کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 21 Desember 2021 14:57

Allamah Mohammad Baqir Vahid Behbahani

 

Setelah meninggalnya Allamah Majlesi, pemerintah Safawi mulai menurun dan seiring dengan serangan bangsa Afghanistan ke Iran serta direbutnya ibu kota dinasti ini, yakni Isfahan, era pemerintahan Dinasti Safawi di Iran yang berlangsung hampir 200 tahun berakhir.

Mulai dari tumbangnya Dinasti Safawi hingga naiknya Nader Shah serta munculnya Dinasti Afshariyah, berlangsung selama 13 tahun. Selama tenggat waktu tersebut, Iran mengalami gajolak politik dan sosial karena kehilangan pemerintahan pusat dan invasi asing. Ketenangan yang dialami para ulama di era Safawi akhirnya hancur dan peluang tepat untuk mengajar dan melakukan riset juga musnah. Di kondisi seperti ini, Allamah Vahid Behbahani bangkit di medan ilmu dan fiqih serta meski beragam kesulitan yang ada, beliau mengambil alih bendera Ahlul Bait as dan berjuang dengan gigih.

Allamah Mohammad Baqir Vahid Behbahani adalah cucu dari Allamah Majlesi pertama dan lahir di Isfahan tahun 1117 H. Saat itu, Isfahan secara bertahap kehilangan posisinya sebagai pusat ilmu. Mohammad Baqir bersama keluarganya pindah ke Behbahan. Sebagian meyakini Mohammad Akmal Isfahani, ayah Allamah Behbahani pindah ke Behbahan untuk memerangi aliran Akhbariyah yang saat itu marak di kota Behbahan. Sementara sebagian lainnya meyakini ia pindah ke Behbahan karena kondisi rusuh sosial dan politik di kota Isfahan saat itu, karena saat itu kota Behbahan relatif tenang bagi para ulama.

Mohammad Baqir tumbuh di bawah bimbingan ayahnya dan menyelesaikan pendidikannya di kota Behbahan. Ia dikenal oleh warga dan ulama setempat dengan ketinggian ilmu dan keutamaan akhlaknya. Ia tinggal di kota Behbahan selama 30 tahun dan berusaha keras menyelesaikan pertikaian dan perbedaan di antara warga.

Allamah Behbahani yang mumpuni di sebagain besar ilmu-ilmu keislaman, meninggalkan banyak inovasi baru di bidang fiqih dan usul fiqih serta membangun pijakan dan ufuk baru di bidang ilmu-ilmu Syiah. Inovasi Allamah Vahid Behbahani tidak terbatas di usul fiqih saja, tapi di berbagai ilmu Islam lainnya seperti teologi, rijal (cabang ilmu hadis), hadis.

Mengingat pembahasan fiqih dan usul fiqih banyak penggunaannya oleh para ulama, merupakan kajian lain yang menjadi fokus Allamah Bebahani serta beliau banyak memberi inovasi di cabang ilmu ini serta menciptakan banyak perubahan di dalamnya. Selain itu, Allamah Behbahani juga memiliki banyak inovasi di ilmu rijal dan dirayah hadis.

Di era Allamah Vahid Behbahani, ilmu usul fiqih yang menjadi pijakan di ijtihad mengalami kemunduran dan kurang mendapat perhatian dari ulama serta cendikiawan. Allamah Behbahani bangkit membela dan mendukung cabang ilmu ini dan membangun dari awal ilmu usul fiqih serta menghidupkannya kembali. Usul fiqih adalah ilmu yang membahas kaidah dan prinsip istinbat hukum syar'i yang digunakan para mujtahid.

Oleh karena itu, usul fiqih adalah ilmu alat di mana seorang faqih (ulama fiqih) memanfaatkannya untuk mengistinbat hukum far'i (furu') dari sumber utama yakni al-Quran, sunnah, ijma' dan akal.

Allamah Vahid Behbahani menciptakan kebangkita di mana hasilnya adalah produksi puluhan faqih dan pakar usul di berbagai hauzah ilmiah. Guru Allamah Behbahani, yakni Sayid Sadruddin Razavi Qommi mengatakan, "Di zaman kami tidak ada seorang pun pakar usul fiqih". Namun dalam waktu singkat setelah guru besar ini, dan berkat upaya Allamah Behbahani, terjadi perubahan besar di bidang usul fiqih dan para murid beliau membuat kajian cabang ilmu ini semakin maju.

Allamah Vahid Behbahani dikenal getol melawan aliran Akhbari. Kaum akhbari adalah sekelompok ulama yang meyakini untuk memahami ajaran agama hanya cukup bersandar pada zahir riwayat dan hadis. Mereka meyakini empat kitab utama Syiah seluruhnya sahih dan menganggap siapa saja dapat merujuk pada hadis-hadis di sumber utama empat kitab ini untuk memahami hukum agamanya dan tidak membutuhkan untuk taqlid kepada mujtahid.

Faktanya kelompok Akhbari tidak membolehkan ijtihad dan taqlid kepada seorang mujtahid. Sementara kaum Usuli meyakini bahwa untuk menentukan kebenaran dan keabsahan sebuah hukum agama (syariat), diperlukan keahlian dan spesialiassi ilmiah yang cukup dan seseorang yang menguasai dengan cukup sumber agama dan pemanfaatan metodologi teliti ilimiah dan aqli yang dapat mengistinbatkan hukum agama di berbagai kasus.

Adapun mereka yang tidak memiliki spesialisasi ini harus merujuk kepada pakar dan spesialis. Masalah merujuk orang yang tidak memiliki spesialisasi kepada pakar sebuah kaidah rasional yang diterima di antara orang berakal. Usuli meyakini bahwa kaidah ini juga berlaku di bidang penentuan hukum agama.

Akhbari meyakini seluruh hadis di kutub arbaah (empat kitab rujukan utama Syiah) seluruhnya sahih, yakni apa yang dicantumkan dan diriwayatkan di kitab tersebut benar bersumber dari para maksum, dan siapa saja dapat merujuk secara langsung ke riwayat ini untuk memahami hukum agama. Sementara kaum Usuli meyakini bahwa pertama, seluruh hadis yang sampai kepada kita tidak seluruhnya sahih, tetapi validitas hadis dapat diukur dengan ketelitian khusus, termasuk memeriksa rangkaian perawi hadits tertentu. Selain itu, mereka meyakini kecenderungan terhadap zahir untuk memahami hadis akan menciptakan kekeliruan pada pemahaman agama, dan untuk memahami hadis sahih diperlukan seseorang yang memiliki keahlian ilmiah.

Setelah bertahun-tahun perjuangan ilmiah Allamah Behbahani melawan perkembangan aliran Akhbariyah, akhirnya perkembangan pemikiran ini berhasil dibendung. Allamah pada tahun 1159 H bersama keluarga dan familinya hijrah ke kota Najaf, Irak. Saat itu, beliau tidak menemukan guru yang dapat menambah pengetahuannya di kota Najaf. Akhirnya Allamah pergi ke kota Karbala. Di Karbala, pengaruh pemikiran Akhbariyah juga marak seperti di kota Behbahan.

Allamah menghadiri ceramah dan pelajaran ulama Akhbariyah serta mengkaji dari dekat pemikiran dan argumentasi mereka. Saat itu, Allamah meminta Sheikh Yusuf Bahrani, ulama besar Akbari untuk menyerahkan kelasnya selama tiga hari kepadanya. Sheikh Yusuf, sosok saleh dan berakhlak mulia, menerima permintaan tersebut. Allamah Behbahani selama tiga hari tersebut mengkritik ideologi Akhbari dan membuktikan kebenaran metodologi ijtihad. Pada akhirnya dua pertiga murid Sheikh Yusuf keluar dari Akhbariyah dan condong kepada metodologi usuli.

Salah satu keindahan sejarah ulama Syi'ah terlihat dalam sikap dan tindakan Allamah Vahid Behbahani dan Syekh Yusuf Bahrani, yang mewakili dua pemikiran yang berlawanan pada masanya. Terlepas dari kenyataan bahwa masing-masing ulama besar ini adalah salah satu ulama besar pada masanya dan memiliki banyak murid dan pengikut di antara orang-orang, tetapi karena pendidikan agama yang benar dan kesehatan jiwa, mereka menganggap diri mereka wajib mengikuti kebenaran.

Untuk itu, Sheikh Yusuf dengan mudah memberikan mimbar dan pelajarannya kepada ulama besar yang menjadi lawannya, dan ketika melihat keutamaan dan keilmuan Allamah Behbahani serta mendengar kekuatan argumentasinya, ia membuka jalan bagi orang-orang untuk berpindah ke aliran Usuli. Jika Sheikh Yusuf tidak memiliki jiwa yang sehat dan menghasut para pengikutnya, yang tidak sedikit, melawan pemikiran Usuli, maka konflik antara kaum Usuli dan Akhbari akan memasuki fase berbahaya.

Allamah Behbahani, selain sangat menentang pemikiran Akhbari, juga memiliki kritik yang tepat dan konstruktif terhadap ulama Usuli. Ia juga sangat memahami bidang pemikirannya yang diterima, pemikiran Usuli atau ijtihad dalam agama, dan sadar akan bahaya yang mengancam ijtihad yang benar. Sama seperti dia dengan tajam mengkritik Akhbari, dia juga berurusan dengan kemungkinan penyimpangan di antara kaum Usuli. Hubungannya dengan Saheb al-Madarek (Sayyid Muhammad ibn Ali Mousavi Ameli, 946-1009 H), yang adalah seorang Usuli dan ahli hukum, sangat terkenal. Oleh karena itu, Allamah Behbahani dengan sengaja berusaha mencegah ekstremisme dalam pemikiran Syi'ah dan mencapai kesuksesan besar.

