
کمالوندی
Selangor Rekor Tertinggi Penderita COVID-19 di Malaysia
Selangor telah mencatat jumlah kasus Covid-19 tertinggi di negara ini, dengan total 105 kasus hingga saat ini, Departemen Kesehatan mengungkapkan hari ini Sabtu (14/03).
Ini diikuti oleh Kuala Lumpur dengan 26 kasus, Johor (16 kasus), Sabah (15 kasus), Negeri Sembilan (11 kasus), Penang (tujuh kasus), Kedah (lima kasus) dan Kelantan (tiga kasus).
Pahang, Perak, dan Labuan mencatat dua kasus di masing-masing negara bagian, sementara Putrajaya Melaka dan Perlis telah mengidentifikasi satu kasus Covid-19 di setiap negara bagian.
Pada hari Jumat, jumlah kasus di negara ini mencapai 197 dan dari jumlah ini, 33 telah sepenuhnya pulih dan telah dipulangkan.
Dari 197 kasus (123 perempuan dan 74 laki-laki), 177 adalah Malaysia, 15 Cina, dua Jepang, satu Italia, satu Indonesia, dan satu Amerika.
Lima puluh tiga pasien berusia antara 50 dan 59 tahun, 39 di antaranya berusia 30-an, 31 di 60-an, 28 di 40-an, 23 di 20-an, sembilan berusia 70 dan di atas, tujuh anak di bawah usia sembilan tahun , dan tujuh pasien berusia antara 10 dan 19 tahun.
Terkait masalah ini, direktur jenderal kesehatan Datuk Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan kementerian sedang melakukan pengawasan Covid-19 untuk melacak kasus-kasus terisolasi atau sporadis di Malaysia melalui penyakit mirip influenza (ILI) dan infeksi saluran pernapasan akut (SARS), dengan tidak ada riwayat perjalanan ke negara-negara yang terkena dampak atau kontak dengan Covid-19 positif.
“Pada 13 Maret, 756 sampel telah diuji dalam putaran terakhir ini dan tiga sampel positif.
“Penyelidikan awal mengungkapkan bahwa kasus-kasus ini terkait dengan kelompok pertemuan tabligh (acara keagamaan).
"Kami masih mencari ke dalam kasus ini dan publik akan diberitahu dari waktu ke waktu," katanya.
Pada 7 Februari, Singapura menaikkan level Kondisi Sistem Penanggulangan Penyakit (Dorscon) dari “Kuning” menjadi “Oranye” setelah empat kasus virus sporadis di negara ini.
Penasihat Assad: Hubungan Tehran-Damaskus Bersifat Historis dan Strategis
Penasihat media Presiden Suriah Bashar al-Assad menekankan bahwa hubungan antara Iran dan Suriah bersifat historis dan strategis dan bagi Tehran dan Moskow, kedaulatan dan kemerdekaan Suriah menjadi prioritas.
Bouthaina Shaaba, Penasihat Media Bashar al-Assad hari Rabu, 11 Maret, malam merujuk pada operasi militer Suriah selama beberapa pekan terakhir mengatakan, "Tentara Suriah telah membebaskan lebih dari dua ribu kilometer wilayah Suriah dan menyebabkan banyak korban bagi teroris."
Penasihat presiden Suriah menegaskan kembali dukungan Suriah untuk sekutu-sekutunya di front perlawanan, seraya menjelaskan bahwa pemerintah Suriah menginginkan pembebasan penuh kota Idlib dari teroris dan kembalinya pengungsi Suriah ke negara mereka.
Penasihat Assad menyebut tindakan Turki di wilayah itu untuk kepentingan rezim Zionis, dan menjelaskan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperdagangkan isu Palestina dan bermimpi menduduki wilayah Suriah.
"Sebelumnya, Amerika Serikat mendukung kelompok-kelompok al-Qaeda dan Daesh (ISIS), dan sekarang mereka juga memberikan dukungan untuk teroris al-Nusra," ungkap Shaaba.
Penasihat presiden Suriah menambahkan bahwa warga Suriah di timur negara ini berjuang melawan pendudukan AS, dan bahwa pemerintah Suriah mendukung perlawanan dan militer Suriah akan segera mengeluarkan pasukan AS dari Suriah.
