کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 25 April 2017 21:57

Pahala Sabar

Imam Sajjad as senantiasa mengajak masyarakat untuk bersabar dan berkata,

“Begitu Kiamat terjadi, ada yang bersuara mengumumkan, “Ahli keutamaan dan kemuliaan hendaknya bangkit. Kemudian sekelompok orang bangkit dan mereka dipanggil untuk ke surga. Mereka segera menuju surga. Para malaikat bertanya kepada mereka, “Kalian mau ke mana? Mereka menjawab, “Kami pergi menuju ke surga.” Para malaikat bertanya, “Siapakah kalian ini?” Mereka menjawab, “Kami adalah ahli keutamaan.” Para malaikat bertanya, “Keutamaan kalian pada apa?” Mereka menjawab, “Kami bersabar dalam menghadapi setiap masalah yang tidak kami ketahui juga setiap kali menghadapi kezaliman. Bila ada orang berbuat salah terhadap kami, maka kami memaafkannya." Kemudian para malaikat berkata, “Masuklah ke dalam surga; betapa bagusnya pahala orang-orang yang berbuat baik.”

Setelah itu Imam Sajjad as berkata, “Orang-orang yang sabar juga diminta untuk bangkit dan pergi ke surga, para malaikat juga menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas dan mereka mengenalkan dirinya sebagai orang yang sabar. Kemudian mereka ditanya, “Kesabaran kalian pada apa?”

Mereka menjawab, “Kami bersabar dalam manaati Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kemudian dikatakan kepada mereka, “Masuklah ke dalam surga. Karena itu adalah pahala orang-orang yang berbuat baik.”

Putus Asa Adalah Dosa Yang Paling Besar

Imam Zainul Abidin sedang melakukan tawaf dan beliau paham bahwa ada sekelompok orang sedang berkumpul di dekat ka’bah. Beliau bertanya, “Untuk apa orang-orang ini berkumpul di sini?”

Dijawab, “Muhammad bin Syahab Zuhari telah kehilangan akalnya. Dia tidak berbicara dengan siapapun. Keluarganya telah membawanya keluar dari rumah, barangkali akan berbicara ketika melihat orang lain.”

Setelah Imam Zainul Abidin selesai melakukan tawaf, beliau mendekati Zuhari yang sedang dalam kondisi sangat panik.

Imam Zainul Abidin berkata, “Hai Zuhari! Ada apa denganmu. Mengapa engkau menjadi demikian?”

Zuhari berkata, “Aku telah berbuat bodoh dan ikut dalam pembunuhan. Sekarang hati nuraniku tersiksa dan aku menjadi demikian karena takut kepada Allah.”

Imam Zainul Abidin berkata, “Benar engkau ikut serta dalam pembunuhan seorang hamba. Namun, berputus asa dari rahmat Allah dosanya lebih besar.”

Kemudian beliau berkata, “Pergi dan bayarlah tebusan darah korban pembunuhan itu kepada keluarganya.”

Zuhari berkata, “Aku telah melakukannya. Tapi walinya tidak mau menerima.”

Imam Zainul Abidin berkata, “Letakkan uang tebusan itu dalam sebuah kantong dan tunggulah sampai waktu salat, kemudian lemparkan ke rumah mereka.”

Zuhari melakukan hal ini dan setelah itu sedikit demi sedikit dia merasa tenang.  

Orang Yang Banyak Bersujud

Imam Baqir menceritakan tentang perilaku ayahnya seraya berkata, “Ayahku Ali bin Husein setiap kali mengingat nikmat-nikmat Allah beliau bersujud untuk menyampaikan rasa syukurnya. Setiap kali Allah menjauhkan keburukan darinya, beliau melakukan sujud. Setiap kali selesai mengerjakan salat, beliau bersujud. Kapan saja ada dua orang yang berdamai, beliau juga bersujud. Oleh karena itu beliau dijuluki sebagai Sajjad.”

Inilah Dunia

Di antara nasihat Imam Zainul Abidin as:

Hai orang yang terikat pada dunia dan percaya pada dunia dan gemerlapannya! Apakah engkau tidak mengambil pelajaran dari orang-orang terdahulu dan ayahmu yang terlah meninggalkan dunia ini, dari teman-temanmu yang bumi telah menyembunyikan tubuhnya di di dalam dirinya, dari saudara-saudaramu yang telah berpisah denganmu dan keluargamu yang telah pergi dari dunia ini menuju ke dunia lain?

Setelah mereka muncul di dunia ini, terletak di dalam perut bumi dan kecantikannya hancur berubah menjadi tanah. Rumah-rumah mereka kosong dari keberadaan mereka dan taqdir telah menyeretnya menuju kematian, tangannya tidak sampai lagi pada dunia dan apa yang dicintainya dan liang-liang kubur telah menelan mereka.

Lelaki Ini Adalah Budak Zainul Abidin

Sudah berapa lama hujan tidak turun di Madinah. Kekeringan telah melanda tanah-tanah pertanian. Masyarakat telah mengalami kesusahan. Akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan salat meminta hujan dan bermunajat kepada Allah supaya diturunkan hujan.

Said bin Musayib salah seorang warga Madinah pada saat itu pandangan matanya tertuju pada seorang budak kulit hitam yang sedang berada di atas bukit dan jauh dari orang-orang sedang bermunajat. Said memerhatikan sikap lelaki kulit hitam ini. Dia benar-benar tenggelam dalam munajat sehingga tidak tahu bahwa Said sedang berada di sisinya. Sebelum doanya selesai, awan hitang telah menyelimuti langit kota. Budak kulit hitam ini memandang ke langit. Begitu dia melihat awan tebal, dia bersyukur kepada Allah, tersenyum dan pergi.

Tidak lama kemudian, hujan turun begitu lebat sehingga khawatir terjadi banjir. Said merasa bahwa munajat budak kulit hitam itulah yang menyebabkan turunnya hujan di kota ini setelah lama terjadi kekeringan. Dia membuntuti budak tersebut, dalam upaya ingin mengetahui bahwa dibawah pendidikan siapakah budak ini?

Said sedang membuntuti budak ini sampai dia masuk ke rumahnya Ali bin Husein as dan dia juga meminta izin untuk masuk ke dalam rumah tuannya. Said berkata kepada Imam Zainul Abidin as, “Wahai putra Rasulullah! Saya datang untuk membeli budak ini dari Anda, bila Anda menyetujuinya.”

Imam berkata, “Saya bisa menjual budak ini kepadamu.”

Kemudian beliau berkata kepada budaknya, “Hai hamba Allah! Dari sejak saat ini engkau akan mengabdi kepada Said bin Musayib, maka ikutilah dia.”