Meskipun pemikiran akhbari, yang merupakan semacam kedangkalan ekstrim tentang hadits dan tidak mampu menjawab dalam masalah agama, namun keberadaan arus ini dan bentrokan intelektual antara mereka dan kaum Usuli, yaitu para pengikut ijtihad, telah menjadi berkah besar untuk Syiah. Kompilasi kumpulan besar narasi seperti "Wasa'il al-Shi'ah" dan "Bihar al-Anwar", kompilasi interpretasi narasi Al-Qur'an seperti interpretasi "Noor al-Thaqalin" dan interpretasi "Al -Burhan fi Tafsir al-Quran" ditulis pada masa dominasi pemikiran Akhbari. Juga, perdebatan dan diskusi antara kedua kelompok ini membantu memperdalam dan memperluas perdebatan yurisprudensi dan Usuli.

Usia Allamah Behbahani mencapai 90 tahun dan di akhir usianya, kelemahan menguasainya dan dia meninggalkan pengajaran dan diskusi dan hanya mengajarkan Syaharah Lum'ah. Dia menyebut Allama Bahr al-Ulum sebagai siswa terkemuka di Najaf Ashraf dan memintanya untuk mengatur pelajaran dan diskusi untuk mengurus urusan Syiah. Ulama besar Syiah ini meninggal di Karbala pada 29 Syawal 205 H setelah perjuangan seumur hidup dan dimakamkan di serambi Imam Husein (AS) di kaki para syuhada. Meski jasadnya disemayamkan seperti jenazah lainnya, tapi nama besarnya bersinar dan sejajar dengan nama tokoh besar. Cahaya yang dia bawa sampai kini masih membimbing para ulama dan pencari kebenaran.

 

Salah satu kendala untuk mewujudkan cita-cita Palestina adalah karena sikap kompromi Arab dengan Amerika Serikat dan rezim Zionis. Kubu pro-kompromi Arab mengetahui bahwa pelaksanaan referendum di Palestina akan berujung pada kehancuran Israel dan kemenangan bagi Palestina dan front perlawanan Islam.

Para penguasa Arab yang pro-kompromi, karena mereka tidak punya basis massa dan merupakan pemerintahan boneka, tidak memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina, mereka memilih melayani kepentingan AS. Kepentingan AS juga menuntut eksistensi Israel sebagai sekutu strategisnya di Asia Barat.

Dalam beberapa tahun terakhir, para panguasa pro-kompromi bahkan telah mengabaikan sikap yang berpura-pura membela hak-hak rakyat Palestina. Masalah normalisasi hubungan dipromosikan secara terbuka tanpa memperhatikan kepentingan rakyat Palestina, dan negara-negara Arab telah melupakan prasyarat sebelumnya untuk normalisasi.

Keputusan Uni Emirat Arab (UEA) menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis dalam konteks Perjanjian Abraham menunjukkan bahwa kubu pro-kompromi di dunia Arab, tidak percaya pada hak-hak rakyat Palestina yang tertindas. Sebelumnya, dan khususnya pada KTT Beirut tahun 2002, kubu pro-kompromi menyatakan siap untuk memulihkan hubungan dengan Israel, asalkan rezim penjajah ini mundur ke perbatasan sebelum tahun 1967.

PM Israel Menachem Begin, Presiden AS Jimmy Carter dan Presiden Mesir Anwar Sadat setelah menandatangani perjanjian kompromi di Camp David.
Namun, kemenangan kelompok perlawanan pada perang 33 hari dan 22 hari membuat para penguasa pro-kompromi berkesimpulan bahwa pada akhirnya kelompok perlawanan-lah yang akan memimpin di wilayah ini. Berangkat dari fakta ini, mereka mulai mengabaikan pertimbangan tradisional dan sikap kepura-puraan, mereka bergerak menuju normalisasi dan peresmian hubungan dengan Israel.

Para penguasa Arab pro-kompromi memiliki keyakinan yang keliru dan mereka percaya bahwa penarikan AS dari Timur Tengah, bermakna bahwa sebuah tatanan yang diimpikan oleh Washington sudah terbentuk dan tatanan baru ini dipimpin oleh Israel. Oleh karena itu, negara-negara Arab sekutu Amerika bergegas untuk mendapatkan tempat dalam tatanan baru ini dan juga bergegas untuk menormalisasi hubungan.

Mereka bahkan mengabaikan prakarsa Iran tentang pelaksanaan referendum nasional sebagai solusi untuk konflik Palestina. Sikap ini diambil karena para penguasa Arab tidak memiliki basis massa di negaranya. Hal ini kembali ke tahun 2011 dan kebangkitan rakyat yang terjadi setelahnya. Aksi protes menentang kediktatoran telah membuat para penguasa Arab mengkhawatirkan keamanannya dan pecahnya pemberontakan di dalam negeri.

Di tengah gejolak ini, dinas keamanan dalam negeri Israel (Shin Bet) dan lembaga lembaga keamanan rezim ini secara diam-diam dikirim ke negara-negara Arab. Mereka datang sebagai perusahaan berbasis pengetahuan yang bergerak di bidang analisis situasi, peringatan dini, dan sejenisnya, untuk memberikan masukan kepada penguasa Arab.

Oleh sebab itu, beberapa pemerintah Arab telah mengesampingkan isu Palestina dengan harapan mendapatkan bantuan dari Israel untuk menumpas protes rakyat.

Perwakilan Gerakan Hamas di Iran, Khaled al-Qaddumi percaya bahwa tidak seorang pun dan tidak ada apa pun yang bernilai bagi penguasa Arab selain kekuasaan dan keamanan. Untuk alasan ini, kita bahkan akan menyaksikan bahwa mereka akan menumpas kelompok-kelompok Palestina. Bagi mereka, rakyat Palestina tidak berharga.

"Prakarsa Iran dan pelaksanaannya di tanah Palestina akan menjadi sebuah model bagi dunia Arab. Masyarakat di negara-negara pro-kompromi juga akan memperjuangkan pemilu dan melarikan diri dari monarki otoriter. Hal ini secara serius mengancam keamanan para penguasa Arab," jelasnya.


Gerakan pro-kompromi adalah sebuah kelompok yang membentuk sebuah pemerintah di bawah Kesepakatan Oslo di Palestina dengan tujuan untuk mengurangi biaya keamanan Israel. Kelompok ini pada dasarnya menentang perlawanan dan menghambat kegiatan perlawanan di Tepi Barat.

Namun, kelompok ini tidak mendapat banyak dukungan dari masyarakat Palestina. Oleh sebab itu, mereka menganggap referendum, yang akan menghapus Israel sebagai entitas politik dan memberikan hak kepada rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya, sebagai aksi bunuh diri yang juga akan mengakhiri karirnya di kancah politik Palestina.

Karena dua alasan tersebut, prakarsa untuk melaksanakan referendum di Palestina tidak didukung oleh kelompok pro-kompromi. Tentu saja, peran negatif Arab Saudi dalam menekan kekuatan perlawanan Palestina sangat dominan dan perlu ditegaskan bahwa negara-negara Arab pimpinan Riyadh yang menentang perlawanan, berada di pihak Israel dan itulah sebabnya, mereka menentang prakarsa Iran.

Dalam rangka menghapus keterkaitan Palestina dengan Islam dan menghancurkan ideologi perlawanan, kekuatan hegemoni dan kelompok Arab pro-kompromi melakukan upaya-upaya, yang berfokus pada dua isu utama yaitu menciptakan perpecahan di antara negara-negara Muslim dan mendistorsi prinsip-prinsip perlawanan.

Mereka mencoba untuk mengubah pandangan dan pendekatan masyarakat Muslim tentang perlawanan dan mendorong mereka untuk melupakan ideologi perlawanan. Pendekatan ini sama seperti yang selama ini diadopsi oleh Barat dan strategi ini akan terus dijalankan.

Para penguasa Arab pro-kompromi dengan Israel.
Gerakan pro-kompromi dan beberapa negara Arab tidak menanggapi prakarsa Iran tentang referendum Palestina, hal ini karena ada perselisihan fundamental antara Iran dan gerakan tersebut.

Hal yang secara praktis ditindaklanjuti oleh rezim penjajah adalah menghalangi berdirinya negara merdeka Palestina. Para penguasa Arab tidak mendukung prakarsa referendum, karena gerakan kompromi di negara-negara Arab tidak menginginkan berdirinya sebuah negara merdeka di Palestina.

Pada dasarnya, para penguasa Arab ingin memuaskan baik rezim Zionis maupun kekuatan hegemoni, dan juga membiarkan rakyat Palestina untuk memperoleh sebagian kecil dari tuntutannya. Dengan demikian, mereka secara praktis menentang prakarsa demokratis pelaksanaan referendum di Palestina.

Rezim kompromi Arab yang diktator, menganggap dirinya harus sejalan dengan pendekatan Barat, ini karena hubungan dan ketergantungan mereka dengan beberapa negara Barat. Meskipun pendekatan itu bertentangan dengan Islam dan perjuangan Palestina, para penguasa Arab tidak dapat menolaknya karena ketergantungan pemerintah mereka. 

 

Inisiatif demokrasi Iran bagi referendum Palesistina digulirkan ketika selama beberapa dekade terakhir, Amerika Serikat menggulirkan beragam prakarsa tak adil bagi isu Palestina.

Prakarsa terbaru AS terkait isu Palestina adalah rencana Kesepakatan Abad. Usulan kesepakatan abad oleh pemerintah Donald Trump yang disusun dengan keterlibatan langsung Israel dan di bawah pengawasan Menantu Trump, Jared Kushner serta dipaksakan kepada negara-negara Arab adalah rencana yang melanggar perjanjian PBB, ketentuan HAM internasional dan cita-cita Hak Asasi Manusia (HAM) karena mengabaikan hak-hak bangsa Palestina.


Sementara pemerintah Amerika selama beberapa tahun lalu, senantiasa mengklaim komitmen terhadap hukum internasional, tapi mengajukan prakarsa yang melanggar seluruh resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Palestina.

