekarang sekjen PBB kembali mengingatkan tentang pentingnya solidaritas dan kerja sama dunia untuk melawan Corona dengan melakukan gencatan senjata global. Jika ini tidak dilakukan, kehidupan jutaan orang terancam akibat wabah COVID-19 ini.
Mantan Dubes AS Akui Ansarullah Menang, Saudi Kalah
Mantan duta besar Amerika Serikat untuk Yaman dalam salah satu artikelnya mengakui kemenangan Ansarullah Yaman, dan kekalahan Arab Saudi dalam perang di negara itu yang memasuki tahun keenam.
Fars News (26/3/2020) melaporkan, Sekjen PBB minggu ini menyerukan penghentian perang di seluruh dunia termasuk di Yaman, dan hal ini disambut Sanaa, koalisi Saudi dan pemerintah terguling Yaman.
Stephen A. Seche, mantan dubes Amerika untuk Yaman dalam catatannya di sebuah lembaga riset yang khusus mengkaji Teluk Persia, mengakui kekalahan Saudi dalam perang Yaman, dari Ansarullah.
Seche menulis, Saudi sejak lima tahun lalu melancarkan perang di Yaman tanpa memikirkan akibatnya, dan hari ini sepertinya Riyadh ingin menghentikan perang tersebut.
Menurut mantan dubes Amerika itu, sejak musim gugur tahun lalu, perundingan langsung dengan Ansarullah sudah dilakukan, dan perundingan ini menghasilkan penurunan kekerasan pada akhir 2019, namun dalam beberapa minggu terakhir kemajuan Ansarullah di wilayah utara Yaman, menyulut kembali perang.
Di tengah semua ini, katanya, koalisi Saudi terbelah dari dalam, dan Ansarullah adalah pemenang perang Yaman, dan hal ini semakin mempersulit upaya Riyadh untuk keluar dari Yaman secara terhormat.
Abu Nawas Dan Khalifah Ditampar Seorang Yahudi
Kisah Abu Nawas merupakan sebuah kisah jenakan namun penuh dengan hikmah kehidupan yang bisa kita renungkan dan kita ambil.
Suatu kali Abu Nawas bersama temannya mengikuti sebuah pesta di pinggir kota. Sebuah kebetulan bahwa temannya itu adalah seorang keturunan Yahudi. Pesta tersebut berlangsung meriah. Ada tarian hingga pentas musik. Tentu saja Abu Nawas larut dalam acara itu. Tak salah kelelahan kemudian menerpa Abu Nawas dan temannya itu.
Ketika tamu kehausan, tuan rumah kemudian menghadirkan kopi. Masing-masing kemudian mendapatkan secangkir kopi. Ketika akan minum Abu Nawas terkejut dan kaget. Tiba-tiba ia ditampar oleh si Yahudi temannya. Namun suasana gembira menjadikan Abu Nawas tidak menghiraukan hal tersebut. Haus pun dirasakan Abu Nawas. Ia kemudian akan meminum kopi yang dihidangkan tadi. Kejadian serupa datang. Abu Nawas kembali ditampar. Tentu saja ia kelabakan. Dan ternyata tamparan tersebut berlangsung berkali-kali sampai akhirnya Abu Nawas pulang dini harinya,
Saat pulang abu Nawas berfikir. “Jahat benar kelakuan si Yahudi itu, main tampar seenaknya saja. Minumnya seperti binatang. Kelakuan seperti ini jangan dibiarkan berlangsung di Baghdad?” Abu Nawas kemudian memutar otak.
Keesokan harinya Abu Nawas langsung ke istana. Tampaknya ia telah mempunyai solusi bagaimana membalas kelakuan si Yahudi. Ia langsung menghadap Khalifah Harun Al-Rasyid. “Tuanku, ternyata di negeri tuan ini ada suatu permainan yang belum pernah hamba kenal, sangat aneh,” ujarnya memulai pembicaraan.
Mendengar penuturan Abu Nawas, Khalifah Harun Al Rasyid balik bertanya “Di mana tempatnya wahai Abu Nawas ? Tapi ingat kamu jangan mempermainkan aku.”
“Di tepi hutan sana wahai Khalifah,” abu Nawas menjelaskan.
” Baiklah nanti malam kita melihat ke sana,” balas Khalifah
“Boleh wahai khalifah. Tapi ada syaratnya tuanku harus memakai baju biasa dan kita hanya pergi berdua saja supaya menimbulkan rasa curiga,” tukas Abu Nawas dengan bersemangat.