Budak itu berkata kepada Said, “Apa yang menyebabkan engkau memisahkan aku dan maulaku?”  

Said bin Musayib menjelaskan apa yang telah terjadi kepada budak dan Imam Sajjad as dan berkata, “Engkau mulia dan dekat di sisi Allah dan aku ingin memiliki budak seperti ini di rumahku.”

Kondisi budak menjadi berubah. Dia mengangkat tangannya ke langit dan berkata, “Ya Allah! Ada rahasia antara aku dan Engkau. Karena sekarang rahasia itu sudah terungkap, maka kembalikanlah aku pada diri-Mu.”

Imam, Said dan semua orang yang ada di rumah Imam merasa trenyuh dengan kata-kata budak ini dan mereka menangis. Said pun keluar dari rumah Imam dengan menangis dan pada saat yang sama dia menyesal.

Begitu Said bin Musayib sampai di rumahnya, salah seorang budak Imam menyampaikan pesan dan berkata, “Hai Said! Imam berkata, bila engkau mau, engkau bisa ikut acara pemakaman budak itu!” (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Sajjad as

Selasa, 25 April 2017 21:55

Persaudaraan Seagama

Said bin Hasan datang menemui Imam Baqir as. Imam bertanya kepadanya, “Apakah di antara kalian ada kebiasaan ini dimana salah satu dari kalian pergi ke saudara segamanya dan mengambil uang di sakunya sebatas kebutuhannya dan pemiliknya tidak menolaknya?”

Said menjawab, “Tidak. Saya tidak mengenal orang seperti ini.”

Imam Baqir as berkata, “Kalau begitu tidak ada yang namanya persaudaraan.”

Said berkata, “Kalau demikian, apakah kami dalam kehancuran?”

Imam Baqir as berkata, “Akal lelaki ini sampai saat ini belum sempurna. Yakni taklif [kewajiban] tergantung pada derajat akal. Dengan adanya perbedaan derajat akal, maka taklif juga akan menjadi berbeda.”

Keadilan Allah

Imam Baqir as berkata, “Salah seorang nabi dari Bani Israil melihat seorang lelaki yang separuh tubuhnya ada di bawah dinding dan separuhnya lagi dimakan oleh burung pemakan bangkai dan anjing-anjing telah merobek-robek tubuhnya. Kemudian dia pergi dari sana dan masuk ke kota lain. Di sana dia melihat salah seorang pembesar kota itu meninggal dunia dan diletakkan di atas amben dengan dikafani kain sutera dan disekelilingnya ada anglo-anglo tempat dupa dinyalakan. Nabi itu berkata, “Ya Allah, aku bersaksi bahwa Engkau adalah penguasa yang adil dan tidak akan berbuat zalim kepada siapapun. Namun lelaki yang pertama itu adalah hamba-Mu yang tidak pernah menyekutukan-Mu sekejap mata pun dan Engkau menetapkan kematiannya sebagaimana yang aku lihat [separuh tubuhnya di bawah dinding dan separuhnya lagi dimakan burung-burung dan anjing-anjing]. Sementara orang kedua tidak beriman sama sekali kepada-Mu sekejap matapun. Namun Engkau menetapkan kematiannya dengan kemewahan seperti ini.”

Allah berfirman, “Iya wahai hamba-Ku. Aku adalah penguasa yang adil yang tidak akan berbuat zalim sebagaimana yang engkau katakan. Hamba-Ku; orang pertama punya dosa di sisi-Ku, sehingga Aku tetapkan kematiannya demikian, supaya ketika dia menemui-Ku dalam kondisi tidak ada dosa sama sekali baginya. Sementara hamba-Ku; orang kedua ini, punya satu perbuatan baik di sisi-Ku, sehingga Aku tetapkan kematiannya demikian, supaya ketika dia menemui-Ku tidak ada lagi perbuatan baik baginya dan tidak menuntut-Ku.”

Bersedekah Secara Sembunyi-Sembunyi

Dinukil dari Imam Baqir as bahwa ketika beliau memandikan jasad ayahnya; Ali bin Husein [Zainul Abdin],  orang-orang yang ada di sekitar mengetahui bahwa lutut dan kakinya kapalan. Pada saat itu mata mereka tertuju pada pundak Imam Zainul Abidin as bahwa sebagian dari pundaknya juga kapalan seperti lututnya.

Mereka mengatakan, bekas yang tampak di kaki dan lutut, jelas karena sujud yang lama. Tapi mengapa bagian dari pundak ini juga kapalan?!

Imam Baqir as berkata, “Kalau bukan karena pasca kematian beliau, aku tidak akan menyampaikan sebabnya. Setiap hari sebisa mungkin pasti mengenyangkan orang-orang miskin. Begitu malam tiba dan makanan keluarganya masih lebih banyak, beliau memasukkannya ke dalam karung. Ketika semuanya sudah tertidur, beliau pergi ke rumah sejumlah orang miskin. Karena mereka menjaga harga diri, sehingga tidak ada orang yang mengenal mereka kalau miskin. Beliau membagikan apa yang ada di dalam karung itu kepada mereka sedemikian rupa sehingga tidak ada yang tahu siapa pembawa makanan ini. Tidak seorang pun dari anggota keluarga beliu juga mengetahuinya. Tapi saya tahu. Maksud beliau dari pekerjaan ini adalah agar beliau mendapatkan pahala sedekah secara sembunyi-sembunyi dari tangannya sendiri.

Ayahku selalu mengatakan, “Bersedekah secara sembunyi-sembunyi bisa memadamkan kemarahan Allah, seperti air yang memadamkan api. Bila salah satu dari kalian memberikan sedekah dengan tangan kanan, berikanlah sekiranya tangan kiri tidak tahu.”

Macam-Macam Hati

Imam Baqir as berkata, “Hati ada tiga macam:

1. Hati yang terbalik, dan tidak bisa ditempati apapun [tidak menerima kebenaran sama sekali] dan ini adalah hatinya orang kafir.

2. Hati yang ada titik gelapnya. Kebaikan dan keburukan akan masuk ke dalamnya. Yang mana yang lebih kuat, maka akan mendominasi.

3. Hati yang Farrakh yaitu hati yang bersinar di dalamnya cahaya ilahi dan akan tetap sampai Hari Kiamat dan ini adalah hati orang mukmin.

Taufik Meninggalkan Dosa

Imam Baqir as berkata, “Allah Swt telah menurunkan wahyu kepada Daud as, “Pergi temuilah hamba-Ku Daud dan katakan kepadanya, “Engkau telah melanggar perintah-Ku. Aku telah memaafkanmu. Kemudian engkau melanggar perintah-Ku lagi dan Aku telah mengampunimu. Kemudian engkau melanggar lagi dan aAu mengampunimu. Bila engkau melanggar perintah-Ku yang keempat kalinya, maka Aku tidak akan memaafkanmu.”