Di sisi lain, Republik Islam Iran mengajukan prakarsa referendum nasional di Palestina yang didasari hak dan hukum internasional serta demokrasi. Urgensitas prakarsa Iran ini dari sisi karena menyasar kesadaran publik dunia dan opini publik serta secara praktis membuktikan bahwa klaim pemerintah Amerika terkait dukungan terhadap hak bangsa Palestina di samping Zionis selama bertahun-tahun ini sekedar kebohongan propaganda. Selain itu, klaim kosong Amerika yang mengaku menghormati suara dan pandangan serta hak menentukan nasib bangsa Palestina adalah kebohongan dan Barat tidak berencana menjamin hak rakyat Palestina dan menjalankan hukum internasional di kasus ini.

Rencana kesepakatan abad dibangun di atas pilar palsu ini bahwa Palestina sejak awal dan sebelum pembentukan pemerintah ilegal Israel, sebuah wilayah kosong dan tanpa penghuni.

Rencana kesepakatan abad ini dan pencaplokan Tepi Barat didasarkan pada fakta bahwa Palestina telah menjadi tanah tak bertuan dan tak berpenghuni sejak awal dan sebelum pembentukan negara palsu Israel. Dengan argumen yang salah inilah rezim perampas mengklaim bahwa tanah-tanah ini harus dianeksasi ke Israel. Namun rencana Iran, yang disebut referendum nasional di Palestina dan berfokus pada pemilik utama tanah, meskipun menghadapi tantangan dalam implementasi dan tidak direalisasikan dalam jangka pendek, menimbulkan argumen alternatif yang akan mempertanyakan klaim Israel.

Rencana referendum nasional di Palestina sebenarnya adalah rencana melawan kesepakatan abad yang berupaya memberikan wilayah pendudukan kepada Israel secara sepihak dan ekspansionis. Rencana aksesi Tepi Barat, yang bahkan ditentang keras oleh Uni Eropa, bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional dan resolusi yang disahkan di forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tetapi rencana Republik Islam ini kebetulan didasarkan pada semua aturan dan hukum internasional, jadi itu sangat penting.

Faktanya rencana Iran terkait referendum nasional di Palestina tidak hanya berkaitan dengan sebagian wilayah Palestina. Urgensitas rencana ini di kondisi saat ini ketika isu kesepakatan abad tengah marak digulirkan, semakin besar. Rencana Iran dapat mencegah implementasi prakarsa para pengkhianat ini. Khususnya meski Trump kalah dari Joe Biden, masalah kesepakatan abad masih tetap eksis. Sepertinya pandangan kubu Demokrat AS terkait rencana aneksasi Tepi Barat sangat jelas, dan mereka mengumumkan penentangannya. Demokrat sepertinya menolak isu aneksasi Tepi Barat ke wilayah pendudukan. Sama seperti Uni Eropa yang telah mengumumkan penentangan mereka di bidang ini. Oleh karena itu, rencana Iran dapat menjadi sebuah benteng kokoh dan tidak dapat ditembus dalam melawan rencana Kesepakatan Abad dan perluasan wilayah rezim Zionis serta eskalasi agresi rezim ilegal ini.

Rencana aneksasi Tepi Barat dan Kesepakatan Abad, dua rencana yang ingin direalisasikan kubu arogan dengan poros Barat-Arab-Ibrani.

Republik Islam Iran adalah pencetus perjuangan yang komprehensif tanpa pandangan etnis atau agama yang sempit tentang masalah Palestina. Tidak boleh diabaikan bahwa Imam Khomeini-lah yang dengan inisiatif penamaan Hari Quds Internasional, mengubah masalah Palestina dari masalah Arab murni menjadi masalah internasional dan Islam, dan proses ini diperkuat melalui prakarsa mengadakan referendum nasional di Palestina oleh Ayatullah Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam. Alasan Iran untuk masalah ini adalah kegagalan organisasi internasional untuk mewujudkan hak-hak Palestina.

Amerika Serikat tidak memperhatikan resolusi terkait Palestina dan kejahatan rezim Zionis. Oleh karena itu, Iran telah mengusulkan sebuah rencana berdasarkan hukum internasional untuk menyelesaikan krisis yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini. Alasan untuk ini adalah untuk memverifikasi klaim dunia Barat dan pendukung rezim Israel dan untuk mengekspos standar ganda mereka. Barat tidak pernah percaya pada demokrasi dan referendum - jika tidak melayani kepentingannya. Fakta bahwa dunia Barat menekankan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi komunitas Yahudi dan pada saat yang sama diam tentang hak untuk menentukan nasib sendiri bagi komunitas Palestina adalah tanda dari standar ganda ini.

Republik Islam Iran telah menyajikan rencana yang progresif dan legal berdasarkan prinsip-prinsip yang diterima secara internasional yang tidak dapat ditolak oleh negara manapun; Karena jika suatu negara menolak rencana Republik Islam Iran, maka ia telah menolak prinsip-prinsip demokrasi. Gagasan utama Republik Islam Iran selama tahun-tahun berdirinya adalah untuk merebut kembali wilayah pendudukan dan mencegah perluasan dominasi Zionis atas wilayah Palestina. Itulah sebabnya rencana referendum dirancang untuk mencapai tujuan ini, dan pada kenyataannya, sisi lain dari solusi perlawanan bersenjata, rencana referendum tidak bertentangan dengan solusi dan perlawanan militer. Sebaliknya, itu adalah pelengkap dan telah memperluas alat Front Perlawanan.

Sementara rencana referendum nasional di Palestina didasarkan pada aturan hukum internasional, rencana jahat kesepakatan abad ini bertentangan dengan aturan hukum internasional yang jelas. Pelanggaran resolusi PBB oleh kesepakatan abad ini adalah salah satu poin yang disetujui dan ditekankan oleh Mehdi Shakibaei, seorang ahli masalah Palestina. Dia percaya bahwa "kesepakatan abad ini sebenarnya adalah rencana yang komprehensif dan terpadu untuk situasi di Palestina yang mendukung rezim Zionis. Menurut rencana ini, pihak Palestina akan dihapus dari kesepakatan dan semua rencana sebelumnya terkait dengan krisis Palestina dan bahkan semua resolusi PBB akan dihapus dari kesepakatan. Dengan kata lain, baik rencana untuk membagi Palestina (Resolusi 181) maupun rencana dua negara, yang dalam beberapa hal mendapat dukungan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa, telah diabaikan dalam kesepakatan abad ini.

Dengan demikian, Kesepakatan Abad yang tidak memiliki landasan hukum dan hanya didasarkan pada kekuatan serta unilateralisme, secara praktis merugikan komunitas Palestina dan mengakui secara resmi kedaulatan Israel terhadap seluruh wilayah yang didudukinya serta setiap perlawanan bangsa Palestina akan dicap sebagai tindakan teroris.

Pencantuman Hamas di list kelompok teroris oleh Amerika Serikat dan kemudian oleh Arab Saudi juga dilakukan dalam koridor ini. Selain itu, tangan Israel untuk memantapkan pendudukannya akan semakin terbuka. Tak hanya itu, pengumuman Quds sebagai ibu kota Israel dan relokasi Kedubes AS ke kota ini serta pengakuan Washingtoan atas aneksasi Dataran Tinggi Golan dan aneksasi sebagian wilayah Tepi Barat juga dilakukan dalam koridor kebijakan ini. Namun berdasarkan rencana Iran, untuk menentukan nasib bangsa Palestina setiap langkah yang tidak merujuk pada suara umum dan pengambilan keputusan bangsa Palestina adalah tindakan ilegal.

Jika kesepakatan rencana abad ini dianggap sesuai dengan aturan dan pendekatan hukum dan normatif internasional, maka pendekatan pejabat Amerika dan rezim Zionis tentang Palestina didasarkan pada hukum rimba dan standar realisme agresif. Artinya, penggunaan kekuatan untuk mengembangkan; Pendekatan dan pandangan semacam ini memiliki banyak aspek negatif dan menimbulkan kemarahan dan rasa jijik di dunia Islam dan negara-negara bebas. Namun rencana Republik Islam dalam bentuk keadilan pusat dan hak untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan kerangka prinsip-prinsip demokrasi dan melengkapi pendekatan perlawanan untuk pembebasan Palestina.

 

Setelah jelas sisi kemanusiaan prakarsa referendum nasional Palestina, kali ini kita akan membahas dimensi lain dan refleksi inisiatif referendum ini.

Tampaknya rencana referendum nasional di Palestina hanya akan menjadi sebuah gagasan belaka hingga dihadirkan sebagai tuntutan yang komprehensif dari rakyat Palestina, negara-negara Muslim dan opini publik, dan seharusnya tidak diharapkan berdampak banyak. Tetapi jika itu disajikan sebagai tuntutan yang komprehensif dan terorganisir, buahnya dapat diharapkan dalam persamaan konflik dengan musuh Zionis. Dalam proses ini, peran media dan pusat pemikiran akan sangat penting. Sebagaimana media dan lembaga think tank di Barat bertindak sebagai perpanjangan tangan bagi rencana Barat untuk Palestina dan kawasan dan mengejarnya sebagai tuntutan publik, demikian pula media di dunia Islam, dengan bantuan media global tetangga. dimensi rencana ini di agendakan dan disosialisasikan kepada publik sehingga lambat laun menjadi tuntutan publik di dunia Islam dan internasional.

Inisiatif referendum nasional Palestina, sebuah rencana pembentukan pemerintahan lokal yang tidak diinginkan oleh kubu pro perdamaian di negara-negara Arab. Pemimpin Arab ingin Israel, Yahudi dan kubu arogan puas dan juga menghendaki bangsa Palestina meraih keinginannya. Dengan demikian scara praktis mereka menentang prakarsa ini.