Tentu syarat ini menimbulkan kecurigaan Khalifah Harusn Al Rasyid sambil berkata “ Wahai Abu Nawas jangan mempermainkan aku. Nanti tahu balasannya.
“ Tidak Baginda,” tukas Abu Nawas.
Mereka berdua sepakat pergi setelah shalat Isya. Maka berangkatlah keduanya ke rumah Yahudi itu. Dan benar , setelah sampai di sana mereka mendapati pesta yang cukup meriah. Abu Nawas dan Khalifah Harun Al Rasyid dipersilakan duduk. Tak ayal Khalifah Harun Al Rasyid di suruh menari. Tapi kemudian ditolaknya. Karena hal itu pula Khalifah Harun Al Rasyid kemudian ditampar pipi kiri dan kanannya.
Kejadian ini membuat Khalifah sadar bahwa dirinya dikerjai oleh Abu Nawas. Namun apa daya ia hanya berdua tanpa para pengawal. Maka kemudian Khalifah memenuhi ajakan Yahudi itu untuk menari. Tak lama badannya penuh dengan keringat. Rasa hauspun memenuhi kerongkongannya. Setekah kehausan barulah kopi datang dan disuguhkan. Melihat hal ini Abu Nawas tahu apa yang akan terjadi. Ia keluar dengan alasan ingin kencing. Maka tinggalah Khalifah Harun Al Rasyid sendirian.
“Nah biar baginda tahu sendiri apa yang dikerjakan oleh rakyatnya, karena salahnya sendiri tidak pernah tahu apa yang sesunguhnya terjadi pada rakyatnya. Jangan hanya percaya pada laporan para menteri,” gumam Abu Nawas.
Sementara itu Khalifah yang ditinggal sendiri merasakan hal yang sama dengan Abu Nawas. Tatkala akan minum kopi, baginda di tampar oleh Yahudi itu. Begitu juga kerika akan mengangkat lagi cangkir dengan piringnya, maka tamparan menimpanya lagi. Namun Baginda hanya diam saja. Sesaat kemudian dilihatnya Yahudi itu minum seperti binatang yaitu menghirup sambil ketawa-ketawa.
“Apa boleh buat . Aku seorang diri, dan tak mungkin melawan Yahudi sebanyak itu,”ucapnya dalam hati dengan sangat dongkol. Setelah larut malam Baginda kemudian pulang ke Istana dengan berjalan kaki seorang diri. Ia berfikir Abu Nawas lolos juga mengerjainya.
Keesokan harinya Khalifah Harun Al-Rasyid memerintahkan seorang pelayan memanggil Abu Nawas. Setelah datang, Khalifah Harun Al Rasyid langsung menghardik “Abu Nawas apa yang kamu lakukan tadi malam sungguh mempermalukan aku. Apa alasanmu sehingga engkau berbuat begitu,” kata Baginda.
“Ampun, Baginda. Alasan saya adalah ingin memberikan laporan yang jujur bahwa ada sesuatu yang tidak benar di masyarakat. Saya bingung mau melaporkannya bagaimana karena malam sebelumnya hamba mendapatkan perlakuan yang sama. Apabila hamba berkata jujur secara jujur, takut baginda tidak percaya. Biar baginda sendiri yang melihat langsung perilaku rakyat yang seperti itu.”
Mendnegar jawaban tersebut Baginda tidak dapat membantah. Setelah itu Khalifah langsung memerintahkan menjemput si Yahudi dan menghukumnya.
Mencontoh Sayidina Hasan; Membalas Keburukan dengan Kebaikan
Suatu hari Cucunda Baginda Nabi Muhammad saw, Sayidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib sedang berjalan di sekitar Madinah. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang datang menghampirinya.
Setelah tiba di dekat sayidina Hasan, dia langsung mencaci maki sayidina Hasan. Namun, sayidina Hasan tidak berkata apa-apa dan hanya tersenyum kepadanya. Setelah itu, ia berkata padanya.
“Aku mengira engkau adalah orang asing di Madinah. Kalau engkau butuh sesuatu, katakanlah kepadaku. Jika engkau kelaparan, aku akan membawamu kerumahku dan memuliakanmu dan memberikan apa yang engkau inginkan.” kata Sayidina Hasan bin Ali.