Daud pergi menemui Danial dan menyampaikan pesan Allah kepadanya. Danial bangun di waktu sahar [akhir malam] dan bermunajat kepada Tuhannya, seraya berkata, “Ya Allah! Nabi-Mu Daud telah menyampaikan pesan-Mu kepadaku bahwa aku telah melanggar perintah-Mu sebanyak tiga kali dan Engkau telah mengampuniku. Bila kali yang keempat aku melanggar perintah-Mu, maka aku jatuh ke dalam kesalahan. Untuk itu berilah aku taufik untuk meninggalkan dosa. Yakni meninggalkan dosa memerlukan taufik dari Allah dan harus kita mohon kepada-Nya, sehingga kita sukses dalam meinggalkan dosa.

Imam Baqir as Dalam Majlisnya Yazid

Ketika para tawanan Karbala dibawa masuk ke majlis Yazid, dia bermusyawarah dengan orang-orang sekitarnya bahwa apa yang harus dilakukan terkait para tawanan ini. Sebagian memberikan usulan untuk membunuh mereka. Pada saat itu Imam Baqir as yang masih kanak-kanak mulai berbicara. Setelah memuji Allah, beliau berkata:

Hai Yazid! Orang-orang sekitarmu memberikan usulan kepadamu dimana orang-orang sekitar Firaun tidak pernah memberikan usulan seperti ini! Ketika Firaun meminta usulan kepada orang-orang sekitarnya terkait Musa dan saudaranya, apa yang harus dilakukan terhadap mereka, orang-orang sekitarnya mengatakan, “Kasihlah kesempatan kepadanya dan saudaranya...”

Tapi orang-orang sekitarmu memberikan usulan untuk membunuh kami. Apakah engkau tahu apa sebab perbedaan usulan dan pendapat ini?”

Kemudian beliau melanjutkan, “Sebabnya adalah anggota majlisnya Firaun adalah anak-anak halal dan jemaah yang hadir di sisimu adalah anak-anak haram. Karena tidak akan membunuh para nabi dan anak-anaknya nabi selain anak-anak zina.” (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Muhammad Baqir as

Selasa, 25 April 2017 21:54

Celaan Terhadap Penggunjing

Imam Shadiq as berkata, “Seorang lelaki berkata kepada Imam Zainul Abidin, “Si fulan mengaitkan sesuatu yang tidak baik terhadap Anda dan mengatakan bahwa Anda sesat dan pembuat bid’ah.”

Imam Zainul Abidin berkata, “Engkau tidak menjaga hak persahabatan dengannya, karena engkau menyampaikan kata-katanya kepadaku dan engkau juga telah melanggar hakku, karena engkau menyampaikan kata-kata dari saudaraku yang tidak kuketahui. Kita berdua akan mati dan di mahsyar kita akan bertemu dan Allah akan menghukumi di antara kita; mengapa engkau mengunjing? Jangan menggunjing, karena dia adalah makanan anjing-anjing neraka. Selain itu ketahuilah bahwa orang yang banyak menyampaikan aibnya orang lain, dia harus menunggu bahwa aibnya juga akan dicari-cari oleh orang lain.”

Balasan Menciptakan Agama Baru

Imam Shadiq as berkata, “Seorang lelaki hidup di masa lalu. Dia mencari dunia dan harta kekayaan dari jalan yang halal, tapi tidak berhasil. Dia bersungguh-sungguh melalui jalan yang haram, tapi juga tidak berhasil. Setan menjelma dan berkata kepadanya, “Engkau ingin mengumpulkan harta kekayaan dari jalan yang halal, tapi tidak berhasil dan dari jalan yang haram juga tidak berhasil. Sekarang, maukah engkau, aku ajari satu cara agar engkau berhasil mencapai keinginanmu dan mendapatkan harta kekayaan yang melimpah, juga sejumlah orang akan menjadi pengikutmu?” Dia bilang, iya.

Setan berkata, “Ciptakan agama baru dari dirimu sendiri dan ajaklah masyarakat untuk mengikuti agama buatanmu sendiri.”

Dia mengikuti apa yang diperintahkan oleh setan dan masyarakat pun mengikutinya dan dia juga mendapatkan harta yang melimpah. Suatu hari dia sadar dan bergumam, “Betapa jeleknya perbuatanku menyesatkan masyarakat. Aku pikir tidak mungkin ada taubat bagiku selain aku harus memberitahukan orang-orang yang sudah aku sesatkan bahwa apa yang telah didengarnya dariku adalah batil dan buatanku sendiri. Mungkin dengan cara ini taubatku akan diterima.”

Dia mendatangi satu persatu pengikutnya. Dia mengatakan kepada para pengikutnya bahwa apa yang aku sampaikan adalah batil. Tidak ada dasarnya.

Mereka mengatakan, “Engkau bohong. Ucapanmu dahului itu benar, sekarang engkau telah meragukan agamamu sendiri dan tersesat.”

Ketika dia mendengar jawaban ini dari mereka, dia meletakkan rantai di lehernya dan berkata, aku tidak akan membukanya sampai Allah menerima taubatku.”

Allah menurunkan wahyu kepada nabi zaman itu, “Katakan kepada si fulan, demi kemuliaan-Ku! Meski engkau memanggil Aku dan berteriak sampai sendi-sendimu terputus, maka doamu tidak akan Aku terima, kecuali orang-orang yang mati dalam agamamu dan orang yang engkau sesatkan, engkau beritahu tentang hakikat yang sebenarnya, sehingga mereka keluar dari agamamu [dan hal ini juga tidak mungkin baginya].

Janji Surga

Abu Bashir berkata, “Saya punya seorang tetangga sebagai wakil dari para pegawai penguasa zalim dan mendapatkan harta kekayaan yang banyak. Dia punya budak perempuan penyanyi dan selalu menyelenggarakan pesta pora untuk para penyembah hawa nafsu dan berfoya-foya; para budak menyanyi, sedangkan mereka mabuk-mabukan. Karena bertetanggaan dengan saya, dan suara kemungkaran itu sampai ke telinga saya, saya tidak suka padanya dan beberapa kali sempat menegurnya. Tapi dia tidak mau menerima. Karena saya memaksa dan melebih-lebihkan, sampai akhirnya suatu hari dia berkata, “Aku adalah seorang lelaki yang menderita dan menjadi tawanan setan, tapi engkau tidak terjerat oleh setan dan hawa nafsu. Bila engkau mau memberitahukan kondisiku kepada pemilikmu; Imam Shadiq as, mungkin Allah akan menyelamatkan aku dari mengikuti hawa nafsu dengan perantara kamu.”