Arus Barat-Arab dengan poros Zionis, di tahap awal membungkam prakarsa ini dan tidak meresponnya. Ketika penjelasan umum oleh Iran mencapai titik yang diinginkan, mereka mencoba mendistorsi konsep dan prinsipnya dan kemudian merusaknya. Jika rencana tersebut menjadi tuntutan publik-global, mereka akan beralih ke opsi berikutnya, menunggangi gelombang dan seolah-olah mendukung rencana tersebut, dan mencoba untuk tidak masuk ke dalam implementasi.

Tapi sekarang ketika rezim Israel menemukan eksistensinya, masalah selain masalah referendum telah menjadi prioritas di media kompromi. Di antaranya adalah apa yang disebut rencana perdamaian Ibrahim, di mana tujuan dari rezim Zionis dan Amerika Serikat adalah untuk menyajikan rencana ini sebagai satu-satunya solusi untuk Arab dan Israel. Sedangkan pihak pencetus hanya bertujuan untuk melegitimasi rezim Zionis yang menduduki Palestina dan menormalkan hubungan negara-negara Islam dengan rezim ekspansionis ini.  

Namun dalam menghadapi apa yang disebut rencana kompromi Ibrahim, rencana untuk mengadakan referendum nasional di Palestina mengungkap konspirasi bersama Barat-Arab. Tidak tepat menunggu rencana ini diterima oleh Israel atau Amerika Serikat. Karena Barat hanya mengklaim demokrasi, dan dalam praktiknya menggunakan demokrasi sebagai kedok untuk mencapai tujuan tidak sahnya. Dalam praktiknya, mereka tidak mencari demokrasi di Palestina yang diduduki, tetapi rencana mereka adalah untuk menstabilkan rezim pendudukan di Yerusalem dan secara bertahap menghilangkan orang-orang Palestina di tanah leluhur mereka. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana referendum nasional Palestina tidak diharapkan dapat dilaksanakan hanya dengan mengadakan konferensi internasional dan membahas masa depan masalah Palestina.

Peluang pertama yang dibawa oleh rencana referendum nasional Palestina bagi perlawanan adalah untuk memperkenalkan kelompok muqawama secara tepat kepada dunia. Para kolonialis dan  Zionis selalu berusaha untuk menggambarkan kelompok muqawama kepada dunia dengan cara yang tidak benar. Contoh nyata dalam hal ini adalah pengenalan gerakan Takfiri dan ISIS kepada dunia, dengan nama "Islamis". Mereka selalu mencoba untuk mengatakan bahwa Islam memiliki pandangan dan pendekatan takfiri ini, dan mereka selalu mencoba untuk menampilkan gerakan perlawanan sebagai gerakan teroris.

Diselenggarakannya referendum nasional di Palestina memberikan kesempatan bagi perlawanan untuk mengatakan kepada dunia bahwa muqawama memiliki pandangan yang begitu manusiawi dan transenden dan tidak semata-mata mencari senjata dan perang; Sebaliknya, dia beralih ke senjata ketika dia tidak punya pilihan selain menggunakan senjata untuk mewujudkan haknya. Peluang kedua ke arah ini adalah untuk arus perlawanan untuk menyatakan kepada dunia bahwa dunia Barat dan Amerika Serikat, yang mengklaim hak asasi manusia dan demokrasi, praktis tidak mau menerima rencana demokrasi ini sampai mereka terpaksa melakukannya karena itu tidak akan dalam kepentingan kolonial mereka.

Mantan menlu AS, Mike Pompeo mengatakan, Amerika akan mendukung Israel dan Jerman, serta tidak akan mengijinkan genosida kembali terulang. Faktanya ia menyebut rencana demokrasi referendum nasional di Palestina oleh Iran sebagai contoh dari genosida.

Usulan Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina memiliki peluang bagi kebijakan luar negeri Iran di kawasan dan di organisasi internasional. Rencana tersebut juga menambah daya tawar diplomatik dan politik para perlawanan (Muqawama) dan pendukung cita-cita Quds. Salah satu peluang terpenting dari proyek ini adalah untuk mempresentasikan dan mendaftarkannya di PBB. Dengan cara ini, ratusan negara dan ribuan diplomat dan organisasi non-pemerintah, hak asasi manusia dan organisasi non-pemerintah, dan, tentu saja, media, mengetahui rencana demokrasi Iran.

Pendaftaran sebuah proyek dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meningkatkan dukungan hukum dari proyek tersebut. Hal ini akan menjadi lebih penting ketika kita mempertimbangkan bahwa Majelis Umum juga telah mengadopsi beberapa resolusi tentang hak rakyat Palestina untuk kembali ke tanah air mereka, serta perlunya memperhatikan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Lebih tepatnya, rencana Iran terdaftar di organisasi internasional terpenting di dunia, yang pasti akan memainkan peran paling penting dalam menyelenggarakan referendum dan proses implementasinya.

Rencana referendum nasional di Palestina atau rencana demokrasi Republik Islam Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina pertama kali diusulkan oleh Ayatollah Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, pada 20 Oktober 2000, dan pada musim dingin 1398 (2019) atas permintaan Yang Mulia dan didaftarkan di PBB oleh parlemen dan Kementerian Luar Negeri Iran. Peluang lain dari rencana ini adalah kemampuan untuk membangun konsensus di dunia Islam untuk mengamankan hak-hak Palestina.

Untuk mencapai rencana referendum nasional di Palestina dan untuk memaksa musuh Zionis dan negara serta pendukung internasionalnya untuk mengadakan referendum dan untuk menghormati kehendak rakyat Palestina, perlawanan bersenjata harus menjadi agenda.

Pada 21 Desember 2020, mayoritas di Majelis Umum PBB memilih mendukung "Resolusi Kedaulatan Permanen Rakyat Palestina di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur" meskipun ada sabotase dari Amerika dan rezim Zionis. 153 negara memberikan suara mendukung resolusi tersebut, lima negara memberikan suara menentangnya dan 17 negara abstain. Suara afirmatif pada resolusi menegaskan hak rakyat Palestina atas sumber daya alam mereka, termasuk tanah, energi dan air, tanpa mengabaikan hak mereka di laut dan hak mereka untuk kompensasi sebagai akibat dari penyalahgunaan sumber daya alam oleh rezim pendudukan Israel.

Pada 23 November 2020, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi dengan suara mayoritas resolusi yang mendukung hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Resolusi tersebut, yang disahkan oleh Komite Ketiga Komisi Urusan Sosial, Manusia dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa, disetujui oleh mayoritas dengan 168 suara mendukung, 5 menentang, dan 10 abstain. Resolusi tersebut menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk hak untuk sebuah negara merdeka, dan menyerukan kepada semua negara, badan dan organisasi yang berafiliasi dengan PBB untuk mendukung dan bekerja dengan rakyat Palestina untuk mencapai hak menentukan nasib sendiri secepat mungkin.

Resolusi, yang diadopsi pada bulan-bulan terakhir tahun 2020, juga memiliki beberapa fitur dari rencana Iran. Termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri; Oleh karena itu, rencana pemerintah Iran di PBB didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional dan resolusinya serta memiliki dasar hukum yang signifikan. Hossein Kanani, seorang ahli terkemuka tentang masalah Palestina di Iran, percaya bahwa proyek untuk menormalkan hubungan, yang sebenarnya harus dilihat sebagai pengungkapan hubungan antara orang-orang Arab dan rezim pendudukan di Yerusalem, telah menghadapi tantangan politik, hukum dan media yang serius. Setiap rencana politik musuh Israel akan menghadapi rencana Iran, dan kelompok perlawanan aktif di bidang militer. Oleh karena itu, rencana ini dapat dianggap sebagai solusi atau roadmap (peta jalan) untuk mengakhiri konflik regional dan lebih menarik perhatian negara-negara.

 

Sebelumnya telah dijelaskan tentang substansi hukum-politik dari referendum nasional di Palestina, dan sekarang akan diulas tentang substansi kemanusiaan program referendum nasional di Palestina yang digagas Iran.

Republik Islam Iran sudah menyampaikan strateginya untuk Palestina dengan nama Referendum Nasional di Palestina. Strategi ini memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah perlawanan dalam menghadapi ekspansionisme, dan kejahatan rezim Zionis Israel, selama eksistensi politik Israel belum berakhir.
 
Bagian kedua adalah penentuan nasib Palestina oleh rakyatnya sendiri. Kenyataannya program referendum adalah penyempurna perlawanan untuk merebut hak bangsa tertindas Palestina yang dirampas. Referendum pada hakikatnya mengandung sebuah konsep luhur di dalamnya. Referendum sebenarnya adalah indikator kemanusiaan yang luhur dan Ketuhanan sebagai kelanjutan dari perlawanan, dan realitasnya akan menyempurkan seluruh proses.  
 
Wakil Hamas di Iran, Khaled Al Qaddoumi menjustifikasi secara penuh program referendum, dan menekankan berlanjutnya perlawanan bersenjata serta perlindungan terhadap penduduk Al Quds. Menurutnya, Iran adalah pendukung terpenting perlawanan Palestina, dan hal ini diketahui oleh semua orang. Program Iran dari sisi moral dan hak kemanusiaan juga dibenarkan oleh Hamas, akan tetapi harus diketahui ia menegaskan prinsip demoksrasi dan hak asasi manusia, tidak hanya sekadar retorika seperti yang dilakukan para pejabat negara-negara Barat.
 
Oleh karena itu, rakyat Palestina bersikeras menggunakan opsi perlawanan sampai kemerdekaan penuh. Pasalnya, perlawanan terhadap penjajahan rezim Zionis adalah hak pasti rakyat Palestina, dan kelompok perlawanan. Di sisi lain perlawanan rakyat Palestina juga memperhatikan dimensi politik, diplomatik, dan media. Alasan dukungan terhadap program yang digagas Iran adalah rekam jejak Republik Islam dalam membela hak legal rakyat tertindas Palestina, dan kelompok-kelompok perlawanan. 
 