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh sayidina Hasan, orang tersebut merasa malu dan menggegam tangan Sayidina Hasan dan meminta maaf kepadanya. Lalu berkata,
“Hingga sekarang aku belum pernah melihat pribadi sepertimu”.
Track Record Buruk Hantui Kepemimpinan Adnan Al-Zurufi
Barham Salih, Presiden Irak, menugaskan Adnan al-Zurufi, mantan Gubernur Najaf, untuk menyusun Kabinet, setelah blok Syiah gagal mengajukan kandidat Perdana Menteri.
Penunjukan Barham Salih ini dilakukan 15 hari setelah Presiden memberikan waktu kepada sayap Syiah untuk mengajukan kandidat pasca turunnya Mohammed Tawfiq Allawi.
Berdasarkan UUD Baghdad, al-Zurufi kini memiliki kesempatan 30 hari untuk membentuk Kabinet dan mengajukan nama-nama Menteri-nya ke Parlemen.
Adnan al-Zurufi harus melibas jalan keras untuk sampai ke kursi Perdana Menteri demi mendapatkan pihak yang sehati dengan Parlemen. Ditambah lagi, al-Zurufi harus mengagendakan Pemilu darurat dan merancang anggaran tahun baru.
Eyad al-Anbar, analis politik Irak, menjelaskan kepada surat kabar al-Hurra, “Al-Zurufi tidak bisa mengambil keputusan riskan. Al-Zurufi masih menghadapi masalah yang dihadapi Allawi. Tawfiq Allawi ditolak di Parlemen bukan karena mengadopsi pihak-pihak bebas dan mandiri, tetapi dikarenakan tidak mengenalkan orang-orang yang dipercaya semua poros.”
30 hari kesempatan Adnan al-Zurufi untuk mengajukan nama-nama Kabinet demi mendapatkan mosi Parlemen.
Ada indikasi bahwa selain poros Syiah yang tidak puas atas Adnan al-Zurufi, orang pilihan Presiden Salih ini juga akan menghadapi keresahan poros politik Kurdi dan Sunni beserta ombak protes rakyat di Baghdad maupun di Najaf. Khususnya pasca track record buruknya dalam memimpin Najaf dan pertaliannya dengan politik Washington.
Reaksi Poros Politik Irak Menyikapi Penunjukan Adnan Al-Zurufi
Reaksi poros-poros politik Irak dalam menanggapi penugasan Adnan al-Zurufi bisa dibagi menjadi tiga tanggapan: Menolak, abu-abu dan bersyarat. Hanya koalisi politik pengaju al-Zurufi yang mendukung penuh penunjukannya.
Mayoritas kaum politik Syiah dengan keras mengecam langkah Presiden Barham Salih. Koalisi pimpinan Nouri al-Maliki, koalisi Hadi al-Amiri, Sayid Ammar al-Hakim beserta politikus seperti Falih al-Fayyadh masuk dalam kategori ini.
Mereka protes karena menurutnya, Barham Salih tidak menggubris suara mayoritas. Bahkan mengklaim penunjukan Barham Salih tidak sesuai dengan perundang-undangan.
Asa’ib Ahl al-Haq sebelumnya menyatakan bahwa penunjukan Adnan al-Zurufi adalah salah satu bentuk pengkhianatan kepada darah Shuhada Irak.
Sementara aliansi Saairun mengajukan syarat dalam penunjukan Adnan al-Zurufi. Mereka mensyaratkan bahwa Adnan al-Zurufi harus mengindahkan perundang-undangan dan tidak tebang pilih.
“Jika al-Zurufi mengindahkan hal-hal ini, Saairun akan berdiri di belakangnya,” jelasnya.
Hanya koalisi al-Nasr, di mana al-Zurufi yang mengetuai fraksi Parlemennya, yang mendukung penuh PM pilihan Barham Salih ini. “Ini adalah orang yang memenuhi kriteria semua fraksi,” katanya.
Poros Sunni masih sama dengan kemaren. Mereka masih bersikap sama seperti menyikapi Tawfiq Allawi.
Beberapa hari lalu, partai Sunni, Front al-Anqad wa al-Tanmiyah, memberikan isyarat mengenai warga negara ganda Adnan dan politiknya yang sejurus dengan Gedung Putih dan menyatakan, “Kewarganegaraan ganda pihak yang ditugaskan membentuk Kabinet dan politiknya yang selaras (dengan AS) bukanlah hal penting bagi kami. Kami tidak akan menilainya dengan positif atau negatif dengan terburu-buru.”