Abu Bashir berkata, “Ucapan lelaki itu menembus hatiku. Saya bersabar sampai ketika bertemu dengan Imam Shadiq as dan menceritakan kisah tetangga saya ini kepada beliau.” Imam Shadiq as berkata, “Ketika engkau kembali ke Kufah, dia akan datang menemuimu. Katakan kepadanya, Jakfar bin Muhammad mengatakan, tinggalkanlah pekerjaan buruk yang engkau lakukan, aku akan menjamin surga untukmu.”

Saya kembali ke Kufah dan masyarakat datang menjenguk saya. Dia juga datang bersama mereka. Ketika dia ingin pergi, saya memandangnya. Ketika ruangan sudah sepi, saya katakan, “Aku telah menyampaikan kondisimu kepada Imam Shadiq. Beliau mengatakan, sampaikan salam untuknya dan katakan tinggalkanlah kondisi itu sehingga aku menjaminnya dengan surga.” Dia menangis. Dia berkata, “Demi Allah! Jakfar mengatakan ucapan ini kepadamu?” Saya bersumpah, iya. Dia berkata, “Ini cukup bagiku! Kemudian dia pergi.”

Setelah beberapa hari berlalu, dia mengutus seseorang kepadaku. Ketika saya menemuinya, saya melihat dia berada di balik pintu berdiri dalam keadaan telanjang. Dia berkata, “Apa yang aku miliki dari barang haram, aku kembalikan semuanya kepada pemiliknya. Sekarang engkau melihat aku ada di balik pintu karena ketelanjangan.”

Saya menemui teman-temanku dan mengumpulkan beberapa baju dan membawa untuknya.

Kemudian, setelah beberapa hari dia mengirim pesan, “Aku sakit. Kesinilah aku ingin melihatmu.”

Selama dia sakit saya senantiasa menanyakan kabarnya dan saya mengobatinya dengan obat-obatan.

Akhirnya dia mendekati kematian dan saya duduk di sampingnya. Dia dalam keadaan sekarat dan pingsan. Ketika sadar dan siuman, dia tersenyum dan berkata, “Abu Bashir, Imam kamu; Imam Shadiq as telah memenuhi janjinya.” Dia mengatakan ini dan meninggal dunia.

Pada tahun itu juga, ketika saya pergi haji, saya menemui Imam Shadiq as di Madinah dan meminta izin untuk masuk ke dalam rumahnya. Begitu saya masuk dan kaki saya yang satu masih berada luar dan yang satunya lagi sudah berada di dalam rumah, Imam Shadiq as berkata, “Abu Bashir! Kami telah memenuhi janji kami kepada tetanggamu.” (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ja’far Shadiq as

Selasa, 25 April 2017 21:46

Jangan Ada Urusan Dengan Dia

Ismail bin Hisyam; Gubernur Madinah, pada masa kekuasaannya sangat menyakiti Imam Zainul Abidin as. Warga Madinah juga sudah tidak tahan atas kezalimannya. Akhirnya Walid bin Abdul Malik; khalifah masa itu memutuskan untuk memecatnya.

Ketika Ismail dipecat dari jabatannya, Walid memerintahkan agar dia diletakkan di hadapan masyarakat. Sehingga siapa saja yang punya keluhan atasnya, bisa berdiri di depannya dan menuntut haknya. Warga satu persatu maju dan menyampaikan kata-katanya. Namun Imam Zainul Abidin mewanti-wanti anak-anak dan orang-orang dekatnya untuk tidak menyampaikan kata-kata sedikitpun yang anti Ismail. Imam sendiri ketika lewat di sisinya, malah mengucapkan salam. Ketika Ismail melihat kebesaran ini dari Imam, dengan suara keras dia berkata, “Allah lebih tahu kepada siapa risalah dan tugas-Nya diberikan.”

Hati-Hatilah Anakku!

Imam Sajjad as di detik-detik terakhir usianya berpesan kepada anaknya, Imam Muhammad Baqir as. Beliau meminta kepadanya agar memperhatikan pesan-pesan itu.

Putraku! Ketahuilah bahwa waktu akan berlalu dan dia akan membawa umurmu dengannya. Untuk itu, hindarilah berangan-angan panjang. Betapa banyak orang-orang yang berangan-angan, tapi tidak mencapai angan-angannya dan mati. Dan betapa banyak orang yang mengumpulkan harta kekayaannya, tapi tidak bisa memakannya. Apalagi harta kekayaan itu didapatkan dari jalan yang haram demi menjauhkan dirinya dari kemiskinan. Tapi kematian tidak memberikan kesempatan padanya dan musibah harta kekayaan itu membebani pundaknya. Sesungguhnya adakah kerugian yang lebih buruk dari kerugian yang nyata ini...!”

Siapa Saja Yang Tidak Layak Untuk Dijadikan Sebagai Teman

Imam Sajjad as berkata kepada salah satu anaknya, “Putraku! Perhatianlah pada lima orang dan jangan bercakap-cakap, bersahabat dan bepergian dengan mereka:

1. Jangan bersahabat dengan pembohong. Karena dia seperti fatamorgana. Dia akan menunjukkan kepadamu yang jauh sebagai yang dekat dan yang dekat sebagai yang jauh.

2. Jangan berteman dengan orang yang buruk. Karena dia akan menjualmu hanya dengan sesuap makanan.

3. Jangan bercakap-cakap dengan orang yang kikir. Karena dia akan menendangmu saat engkau benar-benar membutuhkan.

4. Jangan berteman dengan orang bodoh. Karena dia ingin menguntungkanmu, tapi karena kebodohannya, malah dia merugikanmu.

5. Jangan berteman dengan orang yang memutuskan hubungan dengan keluarganya, karena Allah telah melaknat orang-orang ini.

Hari Ini Bukan Waktunya Mengemis

Imam Zainul Abidin, di hari Arafah melihat seorang miskin meminta-minta kepada masyarakat.

Beliau berkata, “Mengapa orang lelaki ini tidak meminta kepada Allah. Padahal di hari semacam ini semuanya harus menjulurkan tangannya kepada Allah.”

Pada hari lainnya, Imam as melihat seorang miskin meminta-minta kepada masyarakat sambil menangis. Imam as berkata, “Seandainya orang ini sebagai pemilik seluruh dunia pun, dan secara serentak dia  kehilangan semuanya, maka tidak ada nilainya menangis setetes air mata pun karenanya, apalagi hanya karena dirham dan dinar yang tidak seberapa.”