Iran percaya, Palestina akan merdeka dengan perlawanan, bukan dengan proyek-proyek politik. Prinsip ideologis dan kenyataan di lapangan menegaskan pandangan Iran ini. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei juga meyakini bahwa perlawanan memiliki akar dalam ajaran agama dan Al Quran.
 
Program referendum sebagai sebuah program hukum-politik dipilih untuk memperkuat perlindungan dan perlawanan sehingga berbagai gerakan konservatif yang lebih mengedepankan perundingan dan penyelesaian politik atas masalah pendudukan Palestina, akan menyadari standar ganda yang digunakan Barat dalam masalah Palestina, dan mereka pada akhirnya memahami bahwa tidak ada jalan lain selain perlawanan.
 
Dari sini program referendum yang digagas Iran diposisikan untuk memperkuat perlawanan, bukan untuk melemahkannya. Proyek Kesepakatan Abraham sepenuhnya membuktikan bahwa Amerika Serikat membuka kesempatan seluas-luasnya bagi Israel untuk melakukan berbagai kejahatan dan pelanggaran terhadap aturan internasional, bahkan resolusi PBB, sehingga rezim Zionis tidak merasa dibatasi di Tepi Barat.
 
Presiden AS Donald Trump, Joe Biden, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah melanggar sekitar 50 resolusi Dewan Keamanan PBB terkait Tepi Barat, sebagai sebuah wilayah pendudukan, dan juga Al Quds Timur. Masalah ini menjelaskan bahwa Barat tidak pernah memegang prinsip kepatuhan pada hukum, tapi kepatuhan pada kekuatan, dan mendukung kejahatan Israel.
 
Substansi kemanusiaan program referendum nasional di Palestina, dan demokrasi, sama sekali tidak bertentangan dengan strategi jihad dan perlawanan bersenjata terhadap penjajah. Alasannya karena strategi mengerikan yang dipakai pihak lawan. Selama 73 tahun sejak berdiri, Israel menjadi rezim paling jahat, paling banyak membunuh anak-anak, dan organisasi yang paling banyak melakukan teror di muka bumi, oleh karena itu perlawanan bersenjata dan perang melawan penjajah secara fisik harus terus dilakukan, dan setiap hari harus diperkuat, karena ide perlawanan sesuai dengan Piagam PBB, dan aturan hukum internasional berbasis pembelaan diri secara legal.
 
Program referendum adalah sebuah gerakan dalam kerangka perlawanan aktif, artinya jawaban terhadap mereka yang tentang perlawanan bersenjata mengatakan, “Siapa pun yang meyakini kemerdekaan Al Quds hanya memegang senjata, dan negara-negara pendukungnya hanya membantu senjata.” Akan tetapi program referendum nasional juga mengandung komponen kekuatan lunak, dan prakarsa hukum serta politik. Iran berdasarkan program ini, bisa menegaskan bahwa semua orang yang ingin kembali ke tanah air aslinya, mendapat dukungan politik dan hukum, dan Tehran memiliki program-program praksis untuk mereka.
 
Wakil Jihad Islam di Iran, Nasser Abu Sharif meyakini bahwa sebab dan alasan prakarsa Iran adalah untuk menguji dunia, yaitu ujian tentang penegakan keadilan dan kebebasan.
 
“Kami percaya prakarsa Rahbar Iran tidak lain adalah prakarsa yang sedang diupayakan oleh rakyat Palestina, dan merupakan prinsip demokrasi. Pasalnya, rezim Israel, menjajah Palestina, dan orang-orang Yahudi dari berbagai wilayah Eropa Timur, dan Barat, menduduki Palestina, dan menginjak-injak hak serta keadilan. Jika penjajah dilibatkan, referendum yang adil tidak akan bisa laksanakan, dan kami tidak akan bisa memiliki sebuah pemerintahan komprehensif, karena masuknya mereka telah merusak keadilan dan kebebasan, dan menghilangkan kebebasan kami. Israel tidak bisa membentuk pemerintahan yang di dalamnya keadilan ditegakan, karena karakteristik penjajah yang dimilikinya. Masa depan Palestina hanya bisa ditentukan oleh partisipasi politik warga asli Palestina. Tumpuan perlawanan bersenjata Palestina adalah Iran, sebagai sebuah pilar aman bagi perlawanan. Kubu perlawanan percaya bahwa tanah air Palestina harus dikembalikan kepada pemiliknya, dan kami akan membangun negara kami dari awal. Karena mustahil pemerintahan bersama antara Zionis dan rakyat Palestina dibangun,” paparnya. 

Salman Razavi, pengamat masalah Palestina asal Iran menekankan substansi kemanusiaan dari program referendum nasional di Palestina, dan meyakini bahwa program ini adalah penyempurna, dan kelanjutan dari perlawanan. Program referendum pada kenyataannya adalah penyempurna perlawanan, dan hakikatnya merupakan strategi perlawanan untuk masa ketika penjajah belum mundur dari posisinya.
 
Kenyataannya, dalam perlawanan tidak dikenal pandangan tentang agresi, dan perlawanan sebagaimana nampak dari namanya adalah membela diri dari musuh zalim yang hanya mengerti bahasa senjata dan pemaksaan, dan selama kita tidak melawannya dengan senjata, mereka tidak akan pernah mengakui hak kita sedikit pun. Sebagaimana kita saksikan selama 73 tahun Israel melakukannya, dan kapan pun bahasa dialog serta perdamaian disampaikan kepada mereka, bukan hanya tidak menjamin hak-hak rakyat Palestina, bahkan langkah demi langkah terus memperkokoh posisinya di daerah pendudukan dengan berbagai skenario dan konspirasi.
 
Maka dari itu, perlawanan satu-satunya strategi untuk memukul mundur musuh. Akan tetapi mungkin saja masyarakat dunia bertanya jika perlawanan bersenjata menghadapi musuh berhasil dimenangkan, pada tahap selanjutnya strategi apa yang akan digunakan terhadap Israel. Jawabannya adalah referendum. Realitasnya, Iran sama sekali tidak memiliki strategi non-kemanusiaan untuk Palestina, tapi dalam rentang waktu sekarang ini, rakyat Palestina harus mengambil keputusan untuk negaranya sendiri.
 
Pengamat masalah Palestina lain asal Iran, Mahdi Shakibaei percaya bahwa Israel telah menjajah wilayah geografis Palestina, dan memaksa rakyatnya mengungsi serta menduduki tanah airnya. Akan tetapi rezim Israel, dan para pendukungnya yaitu negara-negara adidaya dunia, menyebut perlawanan rakyat Palestina sebagai kekerasan dan terorisme. Kekuatan-kekuatan dunia itu menutup mata atas kekerasan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina, dan menggulirkan beraneka program politik dengan tujuan yang diklaim sebagai upaya mengatasi konflik Palestina.
 
Dengan cara ini, negara-negara adidaya dunia itu selain ingin menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Israel dan para pendukungnya adalah pemain asli demokrasi, juga menyampaikan bahwa Palestina dan Iran sebagai pendukung kekerasan. Program yang digagas Iran pada hakikatnya bertujuan untuk menunjukkan kemunafikan Israel, dan para pendukungnya dengan menyampaikan program yang sepenuhnya memiliki substansi kemanusiaan .

 

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan tentang hubungan prakarsa referendum rakyat Palestina, dengan strategi perlawanan, dan pada pembahasan kali ini akan diulas substansi hukum dan politik prakarsa referendum nasional di Palestina.

Substansi politik masalah Palestina, dan substansi hukum-politik prakarsa Republik Islam Iran terkait penentuan nasib rakyat Palestina oleh mereka sendiri, termasuk poin yang menjadi perhatian para peneliti dan pengamat. Wakil Hamas di Iran, Khaled Al Qaddumi meyakini bahwa masalah Palestina, adalah masalah politik.
 
Sementara pengamat masalah rezim Zionis Israel, Hossein Rouivaran percaya bahwa prakarsa referendum rakyat Palestina merupakan solusi politik untuk menyelesaikan sebuah krisis, dan terkandung dalam kerangka manajemen krisis. Di sisi lain prakarsa Iran, juga memiliki sejumlah karakteristik hukum, karenanya Iran ingin menghadapi pihak lawan berdasarkan aturan internasional, resolusi-resolusi PBB termasuk Resolusi 194, prinsip-prinsip yang tercantum dalam Piagam PBB seperti hak menentukan nasib sendiri, dan prinsip demokrasi seperti referendum, sehingga pada akhirnya Israel akan menghormati pendapat rakyat Palestina.
 
Asumsi Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar adalah, Israel terbentuk sebagai hasil dari keputusan kekuatan-kekuatan imperialis, dan Inggris dalam masalah ini memainkan perang kunci, serta mendorong eksodus sebagian warga Yahudi ke Palestina. Akan tetapi apakah pendirian rezim haram ini mendapat persetujuan dari seluruh warga Yahudi dunia ? Realitasnya ternyata tidak seperti itu. Sejumlah banyak warga Yahudi seperti kaum ortodoks, Naturei Karta atau kelompok Yahudi Haredi yang anti-Zionis, dan orang-orang Samaria menentang keras prinsip, dan asas Zionisme. Oleh karena itu prakarsa Iran merupakan prakarsa hukum sebagai sebuah solusi politik, dan tujuannya adalah untuk menyelesaikan krisis Palestina, secara damai, dan dengan mematuhi prinsip hukum internasional.
 