“Yang penting bagi kami adalah 3 hal. Kebijakannya dalam menangani pihak-pihak yang masih menuntut saham, yang seakan membagi-bagi harta. (Kedua) kebijakannya dalam menjauhkan Irak dari konflik Iran-Amerika. Dan terakhir, orang-orang pilihannya dalam Kabinet harus meyakinkan,” jelas salah satu petinggi Front al-Anqad wa al-Tanmiyah.
Partai Kurdi, Demokrat, pimpinan Masoud Barzani dalam salah satu pernyataannya menjelaskan bahwa mereka tidak memiliki putusan apapun sebelum penugasan al-Zurufi. “Kurdi terus berpegang teguh pada kriteria dan peraturan tetap Irak,” jelasnya.
Partai Demokrat Irak tersebut juga menegaskan bahwa mereka akan mengadakan pengamatan dengan poros-poros politik Irak demi mengambil keputusan bulat nan satu mengenai kepemimpinan Adnan al-Zurufi.
Demo Warga di Baghdad dan Najaf
Pasca pengumuman resmi penugasan Adnan al-Zurufi untuk membentuk Kabinet, warga ibukota Baghdad turun ke jalan untuk pertama kalinya. Kemudian dilanjutkan oleh penduduk Najaf berteriak menolak al-Zurufi.
Para pendemo berkumpul di bundaran al-Tahrir, Baghdad. Mereka berteriak penggelapan uang sebesar 250 miliar dolar oleh Adnan al-Zurufi. Warga protes pemilihan Presiden Barham Salih.
Pendemo Najaf juga meneriakkan protesnya atas al-Zurufi. Dalam satu pernyataan mereka menegaskan bahwa mereka terus mengamati pemilihan Perdana Menteri semenjak 2003 hingga sekarang dan mereka menolak tegas pemilihan Adnan al-Zurufi.
Warga Najaf juga protes pemerintah yang terus mengulur tuntutan pendemo dan kini mereka meneriakkan kembali tuntutan-tuntutan demo sebelumnya.
Benny Gantz Jatuh ke Pangkuan Arab
Atas dukungan perwakilan Arab di Parlemen rezim Zionis, Benny Gantz lancar menuju kursi Perdana Menteri Israel.
Kini partai Arab memiliki kursi terbanyak dalam sejarah Parlemen Israel. Meskipun blok Arab mengatakan bahwa tidak akan memiliki wakil dalam Kabinet, tetapi mereka berjanji untuk menyingkirkan Benjamin Netanyahu dengan segala kekuatannya.
Saat ini, Benny Gantz akan menyusun Kabinet dalam beberapa pekan dan Kabinet Gantz akan terdiri dari minoritas hingga dibutuhkan dukungan kelompok khusus yaitu warga Arab atau Arab-Israel untuk melanggengkan kekuasaannya.
Dengan kata lain, kelanggengan Benny Gantz tergantung pada suasana hati penduduk Palestina. Dari sini, bisa dipastikan bahwa akan terjadi revolusi pada sosial politik rezim Zionis.
Berbeda dengan masa pemerintahan Benjamin Netanyahu yang terus menekan Arab dan melawan warga Palestina. Benny Gantz meskipun ingin melakukan hal aneh, hal tersebut tidak akan begitu signifikan menusuk hati Arab, karena Arab akan meninggalkan daftar pendukung setia dengan sangat mudah.
Blok Arab-Israel mampu mencuri 15 kursi dalam Pemilu terakhir, yaitu 2 kursi lebih banyak dari periode kemaren. Hal ini menjadikan Arab sebagai kelompok ke-3 terkuat dalam Parlemen Knesset.
Bisa dibayangkan bahwa akhir cerita terpilihnya Benny Gantz akan meniupkan kabar baik bagi Palestina, minimal bisa meniupkan suara lirih minoritas.
Arah politik sayap Kiri moderat pendukung Benny Gantz akan menyebabkan pemerintahannya berupa pemerintahan moderat. Dari sisi ini, juga bisa diprediksi bahwa konflik daerah pendudukan akan semakin menipis.
Hal yang perlu diperhatikan untuk masa depan Palestina adalah harus dilihat apakah Benny Gantz akan melaksanakan deal of the century atau akan mengadakan negosiasi baru demi rancangan lain?