Kejadian Nabi Ya’qub as

Abu Hamzah Tsumali salah seorang sahabat Imam Sajjad as berkata, “Subuh hari Jumat kami mengerjakan salat bersama Imam Zainul Abidin as. Setelah salat, kami bergerak menuju ke rumah. Ketika sudah sampai di rumah, Imam memanggil salah satu budak perempuannya dan berkata, “Jangan sampai kalian membuat kecewa orang-orang miskin yang datang ke pintu rumah kita. Siapa saja yang mengetuk pintu rumah ini, maka berilah makanan. Karena hari ini adalah hari Jumat.”

Saya katakan, “Imam! Semua yang datang kesini bukan orang yang mustahaq [berhak diberi]”

Imam berkata, “Namun kami khawatir, sebagian mereka itu mustahaq dan secara tidak sengaja kami tidak memberinya. Sehingga kejadian yang terjadi bagi Ya’qub akan terjadi bagi kita.

Kemudian beliau menjelaskan tentang kejadian keluarganya Nabi Ya’qub as, “Setiap hari Nabi Ya’qub menyembelih seekor kambing. Sebagian digunakan untuk diri mereka sendiri dan sebagian lainnya disedekahkan. Seorang lelaki mukmin yang sedang berpuasa, asing di kota itu. Dia datang ke rumah Ya’qub as dan berkata, “Saya adalah lelaki yang membutuhkan. Berikan sedikit dari makanan kalian kepada saya. Penghuni rumah tidak memperhatikan permintaannya. Lelaki miskin ini kecewa dan menangis dan pada malam itu tertidur dalam kondisi yang ada dan mengeluh kepada Allah. Keesokan harinya dia kembali berpuasa. Namun Ya’qub dan keluarganya tidur dalam kondisi kenyang dan makanannya juga tersisa banyak.

Pagi harinya Allah menurunkan wahyu kepada Ya’qub, “Engkau telah menghinakan hamba-Ku dan membuat Aku marah. Untuk itu engkau layak mendapatkan musibah dan kesusahan. Hai Ya’qub! Engkau tahu bahwa aku lebih cepat membalas teman-teman-Ku daripada musuh-musuh-Ku. Dan ini karena perhatian baikku kepada mereka. Tapi aku tidak langsung menyusahkan musuh-musuhku setelah setiap kesalahan, supaya mereka tidak meminta ampunan. Kemudian Aku akan mengambil nikmat-nikmat yang ada sedikit demi sedikit dari mereka. Untuk itu, siapkanlah diri kalian.”

Imam Zainul Abidin as kemudian berkata, “Di malam itulah Yusuf as mimpi melihat sebelas bintang dan bulan. Yaitu malam dimana mereka tidur dalam kondisi kenyang dan ada orang yang membutuhkan dalam kondisi kelaparan.”

Beberapa Kalimat Penuh Hikmah

1. Barang siapa yang berjiwa mulia, maka ia akan meletakkan dunia di bawa telapak kakinya.

2. Barang siapa yang merasa cukup dengan apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia adalah orang yang paling tidak membutuhkan.

3. Tidak ada amalan baik yang berkurang dari manusia yang baik, karena telah diterima oleh Allah.

4. Mereka yang lebih takut kepada Allah, maka akan bebas dari azab-Nya.

5. Seburuk-buruk manusia di sisi Allah adalah orang yang menilai Imam sebagai panutannya, tapi dia tidak mengikuti amalan dan perilakunya.

6. Tiga hal yang bisa menyelamatkan manusia; menjaga lisan, khususnya dari menggunjing, sibuk dengan pekerjaan yang ada manfaatnya baik dunia maupun akhirat dan terus menerus menangis di hadapan Allah karena dosa-dosa.

7. Setelah makrifat kepada Allah, tidak ada yang lebih tercinta di sisi Allah daripada Iffah [menjaga kehormatan] perut dan naluri seksual. (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Sajjad as

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengatakan, partisipasi luas rakyat Iran dalam pemilu mendatang akan membuat musuh-musuh Islam dan musuh-musuh bangsa negara ini putus asa.

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan hal itu dalam pidatonya di hadapan para pejabat negara dan Duta-duta Besar dari negara-negara Muslim dalam acara memperingati Hari Mab'ats (pengutusan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulullah) di Tehran, ibukota Iran, Selasa (25/4/2017).

Rahbar menambahkan, Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel menentang Republik Islam disebabkan negara ini mencegah keserakahan-keserakahannya.

Seperti dilansir IRNA, Ayatullah Khamenei mengucapkan selamat Hari Mab'ats kepada seluruh umat Islam dunia dan bangsa Iran. Beliau menilai pemahaman atas penyebab permusuhan para Mustakbirin terhadap Islam sebagai tugas para pejabat negara-negara Muslim dan Islam.

"Pemerintahan-pemerintahan Islam harus memahami bahwa tujuan AS mengiringi sebuah negara Muslim dan memusuhi negara Muslim lainnya adalah mencegah persatuan dunia Islam dan menghalangi pemahaman umum umat Islam tentang kepentingan-kepentingan masyarakat Islam," jelasnya.

Menurut Rahbar, kemampuan yang tak tertandingi Islam dalam mengembangkan masyarakat, kapasitas  pembentukan peradaban material dan spiritual dan kekuatan Islam dalam menghadapi penindasan dan kezaliman merupakan penyebab utama permusuhan para Mustakbirin terhadap agama suci Islam.  

"Pembentukan kelompok-kelompok teroris atas nama Islam dan memecah belah di antara negara-negara Muslim adalah konspirasi AS dan rezim Zionis (Israel)," ujarnya.

Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, para penindas dunia memusuhi Iran lebih banyak dari pada negara-negara Muslim lainnya, namun masalah utama mereka adalah Islam, dan fakta ini harus dipahami oleh semua umat Islam.

"Para penjarah berkolaborasi dengan sejumlah negara regional dan untuk melanjutkan pekerjaan ini, mereka berusaha menampilkan Republik Islam Iran atau Tasyayyu' (Syi'ah) sebagai musuh mereka, namun semua harus memahami poin ini bahwa persatuan dan perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan intimidasi adalah jalan kemajuan dunia Islam," tuturnya.

Ayatullah Khamenei menyebut kebijakan umum dan ancaman semua pejabat AS di masa lalu dan sekarang dalam memusuhi rakyat Iran sebagai pertanda niat busuk para pejabat negara ini.

Rahbar menuturkan, AS di sepanjang waktu telah melakukan pekerjaan apa pun untuk "memukul" Republik Islam, namun semua mengetahui bahwa siapa saja yang ingin mengagresi rakyat negara ini, tidak diragukan lagi, tindakan itu akan merugikan dirinya sendiri, sebab reaksi rakyat Iran terhadap tindakan itu akan tegas.