Usulan Iran berlandaskan pada referendum nasional di Palestina, dan ini merupakan prakarsa hukum, dan bukan semata-mata pandangan media serta politik. Selain itu, prakarsa ini juga merupakan sebuah prakarsa operasional dan praktis yang mungkin dilaksanakan, dan seluruh prakarsa awal berdasarkan pada asumsi bahwa semuanya bisa diimplementasikan. Akan tetapi meski pada kondisi saat ini mungkin belum bisa dilaksanakan, tapi dia tetap punya muatan hukum, dan tendensi-tendensi media serta politik bisa disingkirkan darinya. Indikasi kekuatan politik, dan media dari prakarsa Iran ini akan tampak dari reaksi negara-negara Barat, apakah diam atau menentang. Mantan Duta Besar Iran untuk Lebanon, mendiang Ghazanfar Roknabadi mengatakan, “Selama bertugas di Lebanon saya sudah menyampaikan prakarsa referendum nasional di Palestina, kepada beberapa dubes negara Eropa, dan mereka menyambutnya, serta menganggap prakarsa ini sepenuhnya demokratis.”
 
Akan tetapi, kata Roknabadi, mereka menentang implementasinya, dan mengklaim bahwa prakarsa ini berarti menghapus Israel. Oleh karena itu harus dikatakan bahwa prakarsa ini sepenuhnya memiliki muatan hukum, dan bisa dilaksanakan. Tujuan final dari prakarsa Iran adalah menciptakan sebuah program yang bisa dilaksanakan, dan nyata di lapangan bagi rakyat Palestina. Republik Islam Iran, dengan maksud supaya rakyat Palestina bisa mendapatkan hak-haknya, mengusulkan sebuah program yang bertujuan mengembalikan hak rakyat Palestina, dan memusnahkan rezim Zionis melalui cara-cara demokratis. Pasalnya, di seluruh negara dunia diselenggarakan pemilu berasaskan hak warga negara.
 
Program referendum nasional di Palestina yang digagas oleh Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei adalah sebuah program politik dan hukum yang mendasar. Asas dari program ini adalah hukum internasional. Merujuk kepada suara rakyat untuk menentukan nasib sebuah bangsa adalah hak yang ditekankan oleh Piagam PBB, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa referendum usulan Iran, memiliki landasan hukum, akan tetapi pada realitasnya ia juga merupakan prakarsa politik yang membutuhkan semacam kesepakatan, dan sambutan politik dari negara-negara berpengaruh di PBB.
 
Mosadegh Mosadeghpour, salah satu pengamat Dunia Arab dari Iran, yang menyetujui substansi hukum-politik prakarsa referendum, meyakini bahwa usulan Iran bisa dilaksanakan, dan sesuai dengan aturan yang dibuat oleh Barat, termasuk Piagam PBB. Pasalnya, Inggris tidak berhak menyerahkan wilayah Palestina ke pihak lain tanpa mendapatkan persetujuan rakyatnya. Prakarsa Iran telah mempecundangi para pengklaim pembela HAM, dan mereka harus mematuhi prakarsa ini. Usulan Iran akan membuktikan kepada masyarakat internasional bahwa Barat tidak mematuhi aturan internasional.
 
Prakarsa referendum nasional di Palestina digagas untuk menentukan masa depan Palestina oleh rakyatnya sendiri, berdasarkan prinsip-prinsip yang diatur hukum internasional. Negara-negara besar, dan adidaya yang memainkan peran di arena Palestina, dan konflik rakyat Palestina dengan rezim Zionis, telah menyampaikan prakarsa kepada negara dunia lain untuk mengakhiri konflik ini, di antaranya prakarsa Amerika Serikat yang terbaru yaitu Kesepakatan Abraham, atau prakarsa damai Arab yang diusulkan negara-negara Arab. Iran sebagai salah satu pemain asli dalam masalah Palestina juga mengajukan sebuah prakarsa untuk menyelesaikan masalah Palestina secara damai yang memusatkan perhatian pada peran rakyat Palestina sendiri melalui partisipasi masing-masing penduduk asli Palestina baik Yahudi, Muslim atau Kristen.
 
Prakarsa ini menjadi prakarsa resmi Republik Islam Iran yang tercatat di PBB, dan untuk mengenalkan serta menyebarkluaskannya, Kementerian Luar Negeri Iran sampai sekarang terus melanjutkan upayanya. Sehubungan dengan hal ini pejabat politik Iran di Mesir mengatakan, “Dari sisi hukum, melawan setiap rezim penjajah secara bersenjata atau tanpa senjata, berdasarkan prinsip membela diri, sepenuhnya diterima. Oleh karena itu strategi perlawanan di hadapan rezim semacam ini bukan saja berasaskan pengalaman politik, bahkan dari sisi hukum juga bisa dipertanggungjawabkan. Dengan itu, Iran melalui prakarsa penyelenggaraan referendum, berusaha mempertanyakan logika demokrasi Barat, dan penerimaan suara rakyat."
 
Substansi prakarsa Republik Islam Iran dengan cara tertentu mempertimbangkan sisi keislaman di samping prinsip umum demokrasi. Iran adalah pembawa panji diskursus perlawanan, dan tidak diragukan Palestina sebagai salah satu cita-cita pertama revolusi, tetapi menjadi kebijakan luar negeri utama negara ini. Iran juga penggagas wacana umum perlawanan. Dr. Sayid Reza Sadrolhosseini, pengamat Asia Barat asal Iran, terkait substansi terpenting prakarsa Iran mengatakan, “Jika kita ingin menilai substansi prakarsa ini, maka harus kita katakan bahwa prakarsa ini merupakan sebuah prakarsa kemanusiaan, hukum, politik dan media.”
 
Dimensi prakarsa ini dapat meliputi sejumlah bidang berbeda. Seluruh dimensi ini pada akhirnya akan berujung pada hak pemilik asli Palestina yaitu rakyatnya sendiri. Arahan Rahbar terkait substansi prakarsa referendum nasional di Palestina, sepenuhnya transparan. Ayatullah Khamenei dengan tegas menekankan berlanjutnya dukungan militer dan logistik atas kelompok perlawanan Palestina, di samping upaya politik. Dengan kata lain, Iran di arena perlawanan dan jihad, dan perjuangan bersenjata serta pengetahuan kemiliteran, juga di arena diplomasi, politik dan hukum internasional melalui referendum, tetap menjadi pendukung rakyat Palestina, dan cita-cita pembebasan Al Quds.

 

Wacana referendum yang disampaikan Republik Islam Iran tidak mengabaikan resistensi bersenjata, jihad dan perlawanan, tapi ingin menyempurnakannya. Dibutuhkan strategi komprehensif dan sempurna untuk membebaskan Quds.

Rezim Zionis Israel juga aktif secara politik dan juga aktif melakukan kejahatan serta pendudukan militer. Oleh karena itu, untuk melawannya front muqawama juga harus aktif di poros politik, hukum dan militer. Wacana referendum bertumpu pada muqawama dan resistensi ini memiliku dua dimensi. Dimensi jihad dan perlawanan senjata serta dimensi muqawama melawan rencana damai yang digagas oleh AS dan Zionis serta poros Arab-Ibrani-Barat. Gagasan ini memiliki kedua dimensi. Prakarsa Iran menilai muqawama sebagai strategi utama dan juga menggulirkan wacana politik, serta menolak segala bentuk pelemahan tehradap strategi muqawama.

Di masa pendudukan, saat hukum dan berbagai organisasi internasional menunjukkan sikap pasif, muqawama bersenjata harus ada sehingga rakyat dapat membela diri di hadapan penjajah. Meski media Barat secara curang menyebut perlawanan legal bangsa Palestina terhadap agresi rezim Zionis sebagai bentuk teroris, dan aksi teroris Israel menghilangkan serta meneror oposisi di dalam dan luar Palestina sebagai bentuk perdamaian.

Kartu kemenangan muqawama di medan ini harus bekerja untuk menekan Israel. Pengokohan muqawama di medan tempur akan memperkuat peluang implementasi wacana referendum. Hal ini karena muqawama bukan tujuan, tapi sarana perlawanan untuk meraih hak-hak bangsa Palestina menentukan nasib sendiri dan pembebasan Quds. Wacana referendum yang digagas Republik Islam Iran juga sebuah alat untuk membebaskan Palestina dan Quds.

Menurut Hossein Kanani Moghaddam, pakar masalah Palestina, salah satu sisi urgen wacana referendum berkaitan dengan waktu penyerahan dan peratifikasian wacana ini di PBB. Wancana ini disusun ketika kekuatan muqawama Palestina mencapai titik di mana kekuatan defensif diraih dalam melawan Israel dan dengan mampu menghadapi Zionis dengan berbagai aksi jihad.

Yakni wacana ini menggulirkan sisi kekuatan dan gabungan dari kekuatan politik dan militer, artinya terdiri dari indeks resistensi dan referendum. Dengan demikian, selain menekankan dilanjutkannya jihad dan muqawama bersenjata, wacana politik-hukum juga digulirkan Iran. Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei memberikan sebuah wacana politik di hadapan penilaian dunia dan organisasi internasional serta regional.

Iran melalui wacana ini telah mengajukan prakarsa politiknya dan menyatakan bahwa solusi masalah adalah bangsa Palestina yang dilahirkan di Palestina dan hidup di Plaestina serta memiliki identitas Palestina, baik itu Muslim, Kristen atau pun Yahudi harus kembali ke tanah airnya dan menentukan nasib mereka melalui referendum.

Mekanisme politik Iran menolak gagasan pembentukan dua negara di bumi Palestina dan pengakuan identitas rezim Zionis, serta menekankan kebijakan “Bumi Palestinaku dari laut hingga sungai”. Faktanya kunci utama prakarsa ini adalah mempertahankan integritas bumi Palestina. Mengingat Israel memahami bahwa implementasi prakarsa Iran untuk kembali ke suara seluruh bangsa pribumi Palestina baik Yahudi, Kristen dan Muslim, sama halnya dengan kehancuran rezim penjajah Qus, maka Israel dan Amerika berusaha melakukan sabotase melawan kebijakan diplomatik dan sesuai dengan norma-norma yang diterima sistem internasional. Langkah ini membuat kredibilitas Israel dan AS di mata opini publik dunia semakin pudar.