Meskipun politik pendukung Benny Gantz dengan Netanyahu berbeda (lebih ke kekiri-kirian), namun jangan dilupakan bahwa salah satu pondasinya dalam menuju kursi Perdana Menteri adalah tikungan sayap kanan Avigdor Lieberman yang merestui kepemimpinannya di ujung hari.
Sementara di antara petinggi aliansi Biru-Putih sebenarnya diisi oleh pihak-pihak yang memiliki background militer dan perang. Bahkan Benny Gantz sendiri pernah menduduki kursi kepala staf umum militer Israel, contohnya lagi Gabi Ashkenazi dan Moshe Ya’alon.
Aksi politik petinggi di atas tidak terlalu berbeda dengan Benjamin Netanyahu, mungkin hanya di beberapa sisi, mereka tidak terlalu ekstrim.
Hal terbaru dari situasi terbaru Israel adalah butuhnya pemerintahan baru kepada kelompok Arab. Hal inilah yang mungkin bisa dijadikan tali jerat Israel agar tidak semena-mena mendiktekan kepentingan pribadi.
Dan mungkin saja nanti, Benny Gantz dan pendukungnya mendapatkan kesempatan untuk menarik dukungan partai Likud dan Netanyahu sehingga mereka mengusir Arab dari buku pendukung. Maka kita akan menyaksikan ekstrimisme politik yang kembali mengental.
Melihat hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini di tengah-tengah merebaknya Coronavirus, bisa disimpulkan bahwa Benjamin Netanyahu akan bernasib seperti pendahulunya seperti Ehud Olmert yang terusir karena kejahatan finansial.
Di lain pihak, sebagian politik dalam negeri Tel Aviv bergantung pada politik Amerika Serikat. Jika Demokrat menang dan menguasai Gedung Putih, maka tidak akan ada kesempatan bagi Netanyahu bersama pendukungnya untuk bernafas untuk mengembalikan kekuatan dan kekuasaan.
Akan tetapi harus diperhatikan apa yang akan terjadi di Washington dan Israel? Lihat pula arah pemerintah Benny Gantz kemana akan berlari?
Iran Sendirian Melawan Corona
Baru-baru ini, seniman Iran telah merilis 24 karikatur yang bertujuan untuk memusatkan perhatian masyarakat dunia mengenai sanksi AS terhadap Iran, menggambarkan krisis kemanusiaan dan kesehatan yang disebabkan oleh penyebaran virus Corona di negara itu, kata sebuah surat kabar Lebanon.
Surat kabar Lebanon Al-Akhbar menulis: Iran Sendiri Berjuang Melawan Corona: Baru-baru ini, seniman Iran telah merilis 24 karikatur yang bertujuan untuk memusatkan perhatian masyarakat dunia pada sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat pada Iran melalui karikatur kartun yang menunjukkan krisis manusia dan kesehatan yang disebabkan oleh penyebaran virus Corona. Negara ini digambarkan. Sampai tulisan ini dibuat, angka kematian akibat virus telah mencapai lebih dari 1200 orang.
Kementerian Kesehatan Iran menulis dalam sebuah laporan bahwa lima puluh orang Iran terinfeksi virus setiap jamnya, dan setiap 10 menit, satu orang meninggal. Karikatur ini memiliki implikasi visual dan politik yang sangat rinci dan menggambarkan realitas Iran saat ini sebagai akibat dari sanksi ekonomi dan sanksi AS terhadap Iran.
Karya seni ini mengejar tujuan untuk memberi tahu dunia: “Mereka tidak bisa diam lama-lama melihat hal ini .”
Suriah Konfirmasi Kasus Pertama COVID-19
Suriah mengkonfirmasi kasus pertama virus corona pada hari Minggu (22/3). Laporan tersebut mengatakan bahwa orang yang terjangkit itu merupakan wanita berusia 20 tahun.
Menteri Kesehatan Suriah Nizar al-Yaziji mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan langkah yang perlu diambil untuk menangani pasien. Al-Yaziji berujar bahwa saat ini pasien tersebut sedang melalui masa karantina selama 14 hari. Ia juga akan menjalani pengecekan dan perawatan medis.
Presiden Bashar Al-Assad pada hari yang sama mengeluarkan remisi bagi sejumlah tahanan sebagai upaya untuk mengontrol penyebaran virus ini.
Pemerintah Suriah memutuskan untuk melarang penggunaan transportasi publik dan mempertimbangkan untuk memberlakukan lockdown dalam beberapa hari kedepan.