Ayatullah Khamenei juga menyinggung para kandidat pemilu presiden Iran dan meminta mereka berjanji kepada rakyat untuk memajukan negara, membangun dan mengembangkan ekonomi, memecahkan persoalan masyarakat dan mencegah pandangan mereka keluar dari perbatasan Iran. Mereka harus berfokus pada kapasitas dan kemampuan rakyat dan negara.

Sebelum Rahbar berpidato, Hassan Rouhani, Presiden Iran menyampaikan pidato sambutan dan menilai demokrasi religius sebagai salah satu hadiah dari Bi'tsah    Nabi Muhammad Saw.

Ia mengatakan, dunia Islam didera kekerasan, teror, Takfiri, instabilitas dan ketidakamanan, dan hari ini dengan mengambil pelajaran dari bi'tsah Rasulullah Saw, negara-negara regional dan negara-negara Muslim harus melepaskan diri dari persoalan, ketidakamanan dan instabilitas.

Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran untuk Urusan Hukum dan Internasional mengatakan, ada kerjasama yang baik antara Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Sayid Abbas Araqchi mengatakan hal itu pada Selasa (25/4/2017) ketika menyinggung pertemuannya dengan Yukiya Amano, Direktur Jenderal IAEA.

"Laporan-laporan IAEA telah berulangkali membuktikan bahwa Republik Islam Iran telah melaksanakan JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif) dengan hati-hati dan selalu komitmen dengan kewajibannya, namun pihak seberang tidak melaksanakan komitmennya untuk menjalankan JCPOA, "kata Araqchi seperti dilansir IRNA.

Ia juga menegaskan adanya jalan untuk menghapus hambatan dan persoalan yang menghalangi pelaksanaan JCPOA.

Araqchi menjelaskan, dalam pertemuan dengan Amano, Dirjen IAEA di Wina, telah diulas mengenai kondisi terbaru instalasi nuklir Iran, masalah fasilitas nuklir di Arak, Fordow, Natanz dan cara-cara inspeksi dan pengawasan IAEA.

Araqchi bertemu dengan Amano di markas IAEA di Wina, Austria pada Senin.

Sementara itu, pertemuan ke-7 Komisi Gabungan Iran dan negara-negara anggota Kelompok 5+1 (Rusia, Cina, Perancis, Inggris, Amerika Serikat ditambah Jerman) digelar di Wina pada hari ini, Selasa.

Ini adalah pertemuan pertama Komisi Gabungan JCPOA sejak dimulainya pemerintahan baru AS.

Selasa, 25 April 2017 21:44

Israel Terima Tiga Unit F-35 dari AS

Amerika Serikat menyerahkan tiga unit jet tempur, F-35 kepada rezim Zionis Israel.

Menurut Yedioth Ahronoth, tiga unit jet tempur tersebut adalah produksi perusahaan militer Lockheed Martin Amerika dan diserahkan kepada Israel di pangkalan udara Negev, Palestina pendudukan (Israel).

Menurut rencana, perusahaan Lockheed Martin akan menyerahkan 50 unit F-35 kepada rezim Zionis, di mana pada Desember 2016, Israel juga telah menerima dua unit pesawat tersebut.

Harga pesawat anti-radar yang mampu terbang dengan kecepatan supersonik itu (1.900 Km/jam) itu mencapai 110 juta dolar.

Dukungan menyeluruh AS kepada rezim Zionis menjadi penyebab utama meningkatnya kejahatan-kejahatan rezim ini  terhadap rakyat Palestina.

Sumber-sumber pemberitaan rezim Zionis Israel mengabarkan bahwa larinya tentara Israel dari tugas kemiliteran dan wajib militer di wilayah pendudukan telah membuat para pejabat Tel Aviv khawatir.

Seperti dilansir Haaretz, meskipun ada upaya militer Israel untuk mencegah larinya para tentara sebelum berakhirnya periode dinas dan wajib militer mereka, namun hingga sekarang masih banyak tentara yang meninggalkan tempat tugas sebelum berakhir masa tugasnya. Hal ini telah membuat para pejabat rezim Zionis khawatir.

Menurut Haaretz, berdasarkan data militer Israel pada tahun 2016, setiap tahun sekitar 7.000 tentara Israel lari dari tugas dan wajib militer.

Surat kabar Zionis itu menulis, meskipun periode dinas kemiliteran telah dikurangi dari 36 bulan menjadi 32 bulan, namun fenomena tersebut terus meningkat, di mana pada tahun 2016, jumlah tentara laki-laki yang lari dari tugasnya mencapai 14,6 persen, sementara tentara perempuan 7,5 persen.

Pertanyaan : Mengapa orang-orang Syiah bersujud di atas turbah ?

Jawab:

Diriwayatkan berkaitan dengan sujud, bahwa pada jaman Nabi saw semua orang bersujud diatas permukaan lantai mesjid. Mereka menaburkan pasir halus supaya tidak terganggu oleh kerikil-kerikil kasar, yang juga untuk meratakan permukaannya. Mereka juga meletakan tikar di tempat sujud supaya terlindung dari sengatan panas pada saat musim panas. Hal ini seutuhnya sesuai dengan dasar-dasar fikih Syiah, karena dalam pandangan fikih, turbah tidak memiliki kekhususan maudu’, justru sebagai perantara yang memudahkan bersujud di atas tanah. Dalam sebuah riwayat sahih dari Hisyam Bin Hakam – yang mana semua faqih berdasarkan riwayat ini mengeluarkan fatwa - , dia berkata kepada Aba Abdillah as : “Beritahukan kepadaku tentang hal-hal yang boleh sujud di atasnya dan hal-hal yang tidak diperbolehkan sujud di atasnya!”. Beliau berkata : “Sujud tidak diperbolehkan kecuali di atas bumi atau di atas sesuatu yang tumbuh dari bumi yang tidak dimakan atau dipakai.”. Dia kembali berkata : “Jiwaku sebagai tebusanmu, apakah sebab dibalik itu ?“. Beliau menjawab : “Sesungguhnya sujud adalah kepasrahan diri kepada Allah swt. Maka tidak seharusnya bersujud di atas sesuatu yang dimakan atau dipakai. Karena budak-budak dunia adalah budak dari apa yang mereka makan dan pakai. Sementara orang yang sujud, ketika sujud dia sedang menyembah Allah swt, maka tidak seharusnya dia meletakan dahinya ketika itu di atas  sesuatu yang disembah oleh budak-budak dunia yang mana mereka telah tertipu oleh keangkuhannya.”. (wasa’il as-syiah jilid 3, bab 1, dari bab apa-apa yang dipakai sujud, hadis 1)

(Sisi pemakaian)

Alasan menggunakan turbah adalah :

Pertama: Bersandar kepada riwayat-riwayat yang telah dinukil oleh Syiah maupun Ahlu sunnah, bahwa Nabi saw selalu sujud di atas tanah, dan ketika musim panas tiba, disebabkan kondisi wilayah Arab yang panas, lantai masjid an-Nabi yang terbuat dari tanah dan pasir halus menjadi sangat panas dan menyengat. Sehingga saat itu beliau selalu sujud diatas tikar.