Iran seraya menekankan muqawama dan jihad bersenjata melawan Israel, melalui gagasan referendum membuath Zionis harus menjawab kebijakan ini. Jika mereka memberi jawaban positif, berarti kehancuran Zionis dan jika negatif, yakni melawan tuntutan demokratis kekuatan Palestina dan secara praktis mendorong kebuntuan terhadap langkah-langkah demokratis di dalam wilayah Palestina yang praktisnya Zionis pasti kalah di rencana ini.

Berbagai pihak, baik Palestina, kelompok perlawanan, kelompok jihad, atau bahkan partai politik, kelompok dan organisasi Arab, tidak mengambil sikap negatif terhadap rencana Iran. Beberapa mengatakan rencana itu praktis, menggunakan daya ungkit resistensi, sementara yang lain menekankan sulitnya mencapainya. Namun secara umum, semua kelompok Palestina menyambut baik tawaran Iran. Dengan demikian, rencana ini dapat menjadi rencana komprehensif yang, dengan mempertimbangkan hak-hak rakyat Palestina, mencegah realisasi rencana rezim pendudukan di Yerusalem untuk menciptakan konflik antara Muslim, Kristen, dan Yahudi di wilayah pendudukan.

Enam konferensi internasional mendukung intifada Palestina
Padahal, dengan rencana ini, Iran secara eksplisit menyatakan bahwa mereka tidak mencari perang agama, tetapi menentang rezim teroris, apartheid dan Zionis, yang telah mengabaikan hak-hak bangsa dan menggusur rakyat Palestina. Poin penting lainnya yang ditekankan dalam rencana ini adalah pembahasan untuk memberikan perhatian serius kepada para pengungsi Palestina dan kepulangan mereka dari berbagai wilayah dan kamp ke negara mereka untuk memainkan peran di masa depan Palestina.

Rencana referendum tidak dapat diterima oleh rezim Zionis, dan sudah jelas sejak awal bahwa Zionis akan mengambil sikap negatif terhadap masalah ini. Iran mengklaim perlawanan dan pembebasan Palestina dan perjuangan melawan Zionis. Realitas saat ini di lapangan adalah bahwa musuh bersenjata yang berbahaya menduduki tanah, melanggar hak-hak dasar rakyat Palestina, dan tidak menghormati prinsip atau prinsip apa pun, baik moral maupun internasional. Akankah rencana referendum ini berhasil tanpa perjuangan bersenjata sebagai konteks dan keterikatannya? Rencana ini menyajikan pandangan terakhir Iran tentang masalah Palestina; Tetapi apakah rezim Zionis bersedia menyetujui referendum tersebut? Jawabannya adalah tidak.

Kita menghadapi rezim pendudukan dan ekspansionis, dan pada akhirnya kami harus mencapai rencana ini melalui perlawanan dan pembebasan wilayah Palestina, dan pada kenyataannya, tujuan akhir ini akan dicapai melalui perlawanan. Karena rezim penjajah Quds dan Amerika Serikat tidak akan pernah mau menerima rencana referendum tanpa dukungan lapangan dan operasional. Karena rencana Iran, yaitu membebaskan Palestina dan akhirnya menghancurkan rezim Zionis melalui opini publik, tidak bertentangan dengan perlawanan bersenjata dan perlawanan rakyat, dan untuk mencapai tujuan referendum, perlawanan harus menjadi agenda dan dapat dikatakan bahwa muqawama dan jihad melekat pada rencana ini.

Jawaban atas dua pertanyaan soal muqawma Palestina dari pidato Rahbar
Padahal, prasyarat diadakannya referendum dan partisipasi pemilik utama Palestina di dalamnya adalah penghapusan keberadaan palsu atas nama Israel. Oleh karena itu, untuk menghancurkan rezim palsu ini, kita harus mengandalkan senjata perlawanan secara serius dan maksimal. Dengan kata lain, demi perdamaian di Palestina, rezim perampas harus terlebih dahulu dihilangkan dan kemudian pemilik sebenarnya harus memutuskan untuk menggantikannya.

Rencana referendum akan dijalankan ketika musuh Zionis tidak memiliki pilihan kecuali referendum akibat muqawama dan jihad bersenjata. Oleh karena itu, rencana referendum dan muqawama saling melengkapi. Dengan demikian, Rahbar selain menekankan solusi politik dan diplomatik referendum, selama beberapa tahun terakhir juga menekankan untuk mepersenjatai Tepi Barat Sungai Jordan. Dan ini menunjukkan keselarasan antara muqawama dan referendum.

Selasa, 21 Desember 2021 14:43

Surat Qaf 38-45

 

Surat Qaf 38-45

وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ (38) فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (39) وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ (40)

Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan. (38)

Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). (39)

Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang. (40)

Di pembahasan sebelumnya dibahas mengenai terjadinya Hari Kiamat dan orang-orang yang mengingkarinya. Ayat ini kembali menyinggung kekuasaan Tuhan dan mengatakan, "Bagaimana kalian meragukan terjadinya Hari Kiamat, sementara dunia dengan segala keagungannya diciptakan dalam tempo enam hari atas kehendak Tuhan dan penciptaannya tidak melelahkan atau menyulitkan Tuhan."

Saat itu, Tuhan kepada Rasul-Nya berfirman, "Jangan kecewa dengan kata-kata orang-orang yang mengingkari kebangkitan (Maad), jangan bersedih hati, dan dengan menyebut dan mengingat Tuhan di siang dan malam, lapangkan dadamu serta jangan marah dengan kata-kata mereka."

Dari tiga ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Meski Tuhan mampu menciptakan alam semesta dalam sekejap, tapi Ia menekankan penciptaan secara bertahap dan ini menunjukkan hukum sebab-akibat di sistem alam semesta.

2. Alam semesta sangat luas. Keagungan dunia ini menunjukkan kekuasaan tak terhingga Tuhan.

3. Tuduhan, perkataan buruk dan ucapan tak pantas para penentang jangan membuat kita mundur atau melemah dalam menjelaskan kebenaran, tapi kita harus melanjutkan jalan kita dengan kesabaran dan usaha keras.

4. Penopang kesabaran yang paling baik dalam menghadapi kesulitan adalah mengingat Allah setiap saat.

5. Meski mengingat Allah tidak ada batasan waktu tertentu, tapi waktu khusus seperti shalat memiliki keutamaan dan pengaruh lebih besar.

وَاسْتَمِعْ يَوْمَ يُنَادِ الْمُنَادِ مِنْ مَكَانٍ قَرِيبٍ (41) يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ (42) إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَإِلَيْنَا الْمَصِيرُ (43) يَوْمَ تَشَقَّقُ الْأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ذَلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ (44)

Dan dengarkanlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat. (41)

(Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya itulah hari ke luar (dari kubur). (42)

Sesungguhnya Kami menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Kami-lah tempat kembali (semua makhluk). (43)

(Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka ke luar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami. (44)

Ayat ini menjelaskan acara pembukaan sebuah pentas akbar di Hari Kiamat yang dimulai dengan panggilan ilahi dan kehadiran miliaran penduduk dunia. Seruan langit tersebut tersebar ke setiap sudut dan seluruh ahli Mahsyar mendengar panggilan tersebut dari dekat. Seruan yang keagungannya membuat gunung dan tanah terbelah, orang-orang yang telah meninggal keluar dari tanah dan manusia yang tercerai-berai akhirnya berkumpul.

Di ayat ini mengisyaratkan poin bahwa Tuhan yang menciptakan mereka pertama kali di dunia dan kemudian mematikannya, hari ini menghidupkan kembali mereka untuk melanjutkan jalannya sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Dari empat ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Maad dalam bentuk jasmani. Setiap manusia dibangkitkan dari kubur dan hadir di Hari Kiamat.

2. Kematian dan kehidupan hanya berada di tangan Tuhan, dan ini merupakan argumentasi terbaik bagi kemungkinan dihidupkannya kembali orang mati di Hari Kiamat oleh Tuhan.

نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ فَذَكِّرْ بِالْقُرْآَنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ (45)‏

Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku. (45)

Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw mengatakan, "Kami menyadari apa yang dikatakan para pengingkar Hari Kebangkitan (Maad) dalam menolak seruanmu dan mencegah orang lain untuk percaya kepadamu; Tapi jangan berharap semua orang beriman kepadamu, karena kami menciptakan manusia bebas dan mereka punya hak untuk memilih."

Tugasmu sebagai nabi adalah menyampaikan risalah Tuhan dan memperingatkan manusia dari akibat perbuatan mereka. Kamu tidak diutus untuk memaksa mereka menerima agama Islam dan dalam berdakwa jangan memaksa seseorang untuk beriman.

Dari satu ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Mengingat al-Quran sebaik-baik sarana untuk berzikir dan mengingat Tuhan, maka poros utama pembahasan akhlak dan nasehat kepada masyarakat harus ayat al-Quran, bukan ajaran dan metode asal-asalan serta sesuai dengan selera pribadi.

2. Prinsip agama ilahi adalah fitrah yang ada dalam diri setiap manusia. Hanya diperlukan pengingat. Oleh karena itu, para nabi melalui peringatan berusaha membangunkan fitrah manusia yang tertidur atau terlupakan.

3. Misi para nabi adalah berdakwah dan tidak ada paksaan di dalamnya. Karena menerima agama harus didasari oleh kehendak dan pilihan.

4. Beriman kepada janji Tuhan terkait azab dan pahala di Hari Kiamat akan membuat manusia siap menerima nasehat para nabi.