Abu Rudeineh: Keputusan AS tidak akan Mengubah Sejarah Palestina
Juru bicara Otorita Ramallah Palestina, Nabil Abu Rudeineh mengatakan pemerintah AS sedang melakukan upaya sia-sia untuk menerapkan prakarsa yang sudah mati, Kesepakatan Abad.
Hal itu disampaikan menanggapi keputusan pemerintah AS yang mengubah sebutan untuk warga Palestina yang tinggal di Timur Quds dari penduduk Palestina menjadi "warga Arab" atau "warga non-Israel."
"Setiap upaya untuk mengubah sejarah dan kebenaran, tidak akan menghasilkan legitimasi apapun dan tidak akan mengubah sejarah rakyat Palestina," tegas Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan, Kamis (12/3/2020).
"Hukum dan resolusi internasional yang semuanya menekankan bahwa Quds adalah bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki, tidak boleh dilanggar," tambahnya.
Menurut Abu Rudeineh, upaya sia-sia yang dilakukan oleh pemerintah AS tidak akan membawa perdamaian, keamanan, dan stabilitas bagi siapa pun.
Yang jelas, lanjutnya, rakyat Palestina mampu mengalahkan konspirasi ini, sama seperti mereka menggagalkan konspirasi-konspirasi Amerika dan Israel sebelum ini.
Departemen Luar Negeri AS dalam laporan tahunan tentang situasi Hak Asasi Manusia menyatakan warga Palestina di Timur Quds tidak akan lagi disebut sebagai warga Palestina, tapi sebagai warga Arab atau warga non-Israel. (
Hamas: Upaya AS- Zionis untuk Ubah Identitas al-Quds akan Gagal
Juru bicara Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) Hazem Qassem mengatakan, upaya Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel untuk mengubah identitas kota al-Quds tidak akan berhasil.
"Langkah Kementerian Luar Negeri AS untuk menerapkan istilah "warga negara non-Israel" bagi warga Palestina yang tinggal di al-Quds adalah kejahatan baru negara tersebut terhadap hak rakyat Palestina," kata Hazem Qassem seperti dilansir kantor berita Mehr, Jumat (13/3/2020).
Dia menambahkan, posisi dan kebijakan agresif AS yang tertuang dalam "Kesepakatan Abad" merupakan bagian kejahatan besar negara ini terhadap rakyat Palestina, di mana ini adalah pelayanan penuh kepada rezim Zionis.
Kemenlu AS dalam laporan tahunnya terkait situasi HAM di dunia yang disampaikan pada hari Rabu menyebutkan bahwa warga Palestina yang tinggal di al-Qud Timur akan disebut sebagai "penduduk non-Israel".
Berdasarkan Kesepakatan Abad, al-Quds akan diserahkan kepada rezim Zionis, pengungsi Palestina di luar negeri tidak berhak kembali ke tanah airnya, dan Palestina hanya terdiri dari wilayah yang tersisa di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Kesepakatan Abad merupakan prakarsa pemerintah AS untuk menghapus hak-hak rakyat Palestina. Prakarsa ini dibuat melalui kerja sama dengan sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab.
Dalam kerangka Kesepakatan Abad, Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan al-Quds pendudukan sebagai ibu kota rezim Zionis.
AS kemudian memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds pada Senin, 14 Mei 2018. Al-Quds diduduki rezim Zionis sejak tahun 1967.
Irak Mengadukan AS ke PBB
Dalam sebuah pernyataan yang mengecam serangan udara AS pada hari Jumat, 13 Maret, atas posisi Irak, Kementerian Luar Negeri Irak mengatakan bahwa mereka akan segera mengadukan Amerika Serikat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan Keamanan PBB.
Menurut laporan IRNA, dalam sebuah pernyataan Jumat malam, Kementerian Luar Negeri Irak mengatakan bahwa tindakan AS untuk membom pangkalan pemerintah Irak adalah tindakan bermusuhan dan pelanggaran kedaulatan nasional, yang akan melemahkan upaya untuk melawan terorisme.
Serangan udara AS ke posisi al-Hashd al-Shaabi, Irak
Sebelumnya pada hari Jumat, jet-jet tempur AS membom pangkalan al-Hashd al-Shaabi Irak dan tentara negara ini di empat provinsi Salah al-Din, Babil, Basra dan Karbala.