Kedua: Ibadah adalah ketetapan dan pada bagian-bagian dan syarat-syarat ibadah itu harus sesuai dengan perkataan dan perbuatan sang pembawa syariat. Sebagai mana Nabi sendiri bersabda : “ Shalatlah kalian ! sebagaimana kalian melihatku shalat.”. Oleh karena itu dalam pandangan fiqih, sujud tidak diperbolehkan di atas sesuatu selain apa-apa yang nabi gunakan untuk sujud di atasnya.

Ketiga: Falsafah sujud adalah memutuskan hubungan dengan dunia dan hal-hal yang berkaitan dengannya, berserah diri dan tunduk seutuhnya di hadapan Tuhan, dalam riwayat dikatakan bahwa manusia sangat bergantung kepada apa-apa yang dia makan dan pakai. Maka sujud di atas hal-hal seperti ini tidak diperbolehkan. Dan meletakan dahi di atas tanah memiliki nilai terbaik untuk menunjukan pengagungan, tawadhu’, dan keikhlasan atau pelepasan diri dari rasa angkuh dan ketergantungan.

Keempat: Turbah dalam pandangan Syiah tidak memiliki kekhususan maudhu’, bahkan yang menjadi tolok ukur adalah sujud di atas tanah. Adapun turbah adalah alat untuk memudahkan sujud di atas tanah di manapun itu.

Kelima: ulama-ulama terkemuka dan para a’rif dari kalangan Ahlu sunnah juga menegaskan berkaitan dengan sujud di atas tanah, seperti halnya Imam Muhammad Ghazali menjelaskan masalah ini dalam kitab Ihya’ al-ulum. Oleh  sebab itu penentangan yang dilakukan oleh sebagian dari mereka mengenai masalah ini hanyalah berasaskan ketidaktahuan dan fanatisme buta. Dalam pandangan sumber-sumber fiqih dan ulama-ulama besar Ahlu sunnah juga meyakini bahwa sujud di atas tanah lebih utama, dan kalaupun ada persoalan, maka yang perlu ditanyakan adalah mengapa Ahlu sunnah bertolak belakang dengan sunnah Nabi, melakukan sujud di atas segala hal bahkan karpet atau permadani misalnya.

Keenam: Syirik adalah bersujud kepada selain Tuhan, adapun orang-orang Syiah bersujud kepada sang pencipta, bukan kepada tanah. Dengan kata lain Syirik adalah menjadikan selain Tuhan sebagai masjud (objek yang kita sujud kepadanya) bukan masjid (tempat sujud). Dan turbah maupun tanah adalah tempat sujud, bukan masjud. Berbeda halnya dengan perbuatan para penyembah berhala yang menjadikan patung-patung sebagai masjud, mengagungkannya dan tunduk dihadapannya. Selain itu, jika sujud di atas turbah adalah syirik maka sujudnya Ahlu sunnah di atas permadani juga adalah syirik.

Penjelasan: Dari beberapa perbuatan yang menunjukan kerendahan dan tawadhu’, Sujud merupakan puncak dari perbuatan itu yang dilakukan oleh manusia ketika berhadapan dengan seseorang atau sesuatu. Dalil yang diutarakan oleh para penyembah berhala untuk membenarkan sujud mereka terhadap patung-patung adalah karena Tuhan sang pencipta alam tidak terlihat, mereka tidak bisa menyembahnya, maka patung-patung yang terlihatlah yang mereka sembah. Oleh sebab itu mereka mengagungkan, bersujud dan menghormati patung-patung itu, yang bahkan adalah hasil buatan tangan-tangan mereka sendiri. Akan tetapi dalam pandangan Syiah, satu-satunya wujud yang layak disembah adalah Tuhan yang satu, walaupun tidak terlihat dan hakikat zat-Nya tidak tertampung oleh pemahaman manusia yang terbatas, namun menyembahnya adalah hal yang mungkin, dan Dia sendiri yang mengajarkan tata cara untuk menyembahnya, maka sesuai dengan apa yang Dia perintahkanlah kita harus menyembahnya. Sujud di atas tanah dan meletakan dahi di atas sesuatu yang merupakan simbol dari bentuk paling bawah dalam menunjukan kerendahan dan kehinaan manusia dan menerima keagungan sang pencipta (maha suci tuhan dengan segala pujian-Nya), dan perbedaan antara perbuatan ini dengan pemikiran para penyembah berhala seperti langit dan bumi.

Apa Yang Mendasari Adanya Perbedaan Tata Cara Wudhu Antara Mazhab Sunni dan Syiah?

Pertanyaan: Nabi Muhammad saw bersabda: “Salatlah kalian sebagaimana aku shalat”. Bukankah Nabi saw adalah panutan dan teladan umat manusia khususnya kaum muslimin? Mengapa pada kenyataannya cara praktik wudhu kaum muslimin berbeda-beda? Apa yang mendasari adanya perbedaan tersebut? Mengapa syiah memahami kata “ila” dalam ayat wudhu bermakna “ma’a”?

Jawaban: tak diragukan lagi bahwa kaum muslimin pada jaman Nabi saw melakukan wudhu dan shalat persis sebagaimana Nabi melakukannya dan tak ada perbedaan di antara mereka.

Menurut beberapa riwayat disebutkan bahwa timbulnya perbedaan praktik wudhu pertama kalinya adalah ketika jaman Ustman bin Affan. Disebutkan juga bahwa perbedaan tersebut dilatar belakangi oleh dirinya sendiri. Diriwayatkan suatu hari Ustman bin Affan mengumpulkan beberapa sahabat dan melakukan wudhu sebagaimana yang dilakukan Ahlussunnah pada jaman ini. Yakni tidak mengusap kaki namun membasuhnya lalu berkata: “aku melihat Nabi saw berwudhu seperti ini.” Sebagian sahabat tak menerima dan memprotes seperti Thalhah bin Abdullah, Abdullah bin Mas’ud, Muhammad bin Abi Bakar dan lain sebagainya bahkan mereka memfonis mereka dengan bid’ah. Namun hal itu tak memberikan hasil yang berarti sebagaimana timbullah bid’ah-bid’ah lainnya.