Selasa, 21 Desember 2021 14:42

Surat Qaf 31-37

 

Surat Qaf 31-37

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (31) هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32)

Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). (31)

Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya) (32)

Di pembahasan sebelumnya dijelaskan tentang nasib orang yang menolak beriman karena penentangan dan keras kepala. Adapun ayat ini menjelaskan akhir baik orang mukmin dan menyatakan, "Di hari Kiamat surga disediakan bagi orang-orang saleh dan suci, serta mereka dengan mudah mendapatkannya sehingga merasakan nikmat yang tiada akhirnya."

Pahala besar ini adalah hadiah dari perilaku mereka yang dengan hati-hati menjaga perintah Tuhan selama di dunia yang membuat mereka tidak melanggar hukum ilahi. Jika mereka tergelincir atau melakukan dosa dan kesalahan karena ketidaktahuan atau lalai, mereka segera bertaubat dan meminta ampunan-Nya.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Orang mukmin seperti orang kafir, tidak terjaga dari dosa. Tapi berbeda dengan orang kafir, orang mukmin tidak bersikeras melakukan dosa dan jika mereka melakukannya, mereka menyesal dan bertaubat.

2. Jika kita percaya terhadap janji Tuhan, maka secara pasti ketahuilah bahwa ketakwaan dan bertaubat kepada Tuhan akan membawa kita ke surga.

 مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33) ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ (34) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (35)

(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, (33)

masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. (34)

Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya. (35)

Ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya dan menyatakan, "Tanda-tanda iman sejati kepada Tuhan adalah dalam kesendirian dan rahasia dan di mana tidak ada seorang pun selain Tuhan yang hadir dan mengawasi, manusia harus takut akan Tuhan dan tidak berbuat dosa; Jika dia terjebak dalam dosa, dia harus segera bertobat dan kembali. Spirit seperti itu membebaskan manusia dari neraka dan membawanya ke surga dan membuatnya tinggal di sana."

Mereka yang mengekang hawa nafsunya selama di dunia karena mencari ridha ilahi, maka Allah akan menggantinya di surga dan menyatakan, "Semua yang kamu inginkan sekarang tersedia untuk kepuasanmu. Selain itu, nikmat apa pun yang kamu tidak tahu bagaimana memintanya, Tuhan akan melimpahkan kepadamu dengan rahmat dan belas kasihan-Nya."

Dari tiga ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Hati orang mukmin mudah untuk bertaubat dan ini telah menyelamatkan mereka. Tapi hati orang kafir dan munafik penuh penyakit dan mereka kerap menjustifikasi kejahatan dan dosanya. Oleh karena itu, mereka tidak selamat.

2. Meninggalkan dosa karena orang lain dan dihadapan publik, bukan tanda keimanan, karena bisa jadi hal itu dilakukan karena takut dari hukuman atau kritik pihak lain, ataupun karena skandal dan harga diri. Tetapi jika kita takut akan Tuhan secara diam-diam dan menjaga kesucian-Nya, itu menunjukkan iman yang benar.

3. Ahli surga ketika memasuki tempat ini disambut dengan sambutan khusus dan ucapan selamat.

4. Tidak ada batasan, penderitaan atau kesulitan untuk mendapat nikmat di surga, salah satu janji terbaik kepada penghuni surga adalah kabar baik tentang keabadian dan berkah yang tidak akan musnah.

5. Manusia adalah makhluk yang menuntut tanpa batas, jadi Tuhan memberi mereka lebih dari keinginan dan harapan ahli surga.

وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلَادِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ (36) إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ (37)

Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)? (36)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (37)

Ayat ini sebuah peringatan kepada para penindas dan orang zalim bahwa jangan menyangka pasukan dan kekuatan mereka akan mampu mencegah terealisasinya kehendak Tuhan serta mereka jangan mengira mampu lepas dari cengkeraman kekuasaan Tuhan. Banyak penguasa yang kuat sepanjang sejarah yang menaklukkan banyak negara dan mendominasi wilayah luas di bumi, tapi akhirnya mereka kalah dari kekuasaan Tuhan dan akhirnya hancur.

Sangat alami bagi siapa saja untuk mengambil pelajaran dari kaum terdahulu dan dengan mempelajari sejarah mereka akan dapat menganalisa perilaku, perbuatan dan nasib dari kaum tersebut serta memahami sebab kejatuhan dan kehancuran mereka. Atau paling tidak mendengarkan analis dan pakar sejarah dan menerima nasihatnya serta meninggalkan kekufuran dan kezaliman.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Memahami alasan dan sebab kehancuran peradaban besar di masa lalu harus menjadi penerang jalan generasi saat ini.

2. Kekuasaan adalah dasar dari penindasan dan korupsi, dan mempersiapkan pemberontakan, pembangkangan, dan agresi terhadap orang lain, kecuali jika kekuatan iman mencegah manusia dari menindas orang lain.

3. Mempelajari sejarah kaum terdahulu saja tidak cukup, untuk selamat dari kehancuran dibutuhkan pemahaman transformasi sejarah dan hukum yang berlaku.

 

Selasa, 21 Desember 2021 14:41

Surat Qaf 23-30

 

Surat Qaf 23-30

وَقَالَ قَرِينُهُ هَذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ (23) أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ (24) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ مُرِيبٍ (25) الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ (26)

Dan yang menyertai dia berkata: "Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku". (23)

Allah berfirman: "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, (24)

yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, (25)

yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat". (26)

Di pembahasan sebelumnya fokus seputar isu malaikat yang senantiasa menyertai manusia dan mencatat setiap perbuatan baik dan buruk manusia yang akan menentukan nasib manusia di Hari Kiamat, apakah ia masuk surga atau neraka.

Ayat ini menyatakan, manusia akan hadir di pengadilan ilahi di Hari Kiamat dengan membawa catatan amal perbuatannya yang dicatat malaikat dan berdasarkan catatan ini, orang baik dan pendosa akan dipisahkan serta mereka akan mendapatkan balasan perbuatannya. Hal ini karena sikap keras kepala yang mendorong mereka mengingkari Tuhan, serta mereka menciptakan halangan untuk setiap perbuatan baik. Orang seperti ini melanggar hukum Tuhan dan membuat orang lain ragu untuk menerima jalan kebenaran. Mereka mengenalkan hal lain selain Tuhan dan mendorong masyarakat untuk menerima kekuatan selain Tuhan.

Dari empat ayat ini terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Jika kekafiran disebabkan oleh ketidaktahuan, ada harapan untuk kembalinya manusia. Tetapi jika kekufuran ini karena keras kepala dan prasangka, maka itu menjadi lebih intens dan lebih dalam setiap hari, dan sulit bagi orang seperti itu kembali.

2. Berbeda dengan orang mukmin yang berbuat baik, dan menyeru orang lain untuk melakukan berbuatan mulia, orang-orang yang mengingkari kebenaran justru mencegah orang lain untuk berbuat baik.

3. Azab neraka memiliki tingkatan, dan tergantung dengan level kekufuran, kesyirikan serta dosa manusia.

قَالَ قَرِينُهُ رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِنْ كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ (27) قَالَ لَا تَخْتَصِمُوا لَدَيَّ وَقَدْ قَدَّمْتُ إِلَيْكُمْ بِالْوَعِيدِ (28) مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ (29) يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ (30)

Yang menyertai dia berkata (pula): "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh". (27)

Allah berfirman: "Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu". (28)

Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku (29)

(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada jahannam: "Apakah kamu sudah penuh?" Dia menjawab: "Masih ada tambahan?" (30)

Ayat ini berbicara mengenai sahabat yang menyeret manusia ke neraka, seperti teman yang buruk, pemimpin kafir, dan setan.

Ketika orang menghadapi takdir akhir mereka pada Hari Pembalasan, para pendosa akan berdebat satu sama lain dan dengan para pemimpin mereka yang korup, serta dengan setan, dan masing-masing dari mereka akan mencoba untuk menyalahkan yang lain. Para pendosa mengatakan bahwa jika bukan karena kamu, kami akan menjadi orang beriman, atau mereka akan mengatakan bahwa kami telah jatuh ke dalam kesengsaraan ini karena mengikutimu. Tentu saja, perselisihan ini tidak berpengaruh pada hukuman mereka dan tidak ada yang menguranginya.

Sementara setan saat membela dirinya mengatakan, "Ya Allah ! Aku tidak memaksa seseorang untuk kafir atau berpaling dari perintah-Mu, tetapi justru mereka sendiri yang melupakan jalan-Mu dan tenggelam ke dalam kesesatan." Tapi ahli neraka menuding setan yang bersalah dan mereka ingin menjustifikasi dosanya.

Saat itu, seruan Tuhan mengakhiri perdebatan mereka, bahwa kini bukan waktunya berdebat, kewajiban setiap orang jelas dan mereka akan diazab sesuai dengan dosanya, tidak kurang dan juga tidak lebih. Jangan pernah menyangka bahwa kapasitas neraka terbatas, dan mereka tidak akan mendapat giliran karena banyaknya para pendosa besar. Tapi neraka memanggil para pendosa dengan berkata, apakah masih ada tambahan.

Dari empat ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kita tidak memilih ayah, ibu, saudari dan saudara; Tapi kita akan memilih sahabat baik atau buruk, dan mereka sangat berpengaruh pada nasib kita.

2. Pada Hari Pembalasan, tidak ada yang bisa menyalahkan teman-temannya yang buruk, pemimpin yang korup dan jahat, atau iblis atas kesalahannya dan membebaskan dirinya dari tanggung jawab.

3. Tuhan tidak lalai dalam membimbing manusia sehingga Ia dinilai menganiaya manusia; dan juga tidak lalai dalam mengazab orang zalim, karena meringankan hukuman orang zalim sama halnya dengan menzalimi orang baik dan orang tertindas.

4. Para pendosa akan masuk neraka karena kezaliman yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri, bukan penindasan Tuhan terhadap mereka, karena Tuhan tidak pernah menindas siapa pun.