Serangan itu menewaskan tiga pasukan keamanan Irak dan melukai 7 lainnya.
Para pejabat, tokoh dan kelompok Irak mengutuk serangan Jumat dan memperingatkan konsekuensi dari langkah AS.
Presiden Irak Barham Saleh menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran kedaulatan negaranya, dan Kementerian Luar Negeri Irak memanggil duta besar Inggris dan AS ke Baghdad.
Parlemen Irak hari Minggu, 5 Januari, menyetujui rencana untuk mengeluarkan pasukan AS dari Irak setelah aksi teror terhadap Komandan Pasukan Pengawal Revolusi Islam Pasukan Quds dan wakil pemimpin Organisasi Mobilisasi Rakyat Irak al-Hashd al-Shaabi dekat bandara Baghdad.
Letjen Soleimani, Abu Mahdi al-Muhandis, dan sejumlah rekannya gugur syahid setelah diteror lewat serangan udara dini hari Jumat, 3 Januari 2020, di dekat bandara Baghdad, ibukota Irak.
Letjen Soleimani melakukan kunjungan ke Irak atas undangan pemerintah negara ini.
Banyak negara, organisasi dan kelompok mengecam tindakan teroris AS.
Letjen Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis adalah tokoh terkemuka dalam perang melawan Takfiri dan kelompok-kelompok teroris, termasuk Daesh (ISIS) di wilayah Asia Barat.
Sayid Hassan Nasrullah: Dalam Perang Melawan Corona, Trump Pembohong Terbesar
Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon hari Jumat, 13 Maret, malam dalam pidatonya menjelaskan, dalam perang melawan virus Corona, pembohong terbesar di dunia adalah Donald Trump dan timnya.
Menurut laporan FNA, Sayid Hassan Nasrallah menunjuk sikap pemerintah AS merahasiakan jumlah orang terinfeksi dan korban virus Corona, mengatakan bahwa Trump dan timnya berusaha untuk menunjukkan virus Corona tidak terlalu berbahaya dan begitu juga dengan konsekuensinya di Amerika Serikat.
Sekjen Hizbullah Lebanon juga mengutip pernyataan para pejabat AS bahwa Washington siap membantu Iran menangani virus Corona, dengan mengatakan bahwa Iran tidak memerlukan bantuan AS untuk memerangi virus Corona.
"Satu-satunya yang harus dilakukan AS adalah mencabut sanksi kejamnya terhadap Iran," ungkap Nasrullah.
Selanjutnya Sayid Hassan Nasrullah meminta semua orang untuk menggunakan pengalaman negara-negara yang berurusan dengan virus Corona, termasuk Iran dan Cina. Menurutnya, "Kewajiban agama setiap orang untuk melindungi jiwanya dan keluarganya dan setiap orang yang tidak patuh dengan kewajiban ini, berarti ia telah melakukan sebuah dosa besar."
Sekjen Hizbullah Lebanon juga merujuk pada serangan udara AS pada Jumat pagi, 13 Maret, menekankan bahwa kejahatan Amerika di Irak tidak akan dibiarkan tanpa balasan.
Sebelumnya pada hari Jumat, jet-jet tempur AS membom pangkalan al-Hashd al-Shaabi Irak dan militer negara ini di empat provinsi Salah al-Din, Babil, Basra dan Karbala.
Serangan itu menewaskan tiga pasukan keamanan Irak dan melukai 7 lainnya.
Para pejabat, tokoh dan kelompok Irak mengutuk serangan Jumat dan memperingatkan konsekuensi dari langkah AS.
Presiden Irak Barham Saleh menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran kedaulatan negaranya, dan Kementerian Luar Negeri Irak memanggil duta besar Inggris dan AS ke Baghdad.
Sejumlah Warga Palestina Luka-luka Diserang Militer Israel
Selama serangan militer Israel terhadap warga Palestina di utara Tepi Barat Sungai Jordan, sejumlah warga Palestina dilaporkan mengalami cidera.
Pusat Informasi Palestina melaporkan, bulan sabit Palestina di statemennya menyatakan, selama serangan militer Israel hari Jumat (13/03) terhadap warga Palestina di desa Kafr Qaddum di timur Qalqiliya sebanyak 19 warga Palestina mengalami luka-luka.