Sumber:

.( ر.ك‌: وضوء النبي‌، على شهرستاني‌، ص 58ـ88، مؤسسة جوادالائمة للطباعة و النشر / اضوأ على عقائك الشيعة الامامية‌، الشيخ جعفر سبحاني‌، ص 491و492، دارالمشعر. )

Di samping itu berbagai macam riwayat yang bersumber dari Nabi saw diriwayatkan oleh ahlussunnah bahwa Nabi saw melakukan wudhu dan shalat sebagaimana yang mereka praktekkan. Misalnya Nabi saw melakukan shalat dengan meletakkan kanan kanannya di atas tangan kirinya ketika berdiri dan diriwayatkan tentang membaca “amin” setelah membaca surat al-Fatihah.

Sumber:

( ر.ك‌: الامام الصادق و المذاهب الاربعة‌، اسد حيدر، ج 3، ص 181ـ364، مكتبة الصدر الطهران / الاعتصام بالكتاب و السنة‌، العلامه فقيه جعفر سبحاني‌، مؤسسة الامام الصادق‌/ المحلّى بالاثار، ابن حزم‌، ج 3، دارالفكر. )

Mazhab Syiah pun melakukan wudhu dan shalat berdasarkan riwayat yang diriwayatkan oleh kalangan mereka. Bersumber dari riwayat tersebut mereka juga berkeyakinan bahwa Nabi saw melakukan wudhu dan shalat sebagaimana yang mereka lakukuan.

Mereka menguatkan pendapat mereka dengan ayat al-qur’an: 

با أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman apabila kalian hendak melakukan shalat basuhlah wajah dan tangan kalian sampai ke siku dan usaplah sebagian kepala dan kaki kalian hingga ka’bain.” (al-Maidah ayat: 6)

Ada poin-poin penting tentang tata cara wudhu berlandaskan ayat di atas, yaitu:

1. Membasuh kepala: ayat di atas tidak menjelaskan tentang batasan bagian kepala yang wajib dibasuh, namun hal itu diterangakn secara rinci di dalam riyawat yang muktabar. Batasan wajah yang wajib dibasuh dengan air adalah: dari atas kebawah: dari tempat tumbuhnya rambut hingga dagu, dan dari lebar wajah: sepanjang ujung jari tengah sampai ujung ibu jari.

Sumber:

( وسائل‌الشيعة‌، شيخ حرّ عاملي‌، ج 1، ص 403، مؤسسه آل‌البيت‌، باب 17 من ابواب الوضوء.)

2. Membasuh kedua tangan: menurut ayat di atas, wajib untuk membasuh kedua tangan hingga siku. Namun disana tak disebutkan apakah membasuhnya harus dilakukan dari bawah ke atas (jari-jari ke siku) atau dari atas ke bawah (siku ke jari-jari). Namun, menurut pandangan umum dan juga dikuatkan oleh riwayta-riwayat syiah, membasuh tangan haruslah dimulai dari siku bawah hingga ujung jari-jari.

Sumber:

( وسائل‌الشيعة‌، همان‌، ص 405، باب 19 من ابواب الوضوء.)

Maka dari itu syiah tidak memahami kata ila berarti ma’a. Namun ila disini hanya sebagai penjelas batas yang wajib dibasuh, bukan bermakna akhir pembasuhan.

3. Mengusap kepala: adapun ayat di atas (و امسحوا بروؤسكم‌), menurut sebagian riwayat dan ahli bahasa arab, huruf ba’ mengandung makna “sebagian”. Maka yang wajib dibasuh adalah sebagian dari kepala saja.

Sumber:

)نمونه‌، آية‌الله مكارم شيرازى و ديگران‌، ج 4، ص 286 / وسائل الشيعة‌، همان‌، ص 410، باب 22.)

4. mengusap kedua kaki: "و امسحوا بروؤسكم و ارجلكم إلى الكعبين‌" terletaknya kata arjulakum atau arjulikum berdampingan dengan kata ru’usakum memperkuat dalil bahwa kaki haruslah diusap, bukan dibasuh. (sumber yang sama)

Ka’bun memiliki dua arti. Bisa diartikan dengan tumit atau juga diartikan sebagai persendian antara tulang betis dan kering dengan telapak kaki.

Sumber:

( قاموس قرآن‌، سيدعلي‌اكبر قرشي‌، ج 6، ص 117و118، دارالكتب الاسلامية‌.)

Maka dari itu jelaslah bahwa wudhu Rasulullah saw sama dengan wudhu yang dilakukan oleh syiah dan begitupula dengan tata cara shalat. Karena setelah wafatnya Rasulullah saw, kepemimpinan Islam dipanggul oleh para imam maksum yang dipilih oleh Allah melalui Rasul-Nya. Yang mana merekalah yang berhak dan memiliki kelayakan untuk menjelaskan syariat Nabi Muhammad saw. Adapun riwayat-riwayat (tentang wudhu) yang sampai kepada kita yang bersumber dari para imam tersebut tidak lain juga bersumber dari Nabi saw yang diajarkan beliau kepada para sahabatnya terkhusus kepada Imam Ali dan berlanjut turun temurun kepada imam-imam setelahnya. Maka dari itu ulama-ulama syiah menyimpulkan hukum-hukum Islam berdasarkan riwayat-riwayat yang bersumber dari para imam maksum as. Misalnya riwayat dari Zurarah ra dan Bukair ra: “Imam Baqir as ditanya tentang tata cara wudhu Rasulullah saw. Beliau lalu meminta wadah berisi air. Kemudian beliau memasukkan tangan kanannya di dalam air tersebut dan ia mengambil segenggam air tersebut dan dengan air itu ia basahi wajahnya lalu meratakan air itu di wajahnya (membasuhnya). Lalu beliau mencelupkan tangan kirinya dan mengambil segenggam air membasuhi tangan kanannya dengan air tersebut dari siku hingga ujung jari-jarinya. Namun beliau selalu membasuhnya dari atas ke bawah dan tak pernah membasuh dari bawah ke arah siku baik di tangan kiri maupun di tangan kanan. Kemudian beliau membasuh tangan kirinya dengan tangan kanannya dengan cara seabgaimana yang dilakukannya kepada tangan kanannya…...”

Sumber:

"( فروع كافي‌، ج 3، ص 25 ـ 26، ح 4 / براى مطالعه بيشتر ر.ك‌: وسائل الشيعة‌، همان‌، باب 15 از ابواب كيفيت وضوء)

Ketika para Imam Ma’sum as telah menjelaskan tata cara berwudu dengan penjelasan dan praktek mereka maka kita mesti mengikuti dan menjalankan wudhu sebagaimana yang telah mereka ajarkan. Karena kita meyakini bahwa segala perkataan, perbuatan dan persetujuannya adalah hujjah. Dan juga kita tak ragu sedikitpun bahwa mereka melakukan ibadahnya seperti yang dilakukan oleh Nabi saw.