Warga Desa Kfar Qaddum menggelar protes atas berlanjutnya pembangunan distrik Zionis dan tembok pemisah. Aksi demo ini diwarnai dengan serangan dan penumpasan militer Israel.
Israel setiap hari menyerbu berbagai wilayah pemukiman Palestina termasuk desa-desa dan merusak rumah serta tempat ibadah. Selain itu, Israel juga memaksa warga Palestina meninggalkan rumah mereka dan kemudian membangun distrik Zionis di atas tanah tersebut.
Rezim Zionis melalui proyek distrik Zionis dan pembangunannya berencana mengubah demografi dan struktur geografi wilayah ini demi keuntungannya sehingga mampu memperkuat pendudukannya terhadap wilayah Palestina.
Bantuan Pertama Qatar untuk Melawan Corona Tiba di Iran
Pengiriman pertama bantuan kesehatan Qatar ke Iran untuk memerangi penyebaran virus Corona tiba di Tehran.
Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani pada 26 Februari, dalam percakapan telepon dengan Presiden Iran Hassan Rouhani, mengumumkan solidaritas pemerintah dan bangsagara Qatar dalam perang melawan virus Corona seraya menyatakan, Doha menyambut bantuan apa pun dan kerja sama dengan Tehran dalam rangka menangani penyakit ini.
Sementara itu, Jumat malam, 13 Maret, pengiriman pertama Qatar untuk bantuan kesehatan tiba di Tehran dengan lebih dari 5 ton pasokan kesehatan.
Virus Corona, yang secara resmi dikenal sebagai Covid-19, terdeteksi akhir tahun lalu (2019) di Wuhan, Cina.
Selain Cina, virus ini sekarang telah menyebar ke lebih dari 140 negara, termasuk Iran dan Qatar.
Menurut statistik terbaru, sekitar 146.000 orang di seluruh dunia telah terinfeksi virus, dimana lebih dari 72.000 telah berhasil dipulihkan, sementara 5.400 meninggal dunia.
WHO: Eropa Telah Menjadi Pusat Epidemi Corona
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hari Jumat, 13 Maret, mengumumkan banwa Eropa saat ini telah menjadi pusat epidemi virus Corona.
Menurut laporan FNA, WHO juga menekankan bahwa tindakan karantina harus disertai dengan langkah-langkah lain untuk memerangi virus Corona, termasuk peningkatan kesadaran.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 5.123 orang di seluruh dunia telah meninggal karena virus Corona sejauh ini, dan masih belum ada pemahaman yang jelas tentang cara bagaimana virus Corona ditularkan.
Virus Corona terdeteksi akhir tahun lalu (2019) di Wuhan, di provinsi Hubei, Cina timur, dan sekarang, selain menyebar di 30 provinsi lainnya di negara ini, juga telah menginfeksi lebih dari 130 negara lainnya termasuk AS, Inggris, Australia, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Kanada, Perancis, Italia, Arab Saudi dan UEA.
Menurut statistik terbaru, setidaknya 135.000 orang di seluruh dunia telah terinfeksi virus Corona sejauh ini.
Krisis Corona di Israel Meningkat
Penyebaran virus Corona di Israel yang kian meningkat membuat lalu lalang di bumi pendudukan Palestina ini dibatasi, sekolah diliburkan dan sejumlah lapangan kerja diliburkan.
Seperti dilaporkan IRNA, Dewan Keamanan Israel Jumat (13/03) di sebuah pertemuan membahas pembatasan lebih besar di rezim ini menyusul wabah Corona.
Kabinet Israel rencananya membatasi akses transportasi publik dan seluruh lembaga pendidikan dan sekolah diliburkan secara nasional serta akses ke swalayan dan pusat perbelanjaan juga dibatasi.
Departemen Kesehatan Israel melaporkan jumlah warga yang terinfeksi virus Corona di Israel mencapai 143 orang.
Sekaitan dengan ini, manuver militer Israel yang dijadwalkan digelar pertengahan Maret diundur jadwalnya.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Israel Yisrael Katz memperingatkan, virus Corona di Israel diprediksi semakin luas penyebarannya dan Tel Aviv tidak akan mampu mengontrolnya.